Anda di halaman 1dari 72

SEMINAR KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A DENGAN DEMAM TIPOID DI


RUANG ANAK RSUD ACHMAD MOCHTAR
BUKITTINGI

OLEH

KELOMPOK II

FITRI MARDIANA
MUSTIKA MAYANG SARI
SEKAR ANAK AMPUN
SYAKITA PUTRI
VIRLIA PUTRI KHAIRAMI

PROGRAM STUDI NERS


STIKes YARSI SUMBAR BUKITTINGGI
TAHUN 2020/202
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, wr. Wb

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT atas berkat
rahmat dan ridho-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah seminar yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada An. A dengan Demam Typoid Diruang
Anak RSUD Acmad Mochtar Bukittinggi”. Penyusunan makalah ini untuk
memenuhi tugas Siklus Keperawatan Anak Program Studi Profesi Ners Stikes
Yarsi Sumbar Bukittinggi Tahun Ajaran 2019/2020.

Penyusun menyadari penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan


oleh sebab itu penulis megharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan makalah ini.

Penyusunan makalah ini tidak lepas dukungan dari berbagai pihak sehingga
dengan segala kesederhanaan hati dan penuh rasa hormat penyusun mengucapkan
terimakasih pada semua pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun
materil secara langsung maupun tidak langsung. Kepada yang terhormat :

1. Ibu Ns. Liza Merianti, S.Kep, M.Kep dan Ns. Yossi Fitrina, S.Kep, M.Kep
selaku pembimbing akademik
2. Ibu Ns. Betriyulis, S.Kep selaku pembimbing klinik

Penyusun berharap semoga ALLAH SWT memberikan keberkahan pada


semua pihak yang telah membantu dan menjadikan semua bantuan ini sebagai
ibadah. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan menjadi bahan
masukan bagi dunia kesehatan khususnya keperawatan. Amin YaRobbal Alamin.
Assalamualaikum, wr.wb.

Bukittinggi, Februari 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................. 4
C. Tujuan Umum dan Khusus ................................................................ 4
D. Mamfaat ............................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Defenisi Typoid ................................................................................. 6
B. Etiologi ............................................................................................... 6
C. Tanda dan gejal .................................................................................. 7
D. Anatomi Fisiologi .............................................................................. 9
E. patofisiologi ....................................................................................... 15
F. pemeriksaan penunjang ...................................................................... 17
G. Komplikasi ........................................................................................ 18
H. Penatalaksanaan ................................................................................. 19
I. woc ..................................................................................................... 20
J. diagnosa ............................................................................................. 21
K. rencana keperawatan .......................................................................... 22
BAB III TINJAUAN KASUS
Tinjauan kasus ................................................................................... 32
BAB IV PEMBAHASAN
Pembahasan ....................................................................................... 58
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 65
B. Saran .................................................................................................. 66

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks,

yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu

sendiri. Demikian pula untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat tidak

hanya dilihat dari segi kesehatannya sendiri tapi harus dari seluruh segi yang

ada pengaruhnya terhadap kesehatan tersebut. Salah satu masalah masyarakat

yang perlu mendapat perhatian adalah masalah kejadian Thypoid (Typus) di

masyarakat.

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang

disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B dan

C. penularan demam tifoid melalui fecal dan oral yang masuk ke dalam tubuh

manusia melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Widoyono,

2011). Penyakit Demam tifoid seringkali menjadi sebab seseorang harus

menjalani rawat inap. Demam typoid atau typhoid fever yang biasa disebut

dengan typus atau types oleh orang awam, merupakan penyakit yang

disebabkan oleh Salmonella Thyphi (S Thyphi). Bakteri salmonella Thyphi

menyerang bagian saluran pencernaan. sistem dan kebijakan kesehatan

menyatakan demam typoid disebabkan oleh pencemaran air minum dan

sanitasi yang buruk.

Demam thypoid yang berulang dapat terjadi dan berlangsung dalam

waktu yang pendek pada mereka yang mendapatkan infeksi yang ringan
1
dengan demikian juga hanya menghasilkan kekebalan yang lemah. Demam

thypoid yang berulang akan terjadi bila pengobatan sebelumnya tidak adekuat

atau sebetulnya bukan berulang tetapi terkena infeksi baru. Demam thypoid

yang berulang dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat

menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut.sepuluh persen

dari demam thypoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya demam

thypoid yang berulang (Soedarto,2013)

Penyebab yang sering terjadi yaitu faktor kebersihan. Seperti

halnya ketika makan di luar apalagi di tempat-tempat umum biasanya

terdapat lalat yang beterbangan dimana-mana bahkan hinggap di makanan.

Lalat-lalat tersebut dapat menularkan Salmonella thyphi dari lalat yang

sebelumnya hinggap di feses atau muntah penderita demam tifoid

kemudian hinggap di makanan yang akan dikonsumsi (Padila, 2013).

Bakteri yang tertelan melalui makanan akan menembus membran

mukosa epitel usus, berkembang biak di lamina propina kemudian masuk ke

dalam kelenjar getah bening mesenterium. Setelah itu memasuki peredaran

darah sehingga terjadi bakterimia pertama yang asimtomatis, lalu bakteri

akan masuk ke organ- organ terutama hati dan sumsum tulang yang

dilanjutkan dengan pelepasan bakteri dan endotoksin ke peredaran darah

sehingga menyebabkan bakterimiakedua. Bakteri yang berada di hati akan

masuk kembali ke dalam usus merangsang pelepasan sitokin proinflamasi

yang menginduksi reaksi inflamasi. Respon inflamasi akut menyebabkan

diare dan dapat menyebabkan ulserasi serta penghancuran mukosa.

2
Sebagian bakteri lainnya akan dikeluarkan bersama feses (Bula-Rudas, et

al., 2015).

Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di

berbagai negara sedangberkembang. Menurut dataWorld Health Organization

(WHO) tahun 2013 memperkirakan angkakejadian di seluruh dunia terdapat

sekitar 17 juta per tahun dengan 600.000 orang meninggalkarena penyakit ini

dan 70% kematiannya terjadi di Asia. Diperkirakan angka kejadian

dari150/100.000 per tahun di Amerika Selatan dan 900/100.000 per tahun di

Asia. Salah satu negaradi Asia Tenggara dengan kasus demam thypoid yang

tinggi adalah Kamboja, di Kamboja demamthypoid banyak ditemukan pada

anak. Prevalensi kasus demam thypoid dari 11,36 per 1.000penduduk, terjadi

pada anak usia kurang dari 15 tahun (Ilmiah 2016).

Di Indonesia sendiri, penyakit Typhoid bersifat endemik, menurut

WHO angka penderita demam typhoid di Indonesia mencapai 81% per 100.000

(Depkes RI, 2013). Distribusi prevalensi tertinggi adalah pada usia 5 -14 tahun

(1,9%), usia 1 – 4 tahun (1,6%), usia 15 -24 tahun (1,5%) dan usia <1 tahun

(0,8%). Kondisi ini menunjukan bahwa anak-anak (0-18 tahun,WHO)

merupakan populasi penderita demam typhoid terbanyak di Indonesia. Di

Sumatera Barat prevalensi demam tifoid sebesar 1,46%(Riskesdas, 2014).

Berdasarkan data awal dari RSUD dr. Achmad Mchtar diruangan Anak

didapatkan angka kejadian typoid pada tahun 2019 sebanyak 12 orang.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik mengambil

seminar kasus yang berjudul “asuhan keperawatan typoid diruangan rawat inap

Anak di RSUD dr.Achmad Mochtar Bukittinggi.

3
B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam seminar ini adalah

bagaimana memberikan asuhan keperawatan Typoid di ruang rawat inap Anak

RSUD dr.Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2020.

C. Tujuan penulisan

1. Tujuan umum

Mampu melakukan asuhan keperawatan Typoid di ruang rawat inap Anak

RSUD dr.Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2020.

2. Tujuan khusus

a. Mampu melaksakan pengkajian asuhan keperawatan lengkap pasien dengan

typoid diruangan di ruang rawat inap Anak RSUD dr.Achmad Mochtar

Bukittinggi tahun 2020.

b. Mampu merumuskan diagnosa asuhan keperawatan kepada pasien dengan

typoid diruangan di ruang rawat inap Anak RSUD dr.Achmad Mochtar

Bukittinggi tahun 2020.

c. Mampu membuat intervensi asuhan keperawatan secara menyeluruh pada

pasien dengan typoid diruangan di ruang rawat inap Anak RSUD dr.Achmad

Mochtar Bukittinggi tahun 2020.

d. Mampu menerapkan implementasi keperawatan pada pasien dengan typoid

diruangan di ruang rawat inap Anak RSUD dr.Achmad Mochtar Bukittinggi

tahun 2020.

4
e. Mampu melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan typoid

diruangan di ruang rawat inap Anak RSUD dr.Achmad Mochtar Bukittinggi

tahun 2020.

f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan typoid


diruangan di ruang rawat inap Anak RSUD dr.Achmad Mochtar Bukittinggi
tahun 2020.
g. Mampu menerapkan implementasi keperawatan pada pasien dengan typoid
diruangan di ruang rawat inap Anak RSUD dr.Achmad Mochtar Bukittinggi
tahun 2020.
h. Mampu melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan typoid
diruangan di ruang rawat inap Anak RSUD dr.Achmad Mochtar Bukittinggi
tahun 2020.
i. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan typoid
diruangan di ruang rawat inap Anak RSUD dr.Achmad Mochtar Bukittinggi
tahun 2020.

D. Manfaat

1. Bagi Peneliti

Hasil yang diperoleh dapat menjadi data dasar yang mendukung penelitian dan

menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang typod

2. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur bagi perpustakaan.

Menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa tentang typoid

3. Bagi Lahan Penelitian

Sebagai bahan masukan bagi petugas di RSUD Dr. Achmad Mochtar

Bukittinggi dalam memberikan pendidikan kesehatan bagi pasien dan keluarga

yang menderita typoid.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri

Salmonella typhii dan bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit

menular (Cahyono, 2010).

Demam typhoid atau sering disebut dengan tifus abdominalis adalah

penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang berpotensi menjadi

penyakit multi sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhi (Muttaqin, A

& Kumala, S. 2011)

Demam typhoid atau Typhoid Fever ialah suatu sindrom sistemik

terutama disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam typhoid merupakan

jenis terbanyak dari salmonelosis.Jenis lain dari demam enterik adalah

demam paratifoid yang disebabkan oleh S. paratyphi A, S. schottmuelleri

(semula S. paratyphi B), dan S. hirschfeldii (semula S. paratyphi C).Demam

Typhoid memperlihatkan gejala lebih berat dibandingkan demam enterik

yang lain (Widagdo, 2011).

