Anda di halaman 1dari 5

PRAKTEK Farmakoterapi Sistem Saraf, Urogenital, dan Muskuloskeletal

ALZHEIMER’S DISEASE

Seorang wanita datang ke klinik bersama ibunya berinisial Ny. MW yang berusia 72 tahun. Wanita
tersebut menceritakan bahwa ibunya semakin pikun dan tidak ingat dengan usianya sendiri. Wanita
tersebut juga menceritakan bahwa ibunya terkadang minum obat diabetes dan hipertensinya hingga
beberapa kali dari yang diresepkan. Kejadian tersebut makin sering terjadi 3 bulan terakhir ini dan
Ny. MW sangat marah apabila wanita tersebut melarang minum obat diabetes dan hipertensi
melebihi dari yang diresepkan. Wanita tersebut bertanya pada Anda apakah ada obat OTC (over-
the counter) yang dapat mengontrol kepikunan ibunya dan juga mengontrol emosi ibunya?

Penyakit saat ini:


Hasil pemeriksaan ahli saraf menunjukkan Ny. MW mengalami penurunan kognitif dan perubahan
perilaku akibat penyakit Alzheimer
Riwayat penyakit:
- DM sejak usia 50 tahun yang selalu terkontrol dengan baik, akan tetapi sejak tahun kemarin
menjadi tidak terkontrol dengan baik karena Ny. MW seringkali tidak teratur minum OAD
akibat kepikunannya
- Hipertensi sejak usia 62 tahun dan terkontrol dengan baik, namun akhir-akhir ini menjadi
sering hipotensi karena minum obat hipertensinya dalam rentang waktu yang terlalu
singkat atau juga sering lupa minum obat hipertensi sehingga TD nya tidak lagi terkontrol
dengan baik
- Data lab kolesterol menunjukkan nilai LDL, trigliserida, dan kolesterol total tinggi
- Insomnia yang makin memburuk
Riwayat penyakit dalam keluarga:
- Ayah meninggal akibat PJK pada usia 75 tahun
- Ibu meninggal akibat penyakit kanker rahim pada usia 62 tahun
Riwayat sosial:
- Hidup seorang diri
- Minum alkohol dan merokok disangkal
Obat yang dikonsumsi saat ini:
- HCT 25 mg PO 1 dd 1 (obat darah tinggi)
- Losartan 50 mg PO 2 dd 1 (obat darah tinggi)
- Metformin 500 mg PO 2 dd 1 (obat diabetes)
- Lorazepam 1 mg PO saat mau tidur malam (antidepresan)

1. Bagaimana Anda sebagai apoteker di klinik menjawab pertanyaan putri Ny. MW?
Apa yang Anda sarankan?
Sebagai apoteker klinik Saya menyarankan untuk :
- Melakukan pemeriksaan CT scan/MRI otak untuk mendeteksi adanya silent infarct atau
kerusakan lain di otak
- Gaya hidup sehat meliputi melakukan olah raga teratur, mengkonsumsi banyak buah,
sayur, kacang-kacagan, minyak zaitun (misal : DASH - dietary Approach to Stop
hypertension)
- Ginkgo Biloba atau tanakan. Ginkgo biloba berfungsi sebagai antioksidan yang dapat
menekan radikal bebas. Radikal bebas merupakan elektron yang tidak berpasangan,
dimana dalam mencari pasangan elektronnya, dia merusak sel-sel tubuh. Menurut
penelitian, ginkgo biloba lebih menimbulkan efek pada konsumen lanjut usia yang
memang sudah mengalami kemunduran fungsi otak yaitu 70% dapat meningkatkan aliran
darah di otak. Bagi konsumen muda (30-50th) yang sel-sel tubuhnya masih optimal,
termasuk sel-sel otaknya tentunya tidak membutuhkan ginkgo biloba sebagai antioksidan
yaitu sekitar 20%. Dosis ginkgo biloba yaitu sebesar 120mg/hari. Efek samping yaitu dapat
berupa mual dan pusing. Disarankan untuk mengkonsumsi dengan dosis rendah terlebih
dahulu sehingga memungkinkan terhindar dari efek samping
- Vitamin E sebagai antioksidan. Vitamin E merupakan faktor penting untuk pengembangan
jaringan dan organ, termasuk otak. Selain aksi antioksidan kuat, bahwa vitamin E dapat
bertindak sebagai molekul pensinyalan dan regulasi gen, dan penggabungan vitamin E ke
dalam membran sel dapat memengaruhi aktivitas protein yang terkait membran dan
terintegrasi yang memodulasi sinyal mereka melalui mekanisme molekuler sebagai
aktivitas untuk antioksidan (Galli,2017)

