Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KIMIA DARAH DAN ENZIMATIK

“PENGARUH LAMA BEKERJA TERHADAP KADAR TIMBAL DAN ENZIM


GAMMA GT DALAM DARAH PETUGAS SPBU DI KABUPATEN BADUNG, BALI”

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Kimia Darah dan enzimatik

Oleh:

RULY FADITA
NIM P1337434117056
Tingkat 3 Reguler B

TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2019

1
Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjtakan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah
yang berjudul “Pengaruh Lama Bekerja Terhadap Kadar Timbal dan enzim Gamma GT
Dalam Darah Petugas SPBU di Kabupaten Badung, Bali”

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu, kami
menyampaikan terimakasih kepada :

1. Hj.Nurul Qomaryah, S.Pd.,M.Pd selaku dosen koorditaor mata kuliah Kimia Darah
dan Enzimatik
2. Tim dosen mata kuliah Kimia Darah dan Ezimatik
3. Rekan- Rekan tingkat 3 Reguler B

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu kami menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata dari kami, semoga makala ilmiah yang berjudul “Pengaruh Lama Bekerja
Terhadap Kadar Timbal dan enzim Gamma GT Dalam Darah Petugas SPBU di Kabupaten
Badung, Bali” ini dapat memberikan manfaat dan inspirasi bagi pembaca.

Semarang, 18 Agustus 2019

Penulis

2
Daftar Isi

HALAMAN JUDUL……………………………………………………………..…….1

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………..2

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………3

LATAR BELAKANG………………………………………………………………….4
TUJUAN………………………………………………………………………………..4
MANFAAT……………………………………………………………………………..5
PUSTAKA MINI……………………………………………………………………….5
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL DAN SOLUSI…………………….….7
SOP DAN NILAI RUJUKAN ………………………………………………………...10
HASIL PENELITIAN ………………………………………………………………....14
PEMBAHASAN …………………………………………………………………….....15
TANGAPAN …………………………………………………………………………..16
DAFTAR REFERENSI………………………………………………………………...17

3
Pengaruh Lama Bekerja Terhadap Kadar Timbal dan Enzim Gamma Gt Dalam Darah
Petugas SPBU di Kabupaten Badung, Bali

I. Latar Belakang
Seiring perkembangan zaman, transportasi seakan menjadi kebutuhan primer yang
sangat dibutuhkan masyarakat. Tentu saja, karena dengan adanya transportasi seseorang
dapat mengakses tempat manapun dengan mudah dan cepat. Namun, hal itu juga memberi
dampak buruk terhadap lingkungan yaitu meningkatnya polusi udara. Polusi udara ini
dikarenaan zat- zat tertentu yang ditambahkan pada bahan bakar transportasi seperti
timbal (Pb), Nitrogen Oksida, Hidro karbon, dan karbon monoksida.
Penambahan timbal pada bensin juga memberikan dampak buruk bagi kesehatan
apabila seseorang sering terpapar timbal, yaitu gangguan fungsi hati. Apabila kadar timbal
dalam darah > 40µg/dl maka mempunyai risiko 1,78 kali terkena gangguan fungsi hati
sehingga kadar enzim pada hati akan meningkat seperti SGOT, SGPT, dan Gamma GT.
Seseorang yang sering terpapar timbal adalah petugas SPBU, polisi lalu lintas, dan
tukang becak. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cahaya dkk (2005), kadar timbal
tukang becak bervariasi tergantung jarak rumah dan tempat kerja dengan kepadatan lalu
lintas. Sedanngkan menurut Rosyidah dan Jannah (2010) pekerja SPBU yang bekerja
lebih dari 4 tahun di bagian operator memiliki rata- rata kadar Pb dalam darah sebanyak
24,97 µg/dl. Hal itu menunjukan pegawai SPBU sangat rentan terpapar Pb sehingga
memiliki resiko yang lebih besar untuk mengalami gangguan fungsi hati. Dengan
demikian, dilakukan penelitian ini untuk mengetahui kadar enzim Gamma GT pada
pegawai SPBU di Kabupaten Badung, Bali.
II. Tujuan
2.1 Tujuan Umum
2.1.1 Untuk mengetahui kadar timbal dan kadar enzim gamma GT dalam darah
pekerja SPBU di Kabupaten Badung, Bali
2.2 Tujuan Khusus
2.2.1 Mengukur kadar timbal dan kadar enzim gamma GT dalam darah petugas
SPBU di Kabupaten Badung, Bali.
2.2.2 Menganalisis hubungan kadar timbal dengan lama bekerja sebagai petugas
SPBU di Kabupaten Badung Bali
2.2.3 Menganalisi hubungan antara kadar timbal dengan kadar enzim Gamma GT
dalam darah petugas SPBU di Kabupaten Badung, Bali.

