Anda di halaman 1dari 108

SISTEM HEMATOLOGI PADA BAYI DAN ANAK

DENGAN ITP DAN HEMOFILIA

Disusun oleh

Kelompok V :

1. Lely Rebdy S. (201111066)


2. Maria Valenzya S. (201111073)
3. Monica Sukmaningtyas (201111080)
4. Prinanda Erna L. (201111086)
5. Siskar Sulianti (201111098)
6. Stephanie Mandasari (201111102)
7. Vernanda Ariyanti (201111111)
8. Yohanes Widya W. (201111117)

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN SANTA ELISABETH


SEMARANG
2011/2012
BABI
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trombosit dihasilkan oleh sumsum tulang (stem sel) yang


berdiferensiasi menjadi megakariosit (Candrasoma,2005). Megakariosit ini
melakukan replikasi inti endomitotiknya kemudian volume sitoplasma
membesar seiring dengan penambahan lobus inti menjadi kelipatannya.
ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura) juga bisa dikatakan
merupakan suatu kelainan pada sel pembekuan darah yakni trombosit yang
jumlahnya menurun sehingga menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang
terjadi umumnya pada kulit berupa bintik merah hingga ruam kebiruan.
(Imran, 2008)
Purpura trombositopenia idiopatik merupakan suatu kelainan didapat
yang berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia oleh
karena adanya penghancuran trombosit secara dini dalam sistem
retukuloendotel akibat adanya auto antibody terhadap trombosit yang biasanya
berasal dari immunoglubolin G.
Adanya trombositopenia pada IPT ini akan mengakibatkan gangguan
pada sistem hemostasis karena trombosit bersama dengan sistem vaskular
factor koagulasi darah terlibat secara bersamaan dalam mempertahankan
hemostatis normal. Manifestasi klinis IPT sangat bervariasi mulai dari
manifestasi perdarahan ringan, sedang sampai dapat mengakibatkan kejadian-
kejadian yang fatal. Kadang juga asimtomatik. Oleh karena merupakan suatu
penyakit autoimun maka kortikosteroid merupakan pilihan konversional dalam
pengobatan ITP. Pengobatan sangat ditentukan oleh keberhasilan mengatasi
penyakit yang mendasari ITP sehingga tidak mengakibatkan keterlambatan
penanganan akibat perdarahan fatal ataupun penanganan-penanganan pasien
yang gagal atau relaps.
Berdasarkan etiologi ITP dibagi menjadi 2, yaitu primer (idiopatik) dan
sekunder. Diperkirakan insidensi ITP terjadi pada seratus kasus per 1.000.000
tahun dan kira-kira setengah terjadi pada anak-anak. ITP terjadi bila trombosit
mengalami distruksi secara premature sebagai hasil dari deposisi autoantibody
atau kompleks imun dalam membrane sistem retikuloendotel limpa dan
umumnya dihati.
Idiophatic (Autoimmune) Trobocytopenic Purpura (ITP/ATP)
merupakan kelainan autoimun dimana autoantibody Ig G dibentuk untuk
mengikat trombosit. Tidak jelas apakah antigen pada permukaan trombosit
dibentuk. Meskipun antibodi antitrombosit dapat mengikat komplemen,
trombosit tidak rusak oleh lisis langsung. Insident tersering pada usia 20-50
tahum dan lebi serig pada wanita dibanding laki-laki (2:1). (Arief mansoer,
dkk).
Hemofilia adalah penyakit yang tidak populer dan tidak mudah
didiagnosis. Karena itulah para penderita hemofilia diharapkan mengenakan
gelang atau kalung penanda hemofilia dan selalu membawa keterangan medis
dirinya. Hal ini terkait dengan penanganan medis, jika penderita hemofilia
terpaksa harus menjalani perawatan di rumah sakit atau mengalami
kecelakaan. Yang paling penting, penderita hemofilia tidak boleh mendapat
suntikan kedalam otot karena bisa menimbulkan luka atau pendarahan.
Penderita hemofilia juga harus rajin melakukan perawatan dan
pemeriksaan kesehatan gigi dan gusi secara rutin. Untuk pemeriksaan gigi dan
khusus, minimal setengah tahun sekali, karena kalau giginya bermasalah
semisalnya harus dicabut, tentunya dapat menimbulkan perdarahan.
Mengonsumsi makanan atau minuman yang sehat dan menjaga berat tubuh
agar tidak berlebihan. Karena berat badan berlebih dapat mengakibatkan
perdarahan pada sendi-sendi di bagian kaki (terutama pada kasus hemofilia
berat).
Penderita hemofilia harus menghindari penggunaan aspirin karena dapat
meningkatkan perdarahan dan jangan sembarang mengonsumsi obat-obatan.
Olahraga secara teratur untuk menjaga otot dan sendi tetap kuat dan untuk
kesehatan tubuh. Kondisi fisik yang baik dapat mengurangi jumlah masa
perdarahan. Jadi, siapa bilang penderita hemofilia tidak dapat beraktifitas dan
menjalani hidup layaknya orang normal.

B. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui tentang pembentukan penyakit dan
Hemofilia, farmakologi dan berbagai hal yang mendasarinya.
2. Mahasiswa dapat mengetahui proses pembentukan dan penghancuran
trombosit
3. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi trombosit dalam tubuh
4. Mahasisswa mengetahui mekanisme hemostasis
5. Mahasiswa dapat mengetahui pathway dari ITP dan Hemofilia
6. Mahasiswa dapat mengetahui pemeriksaan diagnostic yang menegakkan
diagnose ITP dan Hemofilia
7. Mahasiswa mengetaui penatalaksanaan medis, farmakologi dan gizi yang
tepat bagi pasien ITP dan Hemofilia
8. Mahasiswa dapat menganalisa askep klien dengan ITP dan Hemofilia
BAB II

ISI

A. ANATOMI SISTEM HEMATOLOGI


Sistem hematologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi,
termasuk sumsum tulang dan nodus limpa. Darah adalah organ khusus yang
berbeda dengan organ lain yang berbentuk cairan.
Darah merupakan medium tranport tubuh, volume darah manusia sekitar
7%-10% berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Keadaan jumlah
darah pada tiap orang tidak sama, bergantung pada usia, pekerjaan, serta
keadaan jantung atau pembuluh darah.
Ada 2 komponen utama yaitu sebagai berikut:
a. Plasma Darah

Plasma darah adalah komponen darah berbentuk cairan berwarna


kuning yang menjadi medium sel-sel darah, dimana sel darah ditutup.
55% dari jumlah atau volume darah merupakan plasma darah.

Komponen plasma darah:


Senyawa atau zat-zat kimia yang larut dalam cairan darah
antara lain sebagai berikut:
a. Sari makanan dan mineral yang terlarut dalam darah, misalnya
monosakarida, asam lemak, gliserin, kolesterol, asam amino,
dan garam-garam mineral.
b. Enzim, hormon, dan antibodi, sebagai zat-zat hasil produksi sel-
sel.
c. Protein yang terlarut dalam darah, molekul-molekul ini
berukuran cukup besar sehingga tidak dapat menembus dinding
kapiler. Contoh:
 Albumin, berguna untuk menjaga keseimbangan tekanan
osmotik darah.
 Globulin, berperan dalam pembentukan g-globulin,
merupakan komponen pembentuk zat antibodi.
 Fibrinogen, berperan penting dalam pembekuan darah.

d. Urea dan asam urat, sebagai zat-zat sisa dari hasil metabolisme.
e. O2, CO2, dan N2 sebagai gas-gas utama yang terlarut
dalam plasma.

Fungsi plasma darah:


Bagian plasma darah yang mempunyai fungsi penting
adalah serum. Serum merupakan plasma darah yang
dikeluarkan atau dipisahkan fibrinogennya dengan cara
memutar darah dalam sentrifuge. Serum tampak sangat jernih
dan mengandung zat antibodi. Antibodi ini berfungsi untuk
membinasakan protein asing yang masuk ke dalam tubuh.
Protein asing yang masuk ke dalam tubuh disebut antigen.

Berdasarkan cara kerjanya, antibodi dalam plasma darah


dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Aglutinin : menggumpalkan antigen.
2) Presipitin : mengendapkan antigen.
3) Antitoksin : menetralkan racun.
4) Lisin : menguraikan antigen.

Antigen yang terdapat dalam sel darah dikenal dengan


nama aglutinogen, sedangkan antibodi terdapat di dalam plasma
darah dinamakan aglutinin. Aglutinogen membuat sel-sel darah
peka terhadap aglutinasi (penggumpalan). Adanya aglutinogen
dan aglutinin di dalam darah ini pertama kali ditemukan oleh
Karl Landsteiner (1868–1943) dan Donath.

A. Butir- butir darah (blood corpuscles) yang terdiri atas:


1. Sel Darah Merah (Eritrosit)
1.1 Struktur Eritrosit
Sel darah merah (eritrosit) merupakan cairan
bokonkaf dengan diameter sekitar 7 mikron. Bikonkavitas
memungkinkan gerakan oksigen masuk dan keluar sel
secara cepat dengan jarak yang pendek antara membran
dan inti sel. Warnanya kuning kemerah-merahan, karna
didalam nya mengandung zat yang disebut hemoglobin.
sel darah merah tidak memiliki inti sel, mitokondria dan
ribosom, serta tidak dapat bergerak. Sel ini tidak dapat
melakukan mitosis, fosforilasi oksidatif sel, atau
pembentukan protein.

Komponen-komponen eritrosit sebagai berikut:

- Membran eritrosit.
- Sistem enzim: enzim G6PD (Glukose 6
Phosphatedehydrogenase).
- Hemoglobin, komponennya terdiri atas:
 Heme yang merupakan gabungan
protoporfirin dengan besi;
 Globin: bagian protein yang terdiri atas 2
rantai alfa dan 2 rantai beta.
 Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin
dalam setiap sel darah merah. Hemoglobin
berfungsi untuk mengikat oksigen, satu gram
hemoglobin akan bergabung dengan 1,34 ml
oksigen.
 Oksihemoglobin merupakan hemoglobin
yang berkombinasi/berikatan dengan oksigen.
Tugas akhir hemoglobin adalah menyerap
karbondioksida dan ion hidrogen serta
membawanya ke paru-paru tempat zat-zat
tersebut dilepaskan dari hemolobin.

1.2 Produksi Eritrosit

Berikut ini, saya akan membahas tentang suatu sistem


dengan topik “produksi sel darah merah”. Nama ilmiah dari
sistem ini adalah Erythropoiesis. Dalam sistem ini akan
dibahas elemen elemen yang berperan dalam terbentuknya sel
darah merah (eritrosit).
Unsur utama dari eritrosit adalah hemoglobin.
Hemoglobin merupakan unsur yang memberi fungsi utama sel
darah merah yaitu mengangkut oksigen sekaligus yang
memberi warna merah pada sel darah merah. Hemoglobin ini
sendiri terdiri dari empat pigmen forpirin merah (heme) yang
masing-masing mengandung zat besi (Fe) dan globin.

Elemen input yang mempengaruhi kinerja produksi ini


adalah: Zat besi (Fe), tembaga (Cu), Vitamin B12, Vitamin C,
Asam Folat, oksigen dan hormon EPO. Tempat terjadinya
produksi ini adalah di sumsum tulang belakang. Kemudian
elemen output yaitu eritrosit akan diedarkan ke pembuluh
darah.

Ini adalah skema “sensor” yang memacu pembentukan


sel darah merah yaitu hormon EPO. saat oksigen darah
menurun, ginjal akan melepaskan EPO yang menstimulasi
proses produksi sel darah merah.

dari makanan yang kita makan, usus akan menyerap


nutrisi. Nutrisi yang dibutuhkan dalam sistem produksi ini
adalah yang telah disebutkan diatas. Untuk lebih rincinya
berikut proses metabolisme zat besi yaitu unsur utama
pembentuk sel darah merah:
Zat besi akan diteruskan ke sumsum tulang belakang.
sedangkan nutrisi yang lain hanyalah pendukung zat besi agar
terserap optimal oleh tubuh. Zat besi kemudian digunakan
untuk membentuk hemoglobin. selanjutnya wadah sel darah
merah akan dibentuk:

Proerythoblast terbentuk dari sel punca yang ada di


sumsum tulang belakang. Kemudian sel akan membelah
berkali-kali dan mengumpulkan hemoglobin yang sudah ada.
Saat konsentrasi hemoglobin sudah mencapai kurang lebih
34% maka sel darah merah (eritrosit) akan terbentuk. kemudian
dilepaskan ke pembuluh darah.
1.3 Lama Hidup
Eritrosit hidup selama 74-154 hari. Pada usia ini sistem
enzim mereka gagal, membran sel berhenti berfungsi dengan
adekuat, dan sel ini dihancurkan oleh sel sistem retikulo
endotelial.

1.4 Jumlah Eritrosit


 Anak 10-16 gr/dL
 Bayi baru lahir 12-24gr/dL

1.5 Sifat-Sifat Eritrosit

Sel darah merah biasanya digambarkan berdasarkan ukuran


dan jumlah Hb yang terdapat didalam sel seperti berikut:.
a) Normokromik: sel dengan jumlah hemoglobin yang
normal.
b) Mikrositik: sel yang ukurannya terlalu kecil.
c) Makrositik: sel yang ukurannya terlalu besar.
d) Hipokromik: sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu
sedikit.
e) Hiperkromik: sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu
banyak.
Dalam keadaan normal, bentuk sel darah merah dapat
berubah-ubah, ini memungkinkan sel tersebut masuk
kemikrosirkulasi kapiler tanpa kerusakan. Apabila sel darah merah
sulit berubah bentuknya (kaku), maka sel tersebut tidak dapat
bertahan selama peredarannya dalam sirkulasi.
1.6 Antigen Eritrosit
Sel darah merah memiliki bermacam-macam antigen
spesifik yang terdapat di membran selnya dan tidak ditemukan
di sel lain. Antigen-antigen itu adalah A, B, O dan Rh.
 Antigen A, B dan O
Seseorang memiliki dua alel (gen) yang masing-
masing mengode antigen A atau B atau tidak memiliki
keduanya yang diberi nama O. Antigen A dan B
bersifat Ko-dominan, orang yang memiliki antigen A
dan B akan memiliki golongan darah AB, sedangkan
orang yang memiliki dua antigen A (AA) atau satu A
dan satu O (AO) akan memiliki darah A. Orang yang
memiliki dua antigen B (BB) atau satu B dan satu O
(BO) akan memiliki darah O.
 Antigen Rh.
Antigen Rh merupakan kelompok antigen utama
lainnya pada sel darah merah yang juga diwariskan
sebagai gen-gen dari masing – masing orang tua.
Antigen Rh utama disebut faktor Rh (Rh +), orang
yang memiliki antigen Rh dianggap positif Rh (Rh +)
sedangkan orang yang tidak memiliki antigen Rh
dianggap Rh negaif (Rh -).

1.7 Penghancuran Eritrosit


Proses penghancuran eritrosit terjadi karena proses
penuaan (senescence) dan proses patologis (hemolisis).
Hemolisis yang terjadi pada eritrosit akan mengakibatkan
terurainya komponen hemoglobin menjadi dua komponen
sebagai berikut:
1. Komponen protein, yaitu globin yang akan
dikembalikan ke pool protein dan dapat digunakan
kembali.
2. Komponen heme akan dipecah menjadi dua, yaitu:
 Besi yang akan dikembalikan ke pool besi dan
digunakan ulang.
 Bilirubin yang akan diekskresikan melalui hati dan
empedu.
2. Sel Darah Putih (Leukosit)
2.1 Stuktur Leukosit

Bentuknya dapat berubah – ubah dan dapat


bergerak dengan perantara kaki palsu (pseudopodia)
mempunyai bermacam – macam inti sel, sehingga ia
dapat dibedakan menurut inti selnya serta warnanya
bening (tidak bewarna). Sel darah putih dibentuk di sum–
sum tulang dari sel bakal. Jenis-jenis dari golongan sel ini
adalah golongan yang tidak bergranula, yaitu limfosit T
dan B: monosit dan makrofag: serta golongan yang
bergranula, yaitu: eosinofil, basofil, dan neotrofil.

2.2 Fungsi Sel Darah Putih


Fungsi dari sel ini adalah:
1. Sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh dan memakan
bibit penyakit/bakteri, yang masuk kedalam tubuh jaringa
RES (Sistem Retikulo Endotel).
2. Sebagai pengangkut, yaitu mengankut/ membawa zat
lemak dari dinding usus melalui limpa terus ke pembuluh
darah.
2.3 Proses Pembentukan Sel Darah Putih
2.4 Penghancuran Sel Darah Putih

2.5 Jenis-jenis Sel Darah Putih

2.1.1 Agranulosit
Memiliki granula kecil didalam
protoplasmanya, memiliki diameter sekitar 10-12
mikron. Berdasarkan pewarnaan granula, granulosit
terbagi menjadi tigta kelompok berikut:
3.3.1.1 Neutrofil
Granula yang tidak bewarna mempunyai
inti sel yang terangkai, kadang seperti terpisah-
pisah, proto plasmanya banyak berbintik-bintik
halus/ granula, serta banyaknya sekitar 60-70%.
3.3.1.2 Eosinofil
Granula bewarna merah dengan
pewarnaan asam, ukuran dan bentuknya hampir
sama dengan neutrofil, tetapi granula dalam
sitoplasmanya lebih besar, banyaknya kira-kira
24%.
3.3.1.3 Basofil
Granula bewarna biru dengan pewarnaan
basa, sel ini lebih kecil daripada eusinifil, tetapi
mempunyai inti dan bentuknya teratur, didalam
protoplasmanya terdapat granula-granula yang
besar, banyaknya kira-kira 0,5% di sum-sum
merah.
Neutofil, eosinofil dan basofil, berfungsi sebagai fagosit
untuk mencerna dan meghancurkan mikroorganisme dan sisa-
sisa sel. Selain itu, basofil bekerja sebagai sel mast dan
mengeluarkan peptida vasoaktif.
3.3.2 Granulosit
Granulosit terdiri atas limfosit dan monosit:
3.3.2.1 Limfosit
Limfosit memiliki nukleus besar bulat dengan
menempati sebagian besar sel limfosit berkembang
dalam jaringan limfe. Ukuran berfariasi dari 7-15
mikron. Banyaknya 20-25%, dan fungsinya
membunuh dan memakan bakteri yang masuk kedalam
jaringan tubuh.

Limfosit ada 2 macam, yaitu limfosit T dan limfosit B:


- Limfosit T:
Limfosit T meninggalkan sumsum tulang dan
berkembang lama, kemudian bermigrasi menuju
ke timus. Setelah meninggalkan timus, sel-sel ini
beredar dalam darah sampai mereka bertemu
dengan antigen-antigen dimana mereka telah
diprogramkan untuk mengenalinya. Setelah
dirangsang oleh antigennya, sel-sel ini
menghaslkan bahan kimia yang menghancurkan
dan memberitahu sel-sel darah putih lainnya
bahwa telah terjadi infeksi.

- Limfosit B:
Terbentuk di sumsum tulang lalu bersikulasi
dalam darah sampai menjumpai antigen dimana
mereka telah di program untuk mengenalinya.
Pada tahap ini, limfosit B mengalami pematangan
lebiha lanjut dan menjadi sel plasma serta
menghaslkan antibodi.

3.3.2.2 Monosit
Ukuran lebih besar dari limfosit, protoplasmanya
besar,warna biru sedikit abu-abu, serta mempunyai bintik-
bintik sedikit kemerahan. Inti selnya bulat atau panjang.
Monosit dibentuk didalam sumsumtulang, masuk kedalam
sirkulasi dalam bentuk imatur dan mengalami proses
pemetangan menjadi makrofag setelah masuk ke jaringan.
Fungsinya sebagai fagosit. Jumlahnya 34% dari total
komponen yang ada di sel darah putih.
2.6 Jumlah Sel Darah Putih
 Bayi atau anak : 9.000-12.000/µL
 Bayi baru lahir : 9.000-30.000/µL
3. Trombosit
a. Struktur Trombosit
Trombosit adalah bagian dari beberapa sel-sel besar
dalam sumsum tulang yang bebentuk cakram bulat,oval,
bikonveks, tidak berinti, dan hidup sekitar 10 hari.

b. Jumlah Trombosit
Normalnya, trombosit pada anak antara 150-400 ribu unit per
mikroliter.
c. Fungsi Trombosit
Trombosit berperan penting dalam pembentukan
bekuan darah. Trombosit normal bersirkulasi keseluruh
tubuh melalui aliran darah. Namun, setelah beberapa detik
setelah kerusakan suatu pembuluh trombosit tertarik
kedaerah tersebut sebagai respon terhadap kolagen yang
terpajan di lapisan sobendotel pembuluh. Trombosit
melekat ke permukaan yang rusak dan mengeluarkan
beberapa zat( serotonin dan hiatamin) yang menyebabkan
terjadinya vasokontriksipembuluh. Fungsi lain dari
trombosit yaitu untuk mengubah beentuk dan kualitas
setelah berikatan dengan pembuluh yang cedera. trombosit
akan menjadi lengket dan menggumpal bersama
membentuk sumbat trombosit yang secara efektif
menambal daerah yang luka.

Sistem retikulo endothelial


Terdiri atas sejumlah sel-sel berstruktur sama dan
dengan fungsi yang serupa terdapat pada berbagai organ dan
aringan.
Sel retikulo endothelial terdapat pada limpa, hepar,
timus, kelenjar limfe, sumsum tulang, dan pembuluh darah.
Fungsi utama sel retikulo endothelial adalah
pembuangan partikel benda asing, destruksi sel sel eritrtosit
tua, dan destruksi sel-sel lain.
B. FISIOLOGI SISTEM HEMATOLOGI
Dalam keadaan fisiolagis, darah selalu berada dalam pembiluh
darah, sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai berikut.
1. Sebagai alat pengangkut yang meliputi hal-hal berikut ini.
 Mengangkut gas karbondioksida (co2) dari jaringan perifer
kemudia dikeluarkan melalui paru-paru untuk di distribusikan ke
jaringan yang memerlukan.
 Mengangkut sisa-sisa/ampas dari hasil metabolisme jaringan
berupa urea, kreatinin, dan asam urat.
 Mengangkut seri makanan yang diserat melalui usus untuk
disebarkan keseluruh jaringan tubuh.
 Mengangkut hasi-hasil metabolisme jaringan.
2. Mengatur keseimbangan cairan tubuh.
3. Mengatur panas tubuh.
4. Berperan serta dalam mengatur pH cairan tubuh.
5. Mempertahankan tubuh dari serangan penyakit infeksi.
6. Mencegah perdarahan.

