Anda di halaman 1dari 39

GAMBARAN KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI PADA PASIEN

HALUSINASI DI RUANG PERAWATAN KENARI


RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH PROVINSI
SULAWESI SELATAN

PROPOSAL PENELITIAN

ISMAIL

NIM: 13. 1101. 142

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
MAKASSAR

2017
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirahim

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT ,atas

limpahan Rahmat dan Hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi

dengan judul : ”Gambaran Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada Pasien

Halusinasi Di Ruang Perawatan Kenari Rumah Sakit Khusus Daerah

Provinsi Sul-Sel ” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Keperawatan.

Terkhusus penulis persembahkan untuk kedua orang tua, sembah sujud

penulis untuk beliau, Ayah H. Salam Ero dan Ibu Hj. Te’ne yang senantiasa

mendoakan, memberikan nasehat dan dorongan serta telah banyak berkorban agar

penulis dapat menyelesaikan pendidikan dengan baik, dan semoga Allah SWT

membalasnya dengan Rahmat, keberkahan yang berlimpah, dan juga kebahagian

dunia dan akhirat.

Berbagai hambatan dan tantangan penulis hadapi selama penyusunan

hingga selesainya penulisan skripsi ini, namun berkat karunia Tuhan serta

bantuan, motivasi dan kerja sama dari berbagai pihak sehingga segala hambatan

dan tantangan tersebut dapat teratasi. Bersama ini perkenankan saya mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya dengan hati yang tulus kepada :

1. Bapak H. Haruna MA, SE, MM selaku Ketua Yayasan Universitas Indonesia

Timur Makassar

2. Bapak Prof. Dr. H. Baso Amang, SE.,M.Si selaku Ketua BPH Yayasan

Universitas Indonesia Timur Makassar


3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Basri Wello, MA., selaku Rektor Universitas

Indonesia Timur Makassar

4. Bapak Prof. Dr. dr. M. Nadjib Bustan.,MPH selaku Dekan Fakultas

Keperawatan Universitas Indonesia Timur Makassar

5. Bapak Reza Fahrepi, S.KM.,M.Kes selaku Wakil Dekan Fakultas

Keperawatan Universitas Indonesia Timur Makassar

6. Ibu Ns. Harniati, S.Kep.,M.Kes selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Universitas Indonesia Timur Makassar

7. Ibu Ns. Astin abdullah, S.Kep.,M.Kes selaku pembimbing I dan ibu Ns. Irma,

S.Kep.,M.Kes selaku Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktu dan

pemikirannya di tengah kesibukan untuk membimbing dan mengarahkan

penulis sehingga proposal ini dapat diselesaikan.

8. Seluruh dosen dan pengajar Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia

Timur Makassar yang telah banyak memberikan Ilmunya kepada penulis

selama menjalani pendidikan.

9. Sahabat dan teman terdekatku yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu

yang telah banyak memberi support dan Doa sehingga penulis bisa

menyelesaikan skripsi ini.

Melalui kesempatan ini pula, penulis memohon maaf bilamana ada

sikap dan tindakan yang tidak berkenan di hati. Hanya kepadanya-Nya

penulis memohon dan berdoa semoga budi baik yang diberikan mendapatkan

imbalan yang setimpal. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya

tulis ilmiah ini jauh dari kesempurnaan, mengingat terbatasnya kemampuan


dan ilmu pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu dengan hati

yang terbuka, penulis menerima semua masukan dan kritikan yang bersifat

membangun demi perbaikan, kesempurnaan dan kualitas yang lebih baik

dimasa mendatang.

Makassar, Juli 2017

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL..................................................................................... i

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii

DAFTAR ISI..................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

A. Latar belakang.................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 3
C. Tujuan Penelitian.............................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian............................................................................ 4
BAB I I TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 6
A. Dasar Teori....................................................................................... 6
1. Tinjauan Umum Tentang Halusinasi............................................... 6
2. Tinjauan umum tentang KemampuanMengontrol Halusinasi........ 18
BAB III BAB III KERANGKA KONSEP..................................................... 22