B. Etiologi

Menurut Widagdo (2011), penyebab dari demam typhoid

adalah salmonella typhi, termasuk dalam genus salmonella yang

tergolong dalam famili enterobacteriaceae. Salmonela bersifat bergerak,

berbentuk batang, tidak membentuk spora, tidak berkapsul, gram (-).Tahan

terhadap berbagai bahan kimia, tahan beberapa hari/ minggu pada suhu

6
kamar, bahan limbah, bahan makanan kering, bahan farmasi dan tinja.

Salmonela mati pada suhu 54.4º C dalam 1 jam, atau 60º C dalam 15 menit.

Salmonela mempunyai antigen O (stomatik), adalah komponen dinding sel

dari lipopolisakarida yang stabil pada panas, dan anti gen H (flagelum)

adalah protein yang labil terhadap panas. Pada S. typhi, juga pada S. Dublin

dan S. hirschfeldii terdapat anti gen Vi yaitu poli sakarida kapsul.

Menurut Sodikin (2011), penyebab penyakit demamtyphoid adalah

jenis salmonella thyposha, kuman ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Hasil gram negatif yang bergerarak dengan bulu getar dan tidak

berspora.

2. yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella),

dan antigen Vi. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratoriun pasien,

biasanya terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen

tersebut.

C. Tanda dan gejala

Masa inkubasi demam typhoid berlangsung antara 10-14 hari.

Gejala- gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai

dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai

komplikasi hingga kematian.

Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan

dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut lain yaitu demam, nyeri

kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare,

perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik
7
hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat

perlahan – lahan terutama pada sore hari hingga malam hari. (Perhimpunan

Dokter Spesial Penyakit dalam Indonesia, 2014)

Masa tunas 7-14 hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal (

gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas ) yaitu:

1. Perasaan tidak enak badan


2. Nyeri kepala
3. Pusing
4. Diare
5. Anoreksia
6. Batuk
7. Nyeri otot
8. Muncul gejala klinis yang lain

Demam berlangsung 3 minggu. Minggu pertama: demam

ritmen, biasanya menurun pagi hari, dan meningkat pada sore dan

malam hari. Minggu kedua : demam terus. Minggu ketiga demam

mulai turun secara berangsur-angsur, gangguan pada saluran

pencernaan, lidah kotor yaitu ditutupi selaput kecoklatan kotor,

ujung dan tepi kemerahan, jarang disertai tremor, hati dan limpa

membesar yang nyeri pada perabaan, gangguan pada kesadaran,

kesadaran yaitu apatis-samnolen. Gejala lain ”RESEOLA” ( bintik-

bintik kemerahan karena emboli hasil dalam kapiler kulit ) ( Kapita

selekta, kedokteran, jilid 2 ).

8
D. Anatomi fisiolgi

Menurut Sodikin 2011,sistem pencernaan terdiri dari :

Gambar 2.1 sistem pencernaan pada manusia menurut Sodikin (2011).

1. Mulut

Mulut merupakan bagin pertama dari pencernaan. Dinding kavum

oris memiliki struktur untuk fungsi mastikasi (pengunyahan), dimana

makanan akan dipotong, dihancurkan oleh gigi dan dilembabkan oleh

saliva (Sodikin,2011).

2. Lidah

Lidah tersusun atas otot yang pada bagian atas dan sampingnya

dilapisi dengan mukosa, lidah pada neonates relative pendek dan lebar.

Lidah berfungsi membolak-balikan makanan sehingga semua makanan

dihancurkan secara merata.selain itu, lidah berfungsi membantu

menelan makanan (Sodikin, 2011).

9
3. Gigi

Gigi mempunyai ukuran berbeda – beda. Setiap gigi

memiliki tiga bagian yaitu mahkota yang terlihat di atas gusi, leher

yang ditutupi oleh gusi dan akar yang ditahan oleh soket tulang.

Fungsi gigi untuk mengunyah makanan(Sodikin, 2011).

4. Esofagus/kerongkongan

Esophagus merupakan tuba otot dengan ukuran 8 – 10 cm

dari kartilago krikoid sampai bagian kardia lambung. Panjangnya

bertambah selama 3 tahun setelah kelahiran, selanjutnya kecepatan

pertumbuhan lebih lambat mencapai panjang dewasa 23 – 30 cm.

Kerongkonan atau esophagus berfungsi menyalurkan

makanan dari mulut ke lambung. Secara anatomis di depan

esophagus adalah trachea dan kelenjar tiroid, jantung, serta

diafragma, sedangkan dibagian belakangnya

adalah kolumna vertebralis (Sodikin, 2011).

5. Lambung

Lambung berbentuk lebar dan merupakan bagian yang dapat

berdilatasi dari saluran cerna. Bentuk lambung bervarisi bergantng

dari jumlah makanan didalamnya, adanya gelombang peristaltik,

tekanan dari organ lain, dan postur tubuh. Posisi dan bentuk

lambung juga sangat bervariasi, biasanya memiliki bentuk “J”, dan

terletak di kuadran kiri atas abdomen. Fungsi utama lambung

adalah menyiapkan makanan untuk dicerna di usus, memecah

makanan, penambahan cairan setengah cair dan meneruskannya ke


10
duodenum. Makanan disimpan di dalam lambung lalu dicampur

dengan asam, mucus, dan pepsin, kemudian dilepaskan pada

kecepatan mantap terkontrol ke dalam duodenum (Sodikin, 2011).

Secara mekanisme lambung juga mencerna makanan secara

kimiawi. Lambung menghasilkan suatu cairan yang mengandung

air, lender, asam lambung (HCL), serta enzim renin dan

pepsinogen. Karena sifatnya yang asam, cairan lambung dapat

membunuh kuman yang masuk bersama makanan. Sementara itu,

enzim rennin akan mengumpulkan protein susu yang ada di dalam

air susu sehingga dapat dicerna lebih lanjut. Pepsinogen akan

diaktifkan oleh HCL menjadi pepsin yang berfunsi memecah

protein menjadi pepton (Budiyono, 2011).

6. Usus kecil

Usus kecil terbagi menjadi duodenum, jejunum, dan ileum.

Usus kecil memiliki panjng 300- 350 cm saat lahir, mengalami

peningkatan sekitar 50 % selama tahun pertama kehidupan, dan

berukuran ± 6 meter saat dewasa. Duodenum merupakan bagian

terpendek dari ususkecil yaitu sekitar 7,5 – 10 cm dengan diameter 1

– 1,5 cm. dinding usus terbagi menjadi 4 lapisan,yaitu mukosa, sub

mukosa, muskuler, dan serosa(peritoneal) (Sodikin,2011).

Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari

(duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.

Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pylorus dalam

jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum

11
akan mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti

mengalirkan makanan (Budiyono, 2011).

Duodenum menerima enzim pankreatik dari pankreas dan

empedu dari hati. Cairan tersebut (yang masuk ke dalam duodenum

melalui lubang yang disebut sfingter oddi) merupakan bagian yang

penting dari proses pencernaan dan penyerapan. Gerakan peristaltic

juga membantu pencernaan dan penyerapan dengan cara mengaduk

dan mencampurnya dengan zat yang dihasilkan oleh usus. Beberapa

senti pertama dari lapisan duodenum adalah licin tetapi sisanya

memiliki lipatan-lipatan, tonjoan-tonjolan kecil (vili) dan tonjolan

yang lebih kecil (mikrovili) (Budiyono, 2011).

7. Pankreas

Pankreas merupakan suatu organ yang terdiri dari 2

jaringan dasar yaitu asini yang menghasilkan enzim-enzim

pencernaan dan pulau pancreas yang menghasilkan hormon.

Pankreas melepaskan enzim pencernaan kedalam duodenum dan

melepaskan hormon ke dalam darah (Budiyono, 2011).

Tiga hormon yang dihasilkan oleh pankreas adalah :

a. Insulin, yang berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah.

b. Glucagon, yang berfungsi menaikkan kadar gula dalam darah.

c. Somatostatin, yang berfungsi menghalangi pelepasan kedua

hormone lainnya (insulin dan glucagon) (Budiyono, 2011).

d. Kandung dan Saluran empedu

Empedu mengalir dari hati melalui duktus hepatikus kiri

12
dan kanan, yang selanjutnya bergabung membentuk duktus

hepatikus umum. Saluran ini kemudian bergabung dengan sebuah

saluran yang berasal dari kandung empedu (duktus sistikus) untuk

membentuk saluran empedu umum. Duktus pankreatikus

bergabung dengan saluran empedu umu dan masuk ke dalam

duodenum (Budiyono, 2011).

Menurut Budiyono (2011), empedu memiliki 2 fungsi penting:

a. Membantu pencernaan dan penyerapan lemak

b. Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh,

terutama hemoglobin yang berasal dari penghacuran sel

darah merah dan kelebihan kolesterol.

8. Usus Besar

Menurut Budiyono (2011), usus besar terdiri dari:

a. Kolon asen

b. Kolon desendens (kiri)

c. Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum).

d. Kolon densenden (kanan)

e. Transversum Apendiks (usus buntu) merupakan suatu

tonjolan kecil yang berbentuk seperti tabung, yang terletak di

kolon asendens, pada perbatasan kolon asendens dengan usus

halus. Usus besar menghasilkan lendir dan berfungsi

menyerap air dan elektrolit dari tinja. Ketika mencapai usus

besar, isi usus berbentuk cairan, tetapi ketika mencapai

rektum bentuknya menjadi padat. Banyaknya bakteri yang

13
terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa

bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.bakteri di

dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting,

sperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari

usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan

gangguan pada bakteri-bakteri di dalam usus besar.

Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan

dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare

(Budiyono, 2011).

9. Rektum dan Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung

usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya

rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi,

yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja

masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air

besar. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan

keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami

kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda

buang air besar (Budiyono, 2011).

Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan,

dimana bahan limbah keluar dari.Sebagai anus terbentuk dari

permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus.Suatu cincin

berotot (sfingter ani) menjaga agar anus tetap tertutup (Budiyono,

2011).
14
E. Patofisiologi

Kuman salmonella typhi yang masuk ke saluran gastrointestinal

akan di telan oleh sel-sel fagosit ketika masuk melewati mukosa dan oleh

makrofag yang ada di dalam laminaprophia. Sebagian dari salmonella

typhi ada yang dapat masuk ke usus halus mengadakan invaginasi

kejarinagn limfoid usus halus (lakpeyer) dan jaringan limfoid

mesenterika.Kemudian salmonella typhi masuk melalui folikel limfa ke

saluran limphatik dan sirkulasi darah sistemik sehingga terjadi

bakterimia. Bakterimia pertama-tama menyerang sistem retikulo

endothelial (RES) yaitu : hati, limpa, dan tulang, kemudian selanjutnya

mengenai seluruh organ di dalam tubuh antara lain sistem saraf pusat,

ginjal, dan jaringan limpa (Curtis, 2006 dalam Muttaqin & Sari, 2011)

Usus yang terserang tifus umumnya ileum distal, tetapi kadang

bagian lain usus halus dan kolon proksimal juga di hinggapi.Pada

mulanya, plakatpeyer penuh dengan vagosit, membesar, menonjol, dan

tampak seperti infiltrate atau hyperplasia dimukosa usus (Hidayat, 2005

dalam Muttaqin & Sari, 2011).

Pada akhir minggu pertama infeksi, terjadi nekrosis dan

tukak.Tukak ini lebih besar di ileum dari pada di kolon sesuai dengan

ukuran plakpeyer yang ada disana.Kebanyakan tukaknya dangkal, tetapi

kadang lebih dalam sampai menimbulkan perdarahan.Perforasi terjadi

pada tukak yang menembus serosa.Setelah penderita sembuh, biasanya

ulkus membaik tanpa meninggalkan jaringan parut dan fibrosis (Brusch,

2009 dalam Muttaqin & Sari, 2011).


15
Masuknya kuman kedalam intestinal terjadi pada minggu pertama

dengan tanda dan gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu akan naik

pada malam hari dan akan menurun menjelang pagi hari. Demam yang

terjadi pada masa ini di sebut demam interminten (suhu yang tinggi, naik

turun, dan turunnya dapat mencapai normal). Disamping peningkatan

suhu tubuh, juga akan terjadi obstipasi sebagai akibat penurunan motilitas

suhu, namun hal ini tidak selalu terjadi dan dpat pula terjadi sebalinya.

Setelah kuman melewati fase awal intestinal, kemudian masuk ke

sirkulasi sistemik dengan tanda peningkatan suhu tubuh yang sangat

tinggi dan tanda-tanda infeksi pada ERS seperti nyeri perut kanan atas,

splenomegali, dan hepatomegali (Chaterjee, 2009 dalam Muttaqin & Sari,

2011).

Pada minggu selanjutnya dimana infeksi fokal intestinal terjadi

dengan tanda-tanda suhu tubuh masih tetap tinggi, tetapi nilainya lebih

rendah dari fase bakterimia dan berlangsung terus menerus (deman

kontinu), lidah kotor, tepi lidah hiperemesis, penurunan peristaltik,

gangguan digesti dan absorpsi sehingga akan terjadi distensi, diare dan

pasien merasa tidak nyaman. Pada masa ini dapat terjadi perdarahan usus,

perforasi, dan peritonitis dengan tanda distensi abdomen berat, peristaltik

menurun bahkan hilang, melena, syok, dan penurunan kesadaran (Parry,

2002 dalam Muttaqin & Sari, 2011).

16
F. Pemeriksaan Penunjang.

1. Pemeriksaan Laboratorium.

a. Pemeriksaan Leukosit.

Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada

sediaan darah tepi dalam batas normal, malahan kadang terdapat

leukositosis, walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder.

b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT.

Jumlah SGOT dan SGPT akan meningkat, tetapi akan kembali

normal setelah sembuh dari demam typhoid.

c. Tes Widal.

Tes widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan anti

bodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella terdapat

dalam serum pasien demam typhoid, juga pada orang yang pernah

ketularan salmonella dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap

demam typhoid. Anti gen yang digunakan pada tes widal adalah suspensi

salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud tes

widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum pasien yang

disangka menderita demam typhoid. Akibat infeksi oleh kuman

salmonella, pasien membuat anti bodi (aglutinin), yaitu:

1. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O

(berasal dari tubuh kuman).

2. Aglutinin H, karena rangsangan antigen H (berasal dari

flagela

3. Aglutinin Vi, karena rangsangan antigen Vi (berasal dar

17
simpai kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang

ditentukan titernya untuk diagnosis. Makin tinggi titernya, makin besar

kemungkinan pasien menderita demam typhoid. Pada infeksi yang aktif,

titer uji widal akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan

selang paling sedikit 5 hari.

d. Biakan Darah.

Biakan darah positif memastikan demam typhoid, tetapi biakan

darah negatif tidak menyingkirkan demam typhoid, karena pada

pemeriksaan minggu pertama penyakit berkurang dan pada minggu-

minggu berikutnya pada waktu kambuh biakan akan positif lagi.

e. Komplikasi

Menurut sodikin (2011) komplikasi biasanya terjadi pada usus

halus,namun haal tersebut jarang terjadi. Apabila komplikasi ini terjadi

pada seorang anak, maka dapat berakibat fatal. Gangguan pada usus

halus dapat berupa :

a. Perdarahan usus

Apabila perdarahan terjadi dalam jumlah sedikit,

perdarahan tersebut hanya dapat ditemukan jika dilakukan

pemeriksaan feses dengan benzidin, jika perdarahan banyak maka

dapat terjadi melena yang bisa disertai nyeri perut dengan tanda-

tanda renjatan. Perforasi usus biasanya timbul pada minggu ketiga

18
atau setelahnya dan terjadi pada bagian usus distal ileum.

b. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan

bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati

menghilang dan terdapat udara diantara hati dan diafragma pada

foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.

c. Peritonitis

Peritonitis biasanya menyertai perforasi, namun dapat juga

terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut

seperti nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defebce

musculair) dan nyeri tekan.

d. Komplikasi diluar usus

Terjadi lokalisasi peradangan akibat sepsis (bacteremia),

yaitu meningitis, kolesistisis, ensefalopati, dan lain – lain.

Komplikasi diluar usus ini terjadi karena infeksi sekunder, yaitu

bronkopneumonia.

f. Penatalaksanaan

1. Tirah baring atau bed rest.

2. Diit lunak atau diit padat rendah selulosa (pantang sayur dan buahan),

kecuali komplikasi pada intestinal

3. Obat-obat :

 Antimikroba :

a. Kloramfenikol 4 X 500 mg sehari/iv Tiamfenikol 4 X 500 mg

sehari oral

19
b. Kotrimoksazol 2 X 2 tablet sehari oral (1 tablet = sulfametoksazol

400 mg + trimetoprim 80 mg) atau dosis yang sama iv, dilarutkan

dalam 250 ml cairan infus.

c. Ampisilin atau amoksisilin 100 mg/kg BB sehari oral/iv, dibagi

dalam 3 atau 4 dosis.

d. Antimikroba diberikan selama 14 hari atau sampai 7 hari bebas

demam.

 Antipiretik seperlunya

 Vitamin B kompleks dan vitamin C

4. Mobilisasi bertahap setelah 7 hari bebas demam.

20
g. Diagnosa keperawatan

Menurut Mutaqin & kumala (2011), diagnose keperawatan yang

dapat muncul pada penyakit demam typhoid adalah :

a. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan infeksi.

b. Nyeri akut berhubungan dengan saluran gastrointestinal.

c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kekurangan asupan

nutrisi.

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.

e. Diare berhungan dengan proses infeksi

f. Kontipasi berhubungan dengan asupan cairan yang tidak

mencukupi.

g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan suhu dan lingkungan

sekitar.

h. Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit,

misinterpretasi informasi.

i. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif,

salah interprestasi informasi, kurang pajanan, kurang minat dan

belajar.

j. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.

21
h. Rencana keperawatan

Menurut NANDA (2012), dalam rencana keperawatan pada pasien

dengan penyakit demam typhoid adalah :

a. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan infeksi.

Tujuan : suhu tubuh dalam batas normal

Intervensi :

1. Monitor suhu tubuh minimal tiap 2 jam

2. Monitor TD, nadi, dan RR

3. Monitor suhu kulit dan warna

4. Monito tanda – tanda hipertermi dan hipotermi

5. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

6. Ajarkan pasien cara mencegah keletihan akibat panas

7. Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang

diperlukan

8. Kolaborasi dengan dokter pemberian antipiretik

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis

Tujuan : nyeri berkurang atau hilang.

Intervensi :

1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk

lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor

presipitasi.

2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.

22
3. Berikan lingkungan yang kondusif.

4. Kurangi faktor presipitasi nyeri.

5. Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri

(teknik nafas dalam)

6. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kekurangan asupan cairan.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Intervensi :

1. Kaji intake dan output pasien.

2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.

3. Monitor vital sign.

4. Monitor status nutrisi.

5. Kolaborasi pemberian cairan IV.

6. Dorong masukan oral.

d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.

Tujuan : kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.

Intervensi :

1. Kaji adanya alergi makanan.

2. Monitor intake output pasien

3. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori

23
dan nutrisi yang di butuhkan pasien.

4. Berikan makanan yang sudah di konsultasikan dengan ahli

gizi.

5. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.

6. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang di

butuhkan.

e. Diare berhubungan dengan proses infeksi

Tujuan : diare dapat di kendalikan atau di hilangkan

Intervensi :

1. Ajarkan pada orang tua mengenai perawatan anak,

pemberian makanan dan minuman.

2. Keseimbangan elektrolit dalam batas normal.

3. Jelaskan obat-obatan yang di berikan, efek samping dan

kegunaannya

4. Tingkatkan keseimbangan cairan

5. Anjurkan banyak minum air.

6. Biasakan cuci tangan dengan sabun dan air tiap kali

sesudah buang air besar atau kecil dan sebelum menyiapkan

makanan.

f. Kontipasi berhubungan dengan asupan cairan yang tidak

mencukupi.

Tujuan : Kontipasi menurun

24
Intervensi :

1. Mempertahankan pola eliminasi defekasi yang teratur.

2. Manajemen kontipasi/inpakasi

3. Manajemen cairan : tingkatkan keseimbangan cairan dan

cegah komplikasi akibat kadar cairan yang tidak normal

atau tidak di inginkan.

4. Konsultasi dengan ahli gizi untuk meningkatkan serat dan

cairan dalam diet.

g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan suhu dan lingkungan

sekitar.

Tujuan : Kebutuhan tidur pasien adekuat.

Intervensi :

1. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat.

2. Kaji pola tidur pasien.

3. Ciptakan lingkungan yang nyaman.

4. Kolaborasi pemberian obat tidur

5. Diskusikan keluarga dengan pasien dan keluarga tentang

teknik tidur pasien.

6. Catat kebutuhan tidur pasien setiap hari dan jam.

h. Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit misinterpre

stasi informasi.

Tujuan : secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang.