C. PERTIMBANGAN USIA BAYI DAN ANAK BERKAITAN


DENGAN GANGGUAN SISTIM HEMATOLOGI

Sel darah pada anak


No Sel Darah Pada Batas normal bayi Batas Normal Nilai kritis(secara
Anak usia (6 bulan-1 anak (usia 1- potensial
tahun) 12) membahayakan jiwa jika
tak segera dirawat-nilai
ini sedikit berbeda pada
beberapa rumah sakit
1. Sel Darah 6.0-17,5(K/mm3) 6.0-17,5 <1.0 or > 30.0
2. Sel Darah 3.1-4.5(M.mm3) 3.7-5.3
3. G or Hb (globin) 6.0-17.5 (g/dl 6.0-17.5 <6.5
4. Hematokrit 35-41(%) 33-42 <20.0
5. 68.00-85.0 (fl) 70.0-95.0
6. 24.0-29.6 (pg) 24.0-29.6 (pg)
7. C 30.0-36.0 (g/DL) 31.0-37.0
8. 11.5-15 (%) 11.5-15.0
9. Bosit 300-750 (K/mm3) 200-600 <20 or >1,000
10. Limfosit 44-78 (%) 21-69
11. 4.0-10.5 (#) 1.5-8.0
12. Neusofil 12.0-50.0 (%) 23.0-73.0
13. 1.0-8.5 (#) 1.5-8.5

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK SECARA UMUM


BERKAITAN DENGAN GANGGUAN SISTEM
HEMATOLOGI

Laboratorium klinik atau laboratorium medis ialah


laboratorium di mana berbagai macam tes dilakukan pada
spesimen biologis untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan
pasien. Hematologi menerima keseluruhan darah dan plasma.
Mereka melakukan penghitungan darah dan selaput darah.
Pemeriksaan hematologi Rutin atau darah rutin pada anak meliputi
6 jenis pemeriksaan; yaitu Hemoglobin / Haemoglobin (Hb),
Hematokrit (Ht/PCV), Leukosit: hitung leukosit (leukocyte count),
hitung jenis (differential count), Hitung trombosit / platelet count,
Laju endap darah (LED) / erythrocyte sedimentation rate (ESR)
dan Hitung eritrosit.
MANFAAT PEMERIKSAAN LABORATORIUM HEMATOLOGI
ANAK

 Hematologi Rutin (CBC) Penilaian dasar komponen sel darah yang


dilakukan dengan menentukan jumlah sel darah dan trombosit,
persentase dari setiap jenis sel darah putih dan kandungan hemoglobin
(Hb). Hematologi rutin meliputi pemeriksaan Hb, eritrosit, leukosit,
trombosit, hematokrit, dan nilai-nilai MC. Tidak diperlukan persiapan
khusus sebelumnya. Manfaat pemeriksaan untuk mengevaluasi
anemia, leukemia, reaksi inflamasi dan infeksi, karakteristik sel darah
perifer, tingkat hidrasi dan dehidrasi, polisitemia, penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir, dan menentukan perlu atau tidaknya kemoterapi.
 Hematokrit (PCV) Pemeriksaan hematokrit menggambarkan
perbandingan persentase antara sel darah merah, sel darah putih dan
trombosit terhadap volume seluruh darah atau konsentrasi (%) eritrosit
dalam 100mL/dL keselurahan darah. Pemeriksaan ini biasanya
dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan
eritrosit. Kenaikan nilai hematokrit berarti konsentrasi darah
semakin kental, dan diperkirakan banyak plasma darah yang keluar
dari pembuluh darah hingga berlanjut pada kondisi syok hipovolemik
sperti pada kasus DBD dan gangguan dehidrasi. Penurunan
hematokrit terjadi pada pasien yang mengalami kehilangan darah
akut, anemia, leukemia, dan kondisi lainnya.
 Eritrosit. Pemeriksaan eritrosit dilakukan untuk mengetahui adanya
kelainan sel darah merah yang berfungsi sebagai alat transport utama
yang membawa oksigen. Umur eritrosit normal rata-rata 110-120 hari.
Setiap hari terjadi kerusakan sel eritrosit sebesar 1% dari seluruh
jumlah eritrosit yang ada dan diikuti dengan pembentukan sel eritrosit
oleh sumsum tulang. Bila tingkat kerusakan sel eritrosit lebih cepat
(umur eritrosit lebih pendek) dari kapasitas sumsum tulang untuk
memproduksi sel eritrosit (disebut proses hemolisis), maka akan
menimbulkan kondisi anemia. Evaluasi anemia dan polisitemia, serta
deteksi kelainan sel darah merah lainnya seperti pada kondisi
leukemia, demam rematik, hemorrhage, infeksi kronik dan sebagainya
 Retikulosit Pemeriksaan hitung retikulosit dilakukan untuk mengukur
jumlah sel darah merah muda dalam volume darah tertentu. Pada
kondisi normal, jumlah retikulosit mencapai 1% dari total jumlah sel
darah merah. Peningkatan pembentukan retikulosit merupakan respon
sumsum tulang terhadap kondisi tubuh yang memerlukan lebih banyak
sel darah merah seperti yang terjadi pada kondisi anemia. Dengan
demikian, pemeriksaan ini merupakan penilaian terhadap fungsi
sumsum tulang. Evaluasi aktivitas eritropoetik yang dapat
menunjukkan kondisi anemia hemolitik dan perdarahan; dan
menentukan terapi pada berbagai kondisi anemia. Hitung rekulosit
rendah berkaitan dengan derajat anemia.
 Analisa Hb (HPLC). HPLCmerupakan pemeriksaan yang bersifat
kuantitatif untuk HbA2 dan HbF (%), serta pemeriksaan untuk
mendeteksi hemoglobin yang abnormal (Hb variant) secara kualitatif
(adanya S window, D window, C window). Manfaat pemeriksaan
untuk endeteksi anemia mikrositik, dan hemoglobinopati seperti
thalassemia beta trait.
 Waktu Pembekuan. Pemeriksaan untuk skrining yang digunakan untuk
mengetahui capillary function, jumlah platelet dan kemampuan platelet
menempel pada dinding pembuluh darah. Manfaat pemeriksaan
untuk mengvaluasi sistem pembekuan darah dan pemantauan terapi
heparin.
 Waktu trombin. Pemeriksaan waktu trombin dapat digunakan untuk
pemantauan terapi dengan heparin. Manfaat pemeriksaan untuk
menentukan hipofibrinogenemia yang parah, disfibrinogenemia, dan
adanya heparin seperti antikoagulan; memantau Disseminated
Intravascular Coagulation (DIC), fibrinolisis, terapi fibrinolitik dan
heparin.

Nilai Normal Hasil Laboratorium Hematologi Anak

Hematologi dalam hasil laboratorium menunjukkan hasil uji terhadap


sampel darah. Jenis pemeriksaan hematologi antara lain:

Jenis pemeriksaan satuan nilai Normal

Hematologi rutin (Hb, Lk, hitung jenis, Trb, LED)

Leukosit (WBC) ribu/µL 5-10

Hemoglobin g/dL P 12-15

Trombosit (PLT)) ribu/µL 150-400

LED (ESR) (Westergren) mm/l jam P<20


Hitung jenis leukosit
 %  0-1
 Basofil  %  1-3
 Eusinofil  %  2-6
 Batang  %  50-70
 Segmen  %  20-40
 Limfosit  %  2-8
 Monosit  %  P 37-43
 Hematokrit

Masa pendarahan Menit 1-6

Masa pembekuan Menit 10-15

Masa tromboplastin
 detik  30,3 – 41,1
 P  detik  30,3 – 41,1
 K

Fibrinogen
 mg/dL  200-400
 P  mg/dL  200-400
 K

D-dimer ng/mL < 300

Analisa dan Interpretasi hasil Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Anak

Hemoglobin (Hb)

Nilai normal anak 11-16 gram/dL, batita 9-15 gram/dL, bayi 10-17 gram/dL,
neonatus 14-27 gram/dL. Nilai normal dewasa pria 13.5-18.0 gram/dL, wanita 12-
16 gram/dL, wanita hamil 10-15 gram/dL

Interpretasi Hasil

 Hb rendah (<10 gram/dL) biasanya dikaitkan dengan anemia defisiensi besi.


Sebab lainnya dari rendahnya Hb antara lain pendarahan berat, hemolisis,
leukemia leukemik, lupus eritematosus sistemik, dan diet vegetarian ketat
(vegan). Dari obat-obatan: obat antikanker, asam asetilsalisilat, rifampisin,
primakuin, dan sulfonamid. Ambang bahaya adalah Hb < 5 gram/dL.
 Hb tinggi (>18 gram/dL) berkaitan dengan luka bakar, gagal jantung, COPD
(bronkitis kronik dengan cor pulmonale), dehidrasi / diare, eritrositosis,
polisitemia vera, dan pada penduduk pegunungan tinggi yang normal. Dari
obat-obatan: metildopa dan gentamisin.

Hematokrit

Nilai normal anak 31-45%, batita 35-44%, bayi 29-54%, bayi kurang 1 bulan
atau neonatus 40-68% Nilai normal dewasa pria 40-54%, wanita 37-47%, wanita
hamil 30-46%

Hematokrit merupakan persentase konsentrasi eritrosit dalam plasma darah. Secara


kasar, hematokrit biasanya sama dengan tiga kali hemoglobin.

Interpretasi Hasil

 Ht tinggi (> 55 %) dapat ditemukan pada berbagai kasus yang menyebabkan


kenaikan Hb; antara lain penyakit DBD, penyakit Addison, luka bakar,
dehidrasi / diare, diabetes melitus, dan polisitemia. Ambang bahaya adalah Ht
>60%.
 Ht rendah (< 30 %) dapat ditemukan pada anemia, sirosis hati, gagal jantung,
perlemakan hati, hemolisis, pneumonia, dan overhidrasi. Ambang bahaya
adalah Ht <15%.

Leukosit (Hitung total)

 Nilai normal 4500-10000 sel/mm3


 Nilai normal bayi di bawah 1 bulan atau Neonatus 9000-30000 sel/mm3, Bayi
sampai balita rata-rata 5700-18000 sel/mm3, Anak 10 tahun 4500-13500/mm3,
ibu hamil rata-rata 6000-17000 sel/mm3, postpartum 9700-25700 sel/mm3

Interpretasi Hasil

Segala macam infeksi menyebabkan leukosit naik; baik infeksi bakteri, virus, parasit,
dan sebagainya. Kondisi lain yang dapat menyebabkan leukositosis yaitu:

 Anemia hemolitik
 Sirosis hati dengan nekrosis
 Stres emosional dan fisik (termasuk trauma dan habis berolahraga)
 Keracunan berbagai macam zat
 Obat: allopurinol, atropin sulfat, barbiturat, eritromisin, streptomisin, dan
sulfonamid.
Leukosit rendah (disebut juga leukopenia) dapat disebabkan oleh agranulositosis,
anemia aplastik, AIDS, infeksi atau sepsis hebat, infeksi virus (misalnya dengue),
keracunan kimiawi, dan postkemoterapi. Penyebab dari segi obat antara lain
antiepilepsi, sulfonamid, kina, kloramfenikol, diuretik, arsenik (terapi leishmaniasis),
dan beberapa antibiotik lainnya.

Leukosit (hitung jenis)

Nilai normal hitung jenis

 Basofil 0-1% (absolut 20-100 sel/mm3)


 Eosinofil 1-3% (absolut 50-300 sel/mm3)
 Netrofil batang 3-5% (absolut 150-500 sel/mm3)
 Netrofil segmen 50-70% (absolut 2500-7000 sel/mm3)
 Limfosit 25-35% (absolut 1750-3500 sel/mm3)
 Monosit 4-6% (absolut 200-600 sel/mm3)

Penilaian hitung jenis tunggal jarang memberi nilai diagnostik, kecuali untuk penyakit
alergi di mana eosinofil sering ditemukan meningkat.

Interpretasi Hasil

 shift to the left. Peningkatan jumlah netrofil (baik batang maupun segmen)
relatif dibanding limfosit dan monosit dikenal juga dengan sebutan shift to the
left. Infeksi yang disertai shift to the left biasanya merupakan infeksi bakteri
dan malaria. Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan shift to the left
antara lain asma dan penyakit-penyakit alergi lainnya, luka bakar, anemia
perniciosa, keracunan merkuri (raksa), dan polisitemia vera.
 Shift to the right. Sedangkan peningkatan jumlah limfosit dan monosit relatif
dibanding netrofil disebut shift to the right. Infeksi yang disertai shift to the
right biasanya merupakan infeksi virus. Kondisi noninfeksi yang dapat
menyebabkan shift to the right antara lain keracunan timbal, fenitoin, dan
aspirin.

Trombosit

Nilai normal dewasa 150.000-400.000 sel/mm3, anak 150.000-450.000 sel/mm3.

Interpretasi Hasil
 Penurunan trombosit (trombositopenia) dapat ditemukan pada demam
berdarah dengue, anemia, luka bakar, malaria, dan sepsis. Nilai ambang
bahaya pada <30.000 sel/mm3.
 Peningkatan trombosit (trombositosis) dapat ditemukan pada penyakit
keganasan, sirosis, polisitemia, ibu hamil, habis berolahraga, penyakit
imunologis, pemakaian kontrasepsi oral, dan penyakit jantung. Biasanya
trombositosis tidak berbahaya, kecuali jika >1.000.000 sel/mm3.

Laju endap darah

Nilai normal anak <10 mm/jam pertama

Nilai normal dewasa pria <15 mm/jam pertama, wanita <20 mm/jam pertama Nilai
normal lansia pria <20 mm/jam pertama, wanita <30-40 mm/jam pertama Nilai
normal wanita hamil 18-70 mm/jam pertama

Interpretasi Hasil

 LED yang meningkat menandakan adanya infeksi atau inflamasi, penyakit


imunologis, gangguan nyeri, anemia hemolitik, dan penyakit keganasan.
 LED yang sangat rendah menandakan gagal jantung dan poikilositosis.

Hitung eritrosit

Nilai normal bayi 3.8-6.1 juta sel/mm3, anak 3.6-4.8 juta sel/mm3. Nilai normal
dewasa wanita 4.0-5.5 juta sel/mm3, pria 4.5-6.2 juta sel/mm3.

Interpretasi Hasil

 Peningkatan jumlah eritrosit ditemukan pada dehidrasi berat, diare, luka


bakar, perdarahan berat, setelah beraktivitas berat, polisitemia, anemia sickle
cell.
 Penurunan jumlah eritrosit ditemukan pada berbagai jenis anemia, kehamilan,
penurunan fungsi sumsum tulang, malaria, mieloma multipel, lupus, konsumsi
obat (kloramfenikol, parasetamol, metildopa, tetrasiklin, INH, asam
mefenamat)

E. PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGI SECARA UMUM


BERKAITAN DENGAN GANGGUAN SISTEM
HEMATOLOGI SERTA IMPLIKASI KEPERAWATANNYA
Farmakokinetik merupakan penjelasan mengenai
perjalanan obat dalam tubuh. Dalam Farmakokinetik meliputi
ADME ( Adsorbsi, Distribusi, Metabolisme, dan Eksresi ). 1.
Adsorbsi merupakan proses berpindahnya molekul obat dari ilium
ke pembuluh darah, sebab ilium terdapat pembuluh darah yang
paling banyak. Biasanya adsorbsi disebut pula sebagai proses
penyerapan obat. Cara berpindah obat terdiri dari dua macam yaitu
adsorbsi aktif dan pasif. Proses pasif menggunakan proses difusi
tanpa memerlukan energi namun aktif membutuhkan carier
pembawa biasanya menggunakan protein dan enzim dengan
melawan gradient konsentrasi menggunakan sistem berpindah dari
konsentrasiu rendah ke tinggi. Faktor – faktor yang dapat
mempengaruhi Adsorbsi : a. Lemak : terdapat beberapa macam
obat, ada obat yang dapat larut dalam lemak namun ada pula yang
tidak dapat larut dalam lemak. Pada obat yang larut dalam lemak
akan mudah teradsorbsi dibandingkan yang tidak, yang tidak akan
membutuhkan carrier agar dapat diadsorbsi oleh tubuh. b. Aliran
Darah : jika aliran darah tubuh baik maka proses adsorbsi akan
baik pula, namun sebaliknya jika aliran darah mengalami hambatan
maka proses adsorbsi akan mengalami gangguan. c. Rasa nyeri :
nyeri dapat menghambat proses adsorbsi sebab jika terdapat nyeri
maka proses kerja pinositosis akan terhambat. Dimana pinositosis
berperan dalam proses adsorbsi obat dalam tubuh. d. Stress : stress
akan mempengaruhi otak dalam melekukan perintah adsorbssi
obat. e. Kelaparan : dalam kondisi lapar usus tidak dapat
melakukan proses peristaltik sehingga proses adsorbsi akan tidak
berlangsung. f. Makanan dalam usus : jika dalam suatu volume
usus mengalami keadaan yang berlebihan maka proses
perpindahan obat untuk diabsrobsi akan terhambat. g. pH :
keasaman dalam usus akan mempengaruhi absorbsi obat, jika
terlalu asam maka obat akan hancur.

F. PENATALAKSANAAN GIZI SECARA UMUM


BERKAITAN DENGAN GANGGUAN SISTEM
HEMATOLOGI

VITAMIN C
Vitamin C diperlukan pada pembentukan zat kolagen oleh
fibrobblast hingga merupakan bagian dalam pembentukan zat intasel.
Vitamin C diperlukan juga pada proses pematangan eritrosit dan pada
pembentukan tulang dan dentin. Selain itu juga berperan dalam respirasi
jaringan.

Pada scurvy (kekurangan vitamin C) pertumbuhan anak terganggu


dan timbul pendarahan kapiler dimana-mana. Pada waktu anak dilahirkan
persediaan vitamin C cukup banyak, maka kejadian infatile scurvy
kebanyakan terjadi pada umur 6-12 bulan. Pada umur 1 tahun umumnya
anak sudah mendapat diet yang lebih bervariasi sehingga angka kejadian
menurun.

Gejala-gejala yang menonjol adalah :

- Cengeng / mudah marah

- Rasa nyeri pada tungkai bawah

- Pseudoparalisis tungkai bawah, sedangkan tungkai atas jarang


terserang

Kelainan radiologis

Terutama pada bagian tulang yang sedang aktif tumbuh, seperti


ujungsternum tulang rusuk, ujung distal femur, ujung proximal humurus,
kedua ujung tibia dan fibula, dan ujung distal radius dan ulna.

Gambaran radiologis menunjukkan adanya garis epifisis yang agak


kabur dan tidak rata seperti biasa, osteoporosis ringan, pembengkakan pada
ujung tulang panjang, terutama pada ujung bawah femur disebabkan oleh
pendarahan subperios.

VITAMIN B1 (TIAMIN)

Defisiensi vitamin B1 (Atiaminosis)

Faktor etiologis.

Defisiensi tiamin menyebabkan penyakit beri-beri. Bilamana diet


wanita yang sedang mengandung tidak cukup mengandung vitamin B1, maka
anak yang dilahirkan dapat menderita beri-beri kongenital atau gejala beri-beri
akan timbul pada bayi yang sedang disusui.
Penyakit ini dapat pula timbul pada anak dengan penyakit
gastrointestinal yang menahun, misalnya diare kronis dan sindrom seliak.
Gejala penyakit beri-beri pada bayi dan anak umumnya sama dengan gejala
yang terjadi pada orang dewasa. Manifestasi penting ialah kelainan saraf,
mental dan jantung. Kadang-kadang ditemukan kasus beri-beri bawaan, akan
tetapi sebagian besar terdapat dalam triwulan pertama.

Gejala antiaminosis.

1. Beri-beri infantil.

Umumnya ditemukan dalam keadaan akut. Gejala prodormal ringan


saja atau tidak tampak sama sekali. Anak yang tampaknya sehat selama 1-2
minggu tidak menunjukkan bertambahnya berat badan, kadang-kadang
tampak gelisah, menderita pilek atau diare. Perubahan jantung datang tiba-tiba
dengan takikardia dan dispne yang dapat mengakibatkan kematian mendadak.
Pada pemeriksaan ditemukan jantung yang membesar terutama bagian kanan.
Paru menunjukkan tanda kongesti, kadang-kadang terdapat edema, yang
disertai oliguria sampai anuria.

Pada kasus yang lebih menahun terdapat edema yang jelas, sering
ditemukan efusi perikardial dan kadang-kadang asites. Muntah merupakan
gejala yang sering ditemukan. Sistem urat saraf tidak mengalami banyak
perubahan, hanya mungkin ditemukan atonia, refleks lutut mungkin negatif,
meninggi atau berubah. Kadang-kadang terdapat kejang.

2. Kasus menahun sering ditemukan pada anak yang lebih besar (late
infancy childhood).

Penderita demikian umumnya lebih kecil dibandingkan anak yang


sehat, keadaan gizinya kurang dan tedapat edema. Sering gejala yang menarik
perhatian ialah atonia yang disebabkan oleh edema pita suara. Kadang-kadang
perutnya membuncit karena meteorismus. Paralisis seperti yang tampak pada
orang dewasa jarang terlihat pada anak, walaupun atonia tampak jelas dan
refleks lutut berkurang atau menghilang.

Pencegahan.

Diet anak yang baik umumnya mengandung cukup tiamin. Pemberian


vitamin B1 tambahan diperlukan untuk para ibu yang sedang mengandung
atau menyusui. Dianjurkan untuk memberikan 1,8 mg vitamin B1 setiap hari
pada para ibu yang sedang mengandung dan 2,3 mg vitamin B1 pada ibu yang
sedang menyusui, 0,4 mg untuk bayi dan 0,6-2 mg pada anak yang lebih
besar. Anak dengan penyakit gastrointestinal menahun atau yang sedang
mendapat makanan parenteral, harus diberi tiamin tambahan.

Pengobatan.

Bayi : 5-10 mg/hari

Anak : 10-20 mg/hari

Pengobatan diberikan untuk beberapa minggu lamanya. Bilamana


penderita mengalami diare atau muntah yang lama, maka vitamin tersebut
harus diberikan secara intramuskulus atau intravena. Pada penderita yang
masih mendapat ASI, maka ibunya harus pula diberi vitamin B1 tambahan.

VITAMIN B2 (Riboflavin)

Defisiensi vitamin B2 (Ariboflavinosis)

Faktor etiologis.

Gejala defisiensi vitamin B2 akan tampak bilamana :

 Stomatitis angularis.

Pada sudut mulut terdapat maserasi dan retak-retak (fisura)


yang memancar ke arah pipi. Kadang-kadang luka sudut mulut
tersebut tertutup keropeng. Bilamana luka demikian berulang-
ulang timbul pada akhirnya akan menimbulkan jaringan parut.