2. Menurut Anda, apakah ada keterkaitan antara sindroma metabolik yang dialami Ny.
MW dengan progresivitas Alzheimer’s Disease (AD)? Jelaskan!
Berdasarkan kasus yang dipaparkan Ny. MW mengalami sindroma metabolik.
Sindroma metabolik yang dialami yaitu diabetes mellitus, hipertensi, nilai LDL, trigliserida
dan kolesterol tinggi. Diabetes dan hipertensi dapat menjadi faktor memperburuknya
fungsi kognitif Ny. MW.
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu
lima menit dalam keadaan cukup istirahat atau tenang. Peningkatan tekanan darah yang
berlangsung dalam jangka waktu lama atau persisten dapat menimbulkan kerusakan
beberapa organ seperti ginjal, jantung, dan otak bila tidak dideteksi secara dini dan
mendapat pengobatan yang memadai (Kemenkes, 2014).
Beberapa penelitian menunjukkan hubungan bermakna antara status hipertensi dan
DM dengan kejadian dementia terutama di usia tua. Hipertensi yang lama dapat
menyebabkan aterosklerosis dan gangguan autoregulasi serebrovaskular, yang pada
gilirannya dapat berkorelasi dengan demensia. Hipertensi mengakibatkan kerusakan
pembuluh darah sehingga dapat terjadi perubahan struktur dalam arteri dan arteriol yang
menyebabkan penyumbatan pembuluh darah progresif. Hipertensi juga mengakibatkan
aterosklerosis dimana terdapat pembentukan plak ateromatosa pada permukaan dalam
dinding arteri yang berdampak pada kerusakan endotel vaskular. Adanya penebalan dari
plak ateromatosa di arteri cerebral sehingga mengurangi diameter lumen di kapiler dan
dapat menyebabkan penyempitan lumen pembuluh darah. Arteri yang mengalami
aterosklerosis memiliki tempat penonjolan plak ke dalam aliran darah, permukaan plak
yang kasar dapat menyebabkan terbentuknya bekuan darah atau thrombus, sehingga dapat
menyumbat aliran darah di dalam arteri sehingga terjadi oklusi arteri dan infark pada
jaringan otak sekitarnya yang berujung dengan kematian sel bahkan jaringan. Kematian
neuronneuron yang menjadi bagian dari sistem limbik yang mendukung proses mengingat
yaitu cornu ammonis(CA) atau hippocampus. Kematian selsel piramidal CA menyebabkan
hilangnya memori anterograde sehingga dapat terjadi penurunan besar dari proses kognitif.
Hal ini merupakan salah satu perubahan yang terjadi pada penderita demensia (Indiyarti,
2004).

Hipertensi mengakibatkan kerusakan pembuluh darah sehingga dapat terjadi


perubahan struktur dalam arteri dan arteriol yang menyebabkan penyumbatan pembuluh
darah. Hipertensi juga mengakibatkan aterosklerosis dimana terdapat pembentukan plak
ateromatosa pada permukaan dalam dinding arteri yang berdampak pada kerusakan endotel
vaskular. Adanya penebalan dari plak ateromatosa di arteri cerebral menyebabkan
mengecilnya diameter lumen di kapiler sehingga terjadi penyempitan lumen pembuluh
darah. Arteri yang mengalami aterosklerosis memiliki tempat penonjolan plak ke dalam
aliran darah, permukaan plak yang kasar dapat menyebabkan terbentuknya bekuan darah
atau thrombus, sehingga dapat menyumbat aliran darah di dalam arteri sehingga terjadi
oklusi arteri dan infark pada jaringan otak sekitarnya yang berujung dengan kematian sel
bahkan jaringan. Kematian neuron-neuron yang menjadi bagian dari sistem limbik yang
mendukung proses mengingat yaitu cornu ammonis (CA) atau hippocampus. Kematian sel-
sel piramidal cornu ammonis (CA) menyebabkan hilangnya memori anterograde sehingga
dapat terjadi penurunan besar dari proses kognitif (Kennelly et al., 2009).

