Anda di halaman 1dari 17

Bed Side Teaching

VARISELA

Oleh :
Intan Putri Feriza 1840312442

Preseptor:
Dr. dr. Qaira Anum, Sp. KK (K), FINSDV, FAADV
dr.Ennesta Asri, Sp.KK

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M. DJAMIL PADANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Varisela merupakan infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster yang
merupakan famili human (alpha) herpes virus. Varisela menyerang kulit dan
mukosa, dengan manifestasi klinis didahului gejala konstitusi (berupa sakit
kepala, demam, malaise), kemudian disertai dengan kelainan kulit polimorf,
terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.1,2
Di Indonesia dan negara tropis lainnya, morbiditas akibat varisela masih
tinggi, terutama pada masa anak dan dewasa muda (pubertas). Hal ini disebabkan
karena pada usis tersebut aktivitas harian dan sosial seseorang sedang meningkat,
tidak jarang pada fase ini tubuh seseorangmudah mengalami penurunan sistem
imun Varisela tidak menyebabkan kematian. Sejak lama disepakati bahwa varisela
dapat sembuh sendiri. Namun, varisela termasuk penyakit yang kontangius
(menular) dan penularan terjadi cepat secara airborn infection, terutama pada
orang serumah dan pada orang dengan imunokompromais. Pada orang dengan
imunokompromais dan kelompok tertentu biasanya gejala lebih berat dan mudah
mengalami komplikasi.1
1.2. Batasan Masalah
Makalah ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi,
pathogenesis, manifestasi klinis dan penatalaksanaan dari varisela.

1.3. Tujuan Penulisan


Penulisan makalah Bed Side Teaching ini bertujuan untuk mengetahui
definisi, epidemiologi, etiologi, pathogenesis, manifestasi klinis dan
penatalaksanaan dari varisela.

1.4. Manfaat Penulisan


Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan informasi dan
pengetahuan tentang varisela.
1
1.5. Metode Penulisan
Penulisan Bed Side Teaching ini menggunakan metode tinjauan pustaka
dengan mengacu pada berbagai literatur.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Varisela merupakan infeksi akut primer oleh virus varisela-zoster yang


merupakan famili human (alpha) herpes virus. Varisela menyerang kulit dan
mukosa, manifestasi klinis didahului gejala konstitusi, kelainan kulit polimorf,
terutama berlokasi di bagian sentral tubuh.1,2

2.2. Epidemiologi

Varisela terdapat di seluruh dunia dan tidak ada perbedaan ras maupun jenis
kelamin. Varisela tersebar kosmopolit, terutama mengenai anak yang berusia
dibawah 20 tahun terutama usia 3 - 6 tahun dan hanya sekitar 2% terjadi pada
orang dewasa. Di Amerika, varisela sering terjadi pada anak dibawah usia 10
tahun, 5% kasus terjadi pada usia lebih dari 15 tahun. Dan di Jepang, umumnya
terjadi pada anak di bawah usia 6 tahun sebanyak 81,4%.2
Masa penularannya ±7hari dihitung dari timbulnya gejala kulit (biasanya
1-2 hari sebelum muncul rash sampai 6 hari berikutnya), dapat memanjang pada
keadaan imunodefisiensi.1,2

2.3. Etiologi

Varisela disebabkan oleh virus varisela-zoster yang merupakan famili


human (alpha) herpes virus. Virus ini terdiri atas genome DNA double –stranded,
tertutup inti yang mengandung protein dan dibungkus oleh glikoprotein.2
2.4. Patogenesis