4
III. Manfaat
3.1 Manfaat Penulis
Sebagai sarana pembelajaran untuk memahami patofisiologi gangguan fungsi hati
dan penyebabnya serta prosedur pemeriksaan untuk menunjang diagnosis
gangguan fungsi hati.
3.2 Manfaat Khusus

Sebagai informasi untuk bisa meminimalisir paparan timbal sehingga juga dapat
meminimalisir potensi kerusakan hepatoseluler.

IV. Pustaka Mini


5.1 Organ Hati
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh dan mempunyai peran penting
dalam metabolisme tubuh. Hati memproduksi empedu untuk mencerna lemak. Lebih
jauh lagi, hati sangat berperan penting dalam menetralkan racun berupa bahan kimia
melalui aktivitas enzim yang beraneka ragam dengan dua cara yaitu degradasi dan
konjugasi.
Secara umum, fungsi utama organ hati adalah untuk menghasilkan produk
sampingan yang larut dalam air dan apabila berupa bahan asing (bahan kimia) mampu
menetralkan dan mengekskresikan bahan tersebut melalui urin.
Hati memiliki dua ciri khusus yang relevan dengan peranannya dalam
menetralkan zat racun. Ciri yang pertama adalah induksi enzim. Agen penginduksi
dapat meningkatkan enzim metabolic terkait sehingga dapat memeperbaiki atau
mempercepat proses penetralan racun. Dalam dosis kecil, banyak bahan kimia beracun
yang dapat menyebabkan induksi enzim, seperti etanol, fenobarbiton, dan pestisida
DDT. Ciri khas yang kedua adalah strktur hati yang mana lobulus hati kurang mampu
melakukan regenerasi dengan baik dibandingkan sel hati itu sendiri.
Enzim Gamma GT terdapat di sel hati, ginjal, dan pankreas. Pada sel hati,
Gamma GT terdapat di reticulum endoplasmi sedangkan di empedu terdapat pada sel-
sel epitel. Peningkatan aktifitas GGT dapat dijumpai pada icterus obstruktif,
kolangitis, dan kolestasis. Enzim sangat peka terhadap penyakit hepatitis dan alkohoik.
Kadarnya tetap bertahan lama pada posisi meningkat pasca penyembuhan. Enzim ini
kurang spesifik untuk mendiagnosis penyakit hati karena kadarnya juga akan
meningkat pada penyakit neurologis, post infark miokard, juga pada pemakain obat

5
yang dapat menginduksi sisntesis enzim Gamma GT yaitu antikonvulsan, berbiturat,
dan alkoholisme.
5.2 Mekanisme fisiologi
Gamma Glutamil Transferase (GGT) merupakan enzim generasi kedua pada
uji fungsi hati yang sangat penting sejak 30 tahun yang lalu untuk menunjang
diagnosis peradangan hati. Menurut studi yang dilakukan oleh Conigrave pada tahun
1993 mendeskripsikan sebuah peningkatan kadar GGT yang tidak terduga pada kasus
mortalitas jantung. Enzim ini secara umum terikat pada struktur sel, namun ada juga
yang berbentuk cair dan larut dalam urin dan serum.
Peningkatan aktivitas enzim Gamma Glutamil Transferase pada serum
menggambarkan gangguan pada fungsi hati, empedu dan pancreas. Peningkatan kadar
GGT yang sangat tinggi secara umum menggambarkan terjadinya koelstasis.
Pengukuran aktivitas GGT pada pasien yang tidak mengalami ikterik, terutama
sebagai screening test sangat penting dilakukan. Meskipun GGT secara luas
terdistribusi diseluruh organ tubuh, namun peningkatan aktivitas GGT pada serum
mejadi indicator spesifik penyakit saluran hepatobiliari atau terlibat dalam penyakit
hati akut.
Secara fisiologis, GGT berperan sebagai katalisator dalam degradasi glutation.
Didalam tubuh, glutation berfungsi sebagai antioksidan utama Glutation adalah
molekul yang mengandung asam glutamate, sistein, dan glisin. Sintesa glutation
terjadi didalam sel.