 Glositis.

Lidah akan tampak merah jambu dan licin karena struktur papil
hilang.

 Kelainan kulit.

Perubahan pada kulit berupa luka seboroik pada lipatan


nasolabial, alae nasi, telinga dan kelopak mata. Kadang-kadang
ditemukan juga dermatitis pada tangan, sekitar vulva, anus dan
perineum.

 Kelainan mata.
Dapat timbul fotofobia, lakrimasi, perasaan panas. Pada
pemeriksaan dengan slitlamp akan tampak vaskularisasi kornea
dan keratitis interstitialis.

Pencegahan dan pengobatan.

Ariboflavinosis dapat dicegah dengan diet yang mengandung


cukup susu, telur, sayur-mayur dan daging. Dianjurkan pemberian
sehari-hari 0,6 mg untuk bayi, 1-2 mg untuk anak dan 2-3 mg untuk
dewasa.

Pada anak dengan tanda-tanda ariboflavinosis dapat diberikan


10 mg/hari vitamin B2 untuk beberapa minggu lamanya.

Urin 24 jam yang mengandung riboflavin kurang dari 50 mg


merupakan indikasi adanya kekurangan vitamin B2 dan biasanya sudah
disertai gejala klinisnya.

NIASIN (Asam nikotinat, nikotinamida, vitamin B3)

Defisiensi niasin (Pelagra)

Gejala

Terutama dermatitis kadang-kadang disertai kelainan saraf dan


psikis.

Pengobatan

Dapat diberikan niasin 0,02 g/kgbb/hari, peroral, subkutan atau


intramuskular.

VITAMIN B6 (Piridoksin, Piridoksal, Piridoksamin)

Defisiensi vitamin B6

Gejala

Gejala defisiensi piridoksin ialah cengeng, mudah


kaget, kejang (tonik-klonik). Pemberian INH yang lama pada
orang dewasa tanpa tambahan vitamin B6 dapat menimbulkan
polineuritis. Ada yang berpendapat bahwa vitamin B6 dapat
menyembuhkan dermatitis seberoik.
Kebutuhan akan vitamin B6

Bayi: 0,2 – 0,5 mg/hari. Anak yang lebih besar 1,5 – 2


mg/hari. Banyak vitamin B6 yang diperlukan bertalian dengan
banyaknya pemberian protein, sehingga makin besar anak
makin banyak vitamin B6 yang diperlukan. Adakalanya
terdapat gejala defisiensi vitamin B6 pada seorang penderita,
walaupun makanannya mengandung cukup vitamin B6

VITAMIN B12 (Kobalamin)

Defisiensi vitamin B12

Fisiologi

Vitamin B12 dianggap sebagai komponen antianemia


dalam faktor ekstrinsik. Getah lambung orang normal
mengandung substansi yang disebut faktor intrinsik yang
bereaksi dengan faktor ekstrinsik yang terdapat dalam daging,
susu atau bahan makanan lain untuk membuat substansi
antianemia. Faktor antianemia tersebut diserap dan disimpan
dalam hati. Pada anemia pernisiosa biasanya faktor intrinsik
tidak terdapat dalam getah lambung.

Walaupun daging mengandung vitamin B12, namun


tidak dapat digunakan oleh penderita anemia pernisiosa, karena
faktor intrinsik tidak ada. Vitamin B12 terikat pada protein dan
hanya dapat dileaskan oleh faktor intrinsik untuk kemudian
diserap.

Patologi

Defisiensi vitamin B12 dapat timbul bila :

a. Terdapat kekurangan vitamin B12 dalam diet (seperti orang


vegetarian)

b. Tidak terdapat faktor intrinsik seperti pada penderita anemia


pernisiosa.

c. Terdapat gangguan resorpsi (penyerapan kembali) vitamin


B12.
Gejala

Defisiensi vitamin B12 menimbulkan anemia dengan


gejala lidah yang halus dan mengkilap, tidak terdapat asam
hidroklorida dalam asam lambung (pada penderita anemia
pernisiosa), perubahan saraf, anemia makrositik hiperkromik.
Sel darah membesar dan berkurang jumlahnya. Hal ini
disebabkan oleh gangguan pembentukan atau proses
pematangan sel darah merah.

Kebutuhan: 1 – 2 gama/hari.

Pengobatan

Pemberian vitamin B12 pada penderita anemia


pernisiosa akan merangsang sumsum tulang membuat sel darah
merah. Pada anemia makrosistik lain, vitamin B12 akan
memberikan perbaikan seperti halnya dengan asam folat.
Vitamin B12 digunakan pula masa rekovalensi penyakit berat
sebagai perangsang metabolisme.

PENILAIAN STATUS MINERAL

1. Iodine

Yodium diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan


serta fungsi otak. Meskipun kebutuhan yodium sangat sedikit
(0.15 µg) kita memerlukan yodium secara teratur setiap hari.
Kekurangan yodium akan mengalami gangguan fisik antara
lain gondok, badan kerdil, gangguan motorik seperti kesulitan
untuk berdiri atau berjalan normal, bisu,tuli atau mata juling.
Sedangkan gangguan mental termasuk berkurangnya
kecerdasan.

Untuk mengetahui total goitre rate (pembesaran


kelenjar gondok) dimasyarakat bisa dilakukan dengan palpasi
atau dengan cara lain yaitu dengan melakukan pemeriksaan
kadar yodium dalam urin dan kadar thyroid stimulating
hormone dalam darah. Metode penentuan kadar yodium dalam
urin dengan menggunakan metode Cerium.
Prosedur penentuan kadar yodium dengan metode
Cerium adalah sebagai berikut :

1. 10 ml urin didestruksi (pengabuan basah) dengan


penambahan 25 ml asam klorat 28% dan 1 ml kalium
kromat 0.5 %.
2. Panaskan diatas hotplate sehingga volume larutan menjadi
kurang dari 0.5 ml. Larutan ini diencerkan dengan air
suling sehingga volume larutan menjadi 100 ml.
3. Dari larutan terakhir ini dipipet 3 ml, kemudian
ditambahkan 2 ml asam arsenit 0.2 N; lalu didiamkan
selama 15 menit.
4. Ke dalam tiap larutan kemudian ditambahhkan 1 ml larutan
cerium (4+) ammonium sulfat 0.1 M; dikocok kembali
didiamkan selama 30 menit. Absorpsi dilakukan pada
panjang gelombang 420 nm.

Kurva standar dibuat dengan cara yang sama seperti di


atas pada kadar yodium 0.01; 0.02; 0.03; 0.04; dan 0.05 ppm.
Larutan standar induk yang berkadar 100 ppm ddibuat dengan
melarutkan 0.0168 g KIO3 dalam 100 ml air suling.

Karena kadar yodium dalam urin dinyatakan dalam mg


1 per g kreatinin, maka diukur pula kadar kreatinin urin dengan
cara sebagai berikut :

1. 0.1 ml urin yang telah diencerkan 100 kali ditambahkan 4


ml H2SO4 1/12 N dan 0.5 ml natrium tungstat.

2. Setelah itu dikocok dan didiamkan selama 15 menit lalu


dipusing selama 10 menit.

3. Supernatan dipisahkan lalu ditambahkan 0.5 ml larutan


campuran 1 ml asam pikrat 10% dan 0.2 ml NaOH 10%.

4. Setelah didiamkan selama 15 menit, absorpsi larutan dibaca


pada panjang gelombang 520 nm.

Standar kreatinin dengan konsentrasi 1 mg dikerjakan dengan


cara yang sama.
Perhitungan kadar yodium per g kreatinin : jiak
diketahui konsentrasi yodium A µg/l urin dan kadar kreatinin B
g/l. maka kadar yodium A/B µg/g kreatinin.

Batasan dan klasifikasi pemeriksaan kadar yodium dalam urin :

Suatu daerah dianggap endemis berat bila rata-rata


ekskresi yodium dalam urin lebih rendah dari 25 µg
yodium/gram kreatinin., endemik sedang bila ekskresi yodium
dalam urin 25-50 µg iodium/gram kreatinin. Anak sekolah
dapat digunakan sebagai target penelitian karena prevalensi
GAKI pada anak sekolah umumnya menggambarkan
prevalensi yang ada dalam masyarakat.

2. Zink

Zink adalah metaloenzim dan bekerja sebagai koenzim


pada berbagai system enzim. Tubuh mengandung 1-2 g zink.
Tulang, gigi, rambut, kulit, dan testis mengandung banyak
zink. Dalam darah zink terdapat dalaam plasma terikat pada
albumin dan globulin.

Penilaian konsentrasi zink jaringan tidak dapat


dilakukan walaupun sudah dianjurkan analisa rambut, dan
ekskresi zink ke urin bisa mencerminkan simpanan zink tubuh.
Dalam pemeriksaan kemungkinan penyebab kelambatan
penyembuhan luka pasca bedah, mungkin analisa zink plasma
(dengan spektometri absorpsi atomik) bisa membantu.

Batasan dan interpretasi pemeriksaan kadar zink dalam


plasma adalah 12-17 mmol/liter dikatakan normal.

3. Kalsium

Kalsium adalah mineral yang berada dalam tubuh ± 2%


dan lebih dari 99% terdapat didalam tulang. Kalsium darah
mempunyai 2 fungsi essensial yaitu untuk proses pembekuan
dan efek terhadap jaringan syaraf. Konsumsi yang dianjurkan
utnuk bayi sampai umur satu tahun cukup dengan 600 mg, bagi
anak umur 1-10 tahun memerlukan 8000 mg, sedangkan anak
yang lebih besar dari 10 tahun memerlukan 1-1.5 g. Masukan
kalsium yang rendah menimbulkan perbaikan resorpsi dan
menurunkan ekskresi kalsium dalam urin.

Batasan dan interpretasi pemeriksaan kadar kalsium dalam


darah adalah 2.1-2.6 mmol/liter dikatakan normal.

4. Fosfor

Fosfor adalah suatu unsur yang penting bagi seluruh


sel-sel hidup, sayur-sayuran dan hewan, dalam bentuk ester-
ester organic, termasuk ATP. Disamping itu mineral tulang
rangka sebagian besar terdiri dari kalsium fosfat.

Tingginya kadar fosfat selama masa pertumbuhan


penting untuk menjamin kelangsungan proses mineralisasi
pada tulang-tulang dan tulang rawan yang sedang tumbuh.
Kebutuhan fosfor dalam darah adalah 2.5-4.5 µg/100 µl.

5. Magnesium

Magnesium adalah ion intrasel dan bekerja sebagai


kofaktor pada fosforilasi oksidatif dan juga didepositokan pada
tulang. Konsentrasi magnesium dalam serum mempengaruhi
transmisi syaraf dan kontraksi otot. Faktor-faktor yang
mempengaruhi absorpsi kalsium seperti asam fitat, asam
lemak, dan fosfor juga mempengaruhi absorpsi magnesium.
Kekurangan mineral ini jarang terjadi kecuali pada KEP berat.
ASI maupun susu sapi mengandung cukup magnesium untuk
memenuhi kebutuhan bayi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
metabolisme Mg seperti hormon paratiroid, mempengaruhi
pula magnesium. Batasan dan interpretasi pemeriksaan kadar
magnesium dalam darah adalah 1.8-2.4 µg/ 100 ml.

6. Krom (Chromium)

Krom berperan penting pada metabolisme karbohidrat


dan glukosa. Mineral tersebut menstimulir sintesis asam lemak
dan kolesterol dalam hepar. Kekurangan krom mengakibatkan
pertumbuhan yang berkurang dan sindroma yang menyerupai
diabetes mellitus. Hanya beberapa persen masukan krom dapat
diserap oleh saluran pencernaan. Kadar krom dalam darah
normal berkisar 0.14-0.15 µg/ml untuk serum atau 0.26-0.28
µg/ml untuk plasma.

7. Tembaga (Copper)

Kekurangan tembaga sangat jarang ditemukan


terkecuali pada penderita KEP berat atau anak yang menderita
diare menahun. Anak KEP dalam fase penyembuhan hanya
mendapat diet susu rendah tembaga bisa menderita anemia,
menunjukan perubahan tulang seperti pada scurvy (kekurangan
vitamin C), dan hipokupremia. Hipokupremia dapat juga terjadi
oleh defek pada sintesis seruloplasma, malabsorbsi atau
ekskresi yang berlebihan. Menkes kinky hair syndrome
merupakan penyakit bawaan disebabkan defek absorpsi
tembaga. Pada penderita demikian terdapat kadar tembaga dan
seruloplasmin dalam sirkulasi yang rendah hingga
mengakibatkan degenerasi otak yang progresif, pertumbuhan
berkurang, rambut yang jarang dan mudah patah, kerusakan
pada pembuluh nadi, dan kelainan tulang seperti pada scurvy.

Batasan dan klasifikasi pemeriksaan kadar tembaga


dalam darah dalam keadaan normal = 80-150µg/100 ml.

8. Selenium

Pada binatang selenium diperlukan untuk pertumbuhan


dan kesehatan. Penyakit jantung endemik yang terdapat di
daerah tertentu di negeri China dan menghinggapi terutama
anak dan wanita muda dan dikenal dengan sebagai Keshan
disease yang dianggap sebagai penayakit kekurangan selenium.
Selenium belakangan makin banyak dipakai baik sebagai
selenium organik tunggal maupun kombinasi dengan vitamin
E, C, A, B6, dan trace mineral lain. Dikatakan bahwa selenium
dapat melindungi sel tubuh dari kehancuran hingga
memperlambat proses menua.

PEMERIKSAAN ZAT GIZI SPESIFIK

Kurang Energi Protein (KEP)

Analisis biokimia yang berkaitan dengan KEP yaitu


menyangkut nilai protein tertentu dalam darah atau hasil
metabolit dari protein yang beredar dalam darah dan yang
dikeluarkan bersama urin. Jenis protein yang menggambarkan
status gizi seseorang antara lain Prealbumin, Serum protein dan
serum Albumin.

a. JENIS-JENIS GANGGUAN SISTEM HELATOLOGI


PADA BAYI DAN ANAK

Anemia
Adalah suatu keadaan yang menggambarkan kadar Hb, Ht
dan jumlah eritrosit kurang dari normal sesuai dengan
umur dan jenis kelamin.
Menurut WHO (1972) : kadar Hb normal adalah sbb. :
- Umur 6 bulan – 6 tahun = 11 gr %
- Umur 6 tahun – 14 tahun = 12 gr %
- Laki-laki dewasa = 13 gr %
- Wanita dewasa tdk hamil = 12 gr %
- Wanita dewasa hamil = 11 gr %
Gejala :
1. Pucat 4. Mata berkunang setelah jongkok
2. Pusing 5. Mudah lelah
3. Palpitasi 6. Penurunan aktivitas
Pembagian anemia berdasarkan etiologi dan fisiologi :
1. Anemia defisiensi 3. Anemia hemolitik
2. Anemia aplasia 4. Anemia post hemorrhagic
Penyakit darah lain :
5. Leukemia
6. Trombasitopenia / Idiopatik trombositopenia purpura
(ITP)
Pembagian anemia berdasarkan morfologi :
1. Makrositik anemia 3. Mikrositik ringan
2. Normositik anemia 4. Hipokromik mikrositer
Pembagian anemia berdasarkan indeks sel darah
merah:

MCV = Ht x 10
Jumlah RBC (juta/ml)
= N
40 + 7 m3
MCH = Hb x 10
Jumlah RBC (juta/ml)
= 30 + 3
MCHC = Hb x 100 %
Ht
= 33 + 2

Je
ni
s
A
n M
e M C
m C H
ia V V
M
ak > >
ro
sit 9 3
ik 4 0
8
N 0
or
m – >
os
iti 9 3
k 4 0
M
ik
ro
sit
ik
ri < >
n
ga 8 3
n 0 0
H < <
ip
o 8 3
kr 0 0
o
m
m
ik
ro
sit
ik

A. Anemia Defisiensi
Ada 2 jenis :
1. Anemia defisiensi besi (Fe)
2. Anemia defisiensi vitamin B12 (asam folat)

1. Anemia defisiensi besi (Fe)


Adalah anemia yang primer disebabkan oleh kekurangan
zat besi dengan cirri-ciri gambaran darah beralih dari
normositik normokrom menjadi mikrositik hipokrom dan
memberi respon terhadap pengobatan senyawa besi.
(WHO : 1959)

Gambaran klinis :
Gejala klinis:
1. Anemia umumnya
2. Perubahan pada jaringan dan epitel dan atropi papilla lidah
3. Gangguan sistim neuromuscular
4. Cardiomegali
Kriteria diagnosa anemia defisiensi besi menurut WHO :
1. Hb kurang dari normal sesuai umur
2. Serum Fe < 50 mirogram (N=80-100)
3. Konsentrasi Hb-eritrosit < 31 % (N=32-35)
4. Jenuh transperin < 15 % (N=20-50)
5. Hipokrom mikrositer
Therapi :
1. Sulfosteroid, 30 mg/KgBB/hari
2. Transfusi PRC bila HB < 3 gr %
2. Anemia defisiensi Vitamin B12
- Gambaran klinis sama seperti anemia defisiensi Fe.
- Pd pem. lab. : Gambaran darah tepi : Normokrom
makrositer.
- Kadar vitamin B12 menurun , Th/ Vit. B12 = 3 x 10 mg
B. Anemia Aplastik
Adalah anemia kekurangan RBC akibat sumsum tulang
yang tidak dapat bekerja untuk membentuk sel darah
merah.
Gambaran klinis :
Bila penyakit berlangsung cepat, gejala utama yang
menonjol adalah demam, dan jika penyakit berlangsung
lambat maka gejala yang menonjol adalah kelemahan dan
kelelahan.
Bila timbul trombositopenia, terjadi perdarahan pada
hidung, mulut, dsb.

Diagnosa :
Ditegakkan dengan adanya trias (anemia, lekopeni,
trombositopeni) disertai gejala klinis panas, pucat,
perdarahan, yang penting adalah tanpa
hepatosplenomegali.
Diagnosa pasti :
Bone marrow dari lumbal, akan didapatkan sel-sel
sangat kurang dan banyak jaringan ikat dan jaringan
lemak.
Therapi :
1. Mencari dan menghindarkan obat-obat atau bahan kimia
sebagai penyebab
2. Obat-obatan terhadap anemia
3. Pengobatan perdarahan suspensi trombosit
4. Mencegah dan mengatasi infeksi
5. Stimulasi dan regenerasi sumsum tulang. Ex: Prednison 20
mg/hari.
6. Transplantasi sumsum tulang

C. Anemia Hemolitik
Etiologi :
1. Dari sel RBC sendiri / intra corpuscular
2. Didapat dari luar

Intra corpuscular, antara lain :


1. Kelainana struktur membran sel
2. Kekurangan enzim untuk metabolisme sel (G6PD)
3. Kelainan Hb / Hemoglobinopati
Ada 2 macam :
a. Gangguan pembentukan Hb / Thalasemia
b. Gangguan asam amino dalam Hb.

THALASEMIA
Secara molekuler dibagi 2 :
1. Thalasemia aova
Biasanya bayi dilahirkan sudah dalam keadaaan meninggal
oleh karena hidropfoetalis.
2. Thalasemia tipe B
Thalasemia mayor dan minor
Secara genetis, thalasemia minor=heterozigot, dan
mayor=homozigot.
Secara klinis, thalasemia minor tidak memberikan gejala
klinis

Pemeriksaan laboratorium :
1. Darah tepi : Hb , retikulosit , jumlah trombosit normal.
2. Apus : banyak normoblast (sel darah merah yang
berinti), anisostosis, piokilositosis, sel target pear drop.
3. Sumsum tulang : Hb F = 30-50 % (N = < 7 %)

Untuk membedakan ada tidaknya kombinasi antara


thalasemia dengan hemoglobinopati yang lain digunakan
elektroforesis.
Penatalaksanaan :
1. Transfusi darah, PRC = 15 cc/KgBB/hari
Hb dipertahankan sampai 8 – 10 gr %
2. Mencegah hemosiderosis (penumpukan zat besi), dengan
cara: minum teh, vitamin C, iron chelating agent guna utk
meningkatkan ekskresi Fe., ex: Deferol: 25 mg/KgBB/hari
(SC) secara pelan-pelan/dipompa.
3. Splenectomy (keberhasilannya diragukan)
4. Cangkok sumsum tulang (jarang berhasil)

G. ITP
1. Proses Pembentukan dan Penghancuran Thrombosit dan Faktor-
faktor Yang Mempengaruhinya
 Proses Pembentukan Thrombosit

Trombosit dihasilkan oleh sumsum tulang (stem sel) yang


berdiferensiasi menjadi megakariosit. Megakariosit ini melakukan
replikasi inti endomitotiknya kemudian volume sitoplasma membesar
seiring dengan penambahan lobus inti menjadi kelipatannya. Kemudian
sitoplasma menjadi granular dan trombosit dilepaskan dalam bentuk
platelet/keping-keping. Enzim pengatur utama produksi trombosit adalah
trombopoietin yang dihasilkan di hati dan ginjal, dengan reseptor C-MPL
serta suatu reseptor lain, yaitu interleukin-11.
Proses pematangan selama 7-10 hari di dalam sumsum tulang.
Trombosit dihasilkan oleh sumsum tulang (stem sel) yang berdiferensiasi
menjadi megakariosit. Megakariosit ini melakukan replikasi inti
endomitotiknya kemudian volume sitoplasma membesar seiring dengan
penambahan lobus inti menjadi kelipatannya. Kemudian sitoplasma
menjadi granular dan trombosit dilepaskan dalam bentuk platelet/keping-
keping. Enzim pengatur utama produksi trombosit adalah trombopoietin
yang dihasilkan di hati dan ginjal, dengan reseptor C-MPL serta suatu
reseptor lain, yaitu interleukin-11

 Proses Penghancuran Trombosit


Sistem makrofag mononuklear limpa bertanggung jawab untuk
menghilangkan platelet dalam purpura trombositopenik kekebalan
(ITP), karena hasil restorasi splenektomi prompt dari jumlah
trombosit normal pada pasien dengan purpura yang paling
trombositopenik kekebalan (ITP). Platelet yang diasingkan dan
dihancurkan oleh makrofag mononuklear, yang tidak retikuler
maupun endotel berasal. Oleh karena itu, penunjukan mantan
sistem retikuloendotelial dianggap tidak tepat. Penghancuran
trombosit kekebalan imunoglobulin-dilapisi ditengahi oleh
makrofag Fc IgG (Fc gamma RI, Fc gamma RII, dan Fc gamma
RIII) dan komplemen reseptor (CR1, CR3).