Masa inkubasi varisela 10-21 hari pada anak imunokompeten dan pada anak
imunokompromais biasanya lebih singkat yaitu kurang dari 14 hari. Virus varisela
zoster masuk ke dalam tubuh manusia melalui mukosa saluran napas atas dan
orofaring. Virus bermultiplikasi di tempat masuk, menyebar melalui pembuluh
darah dan limfe, mengakibatkan viremia primer. Tubuh mencoba mengeliminasi
virus terutama melalui sistem pertahanan non spesifik, dan imunitas spesifik
3
terhadap virus varisela zoster. Apabila pertahanan tubuh tersebut gagal
mengeliminasi virus, maka akan terjadi viremia sekunder kurang lebih 2 minggu
setelah infeksi. Viremia ini ditandai dengan timbulnya erupsi varisela, terutama di
bagian sentral tubuh dan di bagian perifer lebih ringan. Pemahaman baru
menyatakan bahwa erupsi kulit sudah dapat terjadi setelah viremi primer. Setelah
erupsi kulit dan mukosa, virus masuk ke ujung saraf sensorik kemudian menjadi
laten di ganglion dorsalis posterior. Pada suatu saat, bila terjadi reaktivasivirus
varisela zoster, sesuai dermatom yang terkena.1,2
2.5. Gambaran Klinis
Masa inkubasi Varisela bervariasi antara 10 hinga 21 hari, rata-rata 10
hingga 14 hari 3,4.
Perjalanan penyakit ini dibagi menjadi 2 stadium, yaitu:
a) Stadium Prodromal
24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat gejala panas yang tidak
terlalu tinggi, perasaan lemah (malaise), sakit kepala, anoreksia, rasa berat pada
punggung dan kadang-kadang disertai batuk kering diikuti eritema pada kulit.
Panas biasanya menghilang dalam 4 hari, apabila panas tubuh menetap perlu
dicurigai adanya komplikasi atau gangguan imunitas.
b) Stadium erupsi:
Dimulai saat eritema berkembang dengan cepat (dalam beberapa jam)
berubah papula yang kemerahan lalu menjadi vesikel. Vesikel ini biasannya
kecil, berisi cairan jernih, tidak umbilicated dengan dasar eritematous, mudah
pecah serta mongering membentuk krusta, bentuk ini sangat khas dan lebih
dikenal sebagai “tetesan embun”/”air mata”.
Lesi kulit mulai nampak di daerah badan dan kemudian menyebar secara
sentrifugal ke bagian perifer seperti muka dan ekstremitas. Dalam perjalanan
penyakit ini akan didapatkan tanda yang khas yaitu terlihat adanya bentuk papula,
vesikel, krusta dalam waktu yang bersamaan, dimana keadaan ini disebut
polimorf. Lesi baru tetap timbul selama 3-5 hari, lesi sering menjadi bentuk krusta
pada hari ke-6 (hari ke-2 sampai ke-12) dan sembuh lengkap pada hari ke-16 (hari
ke-7 sampai ke-34).

4
Erupsi kelamaan atau terlambatnya berubah menjadi krusta dan
penyembuhan, biasanya dijumpai pada penderita dengan gangguan imunitas
seluler. Bila terjadi infeksi sekunder, sekitar lesi akan tampak kemerahan dan
bengkak serta cairan vesikel yang jernih berubah menjadi pus disertai
limfadenopati umum. Vesikel tidak hanya terdapat pada kulit, melainkan juga
terdapat pada mukosa mulut, mata, dan faring.
Pada penderita varisela yang disertai dengan difisiensi imunitas (imun
defisiensi) sering menimbulkan gambaran klinik yang khas berupa perdarahan,
bersifat progresif dan menyebar menjadi infeksi sistemik.Demikian pula pada
penderita yang sedang mendapat imunosupresif.Hal ini disebabkan oleh terjadinya
limfopenia 1,2,3.
Lesi varisela terutama bermula di daerah badan, kemudian menyebar
secara sentrifugal ke bagian wajah dan ekstremitas, serta dapat menyerang selaput
lendir mata, mulut, saluran napas bagian atas. Apabila telah ada infeksi sekunder,
maka dapat ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional1,2,3.
Infeksi yang timbul pada trimester pertama kehamilan dapat menyebabkan
kelainan kongenital, sedangkan infeksi yang terjadi beberapa hari menjelang
kelahiran dapat menyebabkan varisela kongenital pada neonatus 1,2,3.

2.6. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

 Gejala prodromal berupa demam, nyeri kepala, dan lesu, sebelum timbul
ruam kulit.4,5

 Ruam kulit muncul mulai dari wajah, skalp dan menyebar ke tubuh. Lesi
menyebar sentrifugal (dari sentral ke perifer) sehingga dapat ditemukan
lesi baru di ekstremitas, sedangkan di badan lesi sudah berkrusta.

 Lesi berupa makula eritematosa yang cepat berubah menjadi vesikel


”dewdrop on rose petal appearance”. Dalam beberapa jam sampai 1-2
hari vesikel dengan cepat menjadi keruh, menjadi pustul dan krusta
kemudian mulai menyembuh. Ciri khas varisela adalah ditemukannya
lesi kulit berbagai stadium di berbagai area tubuh.