Sebagai antioksidan, molekul glutation tunggal dibentuk dan secara metabolic


tidak aktif serta memerlukan degradasi. Bentuk teroksidasi dari glutation direduksi
oleh glutation reduktase dalam persiapan pembentukan ulang. GGT menghidrolisis
glutation menjadi glutamate sistein-glisin dipeptida. Selain itu, produk reduksi dari

6
glutation menghasilkan asam amino yang digunakan kembali untuk mensistensis
glutation di dalam sel. Namun, pada membrane seluler dan ruang intraseluler, bagian
sistein-glisin tidak dapat menjadi agen reduksi yang kuat untuk besi, dengan
pembentukan yang bertahap pada ion supraoksida dan hydrogen peroksida.
5.3 Mekanisme patofisiologi
GGT merupakan enzim microsomal yang banyak ditemukan di hati dan ginjal.
Enzim ini dalam darah mengalami peningkatan pada seseorang yang sering
mengonsumsi alcohol serta obat- obatan yang mengandung berbiturat, fenitoin, dll.
Intake alcohol yang tinggi merangsang microsomal memproduksi enzim yang lebih
banyak sehingga bisa menyebabkan kerusakan hati meskipun status gizi orang yang
mengonsumsi alcohol itu tergolong baik. Peningkatan kadar GGT terjadi ketika
seseorang mengonsumsi alcohol setelah 12-24 jam. Kemungkinan kadar tersebut akan
tetap meningkat hingga 2-3 minggu setelah asupan alcohol dihentikan.
Pasien dengan gangguan kolestasis mengalami peningkatan kadar GGT dalam
serum dan degradasi sel hati . Adanya degradasi sel hati ini ditandai dengan
ditemukannya fragmen membrane sel hati pada serum.
Hati berfungsi untuk menetralkan racun. Sel hati mempunyai kemampuan
terbatas dalam menetralkan racun. Adapaun racun yang dimaksud disini adalah zat-
zat kimia yang tidak dibutuhkan oleh tubuh, misalnya obat- obatan, pestisida, alcohol,
dll. Semakin tinggi paparan racun terhadap tubuh maka semakin berat pula kerja hati
untuk menetralkannya. Berawal dari itu, semakin lama fungsi haptosit akan semakin
menurun sehingga banyak racun yang terdeposisi di hati karena tidak dapat
dinetralkan sehingga berujung pada kerusakan hati. Kerusakan ini menyebabkan
enzim yang terdapat di hati, seperti enzim Gamma GT akan merembes dan masuk ke
dalam pembuluh darah dan kadarnya akan meningkat. Peningkatan kadar Gamma GT
inilah menjadi salah satu perkusor terjadinya kerusakan hati.
V. Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi pemeriksaan dan solusinya
5.1 Tahap Pra Analitik
5.1.1 Pengambilan sampel darah. Ketika menarik plunger spuit yang terlalu cepat
sehingga menyebabkan eritrosit yang masuk ke ujung spuit dengan berdesakan
dan membentur diding ujung spuit. Hal itu dapat menyebabkan sel darah
mengalami hemolisis. Solusi dari hal ini adalah dengan cara menarik plunger
spuit secara perlahan dan hati- hati tetapi tidak boleh terlalu lambat karena
darah akan terlebih dahulu membeku.

