Anda di halaman 1dari 9

PERSEBARAN DAN KERAGAMAN MACAM SPESIES DARI GENUS EQUISENTUM

DI BERBAGAI KETINGGIAN

Andik Wijayanto1, Lina Anjarwati2, Tesa Alif3, Zela Lia4


Program Studi S1 Biologi, FMIPA Universitas Negeri Malang
Email: linaanjarwati0@gmail.com

ABSTRACT
Ponytail is a plant with a single genus, namely Equisetum. This genus contains only about 25 species, some
living on land and some living in swamps. This annual plant has regional names namely betung grass, pigtails, horse
pipes or snake grass. Members of the Equisetaceae family are prehistoric plants, which are spiked with information
about how and why they can live for so long. This plant is spread by spores that are on site and have a wide rhizome
branching system that is embedded deep in the ground. Based on observations in three different places, only one
species was found in the genus Equisetum namely Equisetum sp. The purpose of this study was to determine the
diversity of the genus Equisentum in Cangar, Malang State University and Kondangmerak Beach. The method used
in this research is descriptive qualitative morphology. This species was found in Cangar and Malang State
University as a sample of the highlands and temperate regions. In Kondang Merak Beach in Malang Regency as a
sample of lowland areas, species of the genus Equisetum were not found.

Keywords:Equisentum, distribution, diversity

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki keanekaragaman hayati
tumbuhan yang besar di dunia diantaranya kelompok tumbuhan yang kaya akan jenis tersebut
yaitu paku (Pteridophyta). Meskipun banyak jenis dari kelompok tumbuhan paku ini sebenarnya
memiliki fungsi ekologis yang sangat penting serta dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
lainnya. Tumbuhan paku diperkirakan mencapai 11.000 jenis. Di Indonesia diperkirakan
memiliki koleksi tumbuhan paku tidak kurang dari 1.300 jenis (Raven, 1992). Tumbuhan paku
memiliki penyebaran yang terbatas namun ada pula yang sangat luas sehingga dapat dijumpai
diberbagai belahan bumi mulai dari pantai, dataran rendah, rawa, sawah, tegalan, bahkan dapat
ditemukan di tebing-tebing yang curam.

Pada umunya tumbuhan paku menyukai tempat yang lembab, terutama didaerah dataran
tinggi. Populasi jenis didaerah seperti ini relative lebih tinggi dibandingkan dengan daerah di
dataran rendh (Bambang, 2002). Meskipun memiliki keanekaragaman yang tinggi, tumbuhan
paku mampu hidup di kondisi lingkungan yang bervariasi. Beberapa jenis tertentu terancam
kelestariannya karena rusaknya ekosistem akibat tekanan ekonomi dan teknologi. Tumbuhan
pakuy yang hidup sebagai epifit kelangsungan hidupnya sangat bergantung pada pohon yang
menjadi tempat hidupnya, sementara pohon-pohon dihutan yang menjadi tempat hidupnya
banyak yang ditebang oleh manusia.

Equisentum adalah fosil hidup, satu satunya genus hidup dari seluruh kelas
Equisetopsida, yang selama lebih dari 100 juta tahun jauh lebih beragam dan mendominasi
lapisan bawah hutan Paleozoikum belakangan. Beberapa Equisetopsida adalah pohon besar yang
tingginya mencapai 30 meter. Pada tanaman ini daunnya sangat berkurang dan biasanya non-
fotosintesis. Mereka mengandung jejak vaskular tunggal yang tidak bercabang, yang merupakan
fitur yang menentukan dari mikrophylls. Namun, baru-baru ini telah diakui bahwa microphylls
ekor kuda mungkin bukan leluhur seperti di Lycopodiophyta (clubmosses dan kerabat),
melainkan adaptasi turunan, yang dikembangkan oleh pengurangan megafil. Karena itu, mereka
kadang-kadang disebut sebagai megafil untuk mencerminkan homologi ini.Daun ekor kuda
diatur dalam lingkaran yang menyatu menjadi selubung nodal. Batang biasanya hijau dan
fotosintesis, dan khas karena berongga, bersendi dan bergerigi (dengan kadang-kadang 3 tetapi
biasanya 6-40 punggungan). Mungkin ada atau tidak ada lingkaran cabang di node (Simmons,
2017).