5
 Pada anak, erupsi kulit terutama berbentuk vesikular: beberapa
kelompok vesikel timbul 1-2 hari sebelum erupsi meluas. Jumlah lesi
bervariasi, mulai dari beberapa sampai ratusan. Umumnya pada anak-
anak lesi lebih sedikit, biasanya lebih banyak pada bayi (usia <1 tahun),
pubertas dan dewasa.

 Kadang-kadang lesi dapat berbentuk bula atau hemoragik.

 Selaput lendir sering terkena, terutama mulut, dapat juga konjungtiva


palpebra,dan vulva.

 Keadaan umum dan tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi nadi,


suhu,dsb) dapat memberikan petunjuk tentang berat ringannya penyakit.


Status imun pasien perlu diketahui, untuk itu perlu diperhatikan beberapa
hal yang dapat membantu menentukan status imun pasien, antara lain:
keadaan imunokompromais (keganasan, infeksi HIV/AIDS, pengobatan
dengan imunosupresan, misalnya kortikosteroid jangka panjang atau
sitostatik, kehamilan, bayi berat badan rendah) akan menyebabkan gejala
dan klinik lebih berat.

Pada umumnya, pada pemeriksaan varisela tanpa komplikasi tidak


diperlukan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan sediaan darah tepi terdapat
penurunan leukosit, dan peningkatan enzim hepatik. Dapat dilakukan pemeriksaan
Tzanck test dengan cara membuat sediaan apus dengan pewarnaan Giemsa. Bahan
diambil dari kerokan dasar vesikel dan akan didapati sel datia berinti banyak.
Namun, pemeriksaan ini bersifat tidak spesifik untuk Varisela. Apabila keadaan
laboratorium memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan cairan vesikel dengan
PCR untuk memuktikan infeksi DNA Virus Varicella Zoster atau serologik untuk
fluoresent-antibody to membrane antigen of VVZ.1,6

2.7. Diagnosis Banding


Beberapa kelainan dengan klinis yang mirip dengan varisela yaitu :

6
 Variola, perbedaannya lesi variola berawal dari perifer (ekstremitas) dan
menyebar ke sentral, lesi seragam di semua lokasi, etiologinya adalah
virus pox, dengan prognosis yang lebih buruk dibandingkan varisela 1.
 Reaksi vesikular terhadap gigitan serangga: seringkali berkelompok, pola
penyebaran akral, berupa urtikaria papular dengan titik di tengahnya 5.
 Erupsi obat variseliformis: biasanya tanpa demam, timbul serentak dan
tidak disertai pembesaran kelenjar getah bening5.
2.8. Tatalaksana

Tatalaksana umum yang harus dilakukan pada pasien varisela berupa


tatalaksana non farmakologis dan tatalaksana farmakologi. Tatalaksana non
farmakologis berupa edukas yaitu mengenai penyebab, perjalanan penyakit dan
kesembuhan pasien, salah satunya adalah menjelaskan bahwa penyakit ini
merupakan penyakit yang mudah menular melalui udara. Selain itu, bentuk
edukasi lainnya adalah edukasi untuk tetap selalu menjaga higienitas kulit dengan
cara tetap mandi 2 kali sehari, tidak menggaruk dan memecahkan vesikel
(membiarkannya kering dan lepas sendiri), istirahat di rumah selama fase aktif
dan membiarkannya sampai fase krustasi, memberikan makanan lunak terutama
jika lesi sampai ke daerah mukosa oral 1,5.

Pasien dengan immunodefisiensi seperti pada leukemia, keganasan, bayi


baru lahir, penyakit kolagen, sindrom nefrotik, dan penderita dengan
immunosupresan oleh obat-obat sitostatik atau kortikosteroid, radioterapi
mendapatkan obat antivirus secepat mungkin.
Obat anti virus yang lazim diberikan adalah asiklovir, baik untuk mengobati
varisela maupun herpes zoster. Pengobatan anti virus oral yang umum digunakan
antara lain: asiklovir, dewasa 5 x 800 mg/hari, anak-anak 4x20 mg/kgBB (dosis
maksimal 800 mg) atau valasiklovir dewasa 3 x 1000 mg/hari. Pemberian obat
tersebut selama 7-10 hari dan efektif diberikan pada 24 jam setelah timbul lesi.1
Pemberian vaksin varisela merupakan salah satu upaya pencegahan agar
seseorang tidak terinfeksi. Vaksin varisela ini berasal dari galur yang telah
dilemahkan. Pemberian secara subkutan sebesar 0,5 ml pada anak berusia 12
bulan sampai 12 tahun. Pada anak usia di atas 12 tahun , juga diberikan 0,5 ml,