7
5.1.2 Memindahkan sampel whole blood dari spuit ke tabung reaksi. Whole
blood yang dimasukkan ke tabung rekasi tidak melalui dinding tabung
menyebabkan sel darah mengalami hemolisis. Solusi dari hal tersebut adalah
dengan mengalirkan whole blood melalui dinding tabung dan menekan plunger
secara perlahan. Namun apabila tabung vacuum, darah akan masuk secara
sendirinya tanpa menekan plunger.
5.1.3 Proses sampel yang dibiarkan membeku sebelum di centrifugasi. Sampel
yang dibiarkan membeku bukan bergantung pada waktu, yang mana secara
teori adalah 20-30 menit. Namun bergantung pada terbentuknya serum
sebelum dilakukan sentrifugasi. Apabila tidak demikiian menyebakan serum
yang diperoleh mengalami hemolisis dan tidak layak untuk sampel
pemeriksaan. Solus dari hal tersebut adalah memastikan bahwa sampel
dibiarkan memebeku hingga terbentuk serum dan apabila ada sel darah yang
menempel pada dinding tabung bisa dilepaskan menggunakan dispossible
stirrer.
5.1.4 Kualitas sampel (serum/plasma) yang digunakan untuk pemeriksaan. Sampel
yang digunakan tidak boleh hemolisis, ikterik, dan lipemik. Sampel hemolisis
dapat diketahui dengan melihat adanya bias merah dengan latar belakang
hitam. Sampel ikterik dapat dilihat dengan adanya florosensi hijau ketika
dilihat dengan lata belakang putih. Sedangkan pada sampel lipemik, terlihat
adanya jendalan putih atau sampel keruh. Solusi bagi sampel hemolisis bisa
dilakukan dengan memastikan terlebih dahulu apakah termasuk hemolisis
sementara atau permanen yaitu dengan menstrifugasi ulang serum yang telah
dipisahkan dengan sel darah. Apabila pada serum yang telah disentrifugasi
terbentuk endapan sel darah merah, maka serum yang bebas dari endapan
tersebut bisa dipipet dan digunakan untuk pemeriksaan. Tetapi apabila setelah
disentrifugasi tidak terbentuk endapan sel darah merah dan serum tetap
berwarna bias merah maka serum tersebut mengalami hemolisis permanen
sehingga tidak dapat digunakan lagi. Untuk sampel ikterik sebelum digunakan
untuk pemeriksaan bisa diencerkan terlebih dahulu dengan NaCl Fisiologi
dengan perbandngan 1:1. Sedangkan untuk sampel lipemik solusinya dengan
mensentrifugasi ulang dan apabila tetap keruh bisa diencerkan dengan NaCl
Fisiologi dengan perbandingan 1:9 (sampel: NaCl Fisiologis)

8
5.1.5 Reagen yang digunakan. Sebelum melakukan pemeriksaan, pastikan reagen
yang digunakan tidak kadaluwarsa, disimpan pada suhu yang sesuai, terhindar
dari sinar matahari langsung, dan tidak terkontaminasi. Hal itu bertujuan untuk
memastikan bahwa PH dan suhu reagen tetap terjaga. Dengan demikian, solusi
dari hal ini adalah dengan melihat spesifisitas pemeliharaan reagen pada
manual kit dan menerapkannya.
5.2 Tahap Analitik
5.2.1 Rasio pemipetan.
Pemeriksaan ini didasarkan pada reaksi antara enzim dan substrat. Jadi
apabila terjadi peningkatan pemipetan pada keduanya menyebabkan hasil yang
tinggi palsu begitu pula sebaliknya. Biasanya pemipetan yang menyebabkan
volumenya bertambah seperti tidak menyeka bagian luar tip mikropipet.
Sedangkan penurunan volume pemipetan terjadi karena pada saat menyeka
bagian luar tim mikropipet terkena ujung tip sehingga ada cairan yang terhisap.
Solusi dari permasalahan ini adalah dengan melakukan pemipetan secara hati-
hati, tidak lupa untuk menyeka bagian luar tip mikropipet secara merata dan
dipastikan tidak menyentuh bagian ujung tip mikropipet.
5.2.2 Suhu inkubasi
Suhu menjadi hal yang sangan penting dalam reaksi antara enzim dan substrat.
Tidak semua enzim dan substrat dapat berekasi pada suhu ekstrim karena pada
suhu yang demikian menyebabkan enzim mengalami denaturasi sehingga
reaksi kedaunya tidak terjadi secara maksimal. Hal tersebut dapat
menyebabkan hasil yang rendah palsu. Namun ada pula enzim yang akan
mengalami peningkatan kecepatan reaksi pada suhu tinggi atau suhu rendah,
hal yang demikian dapat menyebabkan hasil rendah palsu. Keterlibatan suhu
ini terjadi ketika proses inkubasi. Dengan demikian, harus dipastikan bahwa
waterbath yang digunakan bersuhu 37⁰C (suhu yang disyaratkan pada manual
kit) begitu pula dengan spektrofotmeter yang digunakan karena inkubasi juga
dilakukan di spektrofotometer sehingga sebelum digunakan, pastika
spekrofotometer harus di warming up terlebih dahulu sekitar 15 menit.
5.2.3 Waktu inkubasi
Keterlibatan waktu terjadi ketika proses inkubasi pada waterbath. Berdasarkan
manual kit rajawali, sampel peemeriksaan Gamma GT memerlukan waktu
inkubasi selama 1 menit dalam 3 periode waktu. Waktu inkubasi yang lama