25
Intervensi :

1. Gunakan pendekatan yang menenangkan.

2. Kaji tingkat kecemasan.

3. Jelaskan semua prosedur

4. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan

kecemasan.

5. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan,

persepsi.

6. Intruksikan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi

7. Temani pasien untuk memberikan kenyamanan dan

mengurangu takut.

8. Dorong keluarga untuk menemani anak.

9. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan.

i. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, salah

interprestasi informasi, kurang pajanan, kurang minat dan belajar.

Tujuan : pasien mampu melaksanakan apa yang telah di informasikan.

Intervensi :

1. Kaji pengetahuan awal pasien dan keluarga

2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini

berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara

yang tepat.

3. Gambarkan proses penyakit dengan cara yang cepat.

4. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa mucul pada

penyakit.

26
5. Berikan pada pasien dan keluarga tentang informasi yang

tepat.

j. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.

Tujuan : Aktivitas kembali normal.

Intervensi :

1. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktifitas tyang mampu

dilakukan.

2. Bantu untuk memilih aktifitas konsisten yang sesuai dengan

kamapuan fisik, psikologi, dan sosial.

3. Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktifitas.

4. Bantu pasien/ keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan

dalam beraktifitas

5. Monitor respon fisik, emosi

27
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Biodata
A. Identitas Klien
Nama : An. A
Tempat tanggal lahir : Palupuh, 15-01-2013
Usia : 7 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Palupuh, Agam, Sumatera Barat
Tanggal Masuk : 16 Januari 2020
Tanggal Pengkajian : 22 Januari 2020
Diagnosa Medik : Demam Tipoid

B. Identitas Orang Tua


1. Ayah
Nama : Tn. R
Usia : 30 Tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Palupuh, Agam, Sumatera Barat

2. Ibu
Nama : Ny. R
Usia : 27 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Alamat : Palupuh, Agam, Sumatera Barat

28
C. Identitas Saudara Kandung
No Nama Usia Jenis kelamin Keadaan sekarang
1 An. A 2,5 tahun Perempuan Sehat

II. Riwayat Kesehatan


A. Keluhan Utama
Deman naik turun semenjak 2 minggu sebelum masuk ke rumah
sakit.
B. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluarga mengatakan pasien demam sudah sejak 2 minggu
sebelum masuk rumah sakit, demam naik turun, batuk kering sejak
4 hari yang lalu. Nafsu makan pasien menurun sejak sakit dan
pasien mengalami mual dan muntah sejak demam, dalam 1 hari
frekuensi muntah pasien ± 3x/hari. BAB pasien encer, berampas.
Pasien mengeluh perut sakit, kembung sejak 6 hari yang lalu.
Pasien juga mengeluh nyeri persendian, tenggorokan terutama saat
menelan.

C. Riwayat Kesehatan Lalu


1. Prenatal Care
Ibu memeriksakan kehamilannya di bidan dengan keluhan
awal-awal kehamilan yaitu mual dan muntah setiap bangun tidur ,
badan terasa letih, nafsu makan kurang. ibu dianjurkan agar
banyak istirahat dan memakan banyak buah dan sayur. Kebutuhan
nutrisi ibu selama hamil terpenuhi. Berat badan ibu selama hamil
65 kg. Golongan darah ibu A dan golongan darah ayah O. Saat
hamil ibu dapat imunisasi TT.
2. Natal
Tempat ibu melahirkan : Padang
Jenis persalinan : Spontan
Penolong persalinan : Bidan
Komplikasi setelah melahirkan : Tidak ada

29
3. Post Natal
Kondisi bayi : Normal, putih kemerahan
Anak saat lahir :Tidak ada kesulitan saat
lahir, anak langsung menangis
Berat Badan Lahir : 2700 gr
Tinggi Badan Lahir : 50 cm
4. Riwayat alergi : Tidak ada
5. Riwayat penyakit : Tidak ada
6. Riwayat Kecelakaan : Tidak ada

D. Riwayat Kesehatan Keluarga


Ibu pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
mengalami penyakit yang sama dengan pasien.
Genogram

Keterangan :
: Perempuan : An. A
: Laki-laki :Tinggal serumah
: Hubungan pernikahan

30
III. Riwayat Imunisasi
No Jenis Immunisasi Waktu Pemberian Reaksi setelah
pemberian
1 BCG 1 bulan Demam
2 DPT I, II, III 2,3,4 bulan, - , - Demam
3 Polio I, II, III, IV 5,6,7,8 bulan, - , - Tidak ada
4 Campak 8 bulan Tidak ada
5 Hb 0, Hb 1, Hb 2 hari, - , - , -
Tidak ada
II, Hb III

IV. Riwayat Sosial


 Ibu pasien mengatakan bahwa pasien di asuh oleh kedua orang tuanya,
terkadang nenek An.A yang sering ikut menjaga pasien saat orang tua
pasien bekerja.
 Pembawaan pasien saat dirumah ceria dan anak yang aktif, namun
saat bertemu dengan orang baru An.A sedikit pemalu.
 Lingkungan rumah luas dan berada di dekat jalan raya, rumah ada
berventilasi dan ada jendela.
 Hubungan pasien dengan adiknya akrab.

V. Riwayat Tumbuh Kembang


A. Pertumbuhan Fisik
Berat Badan : 19 kg
Tinggi Badan : 105 cm
Waktu pertumbuhan gigi pertama : 6 bulan
B. Perkembangan Tiap Tahap
Usia anak saat
Telungkup : 4 bulan
Duduk : 8 bulan
Merangkak : 9 bulan
Berdiri : 11 bulan
Berjalan : 13 bulan
31
Bicara : 15 bulan
Pemeriksaan Tingkat Perkembangan (DDST II)
1. Kemandirian dan bergaul :
Ibu pasien mengatakan dalam bergaul anaknya lincah dan pasien
sudah bisa memakai bajunya sendiri.
2. Motoric Halus :
Ibu pasien mengatakan anaknya sudah bisa menulis angka dan
huruf dengan baik.
3. Kognitif dan bahasa
Ibu pasien mengatakan anaknya bisa memahami pembicaraan
yang sedang dibicarakan dengannya dan sehari-hari anaknya
menggunakan bahasa minang.
4. Motoric kasar
Ibu pasien mengatakan pasien bisa melompat dan berlari dengan
baik.

VI. Pengkajian Pola Fungsi Gordon


1. Persepsi Kesehatan dan manajemen kesehatan
Ibu pasien mengatakan anaknya lahir spontan atau normal. Selama
proses persalinan tidak ada komplikasi lain pada anak. Status
kesehatan anak baik dari lahir sampai sekarang. Ibu pasien rutin
membawa pasien ke puskesmas dan imunisasi. Orang tua pasien
sangat menjaga lingkungan sekitar anak bermain agar tidak beresiko
cidera.
2. Nutrisi Metabolik
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya dari baru lahir sampai umur
2 tahun An.A minum ASI dan dengan tambahan MPASI, sereal, susu
formula, nasi tim. Saat ini pasien sudah makan nasi biasa.Pasien tidak
ada pantangan dalam makanan, nafsu makan dan minum menurun
selama sakit. pasien selalu memuntahkan makanan yang sudah
diberikan.

32
3. Pola Eliminasi
Sebelum sakit ibu pasien mengatakan BAB pasien normal dan
tidak berdarah, konsistensi lembek frekuensi BAB pasien sebanyak 1
kali/ hari, BAK 5-6 kali/ hari. Selama di rawat di rumah sakit
frekuensi BAK pasien selama sakit ± 800 cc/hari dan berwarna
kuning dan pasien BAB ±5x/hari dengan konsistensi encer, berwarna
kuing semenjak masuk rumah sakit.
4. Aktivitas dan Pola Latihan
Ibu mengatakan sebelum sakit anak merupakan anak yang aktif dan
lincah , tetapi selama di rawat di rumah sakit pasien hanya berbaring
sepanjang hari di tempat tidur. Selama di rumah sakit, aktivitas anak
dibantu oleh keluarga.
5. Pola Istirahat Tidur
Sebelum sakit pasien tidur lebih kurang 8-9 jam / hari, sedangkan
selama sakit pasien pada siang hari sering tidur siang dan pada malam
hari waktu tidur pasien sekitar 4-5 jam/hari.
6. Pola Kognitif – Persepsi
Pasien sudah bisa berbicara dan menjawab pertanyaan dengan
kalimat panjang, pasien juga sudah mampu mengerti setiap diajak
berbicara oleh orang tua.
7. Persepsi diri – pola konsep diri
Pasien sudah dapat mengenal nama sendiri, pasien juga sudah bisa
bergaul dengan teman-temannya..
8. Pola Peran – Hubungan
Interaksi antara orangtua dan anak baik, orangtua ada memeluk,
menyentuh, memanggil nama, berbicara dan kontak mata dengan
anak. Anak akan menangis jika ibu/ayahnya pergi dari sisinya.
9. Koping – pola toleransi stress
Pasien akan menangis jika ayahnya pergi dari sisinya. Anak merasa
cemas jika tidak ada ayah disampingnya.

33
10. Nilai – Pola Keyakinan
Pasien beragama islam, orangtua mengatakan anaknya ada
diajarkan ayat-ayat pendek dan doa-doa seperti doa mau makan, doa
sebelum tidur.