7
setelah 4-8 minggu diulangi dengan dosis yang sama. Bila terpajan kurang dari 3
hari, perlindungan vaksin yang diberikan masih terjadi.1
2.9. Prognosis

Varisela merupakan penyakit yang self limiting.5,6


Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanactionam : bonam
Quo ad kosmetikum : dubia ad bonam

8
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas

Nama : NIEP
No. RM : 01041018
Umur/ tanggal lahir : 7 tahun 8 bulan/ 27 Juni 2011
Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Siswi SD
Tgl Pemeriksaan : 19 Februari 2019
Alamat : Tarandam - Padang
Status Perkawinan : Belum menikah
Negeri Asal : Padang
Agama : Islam
Nama Ibu Kandung : Indah
Suku : Minang

3.2. Anamnesis

Seorang pasien perempuan berusia 8 tahun datang ke Poliklinik Ilmu


Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 14
Februari 2019 bersama ibu kandungnya dengan :

3.2.1. Keluhan Utama:


Gelembung-gelembung yang terasa gatal sejak 2 hari yang lalu.
3.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang

 Awalnya timbul gelembung-gelembung yang terasa gatal pada bagian


perut sejak 2 hari yang lalu meluas ke punggung. Gelembung awalnya

9
jernih kemudian digaruk oleh pasien sehingga gelembung tersebut pecah,
dan meninggalkan bekas keropeng kehitaman.
 Gelembung-gelembung tersebut kemudian meluas ke bagian wajah,
ekstremitas atas dan ekstremitas bawah sejak 1 hari yang lalu. Gelembung
tersebut berisi cairan yang berwarna jernih sampai keruh , terasa semakin
gatal.
 Keluhan demam dirasakan pasien sejak pertama kali muncul gelembung.
 Penurunan nafsu makan ada.
 Riwayat kontak dengan penderita cacar air ada, yaitu teman sekelas pasien
terkena cacar ±10 hari yang lalu.
 Pasien merupakan seorang siswi SD yang aktif di sekolah.
 Pasien mandi lebih dari 2 kali dalam sehari.
 Riwayat digigit oleh serangga sesaat sebelum muncul keluhan tidak ada.
 Riwayat imunisasi lengkap.
 Riwayat batuk-pilek tidak ada.
3.2.3. Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah mengobati penyakit ini sebelumnya.

3.2.4. Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien belum pernah mengalami keluhan gelembung-gelembung yang
terasa gatal seperti ini sebelumnya.

3.2.5. Riwayat Penyakit Keluarga / Riwayat Atopi / Alergi


 Tidak ada anggota keluarga yang pernah memiliki keluhan berupa
gelembung yang terasa gatal.
3.2.6. Riwayat sosio-ekonomi dan kebiasaan
 Pasien seorang siswi kelas 1 SD di SD 07 Mata Air Padang.
3.3. Pemeriksaan fisik
3.3.1. Status generalisata
 Keadaan umum : Tampak sakit ringan
 Kesadaran : Komposmentis kooperatif
 Tekanan darah : diharapkan dalam batas normal
10
 Nadi : 90x/menit
 Nafas : 19 x/menit
 Suhu : diharapkan dalam batas normal
 Status gizi : BB : 21 kg
TB : 128 cm
BMI : 13,44 kg/m2 (Normal)
 Kepala : Tidak ada kelainan
 Mata :- Konjungtiva tidak anemis
- Sklera tidak ikterik
 Hidung : Tidak ada kelainan
 Pemeriksaan Toraks : Tidak ada kelainan
 Pemeriksaan Ekstremitas : Tidak ada kelainan
 Pemeriksaan Abdomen : Tidak ada kelainan

3.3.2. Status Dermatologikus


 Lokasi : Hampir seluruh tubuh
 Distribusi : Generalisata
 Bentuk : Bulat, oval
 Susunan : Konfluens, Tidak khas.
 Batas : Tegas.
 Ukuran : Milier - lentikular
Efloresensi : Papul eritem, vesikel berisi cairan berwarna jernih sampai
keruh, dengan adanya erosi, ekskoriasi dan krusta.