9
menyebabkan jumlah enzim dan substrat yang bereaksi semakin banyak
sehingga diperoleh hasil tinggi palsu. Sedangkan apabila waktu inkubasi
kurang dari waktu yang seharusnyam maka jumlah enzim dan substrat yang
bereaksi semakin sedikit sehingga diperoleh hasil rendah palsu. Dengan
demikian, solusi dari permasalahan ini adalah memperhatikan waktu inkubasi
dengan tepat dan disuahakan sesuai dengan manual kit.
5.2.4 Homogenisasi
Reaksi antara enzim dan substrat akan lebih optimal ketika homogenisasi
dengan tepat. Homogenisasi yang kurang tepat dan merata menyebabkan tren
absorbansi menjadi tidak stabil, misalnya naik turun padahal tren absorbansi
yang seharusnya adalah terjadi penururnan absorbansi. Dengan demikian,
solusi dari permasalahan ini adalah homogenisasi tidak hanya dilakukan
dengan menggunakan mikropipet tetapi juga digoyang-goyangkan dengan
mengapit tabung reaksi menggunakan telapak tangan .

5.3 Tahap Post Analitik


5.3.1 kalkulasi hasil
Hasil pengukuran absorbansi selanjutnya akan dilakukan perhitungan
menggunakan rumus yang ada pada manual kit. Perhitungan harus dilakukan
dengan benar dan teliti sehingga diperoleh hasil yang akurat dan valid.
VI. SOP dan nilai rujukan
6.1 Alat dan Bahan
A. Alat
1. Spektrofotometer
2. Tabung reaksi
3. Rak tabung reaksi
4. Mikropipet 1000µ dan 100µ
5. Centrifuge
6. Spuit
7. Tourniquet
8. Tempat limbah infeksisus non tajam
9. Safety box
10. Timer
11. waterbath

10
B. Bahan
1. Sampel serum
2. Kapas alcohol 70%
3. Kapas kering’
4. Tissue
5. Reagen peemriksaan Gamma GT
6. Aquadest
6.2 Standar Operasioan prosedur Pemeriksaan enzim Gamma GT
A. Tahap Pra Analitik
1. Siapakn alat dan bahan yang dibutuhkan seperti yang tertulis pada poin alat
dan bahan. Sebelum digunakan, suhu reagen harus sesaui degan suhu
kamar .
2. Lakukanlah pengambilan sampel darah vena dengan teknik phlebotomy
yang baik dan benar
3. Pindahkan sampel darah yang diperoleh ke tabung rekasi melalui dinding
tabung
4. Sampel darah dibiarkan membeku hingga terbentuk serum.
5. Lakukan centrifugasi sampel darah menggunakan centrifuge dengan
kecepatan 3000rpm selama 10 menit
6. Pastikan serum yang terbentuk tidak mengalami hemolisis, ikterik, dan
lipemik. (untuk memastikan hal tersebut beserta solusinya, tercantum
dalam poin faktor-faktor yang mempengaruhi pemeriksaan dan solusinya)
7. Pindahkan serum yang terbentuk ke tabung rekasi lain menggunakan
mikropipet. Berilah indentitas.
8. Nyalakan spektrofotometer untuk warming up selama 15 menit sebelum
digunkan, aturlah panjang gelombang 405nm.
9. Nyalakan waterbath dan aturlah suhu waterbath hingga mencapai 37⁰C.
B. Tahap Analitik
1. Campurkan reagen 1 dan reagen 2 dengan perbandingan 4 : 1 (Reagen 1 :
reagen 2). Campuran kedua reagen tersebut disebut sebagai working reagen
2. Bilaslah spektrofotometer dengan memasukkan aquadest ke kuvet,
kemudian keluarkan dengan menekan tombol merah pada alat penyedotan
sambil menutup lubang disamping kuvet menggunakan tissue