VII.Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tanda-tanda vital
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 120 x / menit
Suhu : 38.1 oc
Pernapasan : 48 x/ menit
4. SpO2 : 96
5. Berat Badan : 19 kg
6. Tinggi Badan : 136 cm
7. Kepala
Inspeksi :Simetris , distribusi rambut merata, rambut
tampak hitam dan kepala tampak bersih.
Palpasi :Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan,
tekstur rambut halus.
8. Muka
Inspeksi : Pasien tampak tidak ada oedema, tidak ada
sianosis
9. Mata
Inspeksi :Sklera putih, bentuk simetris, pupil isokor,
mata cekung (+), bereaksi terhadap cahaya,
konjungtiva anemis.
10. Hidung
Inspeksi : Tidak ada deformitas, tidak ada
pembengkakan tidak ada polip, tidak ada

34
perdarahan, tidak ada secret, pernapasan
cuping hidung
11. Telinga
Inspeksi : Simetris, tidak ada serumen, tidak ada
peradangan, tidak ada perdarahan, fungsi
pendengaran baik.
12. Mulut
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, membrane
mukosa bibir kering, tidak ada perdarahan
gusi, tidak ada stomatitis, tidak ada karies
gigi, lidah bersih
13. Leher
Inspeksi : Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid,
trakea simetris.
14. Thorax
Paru-paru
Inspeksi :Bentuk dada normal, gerakan dinding dada
simetris, retraksi dinding dada (+),
frekuensi nafas 48x/menit
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan
Perkusi : redup
Auskultasi : vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi :Iktus kordis teraba pada ICS V linea
midclavicularis dextra
Perkusi : Bunyi dullness
Batas atas : ICS II, batas bawah ICS V,
Batas kiri : ICS V midklavikula sinistra,
Batas kanan : ICS IV midsternalis dextra
Auskultasi : Reguler
Bunyi Jantung 1 tunggal (lup)

35
Bunyi Jantung II tunggal (dup)
Tidak ada bunyi tambahan .
15. Abdomen
Inspeksi : Tidak ada luka, tidak ada distensi
Auskultasi : Bising Usus (+) ; 12 x/menit
Palpasi : Nyeri tekan di kuadaran kiri atas
Perkusi : Thympani
Genitalia dan Anus : Tidak ada peradangan, tidak ada iritasi
16. Ekstremitas : Tidak ada kelainan bentuk, tidak ada
pembengkakan, akral hangat, CRT 3 detik,
turgor kulit sedang
VIII. Test Diagnostik
 Pemeriksaan darah tanggal 16-01-2020
HGB : 10,8 g/dL Nilai normal : 12.0 – 14.0
RBC : 4.07 106/Ul : 4.0 – 5.0
HCT : 27,9 % : 37.0 – 43.0
WBC : 43,23 103/Ul : 5.0 – 10.0
PLT : 363 103/uL : 150 - 400
 Analisis pemeriksaan Serologi – imunologi tanggal 20-01-2020
Salmonella IgM : (+) 6, rentang (4-10)
 Pemeriksaan Urinalisa tanggal 30-12-2019
Warna : kuning tua
Kekeruhan : (+)
Epitel : (+)
Kristal : Amorf Urat (+)
Bilirubin : (+)
Urobilinogen : normal
Ph : 5,5
Bj : 1.025

36
IX. Pemeriksaan penunjang
- Rontgen Thorax PA dan LAT
Kesan : Pleuropneumonia dextra susp efusi pleura

X. Terapi yang Diberikan


 Resep Obat Non Parenteral
 Nistatin : 4 x 0,8 mL
 Cetrizine syr : 1 x 10 mg
 Paracetamol : 3 x 200 mg
 Ranitidin : 2 x 40 mg
 Resep Obat Parenteral
 Inj Paracetamol : 3 x 250 mg
 Inj Ranitidine : 2 x 20 mg
 Inj Ceftriaxone :1 x 2 gr
 Cairan intra vena
 Inf KAEN IB : 45 cc/jam

37
DATA FOCUS

Data Subjektif Data Objektif


 Keluarga mengatakan napas  Pasien tampak sesak
anaknya sesak
 Pasien tampak batuk
 Keluarga mengatakan anaknya
batuk kering  Retraksi dinding dada (+)
 Keluarga mengatakan perut  Napas cuping hidung (+)
anaknya sakit dan kembung  TD : 100/70 mmHg
 Keluarga mengatakan  Nadi :120x/ menit
persendian dan tenggorakan  Suhu : 38.9 oc
anak sakit terutama saat  Pernapasan : 48 x/ menit
menelan  Pasien tampak meringis
 Keluarga mengatakan anaknya  Pasien tampak memegang area
demam sudah sejak 2 minggu yang sakit
sebelum masuk rumah sakit.  P : keluarga mengatakan nyeri
 Keluarga mengatakan anaknya perut
deman naik turun.  Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk
 Keluarga mengatakan anaknya  R : perut bagian kiri atas
berkeringat
 S : skala nyeri 6
 Keluarga mengatakan anaknya
 T : nyeri terus-menerus
tidak mau makan
 Klien tampak gelisah
 Keluarga mengatakan anaknya
 Pasien tampak berkeringat
mual dan muntah
 Kulit pasien teraba panas
 Keluarga mengatakan anaknya
 Tubuh pasien tampak
muntah berisi apa yang
kemerahan
dimakan.
 WBC : 43,23 103/Ul
 Keluarga mengatakan anaknya
dalam 1 hari muntah ada 3X.  Pasien tampak lemah dan letih
 Pasien tampak pucat
 Konjungtiva subanemis
 Mukosa bibir kering
 Mata cekung
 Porsi makan habis 1-2 sendok
 BB sebelum sakit : 21 kg
 BB sekarang : 19 kg
 HGB : 10,8 g/dL

38
XI. Analisa Data
Analisa Data Etiologi Masalah

Ds : Bakteri salmonella Pola nafas tidak


 Keluarga masuk ke rongga efektif
mengatakan napas pleura
anaknya sesak
 Keluarga
mengatakan Peradangan
anaknya batuk permukaan pleura
kering

Do : Permeabilitas
membrane pleura
 Pasien tampak
sesak
 Pasien tampak Akumulasi cairan
batuk dalam pleura
 Retraksi dinding
dada (+)
 Napas cuping Penurunan
hidung (+) ekspansi paru
 Nadi :120x/ menit
 Suhu : 38.9 oc
 Pernapasan : 48 x/ Pola napas tidak
menit efektif

Ds : Bakteri salmonella Nyeri akut


 Keluarga thypi
mengatakan perut
anaknya sakit dan
Bakteri masuk ke
kembung
 Keluarga pembuluh darah
mengatakan
persendian dan
Proses inflamasi
tenggorakan anak
sakit terutama saat
menelan Mengaktifkan
Do : mediator kimia
 Pasien tampak
39
meringis (histamin dan
 Pasien tampak bradikinin)
memegang area
yang sakit
 P : proses infeksi distensi abdomen,
Q : nyeri seperti nyeri epigastrik,
ditusuk-tusuk
mekanisme
R : perut bagian
kiri atas patologis
S : skala nyeri 6
T : nyeri terus- nyeri akut
menerus
 TD : 100/70 mmHg
 N: 120 x / menit
 RR : 48 x/ menit
Ds : Bakteri masuk Hipertermi
 Keluarga dalam aliran darah
mengatakan
anaknya demam
inflamasi
sudah sejak 2
minggu sebelum
masuk rumah bakteri
sakit.
mengeluarkan
 Keluarga
mengatakan endotoksin
anaknya deman
naik turun. termoregulator di
 Keluarga
hipotalamus
mengatakan
anaknya terganggu
berkeringat
Do :
Hipertermi
 Klien tampak
gelisah
 Pasien tampak
berkeringat
 Kulit pasien teraba
panas
 Tubuh pasien
tampak kemerahan

40
 Nadi :120x/ menit
 Suhu : 38.9 oc
 WBC : 43,23
3
10 /Ul

Ds : Bakteri salmonella Ketidakseimbangan


 Keluarga thypi nutrisi kurang dari
mengatakan kebutuhan tubuh
anaknya tidak mau
masuk lewat
makan
 Keluarga makan ke saluran
mengatakan pencernaan
anaknya mual dan
muntah
 Keluarga sistem pencernaan
mengatakan terganggu
anaknya muntah
berisi apa yang
hiperperistaltik
dimakan.
 Keluarga
mengatakan anoreksia, mual,
anaknya dalam 1
muntah
hari muntah ada
3X.
Do : Resiko
 Pasien tampak ketidakseimbangan
lemah dan letih
nutrisi kurang dari
 Pasien tampak
pucat kebutuhan tubuh
 Konjungtiva
subanemis
 Mukosa bibir
kering
 Mata cekung
 Porsi makan habis
1-2 sendok
 BB sebelum sakit :
21 kg
 BB sekarang : 19
kg
 HGB : 10,8 g/dL
41
XII. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru
2. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
4. Ketidakseimbangan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat

42
XIII. Intervensi Keperawatan

Diagnosa SLKI SIKI

Pola napas tidak Kriteria Hasil : Pemantauan Respirasi


efektif - pola nafas membaik Observasi
berhubungan  Monitor pola napas
dengan penurunan  Monitor kemampuan
ekspansi paru batuk efektif
 Monitor adanya
produksi sputum
 Monitor adanya
sumbatan jalan napas
 Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi
oksigen
 Monitor hasil x-ray
thorax
Terapeutik
 Atur interval waktu
pemantauan
respirasi sesuai
kondisi pasien
 Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan

Manajemen Jalan Napas


Observasi
 Monitor pola napas
 Monitor bunyi
napas tambahan
 Monitor sputum
Terapeutik
 Posisikan semi-
Fowler atau Fowler
 Berikan minum
hangat
 Berikan oksigen,
jika perlu
43
Edukasi
 Ajarkan teknik
batuk efektif
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, jika
perlu.

Nyeri Akut b.d Kriteria Hasil : Manajemen Nyeri


proses inflamasi Observasi
- Melaporkan
 Identifikasi lokasi,
nyeri terkontrol karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
- Kemampuan
intensitas nyeri
mengenal  Indetifikasi skala
penyebab nyeri nyeri
 Indetifikasi respon
nyeri non verbal
 Indetifikasi
pengaruh nyeri
terhadap kualitas
hidup
 Monitor efek
samping
penggunaan
analgentik
Terapeutik
 Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa
nyeri
 Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat
tidur
Edukasi
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
44
tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian analgetik
jika perlu

Hipertermi Kriteria Hasil :


berhubungan Manajemen Hipertermi
- Menggigil, kulit
dengan proses Observasi
merah, kejang  Monitor tanda-tanda
infeksi
menurun vital
- Pucat, takikardi,  Monitor intake dan
output cairan
takipnea bradikardi
 Monitor komplikasi
menurun akibat demam
- Hipoksia menurun Terapeutik
 Tutupi badan dengan
- Suhu tubuh
selimut atau pakaian
membaik tipis
- Suhu kulit membaik  Berikan oksigen jika
perlu
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan
memperbanyak minum
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
 Kolaborasi pemberian
antipiretik dan
antibiotic

45
Ketidakseimbangan Kriteria Hasil Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari Observasi
- Asupan gizi
kebutuhan tubuh  Monitor terjadinya
cukup kecenderungan
penurunan dan
- Asupan cairan
kenaikan berat
terpenuhi badan
- Asupan  Monitor kalori dan
asupan makanan
makanan  Tentukan status gizi
terpenuhi pasien dan
kemampuan pasien
untuk memenuhi
kebutuhan gizi.
 Tentukan jumlah
kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan.
 Monitor intake atau
asupan cairan secara
tepat
 Monitor berat badan
sesuai secara rutin
Terapeutik
 Berikan dukungan
terhadap
peningkatan berat
badan dan perilaku
yang meningkatkan
berat badan
Edukasi
 Ajarkan
pasien/keluarga
tentang konsep
nutrisi yang baik
Kolaborasi
 Kolaborasi untuk
mengembangkan
rencana perawatan
dengan melibatkan
klien dan orang-
orang terdekat
dengan tepat.