BAB IV METODE PENELITIAN.................................................................. 23

A. Jenis Penelitian.................................................................................. 23
B. Tempat dan waktu Penelitian.......................................................... 23
C. Populasi Dan Sampel....................................................................... 23
D. Variabel penelitian........................................................................... 25
E. Definisi operasional dan kriteria obyektif....................................... 26
F. Jenis data dan pengumpulan data..................................................... 28
G. Etika Penelitian................................................................................ 29

LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era globalisasi ini sering kali kita jumpai masalah-masalah yang harus

kita hadapi, masalah tersebut bisa berasal dari faktor-faktor internal dan

eksternal. Tidak semua individu memiliki koping yang efektif, setiap individu

biasanya mempunyai cara sendiri untuk menyelesaikan setiap masalahnya,

dan biasanya dapat menyebabkan gangguan jiwa salah satunya gejala

halusinasi tidak dapat di pungkiri dengan adanya perkembangan zaman

teknologi semakin banyak masalah rumit dan dampaknya sangat besar

berpengaruh terhadap jiwa seseorang yang tidak dapat mengantisipasi gejala

yang timbul.(Cahyo, 2012).

Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indra tanpa

adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada system pengindraan

dimana terjadi pada saat kesadaran individu normal.Maksudnya rangsangan

tersebut terjadi pada saat klien menerima rangsangan dari luar dan dari dalam

diri individu.Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak

nyata.,yang banyak di rasakan oleh klien dan tidak dapat di buktikan

(Nasution.2007)

Menurut data WHO (2016), Secara global di perkirakan 350 juta orang

yang terkena gangguan jiwa. Terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi,

60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia halusinasi.


Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DEPKES RI) tahun

2014, gangguan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi

setiap negara tidak hanya di indonesia saja. Beban penyakit atau burden of

disase penyakit jiwa di Tanah Air masih cukup besar. Hasil Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) tahun 2014, menunjukkan bahwa prevalensi gangguan jiwa

berat adalah 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang. (Depkes RI).

Gangguan jiwa mengakibatkan bukan saja kerugian ekonomis, material

dan tenaga kerja , akan tetapi juga penderitaan yang sukar dapat digambarkan

besarnya bagi penderitanya, maupun bagi keluarganya dan orang yang

dicintainya yaitu seperti kegelisahan, kecemasan, keputus-asaan, kekecewaan,

kekhawatiran dan kesedihan yang mendalam.

Berdasarkan data dari bagian Medical Record di Rumah Sakit Khusus

Daerah Provinsi Sulawesi-Selatan diruang perawatan kenari tahun 2016 di

dapatkan data bahwa jumlah penderita gangguan halusinasi sebanyak 1323

pasien. Sedangkan pasien yang mengalami gangguan halusinasi selalu

meningkat setiap tahunnya. Pada bulan Januari-Maret sebanyak 295 pasien,

pada bulan April-Juni sebanyak 333 pasien, pada bulan Juli-September

sebanyak 340 pasien, dan pada bulan Oktober-Desember sebanyak 355

pasien. Pada tahun 2017 didapatkan pasien yang mengalami halusinasi dari

Januari-April sebanyak 222 pasien. (Data Rekapitulasi RSKD Provinsi

Sulawesi Selatan).

Tingginya angka penderita gangguan jiwa yang mengalami halusinasi

merupakan masalah serius bagi dunia kesehatan dan keperawatan di


Indonesia. Penderita halusinasi jika tidak ditangani dengan baik akan

berakibat buruk bagi klien sendiri, keluarga, orang lain dan lingkungan.

Melihat besarnya peranan perawat dalam penanganan pasien halusinasi dan

faktor pengetahuan yang sangat berpengaruh dalam kinerja perawat untuk

melakukan tindakan yang tepat dalam pemberian asuhan keperawatan pada

klien halusinasi, sehingga penulis tertarik untuk meneliti. ”Gambaran

Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada Pasien Halusinasi di ruang

perawatan kenari Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan

2017”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat di rumuskan masalah

penelitian “Bagaimana Gambaran Kemampuan Mengontrol Halusinasi Pada

Pasien Halusinasi Di Ruang Perawatan Kenari Rumah Sakit Khusus Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan 2017.