11
3. Siapkan 2 tabung reaksi dan berilah label “blanko” pada tabung pertama,
dan label “sampel” pada tabung kedua
4. Pipetlah 1000µl reagen 1 ke masing- masing tabung reaksi
5. Inkubasikan tabung reaksi berlabel “blanko” pada waterbath selama 1
menit
6. Masukkan tabung reaksi berlabel blanko tersebut ke spektrofotometer
kemudian tekan tombol zero
7. Keluarkan larutan tersebut dengan menekan tombol merah pada alat
penyedotan sambil menutup lubang disamping kuvet menggunakan tissue
8. Bilaslah kuvet dengan memasukkan aquades ke kuvet kemudian keluarkan
dengan menekan tombol merah pada alat penyedotan sambil menutup
lubang disamping kuvet.
9. Pipetlah 100µl sampel serum dan masukkan ke tabung rekasi berlabel
“sampel”
10. Homogenkan menggunakan mikropipet dan goyang- goyangkan dengan
mengapitnya menggunakan kedua telapak tangan
11. Inkubasikan pada waterbath selama 1 menit. Waktu inkubasi dimulai dari
sampel dimasukkan ke tabung reaksi.
12. Masukkan sampel ke kuvet spektrofotmeter dan langsung tekan tombol
result. Nyalakan stopwatch untuk 1 menit selanjutnya. Catatlah
absorbansinya.
13. Ketika sudah mencapai satu menit, tekan tombol result. Nyalakan lagi
stopwatch untuk satu menit selanjutnya. Catatlah absorbansinya
14. Ketika sudah mencapai satu menit, tekan tombol result. Nyalakan lagi
stopwatch untuk satu menit selanjutnya. Catatlah absorbansinya.
15. Ketika sudah mencapai satu menit, tekan tombol result. Catatlah
absorbansinya.
16. Keluarkan larutan dari kuvet dengan menekan tombol merah pada alat
penyedotan sambil menutup lubang disamping kuvet menggunakan tissue
17. Bilaslah kuvet dengan memasukkan aquadest kemudian keluarkan aquadest
dengan menekan tombol merah pada alat penyedotan sambil menutup
lubang disamping kuvet dengan tisse.
C. Tahap Post Analitik

12
1. Lakukanlah perhitungan pada absorbansi yang telah diperoleh untuk
memperoleh kadar enzim Gamma GT pada sampel dengan rumus :
A = ((Abs 3- Abs2) + (Abs 2-Abs 1)) / 2
Keterengan :
Abs 1 : absorbansi pada menit 1
Abs 2 : absorbansi pada menit 2
Abs 3 : absorbansi pada menit 3
2. Posisikan setting spektrofotometer dan waterbath pada posisi awal.
Matikan spektrofotometer dan waterbath
3. Cucilah tabung reaksi yang telah digunakan dan keringkan
4. Buanglah sampah yang telah dihasilkan ke tempat limbah sesuai dengan
jenisnya
5. Bersihkan meja kerja dan semprotlah dengan alcohol 70%
6. Kembalikan alat dan bahan yang digunakan ke tempat semula
6.3 Nilai rujukan pemeriksaan Gamma GT
Temperature 25⁰C 30⁰C 37⁰C
Men 6-28 U/l 8-46 U/l 11-81 U/l
Woman 4-18 U/l 7-29 U/l 9-39 U/l