DM juga merupakan salah satu faktor risiko untuk penyakit dementia vasculer dan
Alzheimer. Diabetes Melitus memiliki hubungan yang kuat antara penyakit pembuluh
darah otak (CVD) sehingga sering dikaitan sebagai salah satu faktor resiko terjadinya
dementia vaskuler. Pada DM ditemukan beberapa hal seperti adanya asam lemak bebas
yang berlebih (FFAs), menurunnya Endothelial Nirat Oxidase sintase (eNOS), terjadinya
resistensi insulin, kondisi prothrombotic, pelepasan abnormal vasoaktivator endotel,
disfungsi pembuluh darah otot polos (VSCM) dan gangguan stres oksidatif. Pada DM
terdapat peningkatan FFAs akibat menurunnya penyerapan dari otot rangka sehingga
menyebabkan terjadinya lipolisis. Semakin meningkat resistensi insulin maka semakin
meningkat sintesis trigliserid dan VLDL di hati. Pada DM terjadi dua abnormalitas
metabolisme trigliserid yaitu kelebihan produksi VLDL dan liposis yang tidak efektif
sehingga menyebabkan hipertrigliseridemia dan penurunan high-density lipoprotein
(HDL) dan FFA yang juga meningkatkan reactive oxygen species (ROS) dan protein
kinase (PKC). Peningkatan PKC dan penurunan regulasi phosphatidylinositol 3 kinase
(PI3-K) dapat menyebabkan gangguan endotel. Diabetes melitus juga menyebabkan
menurunnya eNOS yang berakibat dengan menurunnya produksi Nitrit Oxide. Nitrit Oxide
(NO) disintesa dari L-Arginine dengan pengaruh eNOS. Nitrat oksida yang dihasilkan oleh
eNOS memiliki fungsi untuk melindungi pembuluh darah dari kerusakan endogen, seperti
aterosklerosis dengan memperantarai sinyal molekular yang mencegah interaksi trombosit
dan leukosit dengan dinding vaskular, mencegah disfungsi endotel, efek vasodilatasi dan
mecegah oksidasi LDL sehingga dapat menghambat terbentuknya sel foam. Risiko
dementia vaskuler sangat tinggi ketika DM terjadi bersama-sama dengan hipertensi sistolik
berat atau penyakit jantung (Xu et al., 2004).
Penelitian yang dilakukan oleh Luchsinger selama 4,3 tahun juga menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara diabetes dengan cognitive impairment dan alzheimer
disease. Mekanisme yang mendasari hubungan yang memungkinkan antara diabetes
dengan gangguan fungsi kognitif masih belum sepenuhnya jelas (Luchsinger et. al, 2001).
Selain itu, penelitian yang dilakukan Moore et. al menunjukkan bahwa individu dengan
diabetes melitus mempunyai fungsi kognitif yang lebih buruk daripada individu tanpa
Diabetes Melitus (Moore et. al, 2013)
Semakin lama menderita diabetes mellitus tipe 2 maka kemampuan working
memory semakin menurun dan mengalami perburukan yang signifikan dalam kecepatan
menyelesaikan tugas dan fungsi eksekutif yang merupakan bagian dari working
memory.Penurunan fungsi kognitif sudah dimulai sejak pasien terdiagnosa diabetes
mellitus tipe 2 bahkan pasien yang usia muda dengan rata-rata usia 46 tahun telah terjadi
penurunan konsentrasi daya ingat. Diabetes mellitus tidak hanya beresiko terhadap
terjadinya kemunduran fungsi kognitif, tetapi juga meningkatkan progresivitas suatu
kemunduran kognitif menjadi demensia. Komplikasi diabetes mellitus tipe 2 menyebabkan
terjadinya perubahan dan gangguan di berbagai sistem, termasuk sistem saraf pusat, dan
hal ini berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif (Robert,R. 2008).

Galli F., Azzi A., Birringer M., Cook-Mills J.M., Eggersdorfer M., Frank J., Cruciani G.,
Lorkowski S., Ozer N.K. Vitamin E: Emerging aspects and new directions. Free Radic. Biol.
Med. 2017;102:16–36.

Indiyarti R. Diagnosis dan pengobatan terkini DVa. Kedokteran Trisakti. 2004; 23(1):28-33.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Hipertensi. Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kennelly SP, Lawlor BA, Kenny RA. Blood Pressure and Dementia – a Comprehensive Review.
Ther Adv Neurol Disord. 2009; 2(4): 241–60.
Luchsinger, J. A., Ming, T., Yaakov, S., Steven, S., Richard, M. Diabetes Melitus and Risk of
Alzheimer’s Disease and Dementia with Stroke in a Multiethbic Cohort. American Journal of
Epidemiology. 2001. 154(7):635- 641.

Moore, E. M., Alastair, G., David, A., Mark, A. K., Ross, P. C., Henry, B., Michael, W., 2013.
Increased Risk of Cognitive Impairment in Patients with Diabetes is Associated with
Metformin. Diabetes Care. Hal 1-7.

Roberts, Rosebud., dkk. Association of Duration and severity of diabetes mellitus with mild
cognitive impairment. Arch Neurol. 2008. Vol 65 (8). 73.

Xu WL, Qiu CX, Wahlin A, Winbald B. Diabetes mellitus and risk of dementia in the
Kungsholmen project. AAN Enterprises Inc. 2004; 63(7):1181-8.

Anda mungkin juga menyukai