Anggota genus Equisetum yang hidup dibagi menjadi tiga garis keturunan yang berbeda,
yang biasanya diperlakukan sebagai subgenera. Tanaman subgenus Equisetum biasanya disebut
ekor kuda, tanaman subgenus Hippochaete sering disebut scouring rushes, terutama ketika tidak
bercabang.Dua tanaman Equisetum dijual secara komersial dengan nama Equisetum japonicum
(ekor kuda berbatang) dan Equisetum camtschatcense (ekor kuda Kamchatka). Ini adalah kedua
jenis E. hyemale var. hyemale, meskipun mereka mungkin juga terdaftar sebagai varietas E.
hyemale (Rutishauser, 1999). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persebaran dan
keragaman macam spesies dari genus Equisentum diberbagai ketinggian di Malang.

METODE PENELITIAN
Pelaksanaan penelitian dibagi atas 4 langkah yaitu: jelajah 3 tempat dengan
ketinggian berbeda untuk mendapatkan dan mencari Genus Equisetum, mengkoleksi data
disertai pembuatan herbarium, identifikasitumbuhan spesimen dan analisis data. Penelitian
ini menggunakan alat-alat dan bahan antara lain gunting, pisau, meteran, tali plastik, kamera,
kompas, teropong, kertas koran, alat pengepres, alat tulis, dan alkohol 70%.
Setiap sampel tumbuhan paku yang diambil, diberi nomor koleksi dan dicatat
informasi seperti ketinggian lokasi paku tersebut ditemukan, titik koordinat, dan
didokumentasikan dengan mengambil gambar lokasi tersebut, Sampel yang dibawa selanjutnya
diamati dan dicatat hasil pengamatan ciri-ciri morfologi, warna daun, habitat, dan nama
daerah tumbuhan paku dan kemudian diidentifikasi spesies paku yang ditemukan tersebut.
Setelah selesai mengamati dan mengidentifikasi, dilakukan pembuatan herbarium yang bertujuan
untuk mengidentifikasi jenis tumbuhan paku yang ditemukan.

Penetiliatian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu mendeskripsikan morfologi


tumbuhan paku yang ditemukan melalui mikroskop stereo.

Hasil jelajah 3 tempat yaitu Universitas Negeri Malang, Hutan Kawasan Pantai Kondang
Merak dan Kawasan Cangar dengan ketinggian yang berbeda, paku GenusEquisetum hanya
ditemukan di Kampus Universitas Negeri Malang, dan Kawasan Cangar.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan hasil pengamatan di tiga tempat berbeda maka hanya ditemukan satu jenis
spesies pada genus Equisetum yaitu Equisetum sp. Spesies tersebut ditemukan di Cangar dan
Universitas Negeri Malang sebagai sampel daerah dataran tinggi dan daerah dataran sedang.
Pada Pantai Kondang Merak di Kabupaten Malang sebagai sampel daerah dataran rendah tidak
ditemukan satupun spesies dari genus Equisetum tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian Fitri, dkk (2017) menunjukkan bahwa semakin tinggi tempat
maka jumlah jenisnya semakin menurun karena faktor lingkungan yang berubah, sehingga hanya
Equisetum tertentu yang mampu beradaptasi akan tetap bertahan hidup. Faktor lingkungan
tersebut antara lain: iklim, tanah, dan ketinggian tempat yang bertambah. Intensitas cahaya
matahari dan tiupan angin juga mempengaruhi keanekaragaman Equisetum. Daerah ekstrem
yang memiliki intensitas cahaya matahari yang rendah akan berdampak pada naungan pohon
yang sedikit, tiupan angin semakin kencang hal ini mengakibatkan hanya Equisetum tertentu
yang dapat tetap bertahan hidup.