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui ” Gambaran Kemampuan Mengontrol Halusinasi

Pada Pasien Halusinasi Di Ruang Perawatan Kenari Rumah Sakit Khusus

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017”.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui gambaran kemampuan pasien mengontrol

halusinasi dengan cara menghardik pada pasien halusinasi di Rumah

Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017.


b. Untuk mengetahui gambaran kemampuan pasien mengontrol

halusinasi dengan cara bercakap-cakap pada pasien halusinasi di

Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017.

c. Untuk mengetahui gambaran kemampuan pasien mengontrol

halusinasi dengan melakukan kegiatan pada pasien halusinasi di

Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017.

d. Untuk mengetahui gambaran kemampuan pasien minum obat secara

teratur pada pasien halusinasi di Rumah Sakit Khusus Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan

memberi sumbangan ilmiah serta merupakan salah satu bahan acuan bagi

peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Bagi Masyarakat

Penelitian ini di harapkan dapat memberikan informasi kepada

masyarakat mengenai pentingnya mengontrol halusinasi pada pasien

gangguan jiwa.

3. Manfaat Instansi

Penelitian ini di harapkan dapat menjadi bahan masukan bagi semua

pihak khususnya perawat yang bekerja di rumah sakit khusus daerah

provinsi Sulawesi Selatan dalam membantu klien mengontrol halusinasi

pada pasien gangguan jiwa.


4. Manfaat Praktis

Hasil penelitian di harapkan mampu menjadi masukan bagi peneliti

dan menjadi sumber informasi bagi peneliti berikutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar Teori

1.Tinjauan Umum Tentang Halusinasi

a. Pengertian

Menurut Dermawan & Rusdi 2013, halusinasi adalah gerakan

penyerapan (persepsi) panca indra tanpa ada rangsangan dari luar yang

dapat meliputi semua sistem panca indera terjadi pada saat kesadaran

individu penuh atau baik.

Halusinasi di definisikan sebagai seseorang yang merasakan suatu

stimulus yang sebenarnya tidak ada stimulus dari mana pun,baik stimulus

suara, bayangan, bau bau, pengecapan maupun perabaan. Karakteristik

lainnya seperti klien berbicara sendiri, senyum dan tertawa sendiri

pembicaraan kacau dan kadang tidak masuk akal, tidak bisa membedakan

hal yang nyata dan tidak nyata, menarik diri dan menghindar dari orang

lain, perasaan curiga, takut, gelisah, bingun, dan kontak mata kosong

(Yosep,2011)

Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam membe

dakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal

perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa penglihatan,

pengecapan, perabaan, penghiduan, atau pendengaran. (Direja,2011).


b. Etiologi

Menurut Maramis.W.F.(2005), Halusinasi dapat terjadi pada klien

dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium,

demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan

substansi lainnya. Halusinasi dapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi

infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat

dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi

anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan

obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama

seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat

keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi,

perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau

adanya permasalahan pada pembicaraan.

Halusinasi dapat terjadi pada salah satu dari 5 modalitas sensori

utama penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan dan perabaan

persepsi terhadap stimulus eksternal dimana stimulus tersebut sebenarnya

tidak ada. (Videbeck L. Sheila, 2008)

Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui

namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis,

psikologis, sosial budaya, dan stressor pencetusnya adalah stress

lingkungan, biologis, pemicu masalah sumber-sumber koping dan

mekanisme koping.
c. Psikopatologi

Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan

persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau

mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun

dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi

membicarakan mengenai keadaan pasien sendiri atau yang dialamatkan

pada pasien itu, akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan

suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap mendengar

atau bicara-bicara sendiri atau bibirnya bergerak-gerak.

Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak

teori yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor

psikologik, fisiologik dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam

keadaan terjaga yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang

yang datang dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh.Input ini akan

menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam sadar.Bila

input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai

pada keadaan normal atau patologis,maka materi-materi yang ada dalam

unconsicisus atau preconscius bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.

Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya

keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah

retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan

tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.


d. Manifestasi Klinik

Tahap I

a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai

b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara

c. Gerakan mata yang cepat

d. Respon verbal yang lambat

e. Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan

Tahap II

a. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas

misalnya peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah

b. Penyempitan kemampuan konsenstrasi

c. Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan

kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.