2. Anatomi Trombosit
Trombosit adalah bagian dari beberapa sel-sel besar dalam sumsum
tulang yang berbentuk cakram bula, ovale, bikonkaf, tidak berinti, dan
hidup sekitar 10 hari. Trombosit ( platelet ) berdiameter kurang lebih 2 - 4
µm, jumlah normal 150.000-450.000/mm³. Tempatnya 1/3 di dalam limpa
sebagai cadangan, sisanya disirkulasi.
Trombosit memiliki area permukaan besar di mana faktor koagulasi
diabsorpsi. Glikoprotein GP Ib dan IIb/IIIa memungkinkan pelekatan
trombosit ke faktor von Willebrand (vWF) dan tentunya ke endotel
(Sanders dan Scanlon, 1999). Dalam trombosit ditemukan 3 jenis granula
penyimpanan (alfa, densa, dan glikogen) yang masing-masing memiliki isi
yang spesifik. Granula trombosit umumnya menyimpan faktor-faktor
koagulasi yang sewaktu-waktu dapat disekresikan untuk membantu
koagulasi darah.
Membran plasma trombosit tersusun dari fosfolipid bilayer dan
bermacam protein yang dapat menyatu dengan glukosa atau lipid (Sanders
dan Scanlon, 1999). Fosfolipid memiliki peran penting pembekuan darah
yaitu sebagai tempat melekatnya bermacam faktor koagulasi dan sebagai
tempat yang memperantarai kontak kolagen dengan GP Ib-IX (Sanders
dan Scanlon, 1999).
3. Fisiologi Trombosit
Trombopoiesis
Trombosit adalah fragmen sitoplasmik tanpa inti berdiameter 2-4
mm yang berasal dari megakariosit. Hitung trombosit normal di
dalam darah tepi adalah 150.000 – 400.000/uL dengan proses
pematangan selama 7-10 hari di dalam sumsum tulang. Trombosit
dihasilkan oleh sumsum tulang (stem sel) yang berdiferensiasi
menjadi megakariosit (Candrasoma,2005). Megakariosit ini
melakukan replikasi inti endomitotiknya kemudian volume
sitoplasma membesar seiring dengan penambahan lobus inti
menjadi kelipatannya. Kemudian sitoplasma menjadi granular dan
trombosit dilepaskan dalam bentuk platelet/keping-keping. Enzim
pengatur utama produksi trombosit adalah trombopoietin yang
dihasilkan di hati dan ginjal, dengan reseptor C-MPL serta suatu
reseptor lain, yaitu interleukin-11 (A.V Hoffbrand et al, 2005).
Trombosit berperan penting dalam hemostasis, penghentian
perdarahan dari cedera pembuluh darah (Guyton,1997;
Sherwood,2001).

Struktur
Trombosit memiliki zona luar yang jernih dan zona dalam yang
berisi organel-organel sitoplasmik. Permukaan diselubungi reseptor
glikoprotein yang digunakan untuk reaksi adhesi & agregasi yang
mengawali pembentukan sumbat hemostasis. Membran plasma
dilapisi fosfolipid yang dapat mengalami invaginasi membentuk
sistem kanalikuler. Membran plasma ini memberikan permukaan
reaktif luas sehingga protein koagulasi dapat diabsorpsi secara
selektif. Area submembran, suatu mikrofilamen pembentuk sistem
skeleton, yaitu protein kontraktil yang bersifat lentur dan berubah
bentuk. Sitoplasma mengandung beberapa granula, yaitu: granula
densa, granula a, lisosome yang berperan selama reaksi pelepasan
yang kemudian isi granula disekresikan melalui sistem kanalikuler.
Energi yang diperoleh trombosit untuk kelangsungan hidupnya
berasal dari fosforilasi oksidatif (dalam mitokondria) dan glikolisis
anaerob (Aster,2007; A.V Hoffbrand et al, 2005;
Candrasoma,2005).

4. Jumlah Trombosit
Hitung trombosit normal di dalam darah tepi adalah 150.000-
400.000/uL. Apabila dari kurang 150.000/ mikro L disebut
trombositopeniaq. Sedangkan apabila lebih dari 450.000/mikro L
trombosit.

5. Definisi ITP
Purpura Trombositopenia Idiopatik (ITP) adalah suatu gangguan
autoimun yang ditandai daengan trombositopenia yang menetap (angka
trombosit darah perifer kurang dari 150.000/µL) akibat autoantibodi yang
mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi prematur trombosit
dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa.
Insiden ITP pada anak antara 4,0- 5,3 per 100.000, ITP akut umumnya
terjadi pada anak-anak usia antara 2-6tahun. 7-28% anak-anak dengan ITP
akut berkembang menjadi kronik 15-20%. Purpura Trombositopenia
Idiopatik pada anak berkambang menjadi bentuk ITP kronik pada
beberapa kasus menyerupai ITP dewasa yang khas. Insiden ITP kronis
pada anak diperkirakan 0,46 per 100.000 anak per tahun.
ITP adalah singkatan dari Idiopathic
Thrombocytopenic Purpura. Idiopathic berarti tidak diketahui
penyebabnya. Thrombocytopenic berarti darah yang tidak
cukup memiliki keping darah (trombosit). Purpura berarti
seseorang memiliki luka memar yang banyak (berlebihan).
Istilah ITP ini juga merupakan singkatan dari Immune
Thrombocytopenic Purpura. (Family Doctor, 2006).
Idiophatic (Autoimmune) Trobocytopenic Purpura
(ITP/ATP) merupakan kelainan autoimun dimana autoanti
body Ig G dibentuk untuk mengikat trombosit.
Tidak jelas apakah antigen pada permukaan trombosit
dibentuk. Meskipun antibodi antitrombosit dapat mengikat
komplemen, trombosit tidak rusak oleh lisis langsung. Insident
tersering pada usia 20-50 tahum dan lebi serig pada wanita
dibanding laki-laki (2:1). (Arief mansoer, dkk).
ITP (Idiopathic Thrombocytopenic Purpura) juga bisa
dikatakan merupakan suatu kelainan pada sel pembekuan darah
yakni trombosit yang jumlahnya menurun sehingga
menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang terjadi umumnya
pada kulit berupa bintik merah hingga ruam kebiruan. (Imran,
2008)
Dalam tubuh seseorang yang menderita ITP, sel-sel
darahnya kecuali keping darah berada dalam jumlah yang
normal. Keping darah (Platelets) adalah sel-sel sangat kecil
yang menutupi area tubuh paska luka atau akibat
teriris/terpotong dan kemudian membentuk bekuan darah.
Seseorang dengan keping darah yang terlalu sedikit dalam
tubuhnya akan sangat mudah mengalami luka memar dan
bahkan mengalami perdarahan dalam periode cukup lama
setelah mengalami trauma luka. Kadang bintik-bintik kecil
merah (disebut Petechiae) muncul pula pada permukaan
kulitnya. Jika jumlah keping darah atau trombosit ini sangat
rendah, penderita ITP bisa juga mengalami mimisan yang sukar
berhenti, atau mengalami perdarahan dalam organ ususnya.
(Family Doctor, 2006)
Idiopatik trombositopeni purpura disebut sebagai suatu
gangguan autoimun yang ditandai dengan trombositopenia
yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari
15.000/μL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen
trombosit menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam
sistem retikuloendotel terutama di limpa. Atau dapat diartikan
bahwa idiopatik trombositopeni purpura adalah kondisi
perdarahan dimana darah tidak keluar dengan semestinya.
Terjadi karena jumlah platelet atau trombosit rendah. Sirkulasi
platelet melalui pembuluh darah dan membantu penghentian
perdarahan dengan cara menggumpal. Idiopatik sendiri berarti
bahawa penyebab penyakit tidak diketahui. Trombositopeni
adalah jumlah trombosit dalam darah berada dibawah normal.
Purpura adalah memar kebiruan disebabkan oleh pendarahan
dibawah kulit. Memar menunjukkan bahwa telah terjadi
pendarahan di pembuluh darah kecil dibawah kulit. (ana
information center, 2008).
Trombosit berbentuk bulat kecil atau cakram oval
dengan diameter 2-4µm. Trombosit dibentuk di sumsum tulang
dari megakariosit, sel yang sangat besar dalam susunan
hemopoietik dalam sumsum tulang yang memecah menjadi
trombosit, baik dalam sumsum tulang atau segera setelah
memasuki kapiler darah, khususnya ketika mencoba untuk
memasuki kapiler paru. Tiap megakariosit menghasilkan
kurang lebih 4000 trombosit (Ilmu Penyakit Dalam Jilid II).
Megakariosit tidak meninggalkan sumsum tulang untuk
memasuki darah. Konsentrasi normal trombosit ialah antara
150.000 sampai 350.000 per mikroliter. Volume rata-ratanya 5-
8fl. Dalam keadaan normal, sepertiga dari jumlah trombosit itu
ada di limpa. Jumlah trombosit dalam keadaan normal di darah
tepi selalu kurang lebih konstan. Hal ini disebabkan mekanisme
kontrol oleh bahan humoral yang disebut trombopoietin. Bila
jumlah trombosit menurun, tubuh akan mengeluarkan
trombopoietin lebih banyak yang merangsang trombopoiesis.
Idiopathic thrombocytopenic Purpura mempengaruhi
anak-anak dan orang dewasa. Anak-anak sering mengalami
idiopathic thrombocytopenic Purpura setelah infeksi virus dan
biasanya sembuh sepenuhnya tanpa pengobatan. Pada orang
dewasa yang menderita penyakit ITP sering lebih kronis. ITP
diperkirakan merupakan salah satu penyebab kelainan
perdarahan didapat yang banyak ditemukan oleh dokter anak,
dengan insiden penyakit simtomatik berkisar 3 sampai 8 per
100000 anak per tahun. Di bagian ilmu kesehatan Anak RSU
Dr. Soetomo terdapat 22 pasien baru pada tahun 2000.

6. Faktor Risiko Dari Tiap Klasifikasi ITP

Penyebab dari ITP tidak diketahui secara pasti, mekanisme yang


terjadi melalui pembentukan antibodi yang menyerang sel trombosit,
sehingga sel trombosit mati. (Imran, 2008). Penyakit ini diduga
melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh menghasilkan antibodi yang
menyerang trombositnya sendiri. Dalam kondisi normal, antibodi adalah
respons tubuh yang sehat terhadap bakteri atau virus yang masuk ke dalam
tubuh. Tetapi untuk penderita ITP, antibodinya bahkan menyerang sel-sel
keping darah ubuhnya sendiri. (Family Doctor, 2006).
Meskipun pembentukan trombosit sumsum tulang meningkat,
persediaan trombosit yang ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan
tubuh. Pada sebagian besar kasus, diduga bahwa ITP disebabkan oleh
sistem imun tubuh. Secara normal sistem imun membuat antibodi untuk
melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada ITP, sistem imun
melawan platelet dalam tubuh sendiri. Alasan sistem imun menyerang
platelet dalam tubuh masih belum diketahui. (ana information center,
2008).
ITP kemungkinan juga disebabkan oleh hipersplenisme, infeksi virus,
intoksikasi makanan atau obat atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi,
panas), kekurangan factor pematangan (misalnya malnutrisi), koagulasi
intravascular diseminata (KID), autoimun. Berdasarkan etiologi, ITP
dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder. Berdasarkan
awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama
dengan 6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak) dan kronik bila lebih
dari 6 bulan (umunnya terjadi pada orang dewasa). (ana information
center, 2008)
Selain itu, ITP juga terjadi pada pengidap HIV. sedangkan obat-obatan
seperti heparin, minuman keras, quinidine, sulfonamides juga boleh
menyebabkan trombositopenia. Biasanya tanda-tanda penyakit dan faktor-
faktor yang berkatan dengan penyakit ini adalah seperti yang berikut :
purpura, pendarahan haid darah yang banyak dan tempo lama, pendarahan
dalam lubang hidung, pendarahan rahang gigi, immunisasi virus yang
terkini, penyakit virus yang terkini dan calar atau lebam.

7. Manifestasi Klinis Dari Setiap Klasifikasi ITP

Tanda dan gejala

1) Masa prodormal, keletihan, demam dan nyeri abdomen.

2) Secara spontan timbul petekie dan ekimosis pada kulit.

3) Epistaksis.

4) Perdarahan mukosa mulut.

5) Menoragia.

6) Memar.

7) Anemia terjadi jika banyak darah yang hilang karena perdarahan.

8) Hematuria.

9) Melena.

8. Patofisiologi ITP
Sindrom ITP disebabkan oleh autoantibodi trombosit yang spesifik yang
berikatan dengan trombosit autolog kemudian dengan cepat dibersihkan
dari sirkulasi oleh sistem fagosit mononuklir melalui reseptor Fc
makrofag. Pada tahun 1982 Van Leeuwen pertama mengidentifikasi
membran trombosit glikoprotein IIb/IIIa (CD41) sebagai antigen yang
dominan dengan mendomontrasikan bahwa elusi autoantibodi dari
trombosit pasien ITP berikatan dengan trombosit normal.
Diperkirakan bahwa ITP diperantarai oleh suatu autoantiodi,
mengingat kejadian transient trombositopeni pada neonatus yang lahir dari
ibu yang menderita ITP, dan perkiraan ini didukung oleh kejadian
transient trombositopeni pada orang sehat yang menerima transfusi plasma
kaya IgG, dari seorang pasien ITP. Trombosit yang diselimuti oleh
autoantibodi IgG akan mengalami percepatan pembersihan dilien dan di
hati setelah berkaitan dengan reseptor Fcg yang diekspresikan oleh
makrofag jaringan. Pada sebagian besar pasien, akan terjadi mekanisme
kompensasi dengan peningkatan prroduksi trombosit. Pada sebagian kecil
yang lain, produksi trombosit tetap terganggu, sebagian akibat destruksi
trombosit yang diselimuti autoantibodi oleh makrofag di dalam sumsum
tulang, atau karena hambatan pembentukan megakariosit, kadar
trombopoetin tidak meningkat, menunjukkan adanya masa megakariosit
normal.
Antigen pertama yang berhasil diidentifikasi berasal dari kegagalan
antibodi ITP untuk berkaitan dengan trombosit yang secara genetik
kekurangan kompleks glikoprotein IIb/IIIa. Kemudian berhasil dan V dan
determinan trombosit yang lain. Juga dijumpai antibodi yang bereaksi
terhadap berbagai antigen yang berbeda. Destruksi trombosit dalam sel
penyaji antigen yang diperkirakan dipicu oleh antibodi, akan menimbulkan
pacuan pembentukan neoantigen, yang berakibat produksi antibodi yang
cukup untuk menimbulkan trombositopeni.
Secara alamiah, antibodi terhadap kompleks glikoprotein IIb/IIIa
memerlihatkan retriksi penggunaan rantai ringan, sedangkan antibodi yang
berasal dari displai phage menunjukkan penggunaan gen V. Palacakkan
pada daerah yang berkaitan dengan antigen dari antibodi-antibodi ini
menunjukkan bahwa antibodi tersebut berasal dari klon sel B yang
mengalami seleksi afinitas yang diperantarai antigen dan melalui mutasi
sonatik. Pasien ITP dewasa sering menunjukkan peningkatan jumlah
HLA-DR + T cells, peningkatan jumlah reseptor interleukin 2 dan
peningkata profil sitokin yang menunjukkan aktivasi prekursor sel T
helper dan selT helper tipe 1. Pada pasien-pasien ini sel T akan
merangsang sintesis antibodi setelah terpapar oleh protein alami.
Penurunan epitop kriptik ini secara in vivo dan alasan sel T yang bertahan
lama tidak diketahui dengan pasti.
Kebanyakan pasien mempunyai antibodi terhadap glikoprotein pada
permukaan trombosit pada saat penyakit terdiagnosis secara klinis. Pada
awalnya glikoprotein IIb/IIIa dikenali oleh autoantibodi, sedangkan
antibodi yang glikoprotein Ib/IX belum terbentuk pada tahap ini.

9. Pathway ITP

10. Pemeriksaan Diagnostic Pada ITP

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hal-hal sebagai berikut :

a. Trombositopenia

b. Retikulositosis ringan

c. Anemia bila terjadi perdarahan kronis

d. Waktu perdarahan memanjang

e. Retraksi bekuan terganggu

f. Pada sum-sum tulang dijumpai banyak megakariosit dan agranuler


atau tidak mengandung trombosit

g. Antibody monoclonal untuk mendeteksi glikoprotein spesifik pada


membrane trombosit mempunyai spesifisitas 85%, belum digunakan
secara luas.

11. Penatalaksanaan Medik pada Kasus ITP dan Implikasi


Keperawatannya

1. ITP akut .

 Pada yang ringan hanya dilakukan observasi tanpa


pengobatan karena dapat sembuh secara spontan.
 Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan jumlah trombosit
belum naik, berikan kortikosteroid.
 Pada trombositopenia akibat KID dapat diberikan heparin
intravena. Pada pemberian heparin sebaiknya selalu
disiapkan antidotumnya yaitu protamin sulfat.
 Bila keadaan sangat gawat (terjadi perdarahan otak atau
saluran cerna), berikan transfusi suspensi trombosit.

2. ITP menahun
 Kortikosteroid diberikan selama 6 bulan: prednison 2-5
mg/kgBB/hari perorat.
 Imunosupresan: 6-merkaptopurin 2,5-5 mg/kgBB/hari
peroral; azatioprin 2-4 mg/ kg/BB/hari peroral;
siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari peroral.

 Splenektomi, bila: resisten setelah pemberian kombinasi


kortikosteroid dan obat imunosupresif selama 2-3 bulan,
remisi spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan
pemberian kortikosteroid saja dengan gambaran klinis
sedang sampai berat, atau pasien menunjukkan respons
terhadap kortikosteroid namun memerlukan dosis yang
tinggi untuk mempertahankan keadaan klinis yang baik
tanpa perdarahan.

Kontraindikasi splenektomi: usia sebelum 2 tahun


karena fungsi limpa terhadap infeksi belum dapat diambil
alih oleh alat tubuh yang lain, seperti hati, kelenjar getah
bening, dan timus.

Pengobatan ITP lebih ditujukan untuk menjaga


jumlah trombosit dalam kisaran aman sehingga mencegah
terjadinya perdarahan mayor. Terapi umum meliputi
menghindari aktivitas fisik berlebihan untuk mencegah
trauma kepala, hindari pemakaian obat-obatan yang
mempengaruhi fungsi trombosit. Terapi farmakologis ialah
dengan prednisone atau prednisolon 1,0-1,5 mg/kgBB/hari
selama 2 minggu. Respons terapi prednison terjadi dalam 2
minggu dan pada umumnya terjadi dalam minggu pertama.
Bila respon baik kortikosteroid dilanjutkan sampai 1 bulan,
kemudian tapering. Kriteria respon awal adalah
peningkatan AT < 30.000 /uL menjadi AT > 50.000 /uL
setelah 10 hari terapi awal dan terhentinya perdarahan.
Respons dikatakan menetap bila AT menetap > 50.000 /uL
setelah 6 bulan follow up.

Imunoglobulin intravena (IgIV) dosis 1 g/kg/hari


selama 2-3 hari berturut-turut digunakan bila terjadi perdarahan
internal, kegagalan terapi kortikosteroid dalam beberapa hari
atau adanya purpura yang progresif. Hampir 80% pasien
berespon baik dengan cepat meningkatkan AT namun perlu
pertimbangan biaya. Pasien dewasa yang relaps, simptomatik
persisten dan trombositopenia berat (AT < 10.000 /uL) serta
tidak berespons dengan kortikosteroid, immunoglobulin iv dan
immunoglobulin anti-D perlu dipertimbangkan untuk
splenektomi.

ITP kronik refrakter (25-30% pasien ITP) didefinisikan


sebagai kegagalan terapi kortikosteroid dosis standard dan
splenektomi serta membutuhkan terapi lebih lanjut karena AT
yang rendah (AT < 30.000 /uL menetap lebih dari 3 bulan) atau
terjadi perdarahan klinis. Apabila pasien dengan terapi standar
kortikosteroid tidak membaik, ada beberapa pilihan terapi (lini
kedua) yang dapat dipergunakan antara lain steroid dosis
tinggi, metilprednisolon, Ig IV dosis tinggi, anti-D intravena,
alkaloid vinka, danazol, kombinasi imunosupresif dan
kemoterapi, dapsone. Penggunaannya bisa secara tunggal
maupun kombinasi sesuai dengan kebutuhan dan keadaan
umum pasien jika memungkinkan.

Bagi mereka yang gagal dengan lini pertama dan kedua


masih ada pilihan terapi yang terbatas, meliputi interferon alfa,
anti-CD20, Campath-1H, mikofenolat mofetil, protein A
columns dan terapi lainnya. Campath-1H dan rituximab adalah
obat yang paling direkomendasikan dalam lini ketiga ini jika
dibandingkan dengan pilihan terapi lainnya berdasarkan
pertimbangan risiko: rasio manfaat

Pencegahan

 Idiopatik Trombositopeni Purpura (ITP) tidak dapat


dicegah, tetapi dapat dicegah komplikasinya.
 Menghindari obat-obatan seperti aspirin atau ibuprofen
yang dapat mempengaruhi platelet dan meningkatkan risiko
pendarahan.
 Lindungi dari luka yang dapat menyebabkan memar atau
pendarahan
 Lakukan terapi yang benar untuk infeksi yang mungkin
dapat berkembang. Konsultasi ke dokter jika ada beberapa
gejala infeksi, seperti demam. Hal ini penting bagi pasien
dewasa dan anak-anak dengan ITP yang sudah tidak
memiliki limfa.
 Jika pengobatan Prednisone. tidak juga banyak membantu,
organ limpa penderita mungkin akan dikeluarkan melalui
tindakan operasi. Organ ini yang memproduksi sebagian
besar antibodi yang selama ini menghancurkan sel-sel
darah merah dalam tubuhnya sendiri. Organ ini juga
berfungsi untuk menghancurkan sel-sel darah yang tua atau
rusak. Di lain pihak, bagi orang dewasa yang sehat,
tindakan operasi pengeluaran organ limpa bukanlah
kategori tindakan medis yang serius.