46
XIV. Implementasi Keperawatan
Hari/Tang Diagnosa Implementasi Evaluasi Paraf
gal
Hari ke I DX 1 1. Memonitor Sift Sore
Selasa, Pola napas pola napas
21-01- tidak 2. Memonitor S:
2020 efektif
kemampuan  Keluarga mengatakan
batuk efektif napas anaknya sesak
3. Memonitor  Keluarga mengatakan
adanya anaknya batuk kering
produksi
sputum O:
4. Memonitor
adanya  Pasien tampak sesak
sumbatan jalan  Pasien tampak batuk
napas  Retraksi dinding dada
5. Menjelaskan (+)
tujuan dan  Nafas cuping hidung
prosedur (+)
pemantauan  Nadi :120x/ menit
6. Memposisikan  Suhu : 38.9 oc
semi-Fowler  Pernapasan : 48 x/
atau Fowler menit
7. Memberikan
oksigen, bila A: Masalah pola napas tidak
perlu efektif belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan 1-7


DX II 1. Mengidentifik S:
Nyeri akut asikan lokasi,
karakteristik,  Keluarga mengatakan
durasi, perut anaknya sakit
frekuensi, dan kembung
kualitas,
 Keluarga mengatakan
intensitas nyeri
2. Memberikan persendian dan
teknik non tenggorakan anak
farmakologis sakit terutama saat
untuk menelan
mengurangi
rasa nyeri : O:
teknik napas
 Pasien tampak
dalam
meringis
47
3. Mengontrol  Pasien tampak
lingkungan memegang area yang
yang sakit
memperberat
rasa nyeri  P : proses penyakit
4. Memfasilitasi Q : nyeri seperti
istirahat tidur ditusuk-tusuk
5. Mengkolabora R : perut bagian kiri
sikan atas
pemberian S : skala nyeri 6
analgetik, jika
T : nyeri terus-
perlu
menerus
 TD : 90/60 mmHg
 N: 120 x / menit
 RR : 48 x/ menit

A : Masalah nyeri akut belum


teratasi

P : intervensi dilanjutkan 1-5

DX IV 1. Memonitor S:
Hipertermi tanda-tanda
 Keluarga mengatakan
vital
anaknya demam
2. Memonitor
sudah sejak 2 minggu
intake dan
sebelum masuk
output cairan
rumah sakit.
3. Menutupi
 Keluarga mengatakan
badan dengan
anaknya deman naik
selimut atau
turun.
pakaian tipis
4. Menganjurkan  Keluarga mengatakan
memperbanya anaknya berkeringat
k minum O:
5. Mengkolabora  Klien tampak gelisah
sikan  Akral teraba hangat
pemberian  Pasien tampak
cairan dan berkeringat
elektrolit  Kulit pasien teraba
intravena, jika panas
perlu  Tubuh pasien tampak
6. Mengkolabora kemerahan
sikan  Nadi :120x/ menit

48
pemberian  Suhu : 38.9 oc
antipiretik dan
antibiotic A : Masalah hipertermi
belum teratasi

P : intervensi dilanjutkan 1-6


DX V 1. Memonitor S:
Ketidaksei intake atau
mbangan asupan cairan  Keluarga mengatakan
nutrisi secara tepat anaknya tidak mau
kurang 2. Memonitor makan semenjak 5
dari berat badan hari sebelum masuk
kebutuhan sesuai secara
rumah sakit.
tubuh rutin
3. Memberikan  Keluarga mengatakan
dukungan anaknya mual.
terhadap  Keluarga mengatakan
peningkatan anaknya muntah
berat badan semenjak 5 hari
dan perilaku
yang sebelum masuk rumah
meningkatkan sakit.
berat badan  Keluarga mengatakan
4. Mengajarkan anaknya muntah berisi
pasien/keluarg apa yang dimakan.
a tentang
 Keluarga mengatakan
konsep nutrisi
yang baik anaknya dalam 1 hari
5. Mengkolabora muntah ada 3X.
si untuk O :
mengembangk  Pasien tampak lemah
an rencana dan letih
perawatan
 Pasien tampak pucat
dengan
melibatkan  Konjungtiva
klien dan subanemis
orang-orang  Mukosa bibir kering
terdekat  Porsi makan habis 1-2
dengan tepat. sendok
 BB sebelum sakit : 21
kg
 BB sekarang : 19 kg
 HGB : 10 g/Dl

A: Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
49
belum teratasi

P : intervensi dilanjutkan 1-5

Hari ke 2 DX I 1. Memonitor Shift Malam


Rabu pola napas
Pola 2. Memonitor S:
22-01- napas kemampuan
tidak
2020 batuk efektif  Keluarga mengatakan
efektif
21.00 3. Memonitor napas anaknya masih
adanya sesak
produksi  Keluarga mengatakan
sputum anaknya masih batuk
4. Memonitor
kering
adanya
sumbatan jalan
O:
napas
5. Menjelaskan
 Pasien tampak sesak
tujuan dan
prosedur  Pasien tampak batuk
pemantauan  Retraksi dinding dada
6. Memposisikan (+)
semi-Fowler  Nadi :95 x/ menit
atau Fowler  Suhu : 38.3 oc
7. Memberikan
 Pernapasan : 44 x/
oksigen, bila
menit
perlu
A: Masalah pola napas tidak
efektif belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan 1-7
DX II 1. Mengidentifik S:
asikan lokasi,
Nyeri karakteristik,  Keluarga mengatakan
akut durasi, bahwa anaknya masih
frekuensi, mengeluh sakit perut
kualitas,
intensitas nyeri
O:
2. Memberikan
teknik non  Pasien tampak
farmakologis meringis
untuk  Pasien tampak
mengurangi memegang area yang
rasa nyeri : sakit
teknik napas
50
dalam  P : proses penyakit
3. Mengontrol Q : nyeri seperti
lingkungan ditusuk-tusuk
yang
R : perut bagian kiri
memperberat
rasa nyeri atas
4. Memfasilitasi S : skala nyeri 6
istirahat tidur T : nyeri terus-
5. Mengkolabora menerus
sikan  TD : 100/60 mmHg
pemberian
 N: 95 x / menit
analgetik, jika
perlu  RR : 44 x/ menit

A : Masalah nyeri akut belum


teratasi

P : intervensi dilanjutkan 1-5

DX III 1. Memonitor S:
tanda-tanda
Hiperter  Keluarga mengatakan
vital
mi anaknya masih
2. Memonitor
demam.
intake dan
 Keluarga mengatakan
output cairan
demam anaknya naik
3. Menutupi
turun.
badan dengan
selimut atau  Keluarga mengatakan
pakaian tipis anaknya masih sering
4. Menganjurkan berkeringat
memperbanya O:
k minum  Klien tampak gelisah
5. Mengkolabora  Akral teraba hangat
sikan  Pasien tampak
pemberian berkeringat
cairan dan  Kulit pasien teraba
elektrolit panas
intravena, jika  Tubuh pasien tampak
perlu kemerahan
6. Mengkolabora  Nadi :95x/ menit
sikan  Suhu : 38.3 oc
pemberian
antipiretik dan A : Masalah hipertermi
antibiotic belum teratasi

51
P : intervensi dilanjutkan 1-6
DX IV 1. Memonitor S:
intake atau
Ketidakse asupan cairan  Keluarga mengatakan
imbangan secara tepat nafsu makan anak
nutrisi 2. Memonitor masih kurang
kurang berat badan
 Keluarga mengatakan
dari sesuai secara
kebutuha rutin anaknya mual.
n tubuh 3. Memberikan  Keluarga mengatakan
dukungan anaknya masih
terhadap muntah
peningkatan  Keluarga mengatakan
berat badan
anaknya muntah berisi
dan perilaku
yang apa yang dimakan.
meningkatkan  Keluarga mengatakan
berat badan anaknya dalam 1 hari
4. Mengajarkan muntah ada 2x
pasien/keluarg O :
a tentang
 Pasien tampak lemah
konsep nutrisi
yang baik dan letih
5. Mengkolabora  Pasien tampak pucat
si untuk  Konjungtiva
mengembangk subanemis
an rencana
 Mukosa bibir kering
perawatan
dengan  Porsi makan habis 2
melibatkan sendok
klien dan  BB sekarang : 18,5 kg
orang-orang
terdekat A: Ketidakseimbangan nutrisi
dengan tepat. kurang dari kebutuhan tubuh
belum teratasi

P : intervensi dilanjutkan 1-5


Hari ke 3 DX I 1. Memonitor Shift Pagi
Kamis, pola napas
Pola 2. Memonitor S:
23-01- napas kemampuan
tidak
2020 batuk efektif  Keluarga mengatakan
efektif
12.00 3. Memonitor anaknya masih sesak
adanya
 Keluarga mengatakan
produksi
sputum anaknya masih batuk

52
4. Memonitor kering
adanya
sumbatan jalan O :
napas
5. Menjelaskan  Pasien tampak sesak
tujuan dan  Pasien tampak batuk
prosedur
pemantauan  Retraksi dinding dada
6. Memposisikan (+)
semi-Fowler  Nadi :90 x/ menit
atau Fowler  Suhu : 37.8 oc
Memberikan  Pernapasan : 40 x/
oksigen, bila menit
perlu
A:Masalah pola napas tidak
efektif belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan 1-6
DX II 1. Mengidentifik S:
asikan lokasi,
Nyeri karakteristik,  Keluarga mengatakan
Akut durasi, bahwa anaknya masih
frekuensi, mengeluh sakit perut
kualitas,
intensitas nyeri
O:
2. Memberikan
teknik non  Pasien tampak
farmakologis meringis
untuk  Pasien tampak
mengurangi memegang area yang
rasa nyeri : sakit
teknik napas
dalam  P : proses penyakit
3. Mengontrol Q : nyeri seperti
lingkungan ditusuk-tusuk
yang R : perut bagian kiri
memperberat atas
rasa nyeri S : skala nyeri 5
4. Memfasilitasi
T : nyeri terus-
istirahat tidur
5. Mengkolabora menerus
sikan  TD : 90/60 mmHg
pemberian  N: 90 x / menit
analgetik, jika  RR : 40 x/ menit
perlu
 Skala nyeri : 5