3.3.3. Status venereologikus : Tidak dilakukan pemeriksaan.


3.3.4. Kelainan selaput : Tidak ada kelainan.
3.3.5. Kelainan rambut : Tidak ada kelainan.
3.3.6. Kelainan kuku : Tidak ada kelainan.

11
12
3.4. Resume

Seorang pasien perempuan berusia 7 tahun 8 bulan datang bersama ibunya


ke poliklinik ilmu kesehatan kulit dan kelamin RSUP Dr.M.Djamil Padang
dengan keluhan utama berupa gelembung-gelembung yang terasa gatal yang
muncul sejak 2 hari yang lalu. Awalnya timbul gelembung-gelembung yang terasa
gatal pada bagian perut sejak 2 hari yang lalu, gelembung muncul pertama kali
pada bagian perut meluas ke punggung. Gelembung awalnya jernih kemudian
digaruk oleh pasien sehingga gelembung tersebut pecah, dan meninggalkan bekas
keropeng kehitaman. Gelembung-gelembung tersebut kemudian meluas ke bagian
wajah, ekstremitas atas dan ekstremitas bawah sejak 1 hari yang lalu. Gelembung
tersebut berisi cairan yang berwarna jernih sampai keruh, terasa semakin gatal.
Pasien merasakan demam serta penurunan nafsu makan sejak awal muncul
gelembung. Riwayat kontak dengan penderita cacar air ada, yaitu teman sekolah
pasien terkena cacar ±10 hari yang lalu.
Pada pemeriksaan dermatologikus,ditemukan lesi hampir di seluruh tubuh
pasien, distribusi generalisata, bentuk bulat,oval, tidak khas, susunan diskret,
batas tegas, ukuran miliar hingga lentikular dengan efloresensi Papul eritem,
vesikel berisi cairan berwarna jernih sampai keruh,disertai adanya erosi,
ekskoriasi dan krusta.

3.5. Diagnosis Kerja : Varisela

3.6. Diagnosis Banding : Variola, Insect Bites, Pemfigus vesikobulosa

3.7. Pemeriksaan Penunjang


 Tzanck Test (tidak dilakukan)

3.8. Diagnosis : Varisela

3.9. Tatalaksana :
 Terapi non-farmakologi

13
o Edukasi kepada pasien tentang penyebab, perjalanan
penyakit,penularan, prognosis
o Edukasi kepada pasien untuk tidak menggaruk lesi, karena
dikhawatirkan dapat terjadi infeksi sekunder.
o Jaga kebersihan diri, mandi 2 kali sehari.
o Mengkonsumsi makanan yang bergizi.
o Istirahat yang cukup.
o Menggunakan masker untuk meminimalir penularan kepada
anggota keluarga dan orang lain yang berkontak dengan pasien.
o Harus berobat secara tepat dan benar, edukasi cara penggunaan
obat topikal dan oral secara jelas.
 Terapi farmakologi
o Topikal
 Bedak kocok 3 kali sehari.
o Sistemik
 Tab Asiklovir selama 7 hari dengan dosis 4 x 400 mg (20
mg/kgBB/kali)
 Tab parasetamol dengan dosis 3 x 250 mg jika demam.
 Tab CTM dengan dosis 3 x 2 mg

3.10. Prognosis
Quo ad sanationam : bonam
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functtionam : bonam
Quo ad kosmetikum : dubia ad bonam

14
Resep :
dr. Intan Putri Feriza
SIP. 29/11/2019
Praktek Umum
Praktik hari Senin - Jumat Pukul 17.00-20.00
Jalan Perintis Kemerdekaan No 8 Padang Telp 0751-987543

Padang, 19 Februari 2019

R/ Tab Asiklovir 400 mg No XXVIII


S.4.d.d Tab 1
R/ Tab Parasetamol 250 mg No X
S.p.r.n max 3.d.d tab 1/2
R/ Tab CTM 4 mg No X
S.3.d.d tab 1/2
R/ Menthol 2%
Asam salisilat 1%
m.f la lotio da in cap
S.u.e