12. Farmakologi ITP dan Implikasi Keperawatannya


TERAPI

Terapi ITP lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit


dalam kisaran aman sehingga mencegah terjadinya pendarahan mayor.
Selain itu, terapi ITP didasarkan pada berapa banyak dan seberapa sering
pasien mengalami pendarahan dan jumlah platelet. Terapi untuk anak-
anak dan dewasa hampir sama. Kortikosteroid (ex: prednison) sering
digunakan untuk terapi ITP. kortikosteroid meningkatkan jumlah platelet
dalam darah dengan cara menurunkan aktivitas sistem imun.
Imunoglobulindan anti-Rhimunoglobulin D.Pasien yang mengalami
pendarahan parah membutuhkan transfusi platelet dan dirawat di rumah
sakit . Terapi awal ITP (standar) :

 Prednison
Terapi awal prednison atau prednison dosis 0,5-1,2 mg/kgBB/hari
s e l a m a 2 minggu. respon terapi prednison terjadi dalam 2 minggu
dan pada umumnya terjadi dalam minggu pertama,bila respon baik
dilanjutkan sampai 1 bulan, kemudian tapering munoglobulin
intravena (IgIV) Imunoglobulin intravena dosis 1g/kg/hr selama 2-3
hari berturut- turut digunakan bila terjadi pendarahan internal, saat
AT (antibodi trombosit) <5000/ml meskipun telah mendapat
t erapi kortikosteroid dalam beberapa hari atau adanya purpura yang
progresif. Pendekatan terapi konvensional lini kedua, untuk pasien
yang dengan terapi s tandar kortikosteroid tidak membaik, ada
beberapa pilihan terapi yang dapat digunakan .Luasnya variasi terapi
lini kedua menggambarkan relatif kurangnya efikasi dan terapi
bersifat individual.

1. Steroid dosis tinggi


Terapi pasien ITP refrakter selain prednisolon dapat digunakan
deksametason oral d osis tinggi. Deksametason 40 mg/hr selama
4minggu, diulang setiap 28 hari untuk 6siklus.
2. Metiprednisolon
Metilprednisolon dosis tinggi dapat diberikan pada ITP anak
dan dewasa yang resisten terhadap terapi prednisone dosis
konvensional. Dari hasil penelitian menggunakan dosis tinggi
metiprednisolon 3o mg/kgiv kemudian dosis diturunkan tiap 3 hr
sampai 1 mg/kg sekali sehari.
3. IgIV dosis tinggi
Imunoglobuliniv dosis tinggi 1 mg/kg/hr selama 2 hari berturut-
turut, s ering dikombinasi dengan kortikosteroid, akan
meningkatkan AT dengan cepat. Efek samping, terutama sakit
kepala, namun jika berhasil maka dapat secara intermiten atau
disubtitusi dengan anti-D iv

4. Anti-D iv
Dosis anti-D 50-75 mg/ka/hr IV. Mekanisme kerja anti-D
yakni d estruksi sel darah merah rhesusD- positif yang secara
khusus diberikan oleh RES terutama di lien, jadi bersaing dengan
autoantibodi yang menyelimuti trombosit melalui Fc reseptor
blockade.
5. Alkaloid vinka
Misalnya vinkristin 1 mg atau 2 mgiv, vinblastin 5-10 mg,
setiap minggu selama 4-6 minggu.
6. Danazol
Dosis 200 mg p.o 4x sehari s elama sedikitnya 6 bulan
karena respon sering lambat. Bila respon terjadi, dosis diteruskan
sampai dosis maksimal sekurang-kurangnya hr 1tahun dan
kemudian diturunkan 200mg/hr setiap 4 bulan.
7. Immunosupresif dan kemoterapi kombinasi
Imunosupresif diperlukan pada pasien yang gagal berespons
dengan terapi lainya. Terapi dengan azatioprin (2 mg kg max 150
mg/hr) atau siklofosfamid dengan sebagai obat t unggal dapat
dipertimbangkan dan responnya bertahap dengan tertahan sampai
5%.
8. Dapsone
Dosis 75 mg p.o per hari, respon terjadi dalam 2 bulan. Pasien
harus diperiksa G6PD, karena pasien dengan kabar G6PD yang
rendah mempunyai risiko hemolisis yang serius
13. Gizi Yang Tepat Pada Bayi dan Anak Dengan ITP dan Implikasi
Keperawatannya
 Vitamin D
Fungsi : Berperan penting dalam pembentukan tulang dan gigi,
membantu pembekuan darah. Sumber : Ikan salmon dan sardin,
udang, susu. Takaran yang dianjurkan : 400 IU/hari
 Vitamin K
Fungsi : Membantu pembekuan darah pada luka Sumber : Brokoli,
bayam, daun bayam, minyak zaitun, minyak kacang kedelai. Takaran
yang dianjurkan : 120 mcg/hari.
 Lemak
Lemak berasal dari minyak goreng, daging, margarin, dan sebagainya.
Fungsi pokok lemak bagi tubuh ialah menghasilkan kalori terbesar
dalam tubuuh manusia (1 gram lemak menghasilkan 9,3 kalori),
sebagai pelarut vitamin A,D,E,K, sebagai pelindung terhadap bagian-
bagian tubuh tertentu dan pelindung bagian tubuh pada temperatur
rendah.

14. Diagnosa keperawatan Yang Mungkin Muncul Pada Bayi dan Anak
Dengan ITP (Secara Umum)
- Resiko kekurangan Volume cairan berhubungan dengan Kehilangan
cairan melalui rute abnormal (gusi berdarah) dan kurangnya
pengetahuan.

15. Asuhan Keperawatan pada Bayi dan Anak Dengan ITP


KASUS
An. Doni (3 tahun) dirawat di rumah sakit dengan diagnose medis ITP.
Hasil pengkajian fisik didapatkan data bahwa terdapat purpura diseluruh
tubuh, tampak adanya hematoma di area ekstremitas atas dan bawah,
klien juga mengalami epistaksis serta gusi berdarah. Hasil pemeriksaa
hematologi, trombosit 18.000/mm3, PT 20 detik, PTT 55. Kien
mendapatkan terapi methylprednisolon 3x15mg via intravena dan IVFD
Ringer Laktat 18 tetes per menit. Ibu klien mengataan bahwa beliau sama
sekali tidak mengeta ui penyebab penyakit klien dan tata laksana
perawatannya
 Pengkajian 11 pola Gordon
1. pola pemeliharaan kesehatan
ibu klien tidak mengetahui tatalaksana perawatan pada anaknya
2. pola nutrisi
tidak terkaji
3. pola eliminasi
tidak terkaji
4. pola aktivitas dan latihan
tidak terkaji
5. pola istirahat dan tidur
tidak terkaji
6. pola presepsi kognitif dan sensori
ibu klien tidak tau tentang penyakit yang diderita anaknya
7. pola peran dan hubungan
tidak terkaji
8. pola reproduksi dan seksualitas
tidak terkaji
9. pola persepsi dan konsep diri
tidak terkaji
10. pola mekanisme koping dan stress
tidak terkaji
11. pola kepercayaan
tidak terkaji

 Pemeriksaan Fisik
 Kepala
- Hidung : inspeksi : epistaksis
- Mulut : inspeksi : gusi berdarah
 Ekstremitas
- Ekstermitas atas dan bawah terdapat hematoma (inspeksi)
- Terdapat purpura di seluruh tubuh (inspeksi)
 Pemeriksaan Diagnostik
- Trombosit : 18.000 mm3
- PT : 20 detik
- PTT : 55 detik
 Terapi
- Methylprednisolon 3x15mg via intravena
- IVFD Ringer Laktat 18 tetes per menit

Analisa data

Data Problem Etiologi


DS: Resiko kekurangan - Kehilangan cairan
- Ibu klien mengataan Volume cairan melalui rute abnormal
bahwa beliau sama (gusi berdarah)
sekali tidak mengeta - kurangnya
ui penyebab pengetahuan
penyakit klien dan
tata laksana
perawatannya

DO:
- terdapat purpura
diseluruh tubuh,
tampak adanya
hematoma di area
ekstremitas atas dan
bawah
- klien juga
mengalami
epistaksis serta gusi
berdarah
- trombosit
18.000/mm3, PT 20
detik, PTT 55

Diagnosa Keperawatan : Resiko kekurangan Volume cairan berhubungan dengan


Kehilangan cairan melalui rute abnormal (gusi berdarah) dan kurangnya pengetahuan.

Tanggal/ No. Tujuan dan Intervensi Rasional


jam dp kriteria hasil
1 Risko kekurangan 1. Monitor keadaan 1. Daerah gusi,
volume cairan umum (gusi, ekstremitas
dapat teratasi ekstremitas atas dan atas dan
setelah dilakukan bawah, hidung) bawah setra
tindakan hidung
keperawatan pasien
selama 4 x 24 jam mengalami
dengan criteria pendarahan,
hasil: sedangkan
1. Tidak pendarahan
terdapat merupakan
hematoma di factor risko
area kekurangan
ekstremitas volume
atas dan cairan
bawah
2. Klien tidak 2. Monitor adanya 2. Pendarahan
mengalami pendarahan merupakan
epistaksis salah satu
3. Gusi tidak factor risko
berdarah kekurangan
4. Trombosit volume
250.000- cairan
550.000 mm3
5. PT 10- 13 3. Monitor balance 3. Klien
detik cairan mengalami
6. PTT 22-37 pendarahan
detik dan
pendarahan
tersebut
dapat
mengakibatk
an dehidrasi

4. Sikat gigi
yang halus
dapat
4. Gunakan sikat gigi mengurangi
yang halus risko
pendarahan
di gusi

5. Benda tajam
dapat
mengakibatk
5. Jauhkan klien dari an
benda yang pendarahan
mempunyai risko
melukai klien 6. Meminimalk
an pasien
agar tidak
6. Pasang bed strain jatuh dan
terjadi
pendarahan
yang hebat

7. Trombosit,
PT dan PTT
yang turun
7. Monitor hasil lab merupakan
(trombosit, PT, tanda
PTT) kekurangan
cairan

8. Kurangnya
informasi
8. Berikan penkes tentang
tentang penyakit penyakit ITP
ITP kepada dapat
keluarga memperburu
k kondisi
klien

9. Pendarahan
pada klien
9. Lanjutkan terapi juga
methylprednisolon mengakibatk
3x15mg via an
intravena (08.00 ; peradangan
16.00 ; 24.00)
10. Ringer laktat
berfungsi
untuk
10. Lanjutkan terapi menggantika
IVFD Ringer n cairan
Laktat 18 tetes per elektrolit
menit yang hilang
karena
pasien
mengalami
pendarahan

16. Prosedur Pemasangan Infus


KONTRAINDIKASI
– Daerah yang memiliki tanda-tanda infeksi, infiltrasi atau thrombosis
– Daerah yang berwarna merah, kenyal, bengkak dan hangat saat
disentuh
– Vena di bawah infiltrasi vena sebelumnya atau di bawah area flebitis
– Vena yang sklerotik atau bertrombus
– Lengan dengan pirai arteriovena atau fistula
– Lengan yang mengalami edema, infeksi, bekuan darah, atau kerusakan
kulit
– Lengan pada sisi yang mengalami mastektomi (aliran balik vena
terganggu)
– Lengan yang mengalami luka bakar

PERSIAPAN ALAT
1. Larutan IV / cairan infuse IV
2. Intravena set/infuse set
3. abbocath sesuai ukuran
4. standart atau tiang infuse
5. pengalas
6. tourniquet
7. sarung tangan
8. kapas alcohol 70%
9. bengkok
10. plester sesuai kebutuhan
11. gunting plester
12. kassa
13. betadhine
14. spuit sesuai ukuran
15. bak spuit
PROSEDUR PEMASANGAN INFUS

STANDAR
OPERASIONAL
PROSEDUR
PENGERTIAN Memasukkan cairan dan elektrolit ke dalam tubuh melalui
intravena
TUJUAN 1. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh
yang mengandung air, elektrolit, vitamin,
protein, lemak dan kalori yang tidak dapat
dipertahankan melalui oral.
2. Mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan
elektrolit
3. Memperbaiki keseimbangan asam basa
4. Memberikan tranfusi darah
5. Menyediakan medium untuk pemberian obat
intravena
6. Membantu pemberian nutrisi parenteral
KEBIJAKAN 1. Keadaan emergency
2. Keadaan ingin mendapatkan respon yang cepat
terhadap pemberian obat
3. Klien yang mendapat terapi obat dalam dosis
besar secara terus-menerus melalui IV
4. Klien yang mendapat terapi obat yang tidak bisa
diberikan melalui oral atau intramuskuler
5. Klien yang membutuhkan koreksi/pencegahan
gangguan cairan dan elektrolit
6. Klien yang sakit akut atau kronis yang
membutuhkan terapi cairan
7. Klien yang mendapatkan tranfusi darah
8. Upaya profilaksis (tindakan pencegahan)
PETUGAS PERAWAT

PERALATAN 1. Larutan IV /infus cairan IV


2. Intravena set /Infus set
3. Abbocath sesuai ukuran
4. Standar/tiang Infus
5. Penghalas
6. Torniqouet
7. Handscoon (sarung tangan)
8. Kapas alkohol 70%
9. Bengkok (nierbeken)
10. Plester sesuai kebutuhan
11. Gunting plester
12. Kasa
13. Larutan iodine
14. Spuit sesuai ukuran
15. Bak spuit
PROSEDUR 1. Tahap Pra Interaksi
PELAKSANAAN 1. Melakukan verifikasi program
pengobatan klien / melakukan
pengecekan program terapi
2. Mencuci tangan *
3. Menyiapkan alat dan Menempatkan
alat di dekat klien dengan benar
2. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam dan menyapa
nama pasien *
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur
pelaksanaan
3. Menanyakan persetujuan dan
kesiapan klien
3. Tahap Kerja
1. Menjaga privacy
2. Gunting plester sesuai kebutuhan
3. Buka kemasan steril dengan
menggunakan tehnik aseptik
4. Periksa larutan, menggunakan ”five
right” (benar cairan, tanggal
kadaluarsa, volume cairan, warna dan
kejernihan)
5. Lepaskan penutup logam dan
lempeng karet pada botol infus
6. Buka set infus, mempertahankan
sterilisasi pada kedua ujung
7. Pasang klem roll sekitar 2-4 cm dan
pindahkan klem rol pada posisi ”off”
8. Tusukkan set infus kedalam kantung
atau botol cairan tanpa menyentuh
lubangnya
9. Tekan bilik drip dan lepaskan, biarkan
terisi ⅓ sampai ½ penuh
10. Pastikan selang bersih dari udara dan
gelembung udara dengan cara rol
dalam keadaan ”on” dan pastikan
cairan memenuhi selang. Setelah itu
Kembalikan klem rol ke posisi off
setelah selang terisi
11. Gunakan sarung tangan (handscoon)
sekali pakai
12. Pilih tempat distal vena yang
digunakan
13. Pilih vena yang berdilatasi baik,
dengan metode-metode :
- mengosok ekstermitas dari distal ke
proksimal dibawah tempat vena
yang dimaksud menggenggam dan
melepaskan genggaman
- menepuk perlahan diatas vena

1. Letakkan torniquet 10 sampai 12 cm


atau 2-3 jari diatas tempat
penususkan. Torniquet harus
membendung aliran vena
2. Bersihkan tempat insersi dengan
gerakan sirkular dengan
menggunakan kapas alkohol 70%
selama 60 detik
3. Lakukan pungsi vena. Tusuk dengan
bevel (lubang jarum) mengahadap
keatas pada sudut 30-45º Tahan vena
dengan meletakkan ibu jari diatas
vena
4. Perhatikan keluarnya darah melalui
selang jarum yang menandakan
bahwa jarum telah memasuki vena.
Turunkan jarum sampai hampir
menyentuh kulit.
5. Tahan kateter dengan satu tangan,
lepaskan torniqouet dan lepaskan
stilet. Dengan cepat hubungkan
adapter jarum dari perangkat atau
selang. Jangan menyentuh tempat
masuk adaptor jarum
6. Lepaskan klem rol untuk memulai
infus pada kecepatan untuk
mempertahankan patensi aliran IV
7. Letakkan bantalan kasa 2 x 2 diatas
tempat insersi dan hubungan kateter
dan pasang plester sesuai kebutuhan.
Jangan menutup hubungan antara
selang IV
8. Rekatkan plester pada balutan
9. Atur kecepatan aliran sampai tetesan
yang tepat permenit
10. Tuliskan tanggal dan waktu
pemasangan aliran serta ukuran jarum
pada balutan
11. Rapikan penghalas, lepaskan sarung
tangan dan singkirkan alat-alat dan
cuci tangan
2. Tahap Terminasi
1. Mengevaluasi hasil tindakan
2. Berpamitan dengan pasien
3. Membereskan dan kembalikan alat ke
tempat semula
4. Mencuci tangan *
5. Mencatat kegiatan dalam lembar
catatan keperawatan*

17. Prosedur Pemasangan Infuse Pump


A. Persiapan Alat :
1. Infusion Pump
2. Cairan / obat sesuai dengan advis dokter.
3. Infus set khusus untuk infusion pump
4. Standar infus
B. Pelaksanaan :
1. Letakkan infusion pump pada standar infus, pastikan bahwa alat benar-
benar sudah melekat kuat.
2. Tancapkan stiker listrik ke stop kontak.Perhatikan lampu “CHARGE”
menyala atau tidak, bila lampu sudah menyala berarti alat sudah dapat
dipergunakan (dialiri listrik).
3. Tekan tombol “POWER ON”
4. Buka pintu infusion pump
5. Masukkan infuse set ke dalam tubing slot kemudian pintu ditutup
kembali.
6. Masukkan pengatur tetesan infuse pada infuse set.
7. Program tetesan ( cc ) per jam sesuai advis dokter.
8. Tekan tombol “START”
9. Perhatikan tanda alarm yang ada pada alat :
Occlusion : ada sumbatan
Air on line : ada udara pada selang
Door Open : pintu belum tertutup rapat.
Low Batt : tidak ada aliran listrik
10. Bila pasien memerlukan ekstra tetesan infus / dipercepat tekan tombol
“PURGE”
11. Apabila merubah program tetesan (menambah / mengurangi) tekan
tombol “STOP” dan atur program baru, kemudian tekan tombol
“START”
12. Perhatikan infus jangan sampai bocor / menetes mengenai alat infusion
pump karena alat akan rusak.
13. Sehabis dipakai alat dibersihkan dan simpan di ruangan ber-AC.

H. HEMOFILIA
1. Faktor-faktor Pembekuan Darah

a. Faktor I
Fibrinogen: sebuah faktor koagulasi yang tinggi berat molekul protein
plasma dan diubah menjadi fibrin melalui aksi trombin. Kekurangan
faktor ini menyebabkan masalah pembekuan darah afibrinogenemia
atau hypofibrinogenemia.

b. Faktor II

Prothrombin: sebuah faktor koagulasi yang merupakan protein plasma


dan diubah menjadi bentuk aktif trombin (faktorIIa) oleh pembelahan
dengan mengaktifkan faktor X (Xa) di jalur umum dari pembekuan.
Fibrinogen thrombin kemudian memotong kebentuk aktif
fibrin.Kekurangan faktor menyebabkan hypoprothrombinemia.

c. Faktor III

Jaringan Tromboplastin: koagulasi faktor yang berasal dari beberapa


sumber yang berbeda dalam tubuh, seperti otak dan paru-paru;
Jaringan Tromboplastinpenting dalam pembentukan
prothrombinekstrinsik yang mengkonversi prinsip di Jalur koagulasi
ekstrinsik. Disebut juga faktor jaringan.

d. Faktor IV

Kalsium: sebuah faktor koagulasi diperlukan dalam berbagai fase


pembekuan darah.

e. Faktor V

Proaccelerin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relative labil


dan panas, yang hadir dalam plasma, tetapi tidak dalam serum, dan
fungsi baik di intrinsic dan ekstrinsik koagulasi jalur. Proaccelerin
mengkatalisis pembelahan prothrombin trombin yang aktif.
Kekurangan faktor ini, sifat resesif autosomal, mengarah pada
kecenderungan berdarah yang langka yang disebut parahemophilia,
dengan berbagai derajat keparahan. Disebut juga akselerator globulin.

f. Faktor VI

Sebuah faktor koagulasi sebelumnya dianggap suatu bentuk aktif


faktor V, tetapi tidak lagi dianggap dalam skema hemostasis.

g. Faktor VII
Proconvertin: sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relative
stabil dan panas dan berpartisipasi dalam Jalur koagulasi ekstrinsik.
Hal ini diaktifkan oleh kontak dengan kalsium, dan bersama dengan
mengaktifkan faktor III itu faktor X. Defisiensi faktor Proconvertin,
yang mungkin herediter (autosomal resesif) ataud iperoleh (yang
berhubungan dengan kekurangan vitamin K), hasil dalam
kecenderungan perdarahan. Disebut juga serum prothrombin konversi
fakto rakselerator dan stabil.

h. Faktor VIII

Antihemophilic faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang


relative labil dan berpartisipasi dalam jalur intrinsic dari koagulasi,
bertindak (dalam konser dengan faktor von Willebrand) sebagai
kofaktor dalam aktivasi faktor X. Defisiensi, sebuah resesif terkait-X
sifat, penyebab hemofilia A. Disebut juga antihemophilic globulin dan
faktor antihemophilic A.

i. Faktor IX

Tromboplastin Plasma komponen, sebuah faktor koagulasi


penyimpanan yang relative stabil dan terlibat dalam jalur intrinsic dari
pembekuan. Setelah aktivasi, diaktifkan Defisiensi faktor X. Hasil di
hemofilia B. Disebut juga faktor Natal dan faktor antihemophilic B.

j. Faktor X

Stuart faktor, sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relative


stabil dan berpartisipasi dalam baik intrinsic dan ekstrinsik jalur
koagulasi, menyatukan mereka untuk memulai jalur umum dari
pembekuan. Setelah diaktifkan, membentuk kompleks dengan
kalsium, fosfolipid, dan faktor V, yang disebut prothrombinase; hal
ini dapat membelah dan mengaktifkan prothrombin untuk trombin.
Kekurangan faktor ini dapat menyebabkan gangguan koagulasi
sistemik. Disebut juga Prower Stuart-faktor. Bentuk yang diaktifkan
disebut juga thrombokinase.

k. Faktor XI

Tromboplastin plasma yang di atas, faktor koagulasi yang stabil yang


terliba tdalam jalur intrinsic dari koagulasi; sekali diaktifkan, itu
mengaktifkan faktor IX. Lihat juga kekurangan faktor XI. Disebut juga
fakto rantihemophilic C.

l. Faktor XII

Hageman faktor: faktor koagulasi yang stabil yang diaktifkan oleh


kontak dengan kaca atau permukaan asingl ainnya dan memulai jalur
intrinsic dari koagulasi dengan mengaktifkan faktor XI. Kekurangan
faktor in imenghasilkan kecenderungan trombosis.

m. Faktor XIII

Fibrin-faktor yang menstabilkan, sebuah fakto koagulasi yang


merubah fibrin monomer untuk polimer sehingga mereka menjadi
stabil dan tidak larut dalam urea, fibrin yang memungkinka nuntuk
membentuk pembekuan darah. Kekurangan faktor ini memberikan
kecenderungan seseorang hemorrhagic. Disebut juga fibrinase dan
protransglutaminase. Bentuk yang diaktifkan juga disebut transgluta-
minase.