53
A:

Masalah nyeri akut teratasi


sebagian

P : intervensi dilanjutkan 1-5

DX III 1. Memonitor S:
tanda-tanda
Hiperter  Keluarga mengatakan
vital
mi badan anak maih
2. Memonitor
terasa hangat
intake dan
 Keluarga mengatakan
output cairan
anaknya masih sering
3. Menutupi
berkeringat
badan dengan
O:
selimut atau
pakaian tipis  Klien tampak gelisah
4. Menganjurkan  Akral teraba hangat
memperbanya  Pasien tampak
k minum berkeringat
5. Mengkolabora  Kulit pasien teraba
sikan panas
pemberian  Nadi :90x/ menit
cairan dan  Suhu : 37.8 oc
elektrolit
intravena, jika A : Masalah hipertermi
perlu teratasi sebagian
6. Mengkolabora
sikan P : intervensi dilanjutkan 1-6
pemberian
antipiretik dan
antibiotic

DX IV 1. Memonitor S:
intake atau
Ketidakse asupan cairan  Keluarga mengatakan
imbangan secara tepat nafsu makan anak
nutrisi 2. Memonitor masih kurang
kurang berat badan
 Keluarga mengatakan
dari sesuai secara
kebutuha rutin anaknya mual.
n tubuh 3. Memberikan  Keluarga mengatakan
dukungan anaknya masih
terhadap
54
peningkatan muntah
berat badan  Keluarga mengatakan
dan perilaku anaknya muntah berisi
yang
apa yang dimakan.
meningkatkan
berat badan  Keluarga mengatakan
4. Mengajarkan anaknya dalam 1 hari
pasien/keluarg muntah ada 2x
a tentang O:
konsep nutrisi  Pasien tampak lemah
yang baik
dan letih
5. Mengkolabora
si untuk  Pasien tampak pucat
mengembangk  Konjungtiva
an rencana subanemis
perawatan  Mukosa bibir kering
dengan
 Porsi makan habis 2
melibatkan
klien dan sendok
orang-orang  BB sekarang : 19 kg
terdekat
dengan tepat. A: Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
belum teratasi

P : intervensi dilanjutkan 1-5


Hari ke 4 DX I 1. Memonitor Shift Pagi
Jumat pola napas
24-01- Pola 2. Memonitor S:
2020 napas
kemampuan  Keluarga mengatakan
tidak
efektif batuk efektif nafas anaknya masih
3. Memonitor sesak
adanya  Keluarga mengatakan
produksi anaknya batuk
sputum sesekali
4. Memonitor
adanya O:
sumbatan jalan
napas  Pasien tampak sesak
5. Menjelaskan  Pasien tampak batuk
tujuan dan  Retraksi dinding dada
prosedur (+)
pemantauan  Nafas cuping hidung
6. Memposisikan (+)
semi-Fowler  Nadi :110x/ menit
55
atau Fowler  Suhu : 37.9 oc
Memberikan  Pernapasan : 36 x/
oksigen, bila menit
perlu
A: Masalah pola napas tidak
efektif teratasi sebagian

P: intervensi dilanjutkan 1-6

DX II 1. Mengidentifik S :
asikan lokasi,
Nyeri karakteristik,  Keluarga mengatakan
Akut durasi, perut anaknya masih
frekuensi, sakit
kualitas,
intensitas nyeri O:
2. Memberikan
teknik non  Pasien tampak
farmakologis meringis
untuk  Pasien tampak
mengurangi
rasa nyeri : memegang area yang
teknik napas sakit
dalam  P : proses penyakit
3. Mengontrol Q : nyeri seperti
lingkungan ditusuk-tusuk
yang R : perut bagian kiri
memperberat
atas
rasa nyeri
4. Memfasilitasi S : skala nyeri 5
istirahat tidur T : nyeri terus-
5. Mengkolabora menerus
sikan  TD : 100/60 mmHg
pemberian  N: 110 x / menit
analgetik, jika
perlu  RR : 36 x/ menit

A : Masalah nyeri akut belum


teratasi

P : intervensi dilanjutkan 1-5

DX III 1. Memonitor S:
tanda-tanda
Hiperter  Keluarga mengatakan
vital
mi anaknya demam
2. Memonitor
sudah sejak 2 minggu
intake dan
sebelum masuk
56
output cairan rumah sakit.
3. Menutupi  Keluarga mengatakan
badan dengan anaknya deman naik
selimut atau turun.
pakaian tipis  Keluarga mengatakan
4. Menganjurkan anaknya berkeringat
memperbanya O:
k minum
 Klien tampak gelisah
5. Mengkolabora
 Akral teraba hangat
sikan
 Pasien tampak
pemberian
berkeringat
cairan dan
elektrolit  Kulit pasien teraba
intravena, jika panas
perlu  Tubuh pasien tampak
6. Mengkolabora kemerahan
sikan  Nadi :110x/ menit
pemberian  Suhu : 37.9 oc
antipiretik dan
antibiotic A : Masalah hipertermi
teratasi sebagian

P : intervensi dilanjutkan 1-6

DX IV 1. Memonitor S:
Ketidakse intake atau
imbangan asupan cairan  Keluarga mengatakan
nutrisi secara tepat nafsu makan anak
kurang 2. Memonitor masih kurang
dari berat badan
 Keluarga mengatakan
kebutuha sesuai secara
n tubuh rutin anaknya mual.
3. Memberikan  Keluarga mengatakan
dukungan anaknya masih
terhadap muntah
peningkatan  Keluarga mengatakan
berat badan
anaknya muntah berisi
dan perilaku
yang apa yang dimakan.
meningkatkan  Keluarga mengatakan
berat badan anaknya dalam 1 hari
4. Mengajarkan muntah ada 2x
pasien/keluarg O:
a tentang
 Pasien tampak lemah
konsep nutrisi
57
yang baik dan letih
5. Mengkolabora  Pasien tampak pucat
si untuk  Konjungtiva
mengembangk
an rencana subanemis
perawatan  Mukosa bibir kering
dengan  Porsi makan habis 2
melibatkan sendok
klien dan  BB sekarang : 19 kg
orang-orang
terdekat
dengan tepat. A: Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
belum teratasi

P : intervensi dilanjutkan 1-5

Hari ke 5 DX I 1. Memonitor Sift Sore


Sabtu pola napas
25-01- Pola 2. Memonitor S:
2020 napas kemampuan  Keluarga mengatakan
tidak
efektif batuk efektif anaknya susah
3. Memonitor bernafas karena batuk
adanya  Keluarga mengatakan
produksi anaknya batuk kering
sputum
4. Memonitor O:
adanya
sumbatan jalan  Pasien tampak sesak
napas  Pasien tampak batuk
5. Menjelaskan  Retraksi dinding dada
tujuan dan (+)
prosedur  Nafas cuping hidung
pemantauan (+)
6. Memposisikan  Nadi :122x/ menit
semi-Fowler  Suhu : 37.7 oc
atau Fowler  Pernapasan : 35 x/
Memberikan menit
oksigen, bila
perlu A: Masalah pola napas tidak
efektif belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan 1-6

58
DX II 1. Mengidentifik S :
asikan lokasi,
Nyeri karakteristik,  Keluarga mengatakan
Akut durasi, perut anaknya sakit
frekuensi, dan kembung
kualitas,
 Keluarga mengatakan
intensitas nyeri
2. Memberikan persendian dan
teknik non tenggorakan anak
farmakologis sakit terutama saat
untuk menelan
mengurangi O:
rasa nyeri :  Pasien tampak
teknik napas
dalam meringis
3. Mengontrol  Pasien tampak
lingkungan memegang area yang
yang sakit
memperberat  P : proses penyakit
rasa nyeri
Q : nyeri seperti
4. Memfasilitasi
istirahat tidur ditusuk-tusuk
5. Mengkolabora R : perut bagian kiri
sikan atas
pemberian S : skala nyeri 4
analgetik, jika T : nyeri terus-
perlu menerus
 TD : 100/60 mmHg
 N: 122 x / menit
 RR : 35 x/ menit

A : Masalah nyeri akut belum


teratasi

P : intervensi dilanjutkan 1-5

DX III 1. Memonitor S:
tanda-tanda
Hiperter  Keluarga mengatakan
vital
mi anaknya demam
2. Memonitor
sudah sejak 2 minggu
intake dan
sebelum masuk
output cairan
rumah sakit.
3. Menutupi
 Keluarga mengatakan
badan dengan
anaknya deman naik
selimut atau
turun.
pakaian tipis
59
4. Menganjurkan  Keluarga mengatakan
memperbanya anaknya berkeringat
k minum O:
5. Mengkolabora
 Klien tampak gelisah
sikan
 Akral teraba hangat
pemberian
 Pasien tampak
cairan dan
berkeringat
elektrolit
 Kulit pasien teraba
intravena, jika
panas
perlu
6. Mengkolabora  Tubuh pasien tampak
sikan kemerahan
pemberian  Nadi :122x/ menit
antipiretik dan  Suhu : 37.7 oc
antibiotic
A : Masalah hipertermi
belum teratasi

P : intervensi dilanjutkan 1-6

DX IV 1. Memonitor S:
intake atau
Ketidakse asupan cairan  Keluarga mengatakan
imbangan secara tepat nafsu makan anak
nutrisi 2. Memonitor masih kurang
kurang berat badan
 Keluarga mengatakan
dari sesuai secara
kebutuha rutin anaknya mual.
n tubuh 3. Memberikan  Keluarga mengatakan
dukungan anaknya masih
terhadap muntah
peningkatan  Keluarga mengatakan
berat badan
anaknya muntah berisi
dan perilaku
yang apa yang dimakan.
meningkatkan  Keluarga mengatakan
berat badan anaknya dalam 1 hari
4. Mengajarkan muntah ada 2x
pasien/keluarg O:
a tentang
 Pasien tampak lemah
konsep nutrisi
yang baik dan letih
5. Mengkolabora  Pasien tampak pucat
si untuk  Konjungtiva
mengembangk subanemis

60
an rencana  Mukosa bibir kering
perawatan  Porsi makan habis 2
dengan sendok
melibatkan
klien dan  BB sekarang : 19 kg
orang-orang
terdekat A: Ketidakseimbangan nutrisi
dengan tepat. kurang dari kebutuhan tubuh
belum teratasi