Tahap III

a. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh

halusinasinya dari pada menolaknya

b. Kesulitan berhubungan dengan orang lain

c. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik

d. Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat, tremor,

ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk

Tahap IV

a. Prilaku menyerang teror seperti panik

b. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain


c. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk,

agitasi,menarik diri atau katatonik

d. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks

e. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

e. Klasifikasi halusinasi

Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi

dengan karakteristik tertentu, diantaranya :

1. Halusinasi pendengaran: Karakteristik ditandai dengan mendengar

suara, teruatama suara– suara orang, biasanya klien mendengar suara

orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya

dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

2. Halusinasi penglihatan: karakteristik dengan adanya stimulus

penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik,

gambar kartun atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan

bisa menyenangkan atau menakutkan.

3. Halusinasi penciuman: Karakteristik ditandai dengan adanya bau

busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine atau

feses. Kadang–kadang terhirup bau harum. Biasanya berhubungan

dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.

4. Halusinasi peraba: Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit

atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan

sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap: Karakteristik ditandai dengan merasakan

sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan. .(Yosep Iyus, 2007).

f. Proses terjadinya halusinasi

Proses terjadinya halusinasi (Stuart,2007) dibagi menjadi empat fase

yang terdiri dari:

1. Fase Pertama

Pasien mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan

kesepian, pasien mungkin melamun, memfokuskan pikirannnya

kedalam hal-hal menyenangkan untuk menghilangkan stress dan

kecemasannya. Tapi hal ini bersifat sementara, jika kecemasan

datang pasien dapat mengontrol kesadaran dan mengenal pikirannya

namun intesitas persepsi meningkat.

2. Fase Kedua

Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman

internal dan eksternal, individu berada pada tingkat listening pada

halusinasinya.Pikiran internal menjadi menonjol, gambarn suara dan

sensori dan halusinasinya dapat berupa bisikan yang jelas. Pasien

membuat jarak antara dirinya dan halusinasinya dengan

memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari orang lain atau

tempat lain.

3. Fase Ketiga

Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol. Pasien

menjadi lebih terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya.


Kadang halusinasinya tersebut memberi kesenangan dan rasa aman

sementara.

4. Fase Keempat

Pasien merasa terpaku dan tidak berdaya melepas- kan diri dari

kontrol halusinasinya. Halusinasi sebelumnya menyenangkan

berubah menjadi mengancam, memerintah, memarahi.Pasien tidak

dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan

halusinasinya. Pasien hidup dalam dunia yang menakutkan yang

berlangsung secara singkat atau bahkan selamanya. (Supriadi,2012)

g. Faktor – faktor penyebab halusinasi

1. Faktor predisposisi

a) Biologis

Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf-syaraf

pusat dapat menimbulkan gangguan realita. Gejala yang

mungkin timbul adalah: hambatan dalam belajar, berbicara, daya

ingat dan muncul perilaku menarik diri.

b) Psikologis

Keluarga pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi

respons psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat

mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah: penolakan

atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.


c) Sosial budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita

seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,

bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

2. Faktor Presipitasi

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul

gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan,

isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.

Tahap-tahap tampilan klien perilaku yang diperlihatkan adalah :

Tahap I

a. Memberi rasa nyaman tingkat ansietas sedang secara umum,

halusinasi merupakan suatu kesenangan.

b. Mengalami ansietas, kesepian, rasa bersalah dan ketakutan.

c. Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan

ansietas

d. Fikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol

kesadaran, nonpsikotik.

e. Tersenyum, tertawa sendiri

f. Menggerakkan bibir tanpa suara

g. Pergerakkan mata yang cepat

h. Respon verbal yang lambat

i. Diam dan berkonsentrasi


Tahap II

a. Menyalahkan

b. Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan

perasaan antipati

c. Pengalaman sensori menakutkan

d. Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut

e. Mulai merasa kehilangan kontrol

f. Menarik diri dari orang lain non psikotik

g. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan

darah

h. Perhatian dengan lingkungan berkurang

i. Konsentrasi terhadap pengalaman sensori kerja

j. Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dengan

realitas.