2. Peran Vitamin K
Mengkonsumsi vitamin K karena dapat mempercepat proses
pembekuan darah (koagulan). Sumber yang mengandung vitamin K =
tomat, susu, kuning telur, sayuran segar, dll. Vitamin K juga dapat
menbantu mengubah protrombin menjadi trombin untuk pembekuan
darah. Selain itu sumber terbesar dari vitamin K (vitamin K1 atau
phylloquinone) berasal dari tumbuh-tumbuhan, seperti sayur-sayuran
hijau, seperti kangkung dan lobak Swiss, memiliki kandungan vitamin K1
yang berlimpah. Selain itu sejumlah besar makanan seperti brokoli, taoge,
bayam, dan kembang kol juga mengandung vitamin K. Apabila sumber
makanan di atas dikonsumsi dengan jumlah mencukupi, maka tidak perlu
mengonsumsi suplemen vitamin K tambahan.
- Fungsi vitamin K antara lain
a. memelihara kadar normal faktor-faktor pembeku darah, yaitu
faktor II, VII, IX, dan X, yang disintesis di hati;
b. berperan dalam sintesis faktor II, yaitu protrombin
c. sebagai komponen koenzim dalam proses fosforilasi.
Vitamin K ditemukan oleh Dam dan Schondeyder. Escherichia coli
merupakan bakteri yang dapat membentuk vitamin K di dalam usus besar
manusia. Vitamin K berfungsi untuk membentuk protrombin di dalam
hati. Protrombin merupakan zat yang penting untuk proses pembekuan
darah. Oleh karena itu, jika tubuh kekurangan vitamin K, maka akan
menyebabkan terganggunya proses pembekuan darah.

Untuk memenuhi kebutuhan vitamin K terbilang cukup mudah


karena selain jumlahnya terbilang kecil, sistem pencernaan manusia
sudah mengandung bakteri yang mampu mensintesis vitamin K, yang
sebagian diserap dan disimpan di dalam hati. Namun begitu, tubuh masih
perlu mendapat tambahan vitamin K dari makanan. Meskipun kebanyakan
sumber vitamin K di dalam tubuh adalah hasil sintesis oleh bakteri di
dalam sistem pencernaan, namun Vitamin K juga terkandung dalam
makanan, seperti hati, sayur-sayuran berwarna hijau yang berdaun banyak
dan sayuran sejenis kobis (kol) dan susu. Vitamin K dalam konsentrasi
tinggi juga ditemukan pada susu kedele, teh hijau, susu sapi, serta daging
sapi dan hati. Jenis-jenis makanan probiotik, seperti yoghurt yang
mengandung bakteri sehat aktif, bisa membantu menstimulasi produksi
vitamin ini.

3. Komposisi Cairan dan Tekanan Cairan Tubuh


Dengan makan dan minum tubuh kita mendapat air, elektrolit,
karbohidrat, lemak, vitamin dan zat-zat lainnya. Dalam waktu 24 jam
jumlah air dan elektrolit yang masuk dan keluar melalui kemih, tinja,
keringat dan uap pernapasan pada orang dewasa kira-kira sama seperti
pada tabel di bawah ini.

Masukan (ml per 24 jam) Keluaran (ml per 24 jam)

Minum 800 – 1700 Urine 600 – 1600

Makan 500 -1000 Faeces 50 – 200

Oksidasi 200 – 300 IWL 850 – 1200

Jumlah 1500 – 3000 Jumlah 1500 –

3000

Kandungan air pada saat bayi lahir adalah sekitar 75% BB dan pada
saat berusia 1 bulan sekitar 65% BB. Komposisi cairan pada tubuh dewasa
pria adalah sekitar 60% BB, sedangkan pada dewasa wanita 50% BB.
Sisanya adalah zat padat seperti protein, lemak, karbohidrat. Air dalam
tubuh berada di beberapa ruangan, yaitu intraseluler sebesar 40% dan
ekstraseluler sebesar 20%. Cairan ekstraseluler merupakan cairan yang
terdapat di ruang antarsel (interstitial) sebesar 15% dan plasma sebesar
5%. Cairan antarsel khusus disebut cairan transeluler misalnya cairan
serebrospinal, cairan persendian, cairan peritoneum.

Tubuh manusia terdiri atas cairan dan zat padat. Empat puluh persen
tubuh manusia merupakan zat padat seperti protein, lemak, mineral,
karbohidrat, material organik dan non organic. Enam puluh persen sisanya
adalah cairan. Dari 60% komposisi cairan, 20 % merupakan cairan
ekstraseluler dan 40% merupakan cairan intraselluler. Empat persen cairan
ekstraseluler berada dalam pembuluh darah berupa plasma darah dan 16%
terdapat di interstisial.

4. Genetika dan kromosom yang mempengaruhi kejadian hemophilia.


Gen adalah "substansi hereditas" yang terletak di dalam kromosom.
Gen bersifat sebagai materi tersendiri yang terdapat dalam kromosom,
mengandung informasi genetika, dan dapat menduplikasikan diri pada
peristiwa pembelahan sel.

Kromosom adalah struktur benang dalam inti sel yang bertanggung


jawab dalam hal sifat keturunan (hereditas). Kromosom adalah khas bagi
makhluk hidup.

Sepasang kromosom adalah "HOMOLOG" sesamanya, artinya


mengandung lokus gen-gen yang bersesuaian yang disebut ALELA.
LOKUS adalah lokasi yang diperuntukkan bagi gen dalam kromosom.
ALEL GANDA (MULTIPLE ALLELES) adalah adanya lebih dari satu
alel pada lokus yang sama.

Dikenal dua macam kromosom yaitu:

a. Kromosom badan (Autosom).


b. Kromosom kelamin / kromosom seks (Gonosom).

Mutasi kromosom adalah perubahan yang terjadi pada struktur


kromosom. Mutasi kromosom ini bisa terjadi secara spontan ataupun
tidak spontan. Salah satu penyebab mutasi kromosom misalnya adalah
radiasi pada kromosom. Akibat dari mutasi kromosom misalnya adalah
berbagai kelainan genetik seperti sindrom Wolf-Hirschhorn, sindrom
Turner, sindrom Klinefelter, dan lainnya. Ada enam macam mutasi
kromosom:

a. Delesi adalah mutasi kromosom di mana sebagian dari kromosom


menghilang. Delesi bisa terjadi akibat kegagalan ketika
bertranslokasi ataupun tidak kembali menyambungnya bagian
kromosom setelah kromosom putus. Salah satu kelainan genetik
akibat delesi adalah sindrom Wolf-Hirscchorn di mana terjadi
delesi pada lengan-p kromosom 4.
b. Duplikasi adalah mutasi kromosom di mana sebagian dari
kromosom mengalami penggandaan (duplikasi). Duplikasi
menyebabkan adanya materi genetik tambahan
c. Translokasi adalah tersusun kembalinya kromosom dari susunan
sebelumnya. Ada dua macam translokasi yaitu translokasi
resiprok dan translokasi Robertsonian. Pada translokasi resiprok,
ada dua kromosom yang bertukar materi genetik. Sementara pada
translokasi Robertsonian, kedua lengan pendek kromosom hilang
dan lengan panjangnya membentuk kromosom baru. Translokasi
Robertsonian biasanya terjadi pada kromosom dengan bentuk
akrosentrik (kromosom yang letak sentromernya berada
mendekati ujung, salah satu lengan pendeknya sangat pendek
sehingga seperti tidak terlihat). Translokasi Robertsonian pada
manusia terjadi pada kromosom 13, 14, 15, 21, dan 22.
d. Inversi adalah penyusunan kembali materi genetik kromosom
tetapi terbalik dari susunan sebelumnya.
e. Formasi cincin, kedua ujung lengan kromosom berfusi
membentuk bulatan seperti cincin. Ada tiga kemungkinan, kedua
ujung lengan kromosom akan menghilang kemudian kedua lengan
berfusi, hanya salah satu ujung lengan kromosom yang
menghilang kemudian kedua lengan berfusi, atau pada kasus yang
lebih langka kedua lengan berfusi tanpa adanya penghilangan
bagian ujung lengan kromosom.
f. Isokromosom terjadi pada kromosom yang kehilangan salah satu
lengannya, kemudian mengkopi lengannya yang tidak hilang.
Hasil kopian lengan yang tersisa ini merupakan pencerminan dari
lengan kromosom yang tidak hilang.

Gen hemofilia ada pada kromosom X. Kromosom X merupakan salah


satu dari dua kromosom yang menentukan jenis kelamin. Kromosom
yang lainnya adalah kromosom Y. Laki-laki memiliki kombinasi
kromosom XY, sedangkan perempuan XX.

Pada proses pembuahan, ayah dan ibu masing-masing


menyumbangkan salah satu kromosomnya. Ayah bisa menyumbangkan X
atau Y, sementara ibu hanya bisa menyumbangkan salah satu X. Apabila
ayah menyumbangkan Y, maka akan menjadi laki-laki (XY), sementara
apabila menyumbangkan X, maka akan menjadi perempuan (XX).

Laki-laki memiliki satu kromosom X dan satu kromosom Y. Apabila


kromosom X tersebut membawa gen hemofilia, maka dia menderita
hemofilia.

Perempuan memiliki dua kromosom X. Apabila salah satu kromosom


X membawa gen hemofilia, dia masih memiliki kromosom X lain yang
normal. Dia tidak menderita hemofilia, akan tetapi hanya menjadi
pembawa sifat (carrier). Dia akan menderita hemofilia apabila kedua
kromosom X membawa gen hemofilia, dan ini sangat jarang terjadi.

Penjelasan di atas dapat digambarkan:

 Ayah hemofilia dan ibu normal


o Anak laki-laki normal
o Anak perempuan pembawa sifat
 Ayah normal dan ibu pembawa sifat
o Anak laki-laki memiliki kemungkinan menderita hemofilia
o Anak perempuan memiliki kemungkinan menjadi pembawa sifat
 Ayah hemofilia dan ibu hemofilia
o Anak laki-laki hemofilia
o Anak perempuan hemofilia

Dengan demikian dapat diketahui bahwa hemofilia hanya


diderita oleh laki-laki. Perempuan hanya sebagai pembawa sifat.
Perempuan akan menderita hemofilia hanya apabila ia terlahir dari ayah
hemofilia dan ibu pembawa sifat.
5. Definisi Hemofilia
Hemofilia adalah suatu kelainan perdarahan akibat kekeurangan salah
satu faktor pembekuan darah. Hemofilia berasal dari bahasa Yunani Kuno,
yang terdiri dari dua kata yaitu haima yang berarti darah dan philia yang
berarti cinta atau kasih sayang.Hemofilia adalah suatu penyakit yang
diturunkan, yang artinya diturunkan dari ibu kepada anaknya pada saat
anak tersebut dilahirkan.Darah pada seorang penderita hemofilia tidak
dapat membeku dengan sendirinya secara normal. Proses pembekuan
darah pada seorang penderita hemofilia tidak secepat dan sebanyak orang
lain yang normal. Ia akan lebih banyak membutuhkan waktu untuk proses
pembekuan darahnya. Penderita hemofilia kebanyakan mengalami
gangguan perdarahan di bawah kulit; seperti luka memar jika sedikit
mengalami benturan, atau luka memar timbul dengan sendirinya jika
penderita telah melakukan aktifitas yang berat; pembengkakan pada
persendian, seperti lulut, pergelangan kaki atau siku tangan. Hemofilia
terdiri dari 2 jenis dan seringkali disebut dengan "The Royal Diseases"
atau penyakit kerajaan. Untuk kewaspadaan medis, penderita hemofilia
harus mengenakan gelang atau kalung penanda hemophilia

6. Klasifikasi atau Jenis-Jenis Hemophilia

Terdapat 2 jenis hemofilia:

1. Hemofilia A (Hemofilia klasik) adalah kekurangan faktor VIII, yang


meliputi 80% kasus.

Hemofilia A; yang dikenal juga dengan nama :

- Hemofilia Klasik; karena jenis hemofilia ini adalah yang paling


banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah.
- Hemofilia kekurangan Factor VIII; terjadi karena kekurangan
faktor 8 (Factor VIII) protein pada darah yang menyebabkan
masalah pada proses pembekuan darah.

2. Hemofilia B (penyakit Christmas) adalah kekurangan faktor IX.


Pola perdarahan dan akibat dari kedua jenis hemofilia tersebut adalah
sama
- Christmas Disease; karena di temukan untuk pertama kalinya
pada seorang bernama Steven Christmas asal Kanada
- Hemofilia kekurangan Factor IX; terjadi karena kekurangan
faktor 9 (Factor IX) protein pada darah yang menyebabkan
masalah pada proses pembekuan darah.

7. Faktor Risiko Dari Tiap Klasifikasi Hemophilia


- Mutasi genetic yag didapat atau diturunkan
- Hemophilia A yang disebabkan kurangnya faktor pembekuan VIII
(AHG)
- Hemophilia B yang disebabkan kurangnya faktor pembekuan IX
(Plasma Tromboplastic Antecenden)

8. Manifestasi Klinis Dari Setiap Klasifikasi Hemophilia


Bayi yang terkena berat dapat menderita pendarahan banyak setelah
disunat. Haematrosis nyeri dan berulang dan haematoma otot
mendominasi perjalanan klinis-dengan deformitas progresif dan pincang .
Perdarahan yang memanjang terjadi setelah pencabutan gigi. Haematuria
lebih umum daripada perdarahan gastrointestinal. Perdarahan operasi dan
ruda paksa adalah mengancam jiwa baik pada pasien yang berat dan
ringan. Walaupun tidak biasa, perdarahan intraserebral spontan terjadi
lebih sering daripada penduduk umum dan merupakan sebab kematian
penting pada pasien dengan penyakit berat.
Berat penyakit sangat berhubungan dengan besar defisiensi factor
pembekuan. Makin nyata bahwa banyak penderita hemofili menderita
penyakit hati subklinis, dan beberapa memperlihatkan gambaran klnis
hepatitis kronis. Mungkin bahwa ini sebagian besar disebabkan banyak
infusi produk darah dan akibat terkena virus hepatitis B, atau non A, non
B. AIDS telah dijelaskan pada kasus jarang. Pseudotumor haemofilic
dapat terjadi pada tulang panjang, pelvis, jari tangan dan jari kaki. Ini
terjadi dari perarahan sub periostal berulang dengan kerusakan tulang
pembentukan tulang baru, perluasan tulang dan fraktur patoogis. Adiksi
obat karena kebutuhan berulang akan obat analgetika adalah masalah pada
beberapa orang belasan tahun atau dewwasa dengan penyakit berat dan
perusakan sendi progresif.
 Tanda Hemofilia :
Penyakit ini ditandai dengan memar besar dan meluas dan
perdarahan kedalam otot, sendi dan jaringan lunak, meskipun hanya
akibat trauma kecil. Hematuri spontan dan perdarahan
gastrointestinal dapat terjadi. Penyakit ini dapat diketahui saat awal
masa kanak – kanak, biasanya saat usia sekolah.
 Gejala Hemofilia :
Pasien yang mengalami hemofilia sering merasakan nyeri pada
sendi sebelum tampak adanya pembengkakkan dan keterbatasan
gerak. Perdarahan sendi berulang dapat mengakibatkan kerusakan
berat sampai terjadi nyeri kronis dan ankilosis ( fiksasi ) sendi.
Kebanyakan pasien mengalami kecacatan akibat kerusakan sendi
sebelum mereka dewasa.

 Komplikasi :
- Komplikasi yang sering ditemukan adalah artropati hemofilia
yaitu penimbunan darah intra artikular yang menetap dengan
akibat degenerasi kartilago dan tulang sendi secara progresif , hal
ini menyebabkan penurunan sampai rusak nya fungsi sendi ,
sendi yang sering mengalami komplikasi adalh sendi lutut ,
pergelangan kaki dan siku.
- Perdarahan yang berkepanjangan akibat tindakan medis sering
ditemukan jika tidak dilakukan terapi pencegahan dengam
memberikan faktor pembekuan darah bagi hemofilia sedang dan
berat sesuai dengan tindakan medis yang dilakukan sedangkan
perdarahan akibat trauma sehari-hari yang tersering berupa
hemartosis , perdarahan intramuskular dan hematom . perdarahan
intrakranial jarang terjadi namun jika terjadi berakibat fatal .

9. Patofisiologi Hemofilia
Perdarahan karena gangguan pada pembekuan biasanya terjadi pada
jaringan yang letaknya dalam seperti otot, sendi, dan lainya yang dapat
terjadi kerena gangguan pada tahap pertama, kedua dan ketiga, disini
hanya akan di bahas gangguan pada tahap pertama, dimana tahap pertama
tersebutlah yang merupakan gangguan mekanisme pembekuan yang
terdapat pada hemofili A dan B. Perdarahan mudah terjadi pada hemofilia,
dikarenakan adanya gangguan pembekuan, di awali ketika seseorang
berusia ± 3 bulan atau saat akan mulai merangkak maka akan terjadi
perdarahan awal akibat cedera ringan, dilanjutkan dengan keluhan-keluhan
berikutnya.
Hemofilia juga dapat menyebabkan perdarahan serebral, dan berakibat
fatal.Rasionalnya adalah ketika mengalami perdarahan, berarti terjadi luka
pada pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir keseluruh
tubuh).Darah keluar dari pembuluh. Pembuluh darah mengerut/ mengecil
kemudian Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh
apabila kekurangan jumlah factor pembeku darah tertentu, mengakibatkan
anyaman ( Benang Fibrin) penutup luka tidak terbentuk sempurna,
akibatnya darah tidak berhenti mengalir keluar pembuluh. Sehingga
terjadilah perdarahan.

10. Pathway Hemophilia

11. Pemeriksaan Diagnostic Pada Hemofilia


- Uji skrining untuk koagulasi darah
a. Jumlah trombosit (normal 150.000-450.000 tombosit per mm3
darah)
b. masa protombin (normal memerlukan waktu 11-13 detik)
c. Masa tromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan
faktor koagulasi intrinsik)
d. Assays fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan
diagnosis)
e. Masa pembekuan trombin (normalnya 10-13 detik)
- Biopsi hati (kadang-kadang) digunakan untuk memperoleh jaringan
untuk pemeriksaan patologi dan kultur.
- Uji fungsi faal hati (kadang-kadang) digunakan untuk mendeteksi
adanya penyakit hati (misalnya, serum glutamic-piruvic transaminase
[SPGT], serum glutamic-oxaloacetic transaminase [SGOT], fosfatase
alkali, bilirubin).(Betz & Sowden, 2002)
- Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan waktu perdarahan yang
normal, tetapi PTT memanjang. Terjadi penurunan pengukuran faktor
VIII. Selanjutnya dapat juga dilakukan pemeriksaan prenatal untuk
gen yang bersangkutan.

12. Penatalaksanaan Medik


Pengobatan yang diberikan untuk mengganti factor VIII atau faktot IX
yang tidak ada pada hemofilia A diberikan infus kriopresipitas yang
mengandung 8 sampai 100 unit faktor VIII setiap kantongnya. Karena
waktu paruh faktor VIII adalah 12 jam sampai pendarahan berhenti dan
keadaan menjadi stabil. Pada defisiensi faktor IX memiliki waktu paruh 24
jam, maka diberikan terapi pengganti dengan menggunakan plasma atau
konsentrat factor IX yang diberikan setiap hari sampai perdarahan
berhenti.
Immobilisasi sendi dan udara dingin (seperti kantong es yang
mengelilingi sendi) bisa memberi pertolongan. Jika terjadi nyeri maka
sangat penting untuk mengakspirasi darah dan sendi. Ketika perdarahan
berhenti dan kemerahan mu;ai menghilang klien harus aktif dalam
melakukan gerakan tanpa berat badan untuk mencegah komplikasi seperti
deformitas dan atrofi otot.
Analgesik dan kortikosteroid dapat mengurangi nyeri sendi dan
kemerahan pada hemofilia ringan pengguna hemopresin intra vena
mungkin tidak diperlukan untuk AHF. sistem pembekuan darah yang
sifatnya hanya sementara, sehingga tidak perlu dilakukan transfusi.
Biasanya pengobatan meliputi transfuse untuk menggantikan kekurangan
faktor pembekuan. Faktor-faktor ini ditemukan di dalam plasma dan
dalam jumlah yang lebih besar ditemukan dalam plasma konsentrat.
Penatalaksanaan secara umum :
o Medik
 replacement Therapy
 Injeksi
o Keperawatan
 perawatan kesehatan secara umum
 perawatan kesehatan khusus

Terapi dan Diet

a. Terapi suportif

Terapi ini berfungsi untuk menormalkan kadar faktor


antihemifilia yang kurang.Beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:

- Melakukan pencegahan baik menghindari luka/benturan.


- Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan
kadar aktivitas faktor pembekuan sekitar 30-50%.
- Untuk mengatasi perdarahan akut maka dilakukan tindakan
pertama seperti rest,ice, compressio, elevation (RIC) pada lokasi
perdarahan.
- Pemberian kortikosteriod, membantu untuk menghilangkan proses
inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut
hemartrosis. Pemberian predmison 0,5 -1 mg/kg BB/hari selama
5-7 hari dapat mencegah terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (
artrosis) yang mengganggu aktivitas harian serta menurunkan
kualitas hidup pasien hemofilia.
- Pemakaian analgetik diindikasikan pada pasien hemartrosis
dengan nyeri hebat, dan sebaiknya dipilih analgetik yang tidak
mengganggu agregasi trombosit ( ahrus dihindari pemakaian
aspirin dan antikoagulan )
- Rehabilitasi medik; pada arthritis hemofilia meliputi: latihan
pasif/aktif, terapi dingin dan panas ( hati-hati), penggunaan
ortosis, terapi psikososial dan terapi rekreasi serta edukasi.

b. Terapi pengganti faktor pembekuan

Pemberian faktor pembekuan dilakukan 3 kali seminggu untuk


menghindari kecacatan fisik ( terutama sendi ) sehingga pasien
hemofilia dapat melakukan aktivitas normal. Terapi pengganti faktor
pembekuan pada kasus hemofilia dilakukan dengan memberikan faktor
VIII atau faktor IX, baik rekombinan, konsentrat, maupun komponen
darah yang mengandung cukup banyak faktor-faktor pembekuan.
Pemberian biasanya dilakukan dalam beberapa hari sampai luka atau
pembengkakan mermbaik, khususnya selama fisioterapi.