Cangar sebagai tempat pengambilan sampel memiliki suhu 19OC. Universitas Negeri
Malang sebagai tempat pengambilan sampel memilikisuhu 26oC. Pantai Kondang Merak sebagai
tempat pengambilan sampel memilikisuhu 28oC. Tidak ditemukannya Equisetum di Pantai
Kondang Merak di karenakan terlalu panas suhu di area dekat pantai serta angin dari laut yang
cenderung lebih kencang dari daerah lain mengakibatkan Equisetum tidak dapat bertahan hidup.
Pada dasarnya Equisetum habitatnya di area lembab, tepi aliran sungai, sehingga tumbuhan ini
disebut amfibius (Moertolo, dkk., 2004).

Gambar Equisetum sp.

(Sumber: Moertolo, dkk., 2004).

Klasifikasi Equisentum sp (Tjitrosoepomo, 2005) :

Kingdom : Plantae

Divisi : Pteridophyta

Kelas : Equisetopsida

Ordo : Equisetales

Famili : Eqisetaceae

Genus : Equisetum

Spesies : Equisetum sp.

Berdasarkan analisis akarnya termasuk akar serabut, tiap akar memiliki rambut akar. Jika
dibandingkan dengan literatur akar primer dari embrio lenyap sehingga akar tumbuhan paku
termasuk serabut (Moertolo, dkk., 2004).
Gambar. Morfologi Akar Equisetum sp.

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019)

Berdasarkan hasil amatan maka didapatkan batang berupa rimpang rizom warna hitam di
dalam tanah. Cabang batang vertical diatas tanah berwarna hijau berongga yang menghasilkan
bentukan seperti kerucut pada bagian ujungnya (apeks). Terdapat daun dan node. Node berwarna
coklat kehitaman. Ada internode. Permukaan cabang batang seperti garis vertikal agar kasar,
mengkilap. Tedapat fertile stem sheath. Jika dibandingkan dengan literatur maka batang berupa
rizom atau rimpang, Batang memiliki buku dan ruas yang jelas. Ruas batang berusuk dan
beralur. Batang (cabang udara) yang diatas tanah. Tunas cabang tumbuhan ini tidak keluar dari
ketiak daun, tetapi dari antara dua daun. Ruas batang dewasa memiliki rongga pusat dikelilingi
berkas pengangkut bertipe kolateral. Pada xylem terdapat rongga yang disebut saluran rusuk.
Antara endodermis dengan permukaan ruas batang terdapat rongga udara disebut saluran alur.
Lapisan epidermis ditemukan stomata kecuali di rizom (Moertolo, dkk., 2004).

Gambar. Morfologi Batang Equisetum sp.


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019)

Berdasarkan hasil amatan maka didapatkan daun yang tidak berkembang baik, hanya
menyerupai sisik yang duduk berkarang menutupi ruas. Berwarna coklat. Jika dibandingan
dengan literatur maka daun berupa mikrofil, muncul dan berkarang di setiap buku batang dan
tepi-tepi saling berlekatan sehingga membentuk sarung yang membungkus ruas. Daun sangat
sederhana, mempunyai sebuah berkas pengangkut dan kurang fungsional. Fotosintesis digantikan
oleh batang (Moertolo, dkk., 2004).

Gambar. Morfologi Daun Equisetum sp.

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2019)

Gambar. Morfologi Batang Udara Equisetum sp.

(Sumber: Sulisetijono, 2018)


Gambar. Morfologi dan Anatomi Stobilus Equisetum sp.

(Sumber: Sulisetijono, 2018)