6.4 SOP Pemeriksaan kadar timbal


1. Timbanglah berat cangkir porselen menggunakan timbangan analitik
2. Masukkan sampel darah kedalah cangkir porselen tersebet
3. Tambahkan 5 ml asam nitrat pada sampel darah
4. Tambahkan pula 5 ml asam pengabuan (campuran 25 g kalium sulfat dengan
100ml asam nitrat pekat)
5. Panaskan pada furnace pada suhu 400⁰C sampai diperoleh serbuk berwarna
putih
6. Tambahkan aquadest sebanyak 10 ml pada serbuk putih hasil pengabuan
7. Panaskan berulang- ulang hingga asam nitratnya habis
8. Kadar timbal dalam darah dapat diukur menggunakan AAS
VII. Hasil
Responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah sampel homogen dengan jenis
kelamin laki- laki yang bekerja di SPBU dan bersedia menjadi responden. Pengambilan

13
sampel dilakukan di 15 SPBU di kabupaten Badung dengan jumlah sampel sebanyak 45
orang. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotmeter dengan metode
kinetic fotometrik dan sampel yang digunakan adalah serum.
Hasil pengukuran menunjukkan rata- rata kadar enzim Gamma GT pada pegawai
SPBU di Kabupaten Badung adalah 38, 57 U/l. sedangkan rata- rata kadar timbal adalah
20,05 µg/ dl. Berdasarkan persebaran data diatas, ada beberapa petugas dengan kadar
timbal yang sangat tinggi sehingga terlihat bahwa peningkatan kadar timbal tersebut
dipengaruhi oleh lama bekerja di SPBU.
Hasil uji statisitik dengan nilai korelasi hubungan antara pengaruh lama kerja dengan
kadar timbal adalah 0,957. Nilai ini mendekati nilai satu sehingga bisa disimpulkan bahwa
hubungan antara lama bekerja dengan kadar timbal sangat erat dan berkorelasi positif.
Sedangkan nilai korelasi antara lama bekerja dengan kadar Gamma GT adalah 0,925.
Nilai ini juga mendekati nilai satu sehingga dapat disimpulkan bahwa hubungan antara
lama bekerja dengan kadar enzim Gamma GT sangat erat dan berkorelasi positif.
Nilai korelasi anatar kadar timbal dengan kadar enzim Gamma GT adalah 0.957. Nilai
ini juga mendekati nilai satu sehingga bisa diperoleh kesimpulan bahwa hubungan antara
keduanya sangat erat dan ebrkorelasi positif.
VIII. Pembahasan
Timbal merupakan zat additive yang biasa ditambahkan pada bahan bakar kendaraan
bermotor seperti premium dan pertamax plus. Timbal yang ditmbahkan berbentuk
senyawa tetra ethyl lead/ TEL atau (C2H5)Pb. Pertamax plus mengandung Pb sebesar
0.013 g/ l sedangkan kadar timbal pada premium adalah 0.001g/dl. Hal tersebut
mengindikasin bahwa produk pembakaran premium atau pertamax plus menghasilkan
timbal sebagai bahan cemar dalam bentuk senyawan anorganik.
Cemaran timbal apabila terhirup manusia akan memberikan dampak yang merugikan
bagi kesehatan, utamanya bagi fungsi hati, seseorang yang mempunyai kadar timbal > 40
µg/ dl mempunyai risiko 1,783 kali mengalami gangguan fungsi hati. Hal itu akan
berdampak pada peningktan pada enzim hati dalam darah yaitu SGPT, SGOT, Gamma
GT. Adapaun seseorang yang berisiko tinggi mengalami peningkatan kadar timbal adalah
pegawai SPBU dan polisi lalu lintas.
Berdasrkan penelitian yang telah dilakukan, peningkatan enzim gamma GT terjadi
pada pekerja SPBU yang telah bekerja lebih dari 4 tahun. Hal ini disebabkan karena
pegawai SPBU yang bekerja dibagian operator lebih sering menghirup timbal dalam
bahan bakar kendaraan yang memiliki kandungan sangat tinggi. Hal itu diperparah dengan