- Konsentrat faktor VIII/IX

Faktor IX tersedia dalam 2 bentuk yaitu protrombin complex


concentrates (PCC) yang berisi faktor II, VII, IX, dan X, dan
purifiat F IX concentrates yang berisi jumlah F IX tanpa faktor
yang lain. PCC dapat menyebabkan trombosis paradok sikal dan
koagulasi intravena tersebar yang disebabkan oleh sejumlah
konsentrat faktor pembekuan lain. Resiko ini dapat meningkat
pada pemberian F IX berulang. Waktu paruh F VII adalah 8-12
jam sedangkan F IX 24 jam dan volum distribusi dari F IX kira-
kira 2 kali dari F VIII.

- Kriopresipitat AHF

Adalah satu komponen darah non seluler yang merupakan


konsentrat plasma tertentu yang mengandung F VIII, fibrinogen,
faktor von Willebrand. Diberikan apabila konsentrat F VIII tidak
ditemukan. Satu kantong kriopresipitat berisi 80-100 U F VIII
dapat meningkatkan F VIII 35%. Efek sampingnya terjadi alergi
dan demam.

c. 1-deamino 8-D Arginin Vasopresin ( DDAVP) atau Desmopresin.


Untuk merangsang peningkatan kadar aktivitas F VIII di dalam
plasma sampai 4 kali, namun bersifat sementara. Pemberian secara
intravena dengan dosis 0,3 mg/kg BB dalam 30-50 NaCl 0.9% selama
15-20 menit dengan lama kerja 8 jam. Dengan efek memuncak dalam
waktu 30-60 menit. Pemeberian DDAVP untuk pencegahan
perdarahan dilakukan setiap 12-24 jam. Efek sampingnya berupa
takikardi, flushing, trombosis dan hiponatremia.

d. Antifibrinolitik

Digunakan pada pasien hemofilia B untuk menstabilisasikan


bekuan/fibrin dengan cara menghambat proses fibrinolisis. Dapat
diberikan secara oral maupun intravena untuk Epsilon aminocaproic
acid (EACA ) dengan dosis awal 200 mg/kg BB diikuti 100 mg/kg BB
setiap 6 jam. Asam traneksamat diberikan dengan dosis 25 mg/kg BB (
maksimal 1,5 gr ) secara oral atau 10 mg/kg BB ( maksimal 1 gr )
secara intravena setiap 8 jam. Juga dapat dilarutkan 10 % bagian
dengan cairan parenteral, terutama salin normal.

e. Terapi Gen

Saat ini sedang intensif dilakukan penelitian invivivo dengan


memindah fektor adenovirus yang membawa gen antihemofilia
kedalam sel hati. Gen F VII relatif lebih sulit dibandingkan Gen F IX,
karena ukurannya ( 9 kg ) lebih besar, namun pada akhir tahun 1998
para ahli berhasil melakukan pemindahan plasmid-based F VIII secara
ex vivo ke fibroblas.

13. Farmakologi Hemofilia dan Implikasi Keperawatannya


 Karbazokrom natrium sulfonat 5 mg/ml: 10 mg/tablet; 30
mg/tablet forte.
Indikasi: Tendensi pendarahan disebabkan menurunnya resistensi
kapiler dan meningkatnya permeabilitas kapiler, pendarahan di kulit,
mukosa dan membran & membran internal, nefrotik hemmorrhage &
metrorrhagia, pendarahan abnormal selama/paska operasi akibat
penurunan resistensi kapiler.
Dosis: Dewasa: 30-90 mg/oral dibagi 3 dosis terbagi; ampul (2ml) IM
atau SC 1 kali per hari;1 ampul (5 ml) - 2 ampul (10ml) IV atau infus
1x sehari, dosis dapat ditambah atay dikurangi usia dan berat ringan
gejala.
Kemasan: Dos 100 tablet (AC-17).

 DANOCHROM
KOMPOSISI : tiap tablet mengandung :
karbazokrom sulfonat........................10 mg
INDIKASI : mencegah dan menghentikan perdarahan yang terjadi
akibat pembuluh
darah kapiler yang pecah maupun perdarahan yang terjadi sesudah
operasi.
KONTRA-INDIKASI : Hoersensitivas terhadap karbazokrom
DOSIS : menurut petunjuk dokter
 HEMOSTATIK - ANTIHEMORHAGIK
PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN PERDARAHAN
KOMPOSISI :

Tiap ml larutan Dicynone injeksi mengandung 125 mg Etamsilat

Tiap tablet Dicynone mengandung 500 mg Etamsilat

MEKANISME KERJA : DICYNONE bekerja pada fase vaskuler dari


hemostasis, dengan cara :

- Memulihkan daya lekat dari platelet yaog targanggu.

- Memulihkan lapisan endo-endothelium dari fibrin

- Menghambat sintesa Prostasiklin yang merupakan


antihemostatik,

- Dengan demikian memulihkan resistensi kapiler yang


berkurang. Hal ini yang menjelaskan cara kerja Dicynone
yang nyata pada perdarahan. Selain itu, DICYNONE
mempercepat proses normal dari pembekuan (pembentukan
thromboplastin) pada temperatur di bawah 37°C, dan tidak
menyebabkan trombosis dalam aliran darah.

 TOLERANSI : Toksisitas tidak ada, Tidak ada efek sampingan dan


khususnya tidak ada risiko terjadinya trombosis. DICYNONE
dapat diberikan bersamaan dengan pengobatan anti-koagulansia.
DICYNONE dapat diberikan pada wanita hamil.
DOSIS :

DALAM PEMBEDAHAN-(BEDAH UMUM DAN BEDAH


KHUSUS) Sebelum operasi : Selama 2 atau 3 hari sebelum operasi :
3 x 1 tablet sehari.
Satu jam sebelum operasi: 2 ampul I.V. atau I.M. Selama operasi:
I.M. atau I.V. bila diperlukan, atau 4 ampul dalam cairan infus.
Dalam keadaan darurat, untuk efek yang segera, 2 ampul t.V. dan 2
ampul I.M.

SESUDAH OPERASI :
Selama 4 harl sesudah operasi, 2 ampul I.V. atau I.V. pagi dan
petang, atau 3 tablet sehari dibagi dalam 3 dosis.

 UNTUK ANAK-ANAK 1/2 DOSIS ORANG DEWASA

DALAM KEDOKTERAN UMUM DAN BIDANG KEAHLIAN


LAINNYA Untuk pengobatan atau pencegahan semua perdarahan
kapiler (pada lambung, usus, kebidanan........dsb.) ecchymosis,
purpura, hematoma.
Keadaan darurat : 3 x 2 ampul sehari I.V atau I.M Pencegahan dan
terapi konsolidasi: 3 x 1 tablet.sehari

 UNTUK ANAK-ANAK 1/2 DOSIS ORANG DEWASA


CATATAN : Larutan dalam ampul dapat juga diminum setelah
lebih dahulu diencerkan dalam setengah gelas air.
KEMASAN :

Dus isi 6 ampul yang mudah dipatahkan


Ampul :
Tiap ampul (2 mi) mengandung 250 mg Etamsilat.

Dus isi 20 tablet.


Tablet :
Tiap tablet mengandung 500 mg Etamsilat

Ampul No : Reg. D 7813050 Tablet No. Reg. : DL 2010373

 KALNEX
Tranexamic acid
KOMPOSISI :
Tranexamic acid kapsul:
Tiap kapsul mengandung Tranexamic acid....................................
250 mg
Tranexamic acid tablet:
Tiap tablet mengandung Tranexamic acid....................................
500 mg
Tranexamicacid inieksi:
Tiap mL injeksi ( 5% W/v ) mengandung Tranexamic
acid..................... 50 mg
Tranexamicacid inieksi:
Tiap mL injeksi ( 10% M/v ) mengandung Tranexamicacid
.................... 100 mg
Struktur kimia : Tranexamic acid merupakan zat hablur atau serbuk
hablur putih,tidak berbau dengan rasa pahit,serta mempunyai
struktur kimia sebagai berikut:
Tranexamic acid larut dalam air pada 25 derajat C dengan
konsentrasi kira-kira 11%,sedikit larut dalam metanol,etanol dan
benzene dan sangat sedikit larut dalam eter dan aseton.

Farmakologi :
AKivitas antiolasminik
KALNEX menghambat aktivitas dari aktivator plasminogen dan
plasmin.
Aktivitas anti plasminik dari KALNEX telah dibuktikan dengan
berbagai percobaan "invilro" penentuan aktivitas plasmin
dalam darah dan aktivitas plasma setempat,setelah diberikan pada
tubuh manusia.
Aktivitas hemostatis KALNEX mencegah degradasi
fibrin,pemecahan trombosit,peningkatan kerapuhan vascular dan
pemecahan faktor koagulasi.Efek ini terlihat secara klinis dengan
berkurangnya jumlah perdarahan,berkurangnya waktu
perdarahan dan lama perdarahan.
Indikasi :
Untuk fibrinolisis lokal seperti
epistaksis,prostatektomi,konisasiserviks.
Edemaangioneurotikherediter.
 Perdarahan abnormal sesudah operasi.
Perdarahan sesudah operasi gigi pada penderita
hemofilia.
Dosis dan cara pemberian
KALNEX 250 mg kapsul:
Dosis lazim secara oral untuk dewasa : sehari 3-4 kali 1-2
kapsul.
KALNEX@ 500 mg tablet:
 Dosis lazim secara oral untuk dewasa : sehari 3-4 kali 1 tablet.
KATNEX 50 mg injeksi
Sehari 1-2 ampul (5-10 mL) disuntikkan secara intravena atau
intramuskular,dibagi dalam 1-2 dosis.Pada waktu atau setelah
operasi,bila diperlukan dapat diberikan sebanyak 2-10 ampul (10-
50 mL) dengan cara infus intravena.
KALNEX 100mg injeksi:
2,5-5 mL per hari disuntikkan secara inlravena atau
intramuskular,dibagi dalam 1-2 dosis.Pada waktu atau sesudah
operasi,bila perlu,5-25 mL diberikan dengan cara infus intravena.
Dosis KALNEx harus disesuaikan dengan keadaan pasien masing-
masing sesuai dengan umur atau kondisi klinisnya.
Peringatan dan perhatian
Bila diberikan secara intravena,dianjurkan untuk menyuntikkan
nya perlahan-lahan seperti halnya pemberian/penyuntikan
sediaan kalsium (10 mL/1-2 menit).
Hati hati digunakan pada penderita insufisiensi ginjal karena resiko
akumulasi.
Pedoman untuk pasien/penderita insufisiensi ginjal berat.
Tranexamic acid tidak diindikasikan pada hematuria yang
disebabkan oleh parenkim renal,pada kondisi ini sering terjadi
presipitasi fibrin dan mungkin memperburuk
penyakit.
Tranexamic acid digunakan pada wanita hamil hanya jika secara
jelas diperlukan.
Hati-hati diberikan pada ibu menyusui untuk menghindari resiko
bayi.
Efek samping :
Gangguan-gangguan gastrointestinal,mual,muntah-
muntah,anoreksia,pusing,eksanlema dan sakit kepala dapat
timbul pada pemberian secara oral.
Gejala-gejala ini menghilang dengan pengurangan dosis atau
penghentian pengobatannya.
Dengan injeksi intravena yang cepat dapat menyebabkan pusing
dan hipotensi.
Interaksi
obat
Larutan injeksi Tanexamic acid jangan ditambahkan pada tranfusi
atau injeksi yang mengandung penisillin.
Kemasan KALNEX Kapsul (250) : Dos berisi 10 strip x
10 kapsul
Reg.No.DKL9111614301A1
KALNEX Tablet (500) : Dos berisi 10 strip x 10
tablet
Reg.No.DKL9111614217A1 KALNEX Injeksi (5% w/v) 5
mL
Dos berisi 10
ampul
Reg.No.DKL9]11614143A1
KALNEX Injeksi (10% w/v)5 mL : Dos berisi 10
ampul

KALNEX
Tranexamic acid

 Komposisi

Tranexamic acid kapsul:

Tiap kapsul mengandung Tranexamic acid 250 mg

Tranexamic acid tablet:

Tiap tablet mengandung Tranexamic acid 500 mg

Tranexamicacid infeksi:

Tiap mL injeksi ( 5% W/v ) mengandung Tranexamic acid 50 mg

Tranexamicacid inieksi:

Tiap mL injeksi ( 10% M/v ) mengandung Tranexamicacid 100 mg

 Struktur kimia : Tranexamic acid merupakan zat hablur atau


serbuk hablur putih,tidak berbau dengan rasa pahit,serta
mempunyai struktur kimia sebagai berikut:
Tranexamic acid larut dalam air pada 25 derajat C dengan
konsentrasi kira-kira 11%,sedikit larut dalam metanol,etanol dan
benzene dan sangat sedikit larut dalam eter dan aseton.
Farmakologi
AKivitas antiplasminik KALNEX menghambat aktivitas dari
aktivator plasminogen dan plasmin.
Aktivitas anti plasminik dari KALNEX telah dibuktikan dengan
berbagai percobaan "invilro" penentuan aktivitas plasmin dalam
darah dan aktivitas plasma setempat,setelah diberikan pada tubuh
manusia.
Aktivitas hemostatis KALNEX mencegah degradasi
fibrin,pemecahan trombosit,peningkatan kerapuhan vascular dan
pemecahan faktor koagulasi.Efek ini terlihat secara klinis dengan
berkurangnya jumlah perdarahan,berkurangnya waktu
perdarahan dan lama perdarahan.
Indikasi

- Untuk fibrinolisis lokal seperti epistaksis,prostatektomi,konisasiserviks.

- Edemaangioneurotikherediter.

- Perdarahan abnormal sesudah operasi.

- Perdarahan sesudah operasi gigi pada penderita hemofilia.

 Dosis dan cara pemberian

KALNEX 250 mg kapsul:

sehari 3-4 kali 1-2


Dosis lazim secara oral untuk dewasa:
kapsul.

KALNEX@ 500 mg tablet:

sehari 3-4 kali 1


Dosis lazim secara oral untuk dewasa :
tablet.

KATNEX 50 mg injeksi

Sehari 1-2 ampul (5-10 mL) disuntikkan secara


intravena atau intramuskular,dibagi dalam 1-2
dosis.Pada waktu atau setelah operasi,bila diperlukan
dapat diberikan sebanyak 2-10 ampul (10-50 mL)
dengan cara infus intravena.

KALNEX 100mg injeksi:

2,5-5 mL per hari disuntikkan secara inlravena atau


intramuskular,dibagi dalam 1-2 dosis.Pada waktu atau
sesudah operasi,bila perlu,5-25 mL diberikan dengan
cara infus intravena.
Dosis KALNEx harus disesuaikan dengan keadaan
pasien masing-masing sesuai dengan umur atau
kondisi klinisnya.

 Peringatan dan perhatian

Bila diberikan secara intravena,dianjurkan untuk menyuntikkan nya


perlahan-lahan seperti halnya pemberian/penyuntikan sediaan
kalsium (10 mL/1-2 menit).

Hati hati digunakan pada penderita insufisiensi ginjal karena resiko


akumulasi.

Pedoman untuk pasien/penderita insufisiensi ginjal berat.

Tranexamic acid tidak diindikasikan pada hematuria yang


disebabkan oleh parenkim renal,pada kondisi ini sering terjadi
presipitasi fibrin dan mungkin memperburuk penyakit.

Tranexamic acid digunakan pada wanita hamil hanya jika secara


jelas diperlukan.

Hati-hati diberikan pada ibu menyusui untuk menghindari resiko


bayi.

 Efek samping

Gangguan-gangguan gastrointestinal,mual,muntah-
muntah,anoreksia,pusing,eksanlema dan sakit kepala dapat timbul
pada pemberian secara oral.

Gejala-gejala ini menghilang dengan pengurangan dosis atau


penghentian pengobatannya.

Dengan injeksi intravena yang cepat dapat menyebabkan pusing


dan hipotensi.

 Interaksi obat
Larutan injeksi Tanexamic acid jangan ditambahkan pada tranfusi
atau injeksi yang mengandung penisillin.

Kemasan KALNEX Dos berisi 10 strip x 10 Reg.No.DKL911161


Kapsul (250) : kapsul 4301A1

KALNEX Tablet Dos berisi 10 strip x 10 Reg.No.DKL911161


(500) : tablet 4217A1
KALNEX Injeksi (5% Reg.No.DKL9]11614
Dos berisi 10 ampul
w/v) 5 mL : 143A1

KALNEX Injeksi Reg.No.DKL911161


Dos berisi 10 ampul
(10% w/v)5 mL : 4143B1

KALNEX
Tranexamic acid

Komposisi

Tranexamic acid kapsul:

Tiap kapsul mengandung Tranexamic acid 250 mg

Tranexamic acid tablet:

Tiap tablet mengandung Tranexamic acid 500 mg

Tranexamicacid inieksi:

Tiap mL injeksi ( 5% W/v ) mengandung Tranexamic acid 50 mg

Tranexamicacid inieksi:

Tiap mL injeksi ( 10% M/v ) mengandung Tranexamicacid 100 mg

Struktur kimia : Tranexamic acid merupakan zat hablur atau


serbuk hablur putih,tidak b au dengan rasa pahit,serta mempunyai
struktur kimia sebagai berikut:
Tranexamic acid larut dalam air pada 25 derajat C dengan
konsentrasi kira-kira 11%,sedikit larut dalam metanol,etanol dan
benzene dan sangat sedikit larut dalam eter dan aseton.

Farmakologi
AKivitas antiolasminik KALNEX menghambat aktivitas dari
aktivator plasminogen dan plasmin.Aktivitas anti plasminik dari
KALNEX telah dibuktikan dengan berbagai percobaan "invilro"
penentuan aktivitas plasmin dalam darah dan aktivitas plasma
setempat,setelah diberikan pada tubuh manusia.
Aktivitas hemostatis KALNEX mencegah degradasi
fibrin,pemecahan trombosit,peningkatan kerapuhan vascular dan
pemecahan faktor koagulasi.Efek ini terlihat secara klinis dengan
berkurangnya jumlah perdarahan,berkurangnya waktu
perdarahan dan lama perdarahan.
Indikasi

Untuk fibrinolisis lokal seperti epistaksis,prostatektomi,konisasiserviks.

Edemaangioneurotikherediter.

Perdarahan abnormal sesudah operasi.

Perdarahan sesudah operasi gigi pada penderita hemofilia.

Dosis dan cara pemberian

KALNEX 250 mg kapsul:

Dosis lazim secara oral untuk dewasa : sehari 3-4 kali 1-2 kapsul.

KALNEX@ 500 mg tablet:

Dosis lazim secara oral untuk dewasa : sehari 3-4 kali 1 tablet.

KATNEX 50 mg injeksi

Sehari 1-2 ampul (5-10 mL) disuntikkan


secara intravena atau intramuskular,dibagi
dalam 1-2 dosis.Pada waktu atau setelah
operasi,bila diperlukan dapat diberikan
sebanyak 2-10 ampul (10-50 mL) dengan
cara infus intravena.

KALNEX 100mg injeksi:

2,5-5 mL per hari disuntikkan secara


inlravena atau intramuskular,dibagi dalam
1-2 dosis.Pada waktu atau sesudah
operasi,bila perlu,5-25 mL diberikan
dengan cara infus intravena.
Dosis KALNEx harus disesuaikan dengan
keadaan pasien masing-masing sesuai
dengan umur atau kondisi klinisnya.

Peringatan dan perhatian

Bila diberikan secara intravena,dianjurkan untuk menyuntikkan nya


perlahan-lahan seperti halnya pemberian/penyuntikan sediaan kalsium
(10 mL/1-2 menit).

Hati hati digunakan pada penderita insufisiensi ginjal karena resiko


akumulasi.

Pedoman untuk pasien/penderita insufisiensi ginjal berat.

Tranexamic acid tidak diindikasikan pada hematuria yang disebabkan


oleh parenkim renal,pada kondisi ini sering terjadi presipitasi fibrin dan
mungkin memperburuk penyakit.

Tranexamic acid digunakan pada wanita hamil hanya jika secara jelas
diperlukan.

Hati-hati diberikan pada ibu menyusui untuk menghindari resiko bayi.

Efek samping
Gangguan-gangguan gastrointestinal,mual,muntah-
muntah,anoreksia,pusing,eksanlema dan sakit kepala dapat timbul
pada pemberian secara oral.
Gejala-gejala ini menghilang dengan pengurangan dosis atau
penghentian pengobatannya.
Dengan injeksi intravena yang cepat dapat menyebabkan pusing
dan hipotensi.
Interaksi obat
Larutan injeksi Tanexamic acid jangan ditambahkan pada tranfusi
atau injeksi yang mengandung penisillin.

Kemasan KALNEX Dos berisi 10 strip x 10 Reg.No.DKL9111614301


Kapsul (250): kapsul A1

KALNEX Tablet Dos berisi 10 strip x 10 Reg.No.DKL9111614217


(500): tablet A1

KALNEX Injeksi (5% Reg.No.DKL9111614143


Dos berisi 10 ampul
w/v) 5 mL : A1

KALNEX Injeksi Reg.No.DKL9111614143


Dos berisi 10 ampul
(10% w/v)5 mL : B1

Nexa

Zat Aktif
Asam Traneksamat 500 mg/250 mg, 100 mg/ml atau 50 mg/ml
Kemasan

• NEXA™ 500 mg tablet salut selaput (1 box berisi 10 strip @ 10 tablet


salut selaput) No. Reg. DKL0104418017A1

• NEXA™ 250 mg kapsul (1 box berisi 10 strip @ 10 kapsul) No. Reg.


DKL0104418301A1

• NEXA™ 5% w/v inj (1 box berisi 10 ampul @ 5 ml) No. Reg.


DKL0104418243A1

• NEXA™ 10% w/v inj (1 box berisi 10 ampul @ 5 ml) No. Reg.
DKL0104418243B1

Farmakologi

• Aktivitas antiplasminik :

Asam Traneksamat menghambat aktivitas dari aktivator


plasminogen dan plasmin. Aktivitas plasminik dari Asam
Traneksamat telah dibuktikan dengan berbagai percobaan 'In vitro'
penentuan aktivitas plasmin dalam darah dan aktivitas plasma
setempat, setelah diberikan pada tubuh manusia.

• Aktivitas hemostatis :

Asam Traneksamat mencegah degradasi fibrin, pemecahan


trombosit, peningkatan kerapuhan vaskular dan pemecahan faktor
koagulasi. Efek ini terlihat secara klinis dengan berkurangnya
jumlah perdarahan, berkurangnya waktu perdarahan dan lama
perdarahan.

• Aktivitas anti alergi dan anti peradangan :

Asam Traneksamat bekerja dengan cara menghambat produksi


Kinin dan senyawa peptida aktif lainnya yang berperan dalam
proses inflamasi dan reaksi-reaksi alergi.