Berdasarkan hasil amatan maka didapatkan strobilus diujung batang udara memiliki spora
yang terkumpul pada bentukan tertentu seperti kerucut yang berada pada bagian apeks dari
batang. Kerucut ini berisi poros sentral utama yang terspesialisasi dengan struktur penghasil dan
penunjang sporangium, dinamakan sporangiofor, terbentuk di gelungan-gelungan tersebut.
Masing-masing sporangiofor terdiri dari lempengan heksagonal, menempel pada kerucut dengan
bantuan tangkai pendek. Spora tersimpan pada struktur berbentuk gada yang disebut strobilus
(jamak strobili) yang terbentuk pada ujung batang (apical). Terdapat sporangia, sporangiopore,
axis strobilus, dan spora pada stobilus. Jika dibandingan dengan literatur maka paku ekor kuda
memiliki strobilus yang kompak (runjung), pada ujung cabang vegetatif atau ujung khusus. Pada
runjung tersusun sporangiofor (sporofil) yang berbentuk perisai bertangkai. Pada tepi perisai
mengandung beberapa sporangium sporangium menghasilkan satu jenis spora homospore, spora
mempunyai empat pita untuk membantu penyebarannya. Pita itu disebut elater kadang disebut
pseudoelater (Moertolo, dkk., 2004).

SIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan di tiga tempat berbeda yaitu di Cangar, Pantai Kondang
Merak dan Universitas Negeri Malang maka hanya ditemukan satu jenis spesies pada genus
Equisetum yaitu Equisetum sp. Spesies tersebut ditemukan di Cangar dan Universitas Negeri
Malang sebagai sampel daerah dataran tinggi dan daerah dataran sedang. Pada Pantai Kondang
Merak di Kabupaten Malang sebagai sampel daerah dataran rendah tidak ditemukan satupun
spesies dari genus Equisetum tersebut.
DAFTAR RUJUKAN

Bambang. 2002. Keanekaragaman Tumbuhan Paku di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai
Kendari. IPB Bogor
Campbell, N.A, J.B. Reece and L.G. Mitchell. 2003. Biologi. Alih Bahasa : L. Rahayu, E.I.M
Adil, N Anita, Andri, W.F Wibowo, W. Manalu. Penerbit. Erlangga.
Fitri, Kusuma Astuti., Murningsih,. Jumari. 2017. Keanekaragaman Jenistumbuhan Paku
(Pteridophyta) Di Jalur Pendakian Selo Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu,
Jawa Tengah. Semarang: Universitas Diponegoro.
H. & Wolf, P.G. 2006. A classification for extant ferns. Taxon 55 (3), Aug 2006: 705-731.
Tjitrosoepomo, G. 1994. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gajah Mada.
Moertolo, Ali., Sri Sulami, Eko., Sunarmi. 2004. Tumbuhan Paku. Malang: Universitas Negeri
Malang.
Rutishauser, R (November 1999). "Polymerous leaf whorls in vascular plants: Developmental
morphology and fuzziness of organ identities". International Journal of Plant Sciences.
160 (S6): S81–S103. doi:10.1086/314221. PMID 10572024.
Samuel, P.D. 2010. Struktur Komunitas Karang Keras (Scleractinia) Pada Mikro Atol Di
Perairan Kondang Merak,Kabupaten Malang. Skripsi Manajemen Sumberdaya Perairan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya. Malang
Sastrapradja, S., Afristini, J., Darnaedi, D., & Elisabeth. 1979. Jenis Paku Indonesia. Lembaga
Biologi Nasional. Bogor.
Simmons, Thomas J.; Fry, Stephen C. (2017). "Bonds broken & formed during the mixed-linkage
glucan: xyloglucan endotransglucosylase reaction catalysed by Equisetum hetero-trans-
β-glucanase". Biochemistry. 474 (7): 1055–1070. doi:10.1042/BCJ20160935.
PMC 5341106. PMID 28108640. Retrieved 2019-07-17.
Sulisetijono. 2018. Bunga. Malang. Universitas Negeri Malang.
Stern, Joseph J., The Rise and Fall of the Indonesian Economy (June 2003). KSG Working
Papers Series No. RWP03-030. Available at SSRN: https://ssrn.com/abstract=421182 or
http://dx.doi.org/10.2139/ssrn.421182 diakses pada 29 November 2019
Tjitrosoepomo, G. 2005. Morfologi Tumbuhan. Gajah Mada. University Press. Yogyakarta.
Winter WP de dan Amoroso VB, editor. 2003. Plant Resources of South-East Asia No 15(2).
Bogor : Prosea Foundation Pr.

Anda mungkin juga menyukai