Pro : NIEP
Umur : 8 tahun
Alamat : Tarandam - Padang

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Aisah S, Ronny PH. Varisela. Dalam: Menaldi S, Bramono K, Indriatmi W,


editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Edisi ketujuh. Jakarta: FKUI;
2016.hal.128-31.
2. Harper J. Varicella (Chicken Pox) In Textbook of Pediatrics Dermatology,
volume 1, Blackwell Science, 2000, 336-39.
3. Saavedra A,Weinberg AN, Swartz MN, Johnson RA. Chapter 179 Soft Tissue
Infections : Erysipelas, Cellulitis, Gangrenous Cellulitis, and Myonecrosis.
Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI. Varicella and Herpes Zoster; dalam
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th Ed. McGraw Hill
Medical. United State of America. 2008. P.1885-1994
4. Wolff K, Goldsmith LA, Freedberg IM, Kazt SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ, editor.Dalam: Fitzpatrick’s Dematology in general medicine.
Edisi ke-7. New York: Mc Graw-Hill; 2012.h.2383
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI).
Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia.
Jakarta: PERDOSKI; 2017
6. CDC. Varicella. In Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable
Disease. 13th ed. April 2015.h.353-76

16

Anda mungkin juga menyukai

  • ANC
    ANC
    Dokumen20 halaman
    ANC
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Program Pemerintah Terkait Kesehatan Reproduksi
    Program Pemerintah Terkait Kesehatan Reproduksi
    Dokumen30 halaman
    Program Pemerintah Terkait Kesehatan Reproduksi
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Program Pemerintah Terkait Kesehatan Reproduksi
    Program Pemerintah Terkait Kesehatan Reproduksi
    Dokumen36 halaman
    Program Pemerintah Terkait Kesehatan Reproduksi
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Varisela Zoster BST
    Varisela Zoster BST
    Dokumen17 halaman
    Varisela Zoster BST
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Varisela Zoster BST
    Varisela Zoster BST
    Dokumen17 halaman
    Varisela Zoster BST
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • CRS Oe
    CRS Oe
    Dokumen8 halaman
    CRS Oe
    Nadrah Nizom
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan DHF
    Penyuluhan DHF
    Dokumen14 halaman
    Penyuluhan DHF
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Hidrosefalus Css
    Hidrosefalus Css
    Dokumen20 halaman
    Hidrosefalus Css
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Crs Pengelolaan Jkn-Bpjs
    Crs Pengelolaan Jkn-Bpjs
    Dokumen34 halaman
    Crs Pengelolaan Jkn-Bpjs
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Referta Radio
    Referta Radio
    Dokumen13 halaman
    Referta Radio
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Bones
    Bones
    Dokumen2 halaman
    Bones
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Css DBD
    Css DBD
    Dokumen17 halaman
    Css DBD
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Referat
    Referat
    Dokumen36 halaman
    Referat
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Css DBD
    Css DBD
    Dokumen17 halaman
    Css DBD
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • CRS SN
    CRS SN
    Dokumen29 halaman
    CRS SN
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Ikterus Neonatorum
    Ikterus Neonatorum
    Dokumen54 halaman
    Ikterus Neonatorum
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • BST Hordeolum
    BST Hordeolum
    Dokumen5 halaman
    BST Hordeolum
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Jurnal
    Jurnal
    Dokumen2 halaman
    Jurnal
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • BST PV
    BST PV
    Dokumen25 halaman
    BST PV
    Sahyudi Darma Asepti
    Belum ada peringkat
  • Crs Pseudokista
    Crs Pseudokista
    Dokumen52 halaman
    Crs Pseudokista
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • BST Hordeolum
    BST Hordeolum
    Dokumen5 halaman
    BST Hordeolum
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • BST 1 Ambliopia
    BST 1 Ambliopia
    Dokumen27 halaman
    BST 1 Ambliopia
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Css Hifema Traumatika
    Css Hifema Traumatika
    Dokumen11 halaman
    Css Hifema Traumatika
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • BAB 3 Diskusi CRS Mata
    BAB 3 Diskusi CRS Mata
    Dokumen6 halaman
    BAB 3 Diskusi CRS Mata
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • BST Hordeolum
    BST Hordeolum
    Dokumen5 halaman
    BST Hordeolum
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Css Istc
    Css Istc
    Dokumen28 halaman
    Css Istc
    ShafiraAghniaWinditia
    0% (1)
  • Blefarokonjungtivitis
    Blefarokonjungtivitis
    Dokumen2 halaman
    Blefarokonjungtivitis
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    ShafiraAghniaWinditia
    Belum ada peringkat
  • Hiperbilirubinemia Pada Neonatus 35 Minggu Di Indo
    Hiperbilirubinemia Pada Neonatus 35 Minggu Di Indo
    Dokumen8 halaman
    Hiperbilirubinemia Pada Neonatus 35 Minggu Di Indo
    tiar
    Belum ada peringkat