Indikasi
• Untuk fibrinolisis lokal seperti : epistaksis, prostatektomi, konisasi serviks.

• Edema angioneurotik herediter.

• Perdarahan abnormal sesudah operasi.

• Perdarahan sesudah operasi gigi pada penderita hemofilia.

Kontra Indikasi

• Penderita subarachnoid hemorrhage dan penderita dengan riwayat


tromboembolik.

• Penderita dengan kelainan pada penglihatan warna.

• Penderita yang hipersensitif terhadap Asam Traneksamat.

Dosis
Fibrinolisis lokal :

Oral : 1-1,5 gram 2-3 x sehari.

Dosis yang dianjurkan adalah 500-1000 mg


Parenteral : (iv) dengan injeksi lambat (1ml/menit) 3 x
sehari.

Edema angioneuritik herediter :

Oral : 1-1,5 gram 2-3 x sehari.

Perdarahan abdominal setelah operasi :


1 gram 3 x sehari (injeksi iv pelan-pelan) pada 3 hari pertama,
kemudian dilanjutkan oral 1 gram 3-4 x sehari (dimulai pada hari
ke 4 setelah operasi sampai tidak tampak hematuris secara
makrokopis).
Untuk mencegah perdarahan ulang dapat diberikan per oral 1 gram
3-4 kali sehari selama 7 hari.
Khusus untuk perdarahan setelah operasi gigi pada penderita
hemofilia :

Segera sebelum
: 10 mg/kg BB (iv)
operasi

Setelah operasi : 25 mg/kg BB (oral) 3-4 x sehari selama 6-8 hari.

(pada penderita yang tidak dapat diberikan secara


oral dapat dilakukan terapi pareteral 10 mg/kg
BB/hari dalam dosis bagi 3-4 kali).

Khusus untuk penderita gangguan fungsi ginjal :

Serum kreatinin Dosis oral Dosis i.v.

120-250 (1,36-2,83 15 mg/kg BB 2 x 10 mg/kg BB 2 x


mg/dL) sehari sehari

250-500 (2,83-5,66 15 mg/kg BB 1 x 10 mg/kg BB 1 x


mg/dL) sehari sehari

7,5 mg/kg BB 1 x 5 mg/kg BB 1 x


> 500 (>5,66 mg/dL)
sehari sehari

Efek Samping

• Gangguan-gangguan gastrointestinal : mual, muntah-muntah,


anorexia, eksantema dan sakit kepala dapat timbul pada
pemberian secara oral.
Gejala-gejala ini menghilang dengan pengurangan dosis atau
penghentian pengobatannya.

• Dengan injeksi intravena yang cepat dapat menyebabkan


pusing dan hipotensi. Untuk menghindari hal tersebut maka
pemberian dapat dilakukan
dengan kecepatan tidak lebih dari 1 ml/menit.

Interaksi Obat : Larutan injeksi Asam Traneksamat jangan


ditambahkan pada transfusi atau injeksi yang mengandung
Penisilin.
Peringatan dan Perhatian

• Bila diberikan secara intravena, dianjurkan untuk


menyuntikkannya perlahan-lahan seperti halnya
pemberian/penyuntikan dengan sediaan Kalsium (10 ml/1-2
menit).

• Hati-hati digunakan pada penderita insufisiensi ginjal karena


resiko akumulasi.

• Asam traneksamat tidak diindikasikan pada hematuria yang


disebabkan oleh parenkim renal, pada kondisi ini sering terjadi
presipitasi fibrin dan mungkin memperburuk penyakit.
• Asam traneksamat digunakan pada wanita hamil hanya jika
secara jelas diperlukan.

• Hati-hati diberikan pada ibu menyusui untuk menghindari


resiko pada bayi.

PLASMINEX

GOLONGAN : GENERIK Tranexamic acid 500 mg.


INDIKASI :

# Fibrinolisis lokal seperti prostatektomi, epistaksis dan konisasi serviks.

# Perdarahan sesudah cabut gigi pada penderita hemofilia.

# Edema angioneurotik herediter.

KONTRA INDIKASI : Gangguan ginjal berat, hematuria, buta


warna, resiko trombotik.
PERHATIAN :

- Insufisiensi ginjal, hematuri masif pada saluran kemih atas.

- Lakukan pemeriksaan mata dan tes fungsi ginjal pada pasien dengan
edema ngioneurotik herediter (jangka panjang).

- Hamil dan menyusui.

EFEK SAMPING : Mual, muntah, diare, buta warna, hipotensi


(intra vena secara cepat).
KEMASAN : Tablet Salut Selaput 500 mg x 10 x 10
DOSIS :

# 3-4 kali sehari 1 tablet.

# Pasien gangguan ginjal dengan kadar serum kreatinin 120-250


mikromol/liter : 2 kali sehari 15 mg/kg berat badan.

# 250-500 mikromol/liter : 15 mg/kg berat badan/hari.

# Lebih dari 500 mikromol/liter : 12.5 mg/kg berat badan/hari.


PYTRAMIC

GOLONGAN : GENERIK
Tranexamic acid.
INDIKASI

# Fibrinolisis lokal seperti epistaksis, prostatektomi, dan konisasi


serviks.

# Edema angioneurotik herediter.

# Perdarahan abnormal sesudah operasi.

# Perdarahan sesudah ekstraksi gigi pada pasien hemofilia.

KONTRA INDIKASI : Hematuria dari parenkim ginjal.


PERHATIAN : Insufisiensi ginjal, hamil, laktasi.
EFEK SAMPING : Gangguan Gastro Intestinal , mual, muntah,
anoreksia, eksantema, sakit kepala.
KEMASAN : Tablet Salut Selaput 500 mg x 5 x 10
DOSIS : 3 - 4 x sehari 1 - 2 tablet
erb

THERANEX

GOLONGAN GENERIK : Tranexamic acid/Asam Traneksamat.


INDIKASI : Mengontrol perdarahan yang berkaitan dengan
fibrinolisis berat.
KONTRA INDIKASI : Pasien yang mengkonsumsi kontrasepsi
oral dan mereka yang dengan keadaan terjadi penggumpalan darah,
pencegahan selama kehamilan dan sebelum melahirkan.
PERHATIAN : Gangguan fungsi ginjal, pengobatan hematuria
pada penderita hemofilia.
EFEK SAMPING : Gangguan saluran pencernaan, pusing, dan
hipotensi.
KEMASAN : Kapsul 250 mg x 100 biji.
DOSIS : 3-4 kali sehari 250-500 mg.
14. Gizi Yang Tepat Pada Bayi dan Anak Dengan Hemofilia dan
Implikasi Keperawatannya

Vitamin K adalah nama generik untuk beberapa bahan yang diperlukan


dalam pembekuan darah yang normal. Vitamin ini di anjuran jika pasien
sudah mengalami perdarahan.
Bentuk dasarnya adalah vitamin K1 (filokuinon), yang terdapat dalam
tumbuh-tumbuhan, terutama sayuran berdaun hijau. Kebanyakan sumber
vitamin K didalam tubuh adalah hasil sintesis oleh bakteri di dalam sistem
pencernaan. Anda dapat memperoleh vitamin K dari makanan seperti hati,
sayur-sayuran berwarna hijau yang berdaun banyak, sayuran sejenis kobis
(kol) dan susu. Vitamin K dalam konsentrasi tinggi juga ditemukan pada
susu kedelai, teh hijau, susu sapi, serta daging sapi dan hati. Jenis-jenis
makanan probiotik, seperti yoghurt yang mengandung bakteri sehat aktif,
bisa membantu menstimulasi produksi vitamin ini.

15. Diagnosa keperawatan Yang Mungkin Muncul Pada Bayi dan Anak
Dengan Hemofilia (Secara Umum)

1) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan


faktor resiko kehilangan cairan melalui rute abnormal
(perdarahan)

2) Nyeri b.d perdarahan dalam jaringan dan sendi


3) Risiko kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan efek
perdarahan pada sendi dan jaringan lain.
4) Perubahan proses keluarga b.d anak menderita penyakit
serius

16. Asuhan Keperawatan pada Bayi dan Anak Dengan Hemofilia


An. Ridwan (4 tahun) dirawat dirumah sakit dengan diagnose medis
hemophilia tipe A. klien tampak lemah dan pucat, hasil pemeriksaan fisik
didapatkan bahwa terdapat hematoma dan hemartrosis, konjungtiva
anemis, membrane mukosa bibir kering,membrane mukosa tapak
pucat,capillary refill seluruh ekstremitas 4 detik,kral teraba dingin, turgor
kulit nonelastis. Tanda-tanda vital, TD 60/40 mmHg,HR 120 kali/menit
pulsasi lemah, RR 26 kali/menit regular. Hasil pemeriksaan hematologi
eriktrosit 2 juta sel/mm3,HB 5 gr%, Ht 49%,BT 8 menit, CT 18 menit, PT
15 detik. Ibu klien merupakan seorang caricer hemophilia.

Pengkajian 11 pola Gordon

 Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan


- Pengetahuan pasien dalam mengkonsumsi makanan yang
mencegah hemofilia
 Pola nutrisi metabolic
- Nafsu makan menurun
- Mual/muntah
- Berat badan menurun
 Pola eliminasi
- Diare/ konstipasi
- Sindrom malabsorpsi
 Pola aktivitas dan latihan
- Keletihan, kelemahan, malaise umum.
- Kehilangan produktifitas, penurunan semangat untuk bekerja
- Toleransi terhadap latihan rendah.
- Napas pendek pada saat istirahat maupun aktifitas
 Pola persepsi dan kognitif
- Lokasi nyeri terutama di daerah abdomen dan kepala.
- Pandangan kabur
 Pola adaptasi stress dan mekanisme koping
- Kemampuan dalam menghadapi stress
 Pola konsep diri
- Ideal Diri
- Harga diri
- Peran Diri
- Citra Diri
- Identitas Diri
 Pola peran dan hubungan
- Kemampuan dalam melakukan peran diri dan dalam berhubungan
dengan orang lain
 Pola seksualitas dan reproduksi
- Menurunnya fungsi seksual
- Impotent
 Pola nilai dan kepercayaan
- Keyakinan agama atau budaya mempengaruhi pemilihan
pengobatan, misalnya: penolakan tranfusi darah.
 Pola istirahat tidur
- Perubahan pemenuhan kebutuhan tidur (kualitas dan kuantitas)
- Perubahan pola tidur
- Kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak

Pemeriksaan Fisik

Kepala

- Wajah : inspeksi : tmpak pucat


- Mata : inspeksi : konjungtiva anemis
- Mulut : inspeksi :Membrane mukosa bibir kering dan
pucat

Ekstremitas
- Terdapat Hematoma dan hematrosis (inspeksi)
- Capillary refill seluruh ekstremitas 4 detik (palpasi)
- Akral teraba dingin (palpasi)
- Turgor kulit non elastic (palpasi)

TTV

- TD : 60/40 mmHg
- HR : 120 kali/menit pulsasi lemah
- RR : 26 kali/menit reguler
Pemeriksaan Diagnostik

- Eritrosit : 2juta sel/mm3


- Hb : 5 gr%
- Ht : 49%
- BT : 8menit
- CT : 18 menit
- PT : 15 detik
- PTT : 50 detik
D

Data Problem Etiologi


DS: Kekurangan volume Kehilangan cairan aktif
DO: cairan
1. Klien tampak lemah
dan pucat
2. Hasil pemeriksaan
fisik di dapatkan
hematoma dan
hemarthrosis
3. Konjungtiva anemis
4. Membran mukosa
bibir kering
5. Membran mukosa
pucat
6. Capillary refill
seluruh ekstremitas 4
detik
7. Seluruh akral teraba
dingin
8. Turgor kulit non
elastis
9. TD 60/40 mmHg
10. HR 120x/menit
pulsasi lemah
11. RR 26x/menit
reguler
12. Eritrosit 2 juta
sel/mm³
13. Hb 5gr %
14. Ht 49 %
15. BT 8 menit
16. CT 18 menit
17. PT 15 detik
18. PTT 50 detik

Diagnosa keperawatan

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan Kehilangan cairan aktif ditandai


dengan klien tampak lemah dan pucat, Hasil pemeriksaan fisik di dapatkan hematoma
dan hemarthrosis, Konjungtiva anemis, Membran mukosa bibir kering, Membran
mukosa pucat, Capillary refill seluruh ekstremitas 4 detik, Seluruh akral teraba
dingin, Turgor kulit non elastic, TD 60/40 mmHg, HR 120x/menit pulsasi lemah, RR
26x/menit regular, Eritrosit 2 juta sel/mm³, Hb 5gr %, Ht 49 %, BT 8 menit, CT 18
menit, PT 15 detik, PTT 50 detik

INTERVENSI

Tanggal No. Tujuan dan


Intervensi Rasional
/jam Dp kriteria hasil
1 Kekuarangan 1. Monitor TTV (TD, 1. Klien dengan
volume cairan RR, HR) kekurangan
dapat teratasi volume cairan
setelah dilakukan mengalami
tindakan penurunan
keperawatan tekanan darah,
selama 3 x 24 nadi dan
jam dengan mengalami
criteria hasil: kenaikan RR
1. Klien tampak 2. Monitor keadaan 2. Klien dengan
segar dan umum (wajah, kekurangan
tidak pucat konjungtiva, volume cairan
2. Konjungtiva membrane mukosa, biasanya
ananemis turgor kulit, capillary memiliki
3. Membrane refill, akral) wajah pucat,
mukosa bibir konjungtiva
lembab anemis,
4. Membrane membrane
mukosa mukosa kering
ananemis dan pucat,
5. Capillary turgor kulit
refill < 3 non elastic,
detik capillary refill .
6. Akral hangat 4detik, dan
7. Turgor kulit akralnya teraba
elastic dingin.
8. TD 110/80
mmHg 3. Pantau adanya 3. Pendarahan
9. HR 60- pendarahan merupakan
100x/menit resiko
10. RR : 15- kekurangan
20x/menit volume cairan
11. Eritrosit 3.9-
5.0 juta/mm3 4. Berikan terapi infuse 4. NaCl
12. Hb 11,5 – NaCl menambah
13,0 gr/dl volume cairan
13. Ht 34-39% dan elektrolit
14. BT 3 – 9,5 dalam tubuh
menit klien yang saat
15. CT 10 – 15 ini kekurangan
detik volume cairan
16. PT 10- 13
detik 5. Monitor hasil lab 5. Klien dengan
17. PTT 22-37 (Eritrosit, Hb, Ht, CT, defisit volume
detik BT, PT, PTT) cairan nilai lab
nya kurang dari
:
Eritrosit 3.9-5.0
juta/mm3
Hb 11,5 – 13,0
gr/dl
Ht 34-39%
BT 3 – 9,5
menit
CT 10 – 15
detik
PT 10- 13 detik
PTT 22-37
detik

17. Prosedur Pemeriksaan Golongan Darah

Golongan darah yaitu Ciri khusus darah dari suatu individu karena
adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel
darah merah. Golongan darah yang sering dipakai yaitu golongan darah sistem
ABO dan Rhesus

Penggolongan
Antigen Antibodi Golongan
darah
A Anti B A
B Anti A B
A-B - AB
- Anti AB O

Golongan darah O adalah golongan darah yang paling banyak di dunia. Sedangkan
golongan darah AB adalah golongan darah yang paling langka .

 Golongan darah O disebut DONOR UNIVERSAL karena darahnya dapat


didonorkan pada semua golongan darah , tetapi hanya dapat menerima dari
golongan darah O.

 Golongan darah AB disebut RESIPIEN UNIVERSAL karena dapat menerima


transfusi dari semua golongan darah.

Pemeriksaan

Pemeriksaan golongan darah sangat penting untuk transfusi. Pemeriksaan golongan


darah dapat dilakukan oleh seorang ANALIS KESEHATAN .
Pemeriksaan golongan darah ada banyak cara
1. Cara slide ( kartu )
Cara ini yang paling mudah dan banyak dilakukan di laboratorium.
caranya :
a. Letakkan 1 tetes serum anti A, Anti B, anti AB, dan anti D
b. Tambahkan 1 tetes darah dari darah vena atau darah kapiler
c. Ratakan ke tepi slide dengan lidi
d. Perhatikan ada /tidaknya aglutinasi
seorang probandus yang memeriksa darahnya dilaboratorium dengan cara ini akan
mendapatkan hasil golongan darahnya untuk disimpan.

Golongan Darah B Golongan Darah A

Golongan Darah AB Golongan Darah O

2. Cara tabung
Cara ini akan terlihat lebih jelas hasilnya .
caranya :
a. Buat suspensi sel darah dalam larutan garam ( hemetokrit 2% )
b. Masukkan 1 tetes serum anti A, anti B, anti AB, dan anti D pada masing-
masing tabung
c. Tambahkan 1 tetes suspensi sel darah merah pada masing-masing tabung,
campur
d. Pusing 1 menit 1000 rpm
e. Goyang dan perhatikan adanya aglutinasi
Interprestasi hasil

Anti A Anti B Anti Golongan darah


AB
- - - O
+ - + A
- + + B
+ + + AB

( + ) : terjadi aglutinasi
( - ) : tidak terjadi aglutinasi

Apa itu Golongan darah Rhesus ??


Rhesus adalah suatu factor yang terdapat pada sel darah merah yang
ditemukan pertama kali oleh Lainsteiner dan Liner pada tahun 1940 melalui
injeksi sel darah merah kera ke tubuh kelinci.
Sebagian besar Rhesus manusia di dunia adalah ( + ) . Sedangkan Rhesus ( - )
biasanya dimiliki oleh orang-orang di Eropa.
Perbedaan Rhesus seorang laki-laki dan wanita yang telah menikah akan
mempengaruhi kelahiran keturunannya. Mungkin keturunan mereka hanya
aka nada 1 yang normal. Anak selanjutnya kemungkinan terlahir cacat .

FENOMENA GOLONGAN DARAH


Golongan darah itu terbentuk sesuai keturunan. Tapi kenapa terkadang
golongan darah seorang anak berbeda dengan orang tuanya ?
Sebenarnya hal tersebut dapat terjadi, golongan darah seseorang ditentukan
oleh genotipe seorang ayah dan ibu .

Golongan Genotipe
darah ABO
A IAIA IAIO
B IBIB IBIO
AB IAIB
O IoIo

Jadi dari tabel diatas dapt dikatakan bahwa seorang laki-laki A hetero
(IAIO ) menikah dengan wanita golongan darah B hetero (IBIO ) , keturunannya
bisa memiliki genotipe :
25 % : IAIB
25 % : IAIO
25 % : IBIO
25 % : IOIO
Jadi seseorang dapat memiliki golongan yang berbeda dengan kedua orang
tuanya . Ada beberapa fenomena yang menyebabkan golongan darah
seseorang berubah . kejadian perubahan golongan darah diduga karena terjadi
perubahan dalam sumsum tulang yang memproduksi sel darah merah.

PROSEDUR PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH

1. Tujuan pemeriksaan
Untuk mengetahui golongan darah seseorang
2. Alat yang diperlukan
 Kaca objek
 Lancet (jarum)
 Kapas alcohol (Alcohol swap)
3. Reagen
1 set anti sera yang berisi:
1. serum anti A
2.serum anti B
3.Serum anti AB
4.Anti Rh factor
4. Cara pemeriksaan
1) Taruhlah pada sebuah kaca objek:
1 tetes serum anti A
1 tetes serum anti B
1 tetes serum anti AB
1 tetes RH factor
2) Setetes kecil darah kapiler atau vena diteteskan pada serum serum
diatas,campur dengan ujung
lidi satu lidi untuk satu macam campuran
3) Goyangkan kaca objek dengan membuat gerakan melingkar selama 4
menit
4) Liat bagian mana yang ada aglutinasinya

5) Pelaporan
a. Anti A aglitinasi positip
Anti B aglutinasi negatip Golongan darah A
Anti AB aglutinasi positip
b. Anti A aglitinasi negatip
Anti B aglutinasi positip Golongan darah B
Anti AB aglutinasi positip
c. Anti A aglitinasi positip
Anti B aglutinasi positip Golongan darah AB
Anti AB aglutinasi positip
d. Anti A aglitinasi negatip
Anti B aglutinasi negatip Golongan darah O
Anti AB aglutinasi negatip
e. Anti Rh factor aglutinasi positip Rh +
Anti RH factor aglutinasi negatip Rh -
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Anatomi fisiologi hematologi pada pediatric berbeda dengan dewasa dan


lansia. Setiap gangguanhematolgi sama tetapi penatalaksannaan dalam implikasi
perawat berbeda dengan lansia dan dewasa. Terutama pada kasus ITP maupun
hemophilia seorang perawat harus mengetahui perkembangan pada anak dan bayi
dengan mempunyai pengetahuan,ketrampilan yang baik. Gangguan heatolgi perawat
harus mengetahui ttiologi dan patofisioogi sehingga kitadapat mengetahui penyakit
tersebut.

3.2 Saran

Diharapkan sebagai seorang perawat kita mampu menganalisa pada gangguan


hematologi dengan dalam pelaksanaan farmakologi, pemeriksaan diagnositik,
penatalaksanaan gizi. Sehingga kita mampu menangani klien dengan
gangguan hemaologi secara maksimal
DAFTAR PUSTAKA

Santosa,Budi. 2005-2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika.

Wilkinson, Judith. M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

Simon, Sumanto, dr. Sp.PK. 2003. Neoplasma Sistem Hematopoietik: Leukemia.


Jakarta:Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya Jakarta

http://www.farmasiku.com/index.php?target=pages&page_id=Makna_Hasil_Lab_An
da

http://www.scribd.com/doc/77528349/askep-DIC

Handayani, Wiwik. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan System Hematologi. Jakarta: Salemba Medika

Kusumawardi, Endah. 2010. Waspada Penyakit Darah Mengintai Anda. Yogyakarta:


Hanggar Kreator

Watson, Roger. 2002. Anatomi Fisiologi Untuk Perawat Edisi 10. Jakarta: EGC

Gibson, John. 2003. Fisiologi Dan Anatomi Untuk Perawat Edisi 2. Jakarta: EGC

NANDA Internasional Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.


Jakarta: EGC

Murwani,Arita. 2008. Perawatan Pasien Penyakit Dalam.Mitra Cendikia Press:


Yogjakarta
Widodo, F.Y. 2004. Komponen Darah. Diakses dari
www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/Biokimia/DARAH.pdf pada tanggal 2 juli
2012 pukul 14.00
Komariyah, Maria. 2009. Metabolisme Eritrosit. Diakses dari
pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/.../metabolisme_eritrosit.pdf pada tanggal
4juli 2012 pukul 16.28

Anda mungkin juga menyukai