P : intervensi dilanjutkan 1-5

61
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Pengkajian
Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada An.A di ruangan
Anak RSUD Dr.Achmad Mochtar Bukittinggi didapatkan pembahasan sebagai
berikut :
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 21 januari 2020
hari selalsa pada An.A berusia 7 tahun masuk keruangan anak dengan ibu
mengatakan demam naik turun semenjak 2 minggu sebelum masuk kerumah
sakit , nafsu makan menurun sejak sakit , mual dan muntah , BAB pasien encer
, An. Juga mengeluh nyeri yang dirasakan ditenggorokan saat menelan. Hasil
pemeriksaan tanda –tanda vital menunjukkan tekanan darah 90/60 mmHg Nadi
: 110x /i , RR : 40x/i dan suhu : : 38,1oC.
Penyakit demam tifoid merupakan infeksi akut pada usus halus dengan
gejala demam lebih dari satu minggu, mengakibatkan gangguan pencernaan
dan dapat menurunkan tingkat kesadaran. Demam tifoid adalah suatu penyakit
infeksi sistemik yang bersifat akut. Penyakit ini disebabkan oleh Salmonella
typhi. Gejala klinis dari demam tifoid yaitu demam berkepanjangan,
bakterimia, serta invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel-sel fagosit
mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe, usus dan peyer’s patch (Martha
Ardiria, 2019)
Demam tifoid dan paratifoid adalah infeksi enterik yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella enterica serovar Typhi (S. Typhi) dan Paratyphi A, B, dan
C (S. Paratyphi A, B, dan C), masing-masing, secara kolektif disebut sebagai
Salmonella tifoid, dan penyebab demam enterik. Manusia adalah satu-satunya
reservoir untuk Salmonella Typhi dengan penularan penyakit yang terjadi
melalui rute fecal-oral, biasanya melalui konsumsi makanan atau air yang
terkontaminasi oleh kotoran manusia. Diperkirakan 17 juta kasus penyakit
demam tifoid dan paratifoid terjadi secara global pada tahun 2015 terutama di
Asia Selatan, Asia

62
Tenggara, dan Afrika sub-Sahara, dengan beban dan insiden terbesar yang
terjadi di Asia Selatan. Tanpa diobati, baik demam tifoid maupun paratifoid
mungkin fatal dengan 178.000 kematian diperkirakan di seluruh dunia pada
tahun 2015.
Hasil pemeriksan laboratorium pada tanggal 16-01-2020 didapatkan hasil
pemeriksaan HGB : 10,8 g/dL ,RBC : 4.07 106/UI, HCT : 27,9%, WBC : 43,23
103/UI, PLT : 363 10/uL.
Manifestasi klinis yang dialami yang dialami Penyakit Typhoid Fever (TF)
atau masyarakat awam mengenalnya dengan tifus ialah penyakit demam karena
adanya infeksi bakteri Salmonella typhi yang menyebar ke seluruh tubuh.
Salmonella typhi (S. typhi) merupakan kuman pathogen penyebab demam
tifoid, yaitu suatu penyakit infeksi sistemik dengan gambaran demam yang
berlangsung lama, adanya bacteremia disertai inflamasi yang dapat merusak
usus dan organ-organ hati. Gejala penyakit ini berkembang selama satu sampai
dua minggu setelah seorang pasien terinfeksi oleh bakteri tersebut. Gejala
umum yang terjadi pada penyakit tifoid adalah Demam naik secara bertangga
pada minggu pertama lalu demam menetap (kontinyu) atau remiten pada
minggu kedua. Demam terutama sore/malam hari, sakit kepala, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare. Demam merupakan keluhan dan
gejala klinis terpenting yang timbul pada semua penderita demam tifoid.
Demam dapat muncul secara tiba-tiba, dalam 1-2 hari menjadi parah dengan
gejala yang menyerupai septisemia oleh karena Streptococcus atau
Pneumococcus daripada S. typhi. Sakit kepala hebat yang menyertai demam
tinggi dapat menyerupai gejala meningitis,di sisi lain S. Typhi juga dapat
menembus sawar darah otak dan menyebabkan meningitis. Manifestasi gejala
mental kadang mendominasi gambaran klinis, yaitu konfusi, stupor, psikotik
atau koma. Nyeri perut kadang tak dapat dibedakan dengan apendisitis.

63
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agens cidera biologi.
2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi kuman salmonella
thypii.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan mual muntah
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh.
5. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak mampuan menelan makanan ditandai klien dengan
klien mengatakan tidak nafsu makan, lemas, dan penurunan berat
badan
6. Konstipasi berhubungan dengan factor fisiologis (perubahan pola
makan)
7. Nausea berhubungan dengan rasa makanan/minuman yang tidak enak
di lidah.
8. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan
informasi.
(Aplikasi Nanda NIC-NOC.2015)

Sedangkan pada kasus An. A Didapatkan diagnose :


1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
2. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
3. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
4. Ketidak seimbangan nutrisi berhubungan dengan intake tidak
adekuat.

Menurut analisa kelompok, ditemukan perbedaan spesifik yang pada satu


diagnose keperawatan antara kasus dengan teori yaitu diagnosa pola nafas tidak
efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru. Hal ini disebabkan
karena An.A mengalami batuk kering semenjak 4 hari Selama sebelum
dirumah sakit.

64
C. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan dalam teori yaitu berdasarkan NIC-NOC tahun
2015 . sedangkan rencana keperawatan dalam kasus yaitu juga berdasarkan
SDKI . Dalam hal ini setiap rencana keperawatan dikembangkan teori yang
didapat dan diterima secara logis serta sesuai dengan kondisi klien.

D. Implementasi
Implementasi keperawatan yang dilakukan juga dilakukan sesuai
rencana asuhan keperawatan yang telah disusun dan disesuaikan dengan
kondisi An.A pada masalah sindrom nefrotik yaitu masalah pola nafas tidak
efektif telah dilakukan memonitor pola nafas ,memonitor kemampuan batuk
efektif, memonitor adanya sputum, Memonitor adanya sumbatan jalan nafas,
Menjelaskan tujuan dan prosedur pemantauan , Memposisikan semi-Fowler
atau fowler, Memberikan oksigen, bila perlu.
Masalah keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan proses
inflamasi telah dilakukan tindakan memonitor tanda-tanda vital, memonitor
intake dan output cairan, menutupi badan dengan selimut atau pakaian tipis,
menganjurkan memperbanyak minum, mengkolaborasikan pemberian
cairan,fasilitasi istirahat tidur, control lingkungan.
Masalah keperawatan hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
telah dilakukan tindakan monitor ttv, monitor intake dan output, tutupi badan
dengan kain yang tipis , anjurkan tirah baring,kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena jika perlu
Masalah keperawatan ketidak seimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh telah dilakukan , monitor ketidak seimbangan penurunan
dan kenaikan berat badan, monitor kalori dan asupan makanan, tentukan
status gizi An, monitor intake atau asupan cairan secara tepa, monitor berat
badan secara rutin.

E. EVALUASI
Setelah dilakukan intervensi keperawatan dari tanggal 21 – 23
Januari 2020. An.A telah mengalami kemajuan. Keadaan umum An.A

65
menunjukkan keadaan umum sedang dengan tingkat kesadaran Compos
Mentis. Masalah pola nafas tidak efektif,nyeri akut,hipertermi dan ketidak
seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi.

66
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit demam thypoid merupakan infeksi akut pada usus halus
dengan gejala demam lebih dari satu minggu, mengakibatkan gangguan
pencernaan dan dapat menurunkan tingkat kesadaran. Demam tifoid adalah
suatu penyakit infeksi sistemik yang bersifat akut. Penyakit ini disebabkan
oleh Salmonella typhi. Gejala klinis dari demam tifoid yaitu demam
berkepanjangan, bakterimia, serta invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke
dalam sel-sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe, usus
(Martha Ardiaria 2019)
Demam thypoid adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Salmonella enterica khususnya turunannya, Salmonella typhi
(Alba, et al., 2016). Namun dapat pula disebabkan oleh Salmonella paratyphi
A, Salmonella typhi B, dan Salmonella paratyphi C. dari uraia diatas penulis
dapat mengambil kesimpulan :
1. Pengkajian Asuhan Keperawatan pada pasien An dengan Demam thypoid
diruang anak RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2020 dapat
dilakukan dengan baik. Dan tidak mengalami kesulitan dalam
mengumpulkan data
2. Pada diagnose Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Thipoid Demam
thypoid diruang anak RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2020
dapat dirumuskan 3 diagnosa pada tinjauan kasus
3. Pada perencanaan asuhan keperawatan pasda pasien dengan Demam
thypoid diruang anak RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2020
semua perencaan dapat direncanakan pada tinjauan kasus.
4. Pada implementasi asuhan keperawatan pasien dengan Demam Thipoid
Demam thypoid diruang anak RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi tahun
2020 hampir semua dapat dilakukan, namun ada beberapa rencana
tindakan yang penulis tidak lakukan tetapi dilakukan pada perawat
ruangan tersebut.

67
5. Evaluasi pasien dengan Demam thypoid diruang anak RSUD Achmad
Mochtar Bukittinggi tahun 2020 dapat dilakukan dan 3 diagnosa hamper
semua masalah teratasi dank lien boleh pulang.

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan bagi mahasiswa dapat mencari informasi dan memperluan
wawasan mengenai demam thypoid karena dengan adanya pengetahuan
dan wawasan yang luas mahasiswa akan mmampu mengembangkan diri
dalam masyarakat dan memberikan pendisiskan kesehatan bagi
masyarakat mengenai demam Thypoid dan faktor faktor penvetusnya
serat bagaimana pencegahan pada kasus tersebut
2. Bagi Rumah Sakit
Untuk mencegah meningkatnya Demam Thypoid diberi informasi yang
memadai mengenai Demam Thypoid sendir dan aspek-aspeknya dengan
diperolehnya informasi yang cukup maka pencegahanpun dapat
dilakukan dengan segera. Dan adapun untuk pasien yang mengalami atau
menderita Demam Thypoid maka harus dilakukan TTV dan pemantauan
keadaan umum.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Peningkatan kualitas dan pengembangan ilmu mahasiswa melalui studi
kasus agar dapat menerapkan asuhan keperawatan secara komperhensif

68
DAFTAR PUSTAKA

Andra, Saferi, Wijaya, dan Yessie, Mariza, Putri. 2013. KMB 1 Keperawatan
Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa) Teori dan Contoh ASKEP.
Yogyakarta: Nuha Medika
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC
Nurarif, Amin H. dan Kusuma, Hadi. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan diagnosa Medis dan NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association) NIC-NOC (Edisi Revisi Jilid 1). Jogjakarta:
Mediaction
Suratun, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Medika
Tarwoto dan Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
World Health Organization. 2013. Background Document: The Diagnosis
Treatment and Prevention of Typhoid Fever, WHO/V&B/03.07, Geneva:
World Health Organization
Widoyono, 2011, Penyakit Tropis, Jakarta:Widodo, Djoko. 2009.
Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis Epidemologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga
Wilkinson, Judith M. dan Nancy R. Aheren. 2013. Buku Saku Diagnosa
Keperawatan Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC
(Edisi 9). Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai