TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sungai
Sungai adalah suatu saluran drainase yang terbentuk secara alamiah. Akan tetapi
disamping fungsinya sebagai saluran drainase dan dengan adanya air yang mengalir di
dalamnya, sungai menggerus tanah dasarnya secara terus-menerus sepanjang masa
existensinya dan terbentuklah lembah-lembah sungai. Volume sedimen yang sangat besar
yang dihasilkan dari keruntuhan tebing-tebing sungai di daerah pegunungan dan tertimbun di
dasar sungai tersebut, terangkut ke hilir oleh aliran sungai. Hal ini diakibatkan karena pada
daerah pegunungan kemiringan sungainya curam dan gaya tarik aliran airnya cukup besar,
setelah itu gaya tariknya menjadi sangat menurun ketika mencapai dataran. Dengan demikian
beban yang terdapat dalam arus sungai berangsur-angsur diendapkan (Sosrodarsono,1984:4).
Proses terjadinya sungai adalah air yang berada di permukaan daratan, baik air hujan,
mata air, maupun cairan gletser, akan menglir melalui sebuah saluran menuju tempat yang
lebih rendah. Namun, secara proses alamiah aliran ini mengikis daerah-daerah yang
dilaluinya. Akibatnya, saluran ini semakin lama semakin lebar dan panjang, dan terbentuklah
sungai. Perkembangan suatu lembah sungai menunjukan umur dari sungai tersebut. Umur
disini merupakan umur relatif berdasarkan ketampakan bentuk lembah tersebut yang terjadi
dalam beberapa tingkat (stadium). Alur Sungai dikategorikan menjadi tiga, sebagai berikut:
a. Bagian hulu sungai memiliki ciri arus deras, erosi yang besar pada bagian bawah
sungai. Dengan demikian hasil erosi tidak hanya sedimen pasir,krikil, atau batu dapat
terbawa ke arah hilir.
b. Bagian tengah yang merupakan bagian perpindahan dari hulu sungai ke bagian hilir
dan memiliki kemringan dasar sungai yang relatif lebih landai sihingga kekuatan
erosinya tidak terlalu besar dan arah erosinya mengarah ke bagain dasar dan samping
serta terjadinya pengendapan.
c. Bagian hilir yang memiliki bagian kemiringan dasar sungai yang landai sehingga
kecepatan alirannya lambat, sehingga arusnya tenang, daya erosi akibat aliran kecil
dengan arah ke samping dan akan banyak endapan.
2.1.1 Morfologi Sungai
Sifat-sifat suatu sungai dipengaruhi oleh luas, dan bentuk daerah pengaliran serta
kemiringannya. Topografi suatu daerah sangat berpengaruh terhadap morfologi sungai yang
11
12
ada, daerah dengan bentuk pegunungan pendek-pendek mempunyai daerah pengaliran yang
tidak luas dan kemiringan dasarnya besar. Sebaliknya daerah dengan kemiringan dasarnya
kecil biasanya mempunyai daerah pengaliran yang luas. Kategori kelas bentuk sungai yang
umum diperkenalkan oleh Leopold dan Wolman (1957) adalah sungai berkelok (meandering),
sungai berburai (braided), dan sungai lurus (straight).
a. Aliran laminer, yaitu apabila bilangan Reynold < 500, secara fisik suatu aliran
dikatakan laminer bila setiap partikel yang melalui titik tertentu selalu mempunyai
lintasan (garis arus) yang tertentu pula.
b. Aliran turbulen yaitu apabila bilangan Reynold > 25000, sutau aliran dikatakan
turbulen apabila setiap pertikel yang melalui titik tertentu selalu mempunyai lintasan
(garis arus) yang tidak berupa garis lurus, tetapi berupa garis berkelak-kelok (acak).
14
c. Aliran transisi yaitu apabila bilangan Reynold antara 500 dan 2500
a. Aliran subkritik apabila Fr < 1, pada aliran ini kecepatan rerata dibanding dengan
kecepatan gelombang adalah lebih kecil, sehingga gelombang masih terjadi ke segala
arah.
b. Aliran kritik apabila Fr = 1, pada aliran ini kecepatan rerata dibanding dengan kecepatan
gelombang adalah sama, sehingga gelombang hanya terjadi ke arah aliran hilir dan kiri-
kanan.
c. Aliran superkritik apabila Fr > 1, pada aliran ini kecepatan rerata dibanding dengan
kecepatan gelombang adalah lebih besar, sehingga geomang hanya terjadi ke arah aliran
hilir dan kiri-kanan, sedangkan gerakan gelombang disertai dengan pergeseran pusat
terjadinya gelombang kearah aliran.
Q = V. A (2- 1)
Dengan:
Q = Debit aliran, m³/detik
V = Kecepatan rata-rata, m/detik
A = Luas penampang melintang tegak lurus terhadap arah aliran, m².
Dengan:
V = Kecepatan Aliran rata-rata, (m/detik)
B = Lebar Saluran (m)
Q = Debit Aliran (l/detik)
A = Luas Penampang (m²)
Berikut faktor yang dapat mempengaruhi aliran pada saluran terbuka, yaitu:
1. Kedalaman aliran (y) yaitu jarak dari dasar dari saluran yang tegak lurus dengan saluran
sampai ke permukaan sebuah saluran.
2. Lebar puncak (T atau b) yaitu lebar atas dari penampang saluran.
3. Luas basah (A) yaitu dari luas penampang aliran dengan arah melintang aliran yang tegak
lurus dengan arah aliran.
4. Keliling basah (P) yaitu dari garis perpotongan permukaan basah saluran dengan bidang
penampang yang melintang secara tegak lurus sebuah saluran.
16
5. Jari-jari hidraulik (R) yaitu dari rasio luas saluran basah dengan keliling saluran basah
A
R
P
6. Kedalaman hidraulik (D) yaitu dari rasio luas saluran basah dengan lebar puncak saluran
A
D
T
7. Kemiringan saluran pada dasar saluran yang diatur dengan keadaan topografi yang
diperlukan untuk aliran air. Untuk kemiringan dinding saluran tergantung dari jenis bahan
yang digunakan.
aliran air sungai menyebabkan berubahnya pola aliran air sungai yang dapat terjadinya
gerusan lokal pada sekitar bangunan. Dengan berubahnya pola aliran air sungai tersebut yang
disebabkan adanya bangunan seperti abutmen jembatan, krib sungai, pintu air dan sebagainya,
bangunan seperti ini dianggap dapat merubah dari pola aliran air sungai di sekitar bangunan
tersebut Legono, (1990) .
Peristiwa gerusan lokal selalu akan berkaitan erat dengan fenomena perilaku aliran
sungai, yaitu hidraulika aliran sungai dalam interaksinya dengan geometri sungai, geometri
dan tata letak pilar jembatan, serta karakteristik tanah dasar di mana pilar tersebut dibangun
Istiarto, (2002) dalam Ariyanto, (2009).
Menurut Ettema dan Raudkivi (1982) dalam Istiarto (2002) dalam Ariyanto (2009),
perbedaan gerusan dapat dibagi menjadi:
a. Gerusan umum general scour. Gerusan yang terjadi akibat dari proses alam dan tidak
berkaitan sama sekali dengan ada tidaknya bangunan sungai.
b. Gerusan dilokalisir constriction scour. Gerusan yang diakibatkan penyempitan alur
sungai sehingga aliran menjadi terpusat.
Peristiwa gerusan tersebut dapat terjadi bersamaan namun pada tempat yang berbeda.
Gerusan dilokalisir di alur sungai dan gerusan lokal di sekitar bangunan. Selanjutnya dapat
dibedakan menjadi gerusan dengan air bersih clear water scour maupun gerusan dengan air
bersedimen live-bed scour. Gerusan dengan air bersih berkaitan dengan suatu keadaan dimana
dasar sungai di sebelah hulu bangunan dalam keadaan diam (tidak ada material yang
terangkut), atau secara teoritik (t0 < tc) dimana t0 adalah tegangan geser yang terjadi,
sedangkan tc adalah tegangan geser kritik dari butiran dasar sungai. Perbedaan prinsip antara
gerusan oleh air bersih dibandingkan dengan air bersedimen adalah mengikuti skema seperti
disajikan pada gambar berikut.
Gerusan lokal (local scouring) ini menurut Yulistiyanto dkk (1998) merupakan gerusan
yang terjadi disekitar abutmen jembatan atau pilar, disebabkan oleh pusaran air vortex system,
karena adanya gangguan pada pola aliran akibat rintangan. Aliran yang mendekati pilar dan
tekanan stagnasi akan menurun dan menyebabkan aliran ke bawah down flow yaitu aliran dari
kecepatan tinggi menjadi rendah. Kekuatan down flow akan mencapai maksimum ketika
berada tepat pada dasar saluran.
Penggerusan lokal Garde dan Raju, (1977) terjadi akibat adanya turbulensi air yang
disebabkan terganggunya aliran, baik besar maupun arahnya, sehingga menyebabkan
berubahnya material dasar atau tebing sungai. Turbulensi disebabkan oleh berubahnya
kecepatan terhadapt waktu, dan keduanya. Penggerusan lokal pada material dasar dapat terjadi
secara langsung oleh kecepatan aliran sehingga daya tahan material terlampaui. Secara teori
tegangan geser yang terjadi lebih besar dari tegangan geser kritis dari butiran dasar.
Menurut Miller, (2003:10) dalam Prasetyo, (2006). Menjelaskan tahap-tahap gerusan
yang terjadi antara lain sebagai berikut:
a. Peningkatan aliran yang terjadi pada saat perubahan garis aliran di sekeliling pilar.
b. Pemisahan aliran dan peningkatan pusaran tapal kuda yang lebih intensif sehingga
menyebabkan pembesaran lubang gerusan.
c. Longsor/turunnya material di sekitar lubang gerusan pada saat lubang cukup besar
setelah terkena pusaran tapal kuda.
T1 = T2 Seimbang Stabil
T1 < T2 Erosi Degradasi
T1 > T2 Pengendapan Agradasi
Qs R
Faktor koreksi penampang saluran (2- 4)
Q h
Qs
1 Untuk B = ~ (2- 5)
Q
3
ks 2 26
k ' s ripple factor K ' s 1 / 6 (2- 6)
d 90
dengan:
dm = diameter median = d 50-90 (m)
γs = berat jenis sedimen (t/m3)
Tb = berat sedimen (padat) dalam air (t/m.det)
Tb
Volume sedimen (padat) = (m3/dtm’)
s w
w = berat jenis (t/m3)
Sb U Uc 50
0,005
h
g..D 50 s
u.h
(2- 7)
s
s (2- 8)
12.Rb
Uc 0,19D50 log , 0,1 D50 0,5m
0 ,1
3.D90 (2-9)
12.Rb
Uc 8,5D50 , 0,5 D50 2mm
0, 6
log
3.D90 (2-10)
dengan:
Sb = kapasitas muatan dasar (m3/dt/m)
Rb = radius (m)
U = kecepatan rata-rata aliran (m/dt)
Uc = kecepatan rata-rata kritis
D50, D90 = diameter butir material dasar (m)
21
H = kedalaman aliran
S = relatif densitas butiran
Gambar 2.10 Berbagai kofigurasi bentuk dasar yang terjadi saluran alluvial
Sumber :
22
Krib merupakan bangunan air yang secara efektif mengatur arah arus sungai dan
mempunyai efek positif yang besar jika dibangun secara benar. Sebaliknya apabila krib
dibangun kurang semestinya, maka tebing disebrangnya dan bagian sungai disebelah hilir dari
krib tersebut akan mengalami pengaruh yang merusak, seperti terjadi kerusakan-kerusakan
tebing dan menjangkau jauh ke sebelah hilir dari bagian sungai tersebut.
fleksibel seperti matras atau hamparan pelindung batu sebagai pelengkap dari krib
tersebut.
Dari jenis konstruksinya terdapat beberapa jenis krib impermiabel, antara lain bronjong,
1. Panjang krib efektif tergantung dari tampang lintang sungai. Pada tebing yang terjal : Leff
= 70-90% Ltotal . sedangkan pada tebing yang landai : Leff = 50-70% Ltotal . Kemiringan
mercu krib biasanya dibuat dengan 1/20 – 1/100 ke ujung dengan maksud mengurangi
pukulan air. lihat pada gambar dibawah
(2-13)
Dimana :
L = jarak antar krib (m)
c = krib kekasaran Chezy
h = kedalaman air rerata (m)
g = percepatan gravitasi
4. Lengkung sungai
Perletakan krib pada tikungan sungai dinyatakan bahwa ujung-ujung krib ditentukan
oleh alur sungai atau pelurusan sungai adalah aliran yang merata yaitu sebagai berikut:
Dicari lebar sungai rata-rata (B)
Dibuat garis lengkung sentral dengan jari2 yang paling besar (Rc) dimana
Rcmin = 3B
Salah satu ujung dari pada lengkung sentral digambar 2 buah kurva lingkaran
dengan jari-jari 2 x Rc
Kurva garis lengkung di atas dibuat garis lengkung yang dihaluskan
Dibuat kurva lengkung yang sejajar dengan kurva garis lengkung di atasnya.
Garis lengkung ini merupakan batas ujung-ujung daripada krib yang berarah
tegak lurus
25
( s 1) g
1/ 3
D* D50 (2-14)
v
2
dengan
D50 = diameter ukuran butir material dasar
s = specific density
v = kekentalan kinematik
(u* ) 2 (u*cr ) 2 g
T 2
dengan u* u (2-15)
(u*cr ) c'
dimana:
u = kecepatan geser di dasar yang berhubungan dengan butiran
27
12Rb
c’ = koefisien Chezy = 18 log
3D90
Rb = perbandingan jari-jari hidraulik dengan dasar saluran
D50 = diameter partikel material dasar
u = kecepatan rata-rata
u*.cr =kecepatan geser kritis dasar saluran, sesuai Shields
sebagai rasio antara nilai parameter yang ada di prototype dengan nilai parameter tersebut
pada model (Yuwono, 1996:5).
1) Kesebangunan Geometris
Kesebangunan geometris antara model dan prototype tercapai jika semua dimensi
(ukuran panjang) yang bersesuaian antara model dan prototype adalah sama, dan ini
merupakan persyaratan utama yang harus dipenuhi oleh skala model. Perbandingan
ini dinamakan skala geometris, yang termasuk dalam kelompok kesebangunan
geomteris adalah (Yuwono, 1996:5):
- Panjang, lebar
Skala panjang pada umumnya diberi notasi nL
𝐿𝑝 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑜𝑡𝑖𝑝𝑒
𝑛𝐿 = = (2-16)
𝐿𝑚 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙
- Tinggi, kedalaman
Skala tinggi pada umumnya diberi notasi nh
ℎ𝑝 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑜𝑡𝑖𝑝𝑒
𝑛ℎ = = (2-17)
ℎ𝑚 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙
- Luas
𝐴𝑝 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑥 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑜𝑡𝑖𝑝𝑒
𝑛𝐴 = = = 𝑛𝐿 2 (2-18)
𝐴𝑚 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑥 𝑙𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙
Volume
𝑉𝑝 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑜𝑡𝑖𝑝𝑒
𝑛𝑉 = = = 𝑛𝐿 3 (2-19)
𝑉𝑚 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙
2) Kesebangunan Kinematis
Kesebangunan kinematis antara model dan prototype terpenuhi jika garis alirannya
serupa secara geometris dan semua besaran yang bergantung waktu mempunyai
perbandingan yang konstan. Perbandingan ini biasa disebut skala waktu. Sebangun
kinematik, terjadi jika prototipe dan model sebangun geometrik dan perbandingan
antara kecepatan dan percepatan di duatitik yang bersangkutan pada model dan
prototype untuk seluruh pengaliran adalah sama,yang termasuk dalam kelompok
kesebangunan kinematis adalah (Yuwono, 1996:7):
- Kecepatan
𝑈𝑝 𝑛𝐿 𝑛
𝑛𝑈 = = atau 𝑛ℎ (2-20)
𝑈𝑚 𝑛𝑇 𝑇
- Percepatan
𝑎𝑝 𝑛𝐿 𝑛
𝑛𝑎 = = 2 atau 𝑛 ℎ2 (2-21)
𝑎𝑚 𝑛𝑇 𝑇
29
- Debit
𝑄𝑝 𝑛𝐿 3 𝑛𝐿 2 𝑛ℎ
𝑛𝑄 = = atau (2-22)
𝑄𝑚 𝑛𝑇 𝑛𝑇
- Kesebangunan Dinamis
Jika prototipe dan model sebangun geometris dan kinematis, dan gaya-gaya yang
bersangkutan pada model dan prototype untuk seluruh pengaliran pada arah yang
sama, maka dikatakan bahwa keduanya adalah sebangun dinamis.
Untuk mendapatkan kesebangunan dinamis antara model dan prototype tidak perlu
semua gaya tersebut diatas mempunyai perbandingan yang sama, hanya dipilh gaya-
gaya yang penting saja.
Prinsip pembuatan skala model adalah membentuk kembali masalah yang ada di
prototype dengan suatu angka pembanding, sehingga kejadian yang ada di model sebangun
dengan kondisi di prototipe.
Pemilihan skala model dilakukan dengan memperhitungkan faktor-faktor berikut ini
(Yuwono, 1996:50).
a. Ruangan yang tersedia dalam membuat model.
b. Ketersediaan debit dan tekanan (pompa, suplai air).
c. Ketersediaan bahan dan material.
d. Ketersediaan instrument dan system control.
e. Ketersedian staf peneliti (pengalaman).
f. Ukuran prototipe.
g. Pelaksanaan pekerjaan.
Untuk suatu bangunan pelimpah, analisa tinggi aliran di atas pelimpah dapat digunakan
untuk menentukan skala model dengan penjabaran sebagai berikut:
H e H kh (2-23)
dengan:
He = Tinggi efektif air di atas pelimpah (m)
H = Tinggi air di ataspelimpah (m)
kh = Kehilangan tinggi(0,457 mm)
Debit aliran per satuan lebar di atas pelimpah dengan mempertimbangkan kedua
ketinggian air tersebut adalah:
q1 C.H 3 2 (2-24)
30
q1 C.H e3 2 (2-25)
Penyelesaian Persamaan (2-10) dan (2-11) berdasarkan kontinuitas aliran menghasilkan:
3/ 2
q H
1 e (2-26)
q H
q
Dalam hal ini adalah rasio perbedaan yang diharapkan (ketelitian yang diharapkan).
q
Skala yang digunakan dalam uji model tes Barrage Karangnongko adalah skala model
sama (undistorted model), yaitu skala model yang dibuat dengan perbandingan antara skalah
orisontal dan vertical sama. Perumusan beberapa parameter yang penting dalam suatu model
aliran melalui saluran terbuka yang didasarkan pada skala geometrika antara lain:
(𝐹𝑟)𝑃
𝑛𝐹𝑟 = =1
(𝐹𝑟)𝑚
𝑢 𝑢
( ) = ( )
√𝑔ℎ 𝑝 √𝑔ℎ 𝑚
𝑢𝑝 𝑔𝑝 ℎ𝑝 1/2
=[ 𝑥 ]
𝑢𝑚 𝑔𝑚 ℎ𝑚
Nu = ng1/2 nh1/2dalam hal ini ng = 1
Nu = nh1/2 (2-29)
b. Skala debit (nQ)
Q = A.u = b.h.u
nQ = nL . nh . nu
nQ = nL2 . nL1/2
nQ= nL5/2 (2-30)
31
u = C hI
nu = nC nL1/2nI1/2
h
mengingat: I = , maka:
L
1/ 2
nL
nL1/2 = nC nL1/2 1/ 2
nL
1/ 2
n
nC = L =1 (2-32)
nL
e. Skala koefisien Manning
1 2 / 3 1/ 2
u R I
n
nu = 1 nR2/3 nI1/2
nn
1/ 2
nL
nL1/2 = 1 nR2/3 1 / 2
nn nL
nn = nL1/2 (2-33)
4. Buat suatu tabel tentang rangkuman berbagai bahan pasir yang tersedia di laboratorium
yang mungkin dipakai untuk keperluan model. Lewat tabel tersebut dapat diadakan
pemilihan jenis pasir yang akan dipakai di model, dengan syarat:
- Apabila yang diinginkan adalah keseimbangan akhir dari proses morfologi,
sebaiknya dipilih jenis pasir yang memberikan hasil dalam waktu singkat model
cepat (quick model).
- Apabila proses perubahan keseimbangan yang akan diamati, maka perlu dipilih
model lambat atau sedang.
5. Taksir kekasaran di model dan hitung skala kecepatan. Pengalaman dan literatur
diperlukan untuk menaksir kekasaran di model. Model yang menggunakan pasir alam
33
dapat ditentukan skala kecepatan dengan harga taksiran kekasaran Cme. Skala kecepatan
berdasarkan kriteria sebangun proses morfologi:
nV2 = n∆ nD nCe2nµ-1
dengan nilai µ = (C/C90)3/2sehingga persamaan diatas menjadi:
nV2 = n∆ nD nCe1/2nC903/2 (2-35)
dengan:
nV = skala kecepatan
n∆ = skala berat jenis
nCe = skala kekasaran nilai kekasaran pada model (Cestimate)
nC90 = skala butiran D90
6. Pilih kemiringan tambahan (tilting angle) berdasarkan:
It = ip([nCe2nh/nV2]– r) (2-36)
dengan:
It = kemiringan tambahan
ip = kemiringan pada prototipe
nCe = skala kekasaran nilai kekasaran pada model (Cestimate)
nV = skala kecepatan
r = nilai skala horisontal/ skala vertikal
Ambil nilai r ≤ 3, nh dan nL bukan bilangan pecahan.
7. Hitung kesalahan elevasi muka air maksimum (∆h) yang mungkin terjadi, dengan
rumus:
∆h/hm = ½ [Lp ip/hp] [nh/nV2] ([Cme2/Cma2]-1) (2-37)
dengan:
∆h = tinggi muka air maksimum
hm = tinggi air pada model
Cma = skala kekasaran nilai kekasaran pada prorotipe (Cactual)
8. Hitung skala kecepatan berdasarkan kriteria sebangun Froude: nV = nh1/2.
9. Pemakaian/pemilihan debit pada model untuk sungai yang tidak terpengaruh pasang
surut, disarankan untuk digunakan debit dominan (dominant discharge).
10. Penentuan batas sungai yang dimodelkan didasarkan pada:
Kemungkinan perbaikan dasar sungai.
Kemungkinan membuat sudetan (shortcut).
Permasalahan harus diletakkan di tengah model, sehingga pengaruh penambahan
kemiringan (tilting) tidak begitu besar.
34
Dari Persamaan (2-63) dan (2-64) dapat diambil kesimpulan, bahwa pasir-kerikil di
atas permukaan dasar sungai akan mulai bergerak terbawa aliran apabila dicapai kon disi
sebagai berikut:
𝑈∗2
≥1 (2-40)
𝑈∗𝐶 2
dengan:
U*c = gaya tarik kritis (cm)
Butiran dengan ukuran yang lebih halus akan hanyut dan permukaan dasar sungai akan
tertutup oleh kerikil dengan ukuran yang lebih besar.
b) Perhitungan Keseimbangan Dinamis
Aliran sedimen yang bergerak dari hulu dengan debit sedimen yang konstan akan
membentuk alur dasar sungai yang stabil yang disebut dengan keseimbangan dinamis.
Kemiringan dinamis dapat diperoleh dari formula angka transportasi sedimen;
𝑈5
𝑞𝐵 = 10 {(𝜎⁄𝜌−1)2 𝑔∗2 𝑑 (1−𝜆)}
(𝑔 .𝐻 ±𝐼)5/2
𝑞𝐵 = {(𝜎⁄𝜌−1)2 𝑔2 𝑑 (1−𝜆)} (2-42)
ApabilaR = H , maka
𝑄 1
𝑞= = 𝐻𝑣 = 𝐻 5/3 𝐼1/2 (2-43)
𝐵 𝑛
dan selanjutnya :
𝑛.𝑞 3/5
𝐻 = (𝐼1/2 ) (2-44)
dengan:
qB = Debit beban dasar (volume sedimen yang masuk kedalam alur sungai) persatuan
lebar (m2/dt)
d = Ukuran butiran rata-rata (m)
λ = Angka pori pada pasir-kerikil (0,4)
n = Koefisien kekasaran Manning
q = Debit persatuan lebar (m2/dt)
36
dengan:
KR = Kesalahan Relatif
37
(halaman dikosongkan)