Tahap III

a. Mengontrol

b. Tingkat kecemasan berat

c. Pengalaman halusinasi tidak dapat ditolak lagi

d. Klien menyerah dan menerima pengalaman sensori (halusinasi)

e. Isi halusinasi menjadi atraktif

f. Kesepian bila pengalaman sensori berakhir psikotik

g. Perintah halusinasi ditaati

h. Sulit berhubungan dengan orang lain


i. Perhatian terhadap lingkungan berkurang hanya beberapa detik

j. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat, tremor dan

berkeringat

Tahap IV

a. Klien sudah dikuasai oleh halusinasi

b. Klien panik

Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu

tidak mengikuti perintah halusinasi, bisa berlangsung dalam

beberapa jam atau hari apabila tidak ada intervensi terapeutik.

a. Perilaku panik

b. Resiko tinggi mencederai

c. Agitasi atau kataton

d. Tidak mampu berespon terhadap lingkungan.

h. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran

keluarga sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di

Rumah Sakit

Jiwa klien dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai

peranan yang sangat penting didalam hal merawat klien, menciptakan

lingkungan keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat

(Maramis,2008)
a. Farmakoterapi

1) Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita

skizoprenia yang menahun, hasilnya lebih banyak jika mulai

diberi dalam dua tahun penyakit

2) Neuroleptika dengan dosis efektif tinggi bermanfaat pada

penderita dengan psikomotorik yang meningkat.

b. Terapi kejang listrik

Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan

kejang grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik

melalui electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi

kejang listrik dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan

dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang

listrik 4-5 joule/detik.

c. Psikoterapi dan Rehabilitasi

Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu

karena berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan

klien kembali ke masyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk

mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain, perawat dan

dokter. Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan diri karena

dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk

mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti therapy

modalitas yang terdiri dari :


1) Therapy aktivitas

a. Therapy music

Focus : mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi Yaitu

menikmati dengan relaksasi musik yang disukai

klien.

b. Therapy seni

Focus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai

pekerjaan seni.

c. Therapy menari

Focus : pada ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh

2) Therapy relaksasi

Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok Rasional :

untuk koping / prilaku mal adaptif / deskriptif, meningkatkan

partisipasi dan kesenangan klien dalam kehidupan.

3) Therapy sosial

Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain

4) Therapy kelompok.

a. Group therapy (therapy kelompok)

b. Therapy group (kelompok terapiutik)

c. Adjunctive group activity therapy (therapy aktivitas

kelompok).
5) Therapy lingkungan

Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana di dalam keluarga.

2. Tinjauan Umun Tentang Kemampuan Mengontrol Halusinasi

Menurut Keliat (2005), tindakan keperawatan untuk membantu

klian mengontrol halusinasinya dimulai dengan membina hubungan

saling percaya dengan klien. Hubungan saling percaya sangat penting

dijalin sebelum mengintervensi klien lebih lanjut.Pertama-tama klien

harus difasilitasi untuk merasa nyaman menceritakan pengalaman aneh

halusinasinya agar informasi tentang halusinasi yang dialami oleh klien

dapat diceritakan secara komprehensif.

Setelah hubungan saling percaya terjalin selanjutnya membantu

klien mengenali halusinasinya (tentang isi halusinasi, waktu, frekuensi

terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi,

dan perasaan klien saat halusinasi muncul). Setelah klien menyadari

bahwa halusinasi yag dialaminya adalah masalah yang harus di atasi,

maka selanjutnya klien harus dilatih bagaimana cara yang bisa di

lakukan dan terbukti efektif mengatasi halusinasi.

Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi

perawat dapat melatih pasien empat cara yang sudah terbukti dapat

mengendalikan halusinasi, keempat cara tersebut meliputi :

1. Melatih Pasien Menghardik Halusinasi

Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri terhadap

halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih


untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak

memerdulikan halusinasinya. Kalau ini bisa dilakukan, pasien akan

mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul.

Mungkin halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien tidak

akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam halusinasinya. Tahapan

tindakan meliputi :

a. Menjelaskan cara menghardik halusinasi

b. Memperagakan cara menghardik

c. Meminta pasien memperagakan ulang

d. Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien.

2. Melatih Bercakap-cakap dengan Orang Lain

Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap

dengan orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka

terjadi distraksi, fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke

percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut. Sehingga salah

satu cara yang efektif untuk mengontrol halusinasi adalah dengan

bercakap-cakap dengan orang lain saat halusinasi muncul.

3. Melatih Pasien Melakukan Kegiatan Secara Terjadwal

Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan

menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur misalnya senam yoga,

merapikan tempat tidur. Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien

tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri yang seringkali

mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien yang mengalami halusinasi


bisa membantu untuk mengatasi halusinasinya dengan cara beraktivitas

secara teratur dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam

seminggu. Tahapan intervensi sebagai berikut :

d. Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi

halusinasi

e. Mendiskusikan aktivitas yang bisa dilakukan oleh pasien.

f. Melatih pasien melakukan aktivitas.

g. Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang

telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas dari bangun pagi

sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu.

h. Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberi penguatan

terhadap perilaku pasien yang positif.

4. Melatih Pasien Menggunakan Obat Secara Teratur

Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus dilatih untuk

menggunakan obat secara teratur sesuai dengan program.Pasien

gangguan jiwa yang dirawat di rumah sakit seringkali mengalami putus

obat sehingga akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila

kekambuhan terjadi maka untuk mencapai kondisi seperti semula akan

lebih sulit. Untuk itu pasien perlu dilatih menggunakan obat sesuai

program dan berkelanjutan. Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien

patuh menggunakan obat:

a. Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa

b. Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program


c. Jelaskan akibat bila putus obat

d. Jelaskan cara mendapatkan obat/ berobat

e. Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5B (benar obat,

benar pasien, benar cara, benar waktu, dan benar dosis). (Yosep Iyus,

2007).
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian

Ketika seseorang mengalami halusinasi dan tidak di tangani dengan baik

itu akan menimbulkan resiko keamanan terhadap diri pasien sendiri, orang

lain dan lingkungan sekitar. Halusinasi juga sering menimbulkan kecemasan,

ketakutan atau bahkan depresi pada pasien gangguan jiwa.

B. Pola Pikir Variabel Penelitian

Berdasarkan landasan teori yang diuraikan pada tinjauan kepustakaan.

Adapun gambaran variabel di atas dapat di lihat pada skema berikut ini :

Cara Menghardik

Cara Bercakap-Cakap Kemampuan


Mengontrol
Halusinasi
Cara Melakukan
Kegiatan

Minum Obat Secara


Teratur

Keterangan :

: Variabel Yang Akan Diteliti

: Variabel Independen
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian Deskriptif kuantitatif yang bertujuan

untuk mendapatkan gambaran atau informasi yang lebih jelas mengenai

Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi dengan cara menghardik,

bercakap-cakap, melakukan kegiatan, dan minum obat secara teratur.

B. Tempat dan waktu penelitian

1. Tempat

Tempat penelitian ini akan di laksanakan di Rumah Sakit Khusus Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan.

2. Waktu

Waktu Penelitian ini direncanakan pada bulan Juli-Agustus 2017

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang mengalami

halusinasi yang di rawat di Ruang Perawatan kenari Rumah Sakit Khusus

Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2017. Berdasarkan data pada

Januari-April 2017 sebanyak 222 pasien, sehingga jumlah rata-rata

pasien dalam 1 bulan sebanyak 55 pasien.


2. Sampel

Pada penelitian ini sampel yang di gunakan adalah pasien

halusinasi di Ruang Perawatan kenari Rumah Sakit Khusus Daerah

Provinsi Sulawesi Selatan, dengan jumlah populasi sebanyak 55 orang.

Dengan teknik pengambilan sample adalah pengambilan sample secara

acak (random sampling), Tingkatan presisi yang di tetapkan adalah 10%,

dengan menggunakan Rumus Slovin :

N
n = 1+N (𝑑2 )

Ket :

n = sampel;

N = populasi;

d = tingkat kesalahan yang dikehendaki = 0,10. (Riduwan, 2005:65)

Berdasarkan rumus tersebut maka :

55
n = ——————
1 + 55 (0,102)
55
n = ——————
1 + 55 (0,01)
55
n = ————
1 + 0,55
n = 35,483

n = 35 responden

Jadi total sampel adalah 35 orang, ini ditentukan dengan :

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Pasien bersedia jadi responden

b. Pasien koperatif

c. Pasien yang mengalami halusinasi

2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Pasien tidak bersedia jadi responden

b. Pasien tidak koperatif

c. Pasien yang mendapatkan program isolasi atau pengikatan.