14
paparan timbal melalui tangan karena tidak menggunakan alat pelindung diri misalnya
sarung tangan.
Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Mukono, et al yang meneliti status
kesehatan dan kadar Pb karyawan SPBU di Jawa Timur,menemukan bahwa pemeriksaan
darah lengkap pada pegawai SPBU dengan penjualan bensin kurang 8 ribur liter per hari
lebih baik dari karyawan SPBU yang menjual lebih dari 10 ribu per liter. Didaptakan pula
rata- rata kadar Pb karyawan SPBU sebesar 77,59 µg/100ml.
Gejala keracunan timbal yang umumnya meliputi sakit kepala, mulut terasa logam,
nafsu makan berkurang, nyeri perut, kram, dan sembelit. Salah satu fungsi hati untuk
memeprtahankan hidup adalah penyaringan racun yang beredar dari aliran darah.
Seseorang yang mengidap Penyakit hati kronis menyebabkan organ hatinya tidak dapat
menyaring atau menetralkan racun dengan maksimal. Seiring berjalannya waktu, hal itu
bisa menyebabkan semakin sedikit sel hati yang menentralkan racun dari darah sehingga
racun itu akan menumpuk di hati. Hal itulah yang menyebabkan kerusakan hati parah
sehingga enzim Gamma GT yang terdapat pada sel hati akan masuk ke aliran darah. Kadar
enzim Gamma GT yang tinggi pada darah menjadi indicator terjadinya penyakit hati.
IX. Tanggapan
Dari jurnal tersebut diketahui bahwa ada hubungan antara lama bekerja dengan kadar
timbal dalam darah dan hubungannya bersifat positif. Hubungan antara kadar timbal
dengan enzim Gamma GT juga sangat erat dan bersifat positif. Semakin lama waktu
bekerja maka semakin banyak pula timbal masuk kedalam tubuh. Hal itu menyebabkan
ketidakseimbangan fungsi hati dalam menetralkan racun dalam darah berupa timbal
sehingga fungsi hati akan menurun. Penurunan fungsi hati mengindikasikan terjadinya
kerusakan pada hati sehingga enzim gamma GT akan merembes kedalam darah dan
kadarnya akan meningkat.
Berdasarkan buku Clinical Chemistry (Bishop, michaelL) menyatakan bahwa
peningkatan GGT dipengaruhi oleh intake alcohol dan obat- obatan tertentu seperti
barbiturate, trisiklik antidepresan, dan anticonvulsans. Dalam jurnal ini belum dipaparkan
secara detail mengenai proses peningkatan kadar GGT akibat paparan logam berat timbal
dalam jangka waktu lama. Namun hal itu relevan dengan teori yang menyebutkan bahwa
salah satu fungsi hati adalah menetralisisr racun dan dalam hal ini timbal adalah racun
berupa logam berat yang apabila terakumulasi dengan jumlah berlebih dalam tubuh dapat
mengganggu fungsi hati itu sendiri.

15
Daftar Referensi

Minarti dkk. 2015. Hubungan Paparan Timbal dengan Kejadian Gangguan Fungsi Hati Pada
Pekerja Pengecoran Logam di CV. Sinar Baja Cemerlang Desa Bakalan, Ceper , Kabupaten
Klaten. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol 14 No 1

Sudarmaji dkk. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 dan Dampaknya Terhadap Kesehatan.
Jurnal Kesehatan Lingkungan Volume 2 No. 2

Putra dkk. 2018. Pengaruh Lama Bekerja Terhadap Kadar Timbal dan Enzim Gamma GT
Dalam Darah petugas SPBU di Kabupaten Badung Bali. Bali Health Journal 2 (2) 2018.

Suryadi. 2010.Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja.Jakarta: EGC.

Bishop, dkk. 2010. Clinical Chemistry.Philadelpia: Lipincott Wiliams & Walkins a wolter
Kluwer business

Andrianto & Gunawan. 1984. Kapita Selekta. Jakarta : Buku Kedokteran EGC

Longo & Fucii. 2010. Harrison’s Gastroenterology and Hepatology. US: The MC Graw- Hill
Companies.

Manual kit PT. Rajawali Nubindo untuk Pemeriksaan Gamma GT.

16

Anda mungkin juga menyukai