D. Variable Penelitian

1. Variabel Bebas (Independen)

Variabel independen atau variabel bebas yaitu cara menghardik,

bercakap-cakap, cara melakukan kegiatan, dan minum obat secara teratur.

Dimana keempat cara tersebut merupakan cara pasien untuk mengontrol

halusinasinya.

2. Variabel Terikat (Dependen)

Variabel dependen atau variabel terkait yaitu kemampuan mengontrol

halusinasi. Dimana pasien dapat mengenali halusinasinya, misalnya isi

halusinasi, waktu terjadinya halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi


yang menyebabkan munculnya halusinasi, dan perasaan pasien saat halusinasi

muncul.

E. Definisi operasional dan kriteria obyektif

a. Cara menghardik

Dalam penelitian ini yang di maksud dengan menghardik adalah

upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak

halusinasi yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap

halusinasi yang muncul atau tidak memperdulikan halusinasinya.

Kriteria objektif :

a. Mampu : jika skor ≥50%

b. Tidak Mampu : jika skor<50%

b. Cara bercakap-cakap

Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-cakap

dengan orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka

terjadi distraksi, fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke

percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut.

Kriteria objektif :

a. Mampu : jika skor ≥50%

b. Tidak Mampu : jika skor <50%

c. Cara melakukan kegiatan

Untuk mengurangi resiko halusinasi muncul lagi adalah dengan

menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur misalnya senam yoga.


Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan mengalami

banyak waktu luang sendiri yang seringkali mencetuskan halusinasi.

Kriteria objektif :

a. Mampu : jika skor ≥50%

b. Tidak Mampu : jika skor <50%

d. Minum obat secara teratur

Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah tingkat

kepatuhan pasien minum obat secara teratur, sehingga tujuan pengobatan

bisa tercapai secara optimal.

Kriteria objektif :

i. Mampu : jika skor ≥50%

b. Tidak Mampu : jika skor <50%

e. Kemampuan mengontrol halusinasi

Dalam penelitian ini yang di maksud dengan kemampuan

mengontrol halusinasi adalah upaya pasien untuk dapat mengenali

halusinasinya, misalnya isi halusinasi, waktu terjadinya halusinasi,

frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan munculnya

halusinasi, dan perasaan pasien saat halusinasi muncul sehingga pasien

dapat mengontrol halusinasinya.

Kriteria objektif :

a. Mampu : jika skor ≥50%

b. Tidak Mampu : jika skor <50%


F. Jenis data dan Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

a. Data primer yaitu data yang diperoleh dengan menggunakan lembar

observasi yang telah disediakan oleh peneliti.

b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari tempat penelitian yaitu

data jumlah pasien yang mampu mengontrol halusinasi di Rumah

Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. .

1. Pengolahan Data

a. Editing

Editing adalah peneliti memeriksa kembali kebenaran data yang

di peroleh atau di kumpulkan.

b. Koding

Memberikan kode angka atas jawaban kuesioner, member skor

terhadap item-item pertanyaan untuk mempermudah pengolahan data,

pertanyaan benar, skor 1 poin jika pertanyaan benar. Jawaban yang

salah skor 0 atau responden tidak menjawab

c. Scoring

Setelah semua variabel di beri kode selanjutnya masing-masing

komponen variabel di jumlahkan.

d. Tabulasi Data

Setelah semua isian terisi benar, langkah selanjutnya adalah

memproses data agar dapat di analisa.


2. Analisa data

Adapun analisa data adalah data yang telah diperoleh selanjutnya

dianalisis untuk disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, dimana

tabel ditribusi frekuensi terdiri dari kolom-kolom yang memuat frekuensi

dan presentase untuk setiap kategori. (Nursalam, 2008)

Rumus :

Keterangan :

𝑓
P= × 100 %
𝑛

P = Presentase yang dicari

f = Jumlah Pengamatan (Observasi)

n = Jumlah Sampel (Notoatmojo, 2008).

G. Etika penelitian

a. Lembar persetujuan penelitian (Informed Consent)

Lembar persetujuan diedarkan sebelum dilaksanakan peneliatia

agar responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian, serta dampak

yang akan terjadi selama dalam pengumupla data. Jika responden

bersedia diteliti maka harus menandatangani lembar perserujuan

tersebut, jika tidak maka peneliti harus menghormati hak-hak

responden.
b. Tanpa Nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasian identiras responden, peneliti tidak akan

mencamtumkan nama subjek pada lembar pengumulan data. Lembar

tersebut hanya akan diberikan kode tertentu.

c. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari subjek dijamin

kerahasiaannya. Hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan

atau dilaporkan pada hasil riset.


LEMBAR INSTRUMEN PENELITIAN
GAMBARAN KEMAMPUAN MENGONTROL HALUSINASI PADA
PASIEN HALUSINASI DI RUANG PERAWATAN KENARI
RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

Nama klien :

Umur :

Jenis kelamin :

Pekerjaan :

No. Sesi Aspek yang di nilai Mampu Tidak Skor Ket


mampu

1. SP.1 Pasien dapat :

Kemampuan  Menyebutkan cara yang


menghardik selama ini digunakan
halusinasi mengatasi halusinasi
 Menyebutkan cara
mengatasi halusinasi
dengan cara menghardik
 Memperagakan cara
mengahardik halusinasi
2. SP.2 Pasien dapat :

Kemampuan  Menyebutkan orang yang


bercakap- biasa di ajak bercakap-
cakap untuk cakap
mencegah  Memperagakan
halusinasi percakapan dengan orang
lain
 Menyusun jadwal
percakapan
3. SP.3 Pasien dapat :

Kemampuan  Menyebutkan kegiatan


mencegah yang biasa di lakukan
halusinasi  Memperagakan kegiatan
dengan yang biasa dilakukan
melakukan  Menyusun jadwal
kegiatan kegiatan harian
 Menyebutkan 3 cara
mengontrol dan
 mencegah halusinasi
4. SP. 4 Pasien dapat menyebutkan :

Kemampuan  Lima benar cara minum


patuh obat
minum  Manfaat minum obat
obat untuk  Ketidakpatuhan minum
mencegah obat
halusinasi

Catatan :

1. Sp. 1 : Cara menghardik : Mampu Tidak Mampu

2. Sp. 2 : Cara bercakap-cakap : Mampu Tidak Mampu

3. Sp. 3 : Cara melakukan kegiatan : Mampu Tidak Mampu

4. Sp. 4 : Kepatuhan minun obat : Mampu Tidak Mampu


DAFTAR PUSTAKA
Cahyo, (2012). Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Persepsi Sensori:
Halusinasi.http://eprints.ums.ac.id. (Diakses 4 Agustus 2017, 14:15
WITA).

Depkes RI, (2014). Stop Stigma dan Diskriminasi terhadap Orang Dengan
Gangguan Jiwa. http://.depkes.go.id. (Diakses 8 Juli 2017, 21.00 WITA)

Direja, (2011). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC. Jakarta

Dermawan dan Rusdi, (2013). Definisi Halusinasi, Available from :


http://jtptunimus-gdl-Afifhnurh-750-3-babii.pdf. (Diakses 10 Juli 2017,
14.35 WITA).

Keliat, Budi Anna dkk, (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC.
Jakarta.

Keliat, (2005). Kemampuan Psikomotor Pasien Dalam Mengontrol


Halusinasi.Available from: http://repository.usu.ac.id. (Diakses 11 Mei
2016, 09.00 WITA)

Kementerian Kesehatan Indonesia, (2014). Profil Kesehatan Indonesia Tahun


2014. Journal http://www.kemenkes.go.id. (Diakses 8 Juli 2017, 11.00
WITA).

Nasution. S. S, (2007). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Perubahan.


EGC. Jakarta.

Maramis.W.F, (2008). Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press.


Surabaya.

Stuart and Sundeen, (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. EGC. Jakarta.

Supriadi, (2012). Pencetus Terjadinya Halusinasi. [internet], Available from :


http://www.scribd.com. (Diakses 12 Juli 2017, 21.00 WITA)

Videbeck S.I, (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Psiciatric Mental Health of
Nursing. Penerjemaah Renata Komalasari, Afriana Harry. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

WHO, (2016). Peran Keluarga Dukung Kesehatan Jiwa Masyarakat.


http://www.depkes.go.id. (Diakses 8 Juli 2017, 20.30 WITA).

Yosep. Iyu, (2007). Keperawatan Jiwa. Edisi 5. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai