Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

HARGA DIRI RENDAH

I. KASUS (MASALAH UTAMA) : HARGA DIRI RENDAH


II. PROSES TERJADINYA MASALAH
A. PENGERTIAN
Harga diri rendah adalah evaluasi diri negatif yang berkembang
sebagai respons terhadap hilangnya atau berubahnya perawatan diri
seseorang yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif (NANDA,
2010). Berbagai masalah yang berkaitan tentang aspek seksualitas dapat
mempengaruhi gairah hidup, gambaran diri, dan hubungan dengan orang
lain.
Berbagai ancaman terhadap masalah identitas seksual, kurangnya
kepedulian dan stabilitasasi hubungan dengan pasangan, dan berakhirnya
kapasitas reproduksi diimplikasikan sebagai efek negatif yang langsung
berpengaruh terhadap harga diri penderita setelah mengalami kanker dan
terapinya. Selain itu, secara tidak langsung, pengalaman depresi, cemas,
marah, dan kelelahan selama terdiagnosis kanker dan ketika menjalani
terapi kanker juga dapat mempengaruhi kondisi harga diri penderita kanker
(Brotto, et al., 2008).
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri
sendiri dan kemampuan diri.

B. RENTANG RESPON
Respon Respon
Adaptif Maladaptif
Aktualisasi Konsep diri Harga diri Kerancuan
Depersonalisasi
diri positif rendah identitas

1. Aktualisasi diri : Pernayataan diri tentang


konsep diri yang positif dengan latar belakang
pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
2. Konsep diri positif : apabila individu
mempunyai pengalaman yang positif dalam
beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal
positif maupun yang negative dari dirinya
3. Harga diri rendah : Individu
cenderung untuk menilai dirinya negative dan
merasa rendah dari orang lain.
4. Kerancuan identitas : Kegagalan
individu mengintegrasikan aspek-aspek
identitas masa kanak-kanak kedalam
kematangan aspek psikososial kepribadi an
pada masa dewasa yang harmonis.
5. Depersonalisasi : Perasaan yang
tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri
yang berhubungan dengan kecemasan,
kepanikan serta tidak dapat membedakan
dirinya dengan orang lain.

C. PENYEBAB
Faktor Predisposisi
a. Biologi
1. Genetik
 Riwayat adanya trauma yang menyebabkan lesi pada
daerah frontal, temporal dan limbik.
 Pada anak yang kedua orangtuanya tidak menderita,
kemungkinan terkena penyakit adalah satu persen. Sementara
pada anak yang salah satu orangtuanya menderita
kemungkinan terkena adalah 13 persen. Dan jika kedua
orangtuanya penderita maka resiko terkena adalah 35 persen.
 Riwayat janin pada saat prenatal dan perinatal meliputi
trauma, penurunan oksigen pada saat melahirkan, prematur,
preeklamsi, malnutrisi, stres, ibu perokok, alkohol, pemakaian
obat-obatan, infeksi, hipertensi dan agen teratogenik

2. Nutrisi
Adanya riwayat gangguan nutrisi ditandai dengan penurunan BB,
rambut rontok, anoreksia, bulimia nervosa
3. Keadaan kesehatan secara umum
 Riwayat kesehatan umum, misalnya kurang gizi,
kurang tidur, gangguan irama sirkadian.
 Kelemahan
 Infeksi
4. Sensitivitas biologi
 Riwayat peggunaan obat
 Riwayat terkena infeksi dan trauma
 Radiasi dan riwayat pengobatannya
5. Paparan terhadap racun
 Paparan virus influenza pada trimester 3 kehamilan
 Riwayat keracunan CO, asbestos
b. Psikologi
1. Intelegensi
 Riwayat kerusakan struktur di lobus frontal dimana
lobus tersebut berpengaruh kepada proses kognitif
 Suplay oksigen terganggu dan glukosa
2. Ketrampilan verbal
 Gangguan keterampilan verbal akibat faktor
komunikasi dalam keluarga, seperti : Komunikasi peran ganda,
tidak ada komunikasi, komunikasi dengan emosi berlebihan,
komunikasi tertutup,
 Riwayat kerusakan yang mempengaruhi fungsi bicara,
misalnya Stroke, trauma kepala
 Moral
Riwayat tinggal di lingkungan yang dapat mempengaruhi
moral individu, misalnya lingkungan keluarga yang broken
home, konflik
c. Sosial
1. Usia
Riwayat tugas perkembangan yang tidak selesai
2. Gender
 Riwayat ketidakjelasan identitas
 Riwayat kegagalan peran gender
3. Pendidikan
 Pendidikan yang rendah
 Riwayat putus dan gagal sekolah
4. Pengalaman sosial
 Perubahan dalam kehidupan, mis bencana, perang,
kerusuhan, dll
 Tekanan dalam pekerjaan
 Kesulitan mendapatkan pekerjaan
5. Peran social
 Isolasi sosial khususnya untuk usia lanjut
 Stigma yang negatif dari masyarakat
 Diskriminasi
 Stereotype
 Praduga negatif
D. TANDA DAN GEJALA
1. Mengungkapkan rasa malu/bersalah
2. Mengungkapkan menjelek-jelekkan diri
3. Mengungkapkan hal-hal yang negatif tentang diri (misalnya,
ketidakberdayaan, dan ketidakbergunaan)
4. Kejadian menyalahkan diri secara episodik terhadap permasalahan
hidup yang sebelumnya mempunyai evaluasi diri positif
5. Kesulitan dalam membuat keputusan
E. AKIBAT
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya
sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh,
mengalami kegagalan, serta menurunnya produktivitas. Gangguan konsep
diri : harga diri rendah ini dapat terjadi secara situasional maupun kronik.
1. Situasional
Gangguan konsep diri : harga diri rendah yang terjadi secara situasional
bisa disebabkan oleh trauma yang muncul secara tiba-tiba misalnya
harus dioperasi, mengalami kecelakaan, mejadi korban perkosaan, atau
menjadi narapidana sehingga harus masuk penjara. Selain itu dirawat di
rumah sakit juga bisa menyebabkan rendahnya harga diri seseorang
dikarenakan penyakit fisik, pemasangan alat bantu yang membuat klien
tidak nyaman, harapan yang tidak tercapai akan struktur, bentuk dan
fungsi tubuh serta perlakuan petugas kesehatan yang kurang
menghargai klien dan keluarga.

2. Kronik
Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis biasanya sudah
berlangsung sejak lama yang dirasakan klien sebelum sakit atau
sebelum dirawat. Klien sudah memiliki pikiran negatif sebelum dirawat
dan menjadi semakin meningkat saat dirawat.
III. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU
DIKAJI
A. Data Mayor :
DS : Klien hidup tak bermakna, tidak memiliki kelebihan apapun,
merasa jelek
DO : Kontak mata kurang, tidak berinisiatif berinteraksi dengan
orang lain
Data Minor :
DS : Klien mengatakan malas, putus asa, ingin mati.
DO : Klien malas-malasan, produktivitas menurun
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Harga Diri Rendah Situasional
V. INTERVENSI KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan pada pasien :
Tujuan :
a) Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki
b) Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
c) Pasien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai
kemampuan
d) Pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih sesuai
kemampuan
e) Pasien dapat melakukan kegiatan yang sudah dilatih
Tindakan keperawatan untuk pasien
SP 1 Pasien
1. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih
dimiliki pasien.
2. Mendiskusikan bahwa sejumlah kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki pasien seperti kegiatan pasien di rumah sakit, di rumah,
dalam keluarga dan lingkungan adanya keluarga dan lingkungan
terdekat pasien.
3. Beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan setiap kali
bertemu dengan pasien penilaian yang negatif.
4. Membantu pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan.
5. Mendiskusikan dengan pasien kemampuan yang masih dapat
digunakan saat ini.
6. Bantu pasien menyebutkannya dan memberi penguatan
terhadap kemampuan diri yang diungkapkan pasien.
7. Perlihatkan respon yang kondusif dan menjadi pendengar yang
aktif
SP 2 Pasien
1. Melatih kemampuan yang dipilih pasien
2. Mendiskusikan dengan pasien untuk melatih kemampuan
kedua yang dipilih
3. Bersama pasien memperagakan kegiatan yang ditetapkan
4. Berikan dukungan dan pujian pada setiap kegiatan yang dapat
dilakukan pasien.
Tindakan Keperawatan pada keluarga
Tujuan : Keluarga mampu:
a) Mengenal masalah harga diri rendah
b) Mengambil keputusan untuk merawat harga diri rendah
c) Merawat harga diri rendah
d) Memodifikasi lingkungan yang mendukung meningkatkan
harga diri pasien
e) Menilai perkembangan perubahan kemampuan pasien
f) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
Tindakan Keperawatan untuk keluarga
SP 1 Keluarga
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya
harga diri rendah dan mengambil keputusan merawat pasien
c) Melatih keluarga cara merawat harga diri rendah
d) Membimbing keluarga merawat harga diri rendah
SP 2 Keluarga
a. Melatih keluarga menciptakan suasana keluarga dan
lingkungan yang mendukung meningkatkan harga diri pasien
b. Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang
memerlukan rujukan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan
c. Menganjurkan follow up ke fasilitas pelayanan kesehatan
secara teratur.
Strategi Pelaksanaan 1 HDR
KLIEN
1. Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif pasien
(buat daftar kegiatan)
2. Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih dari
daftar kegiatan) : buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini
3. Bantu pasien memilih salah satu kegiatan yang dapat dilakukan saat
ini untuk dilatih
4. Latih kegiatan yang dipilih (alat dan cara melakukannya)
5. Masukan pada jadual kegiatan untuk latihan dua kali per hari
KELUARGA

1. Diskusikan masalah yg dirasakan dalam merawat pasien


2. Jelaskan pengertian, tanda & gejala, dan proses terjadinya harga diri
rendah (gunakan booklet)
3. Diskusikan kemampuan atau aspek positif pasien yang pernah dimiliki
sebelum dan setelah sakit
4. Jelaskan cara merawat harga diri rendah terutama memberikan pujian
semua hal yang positif pada pasien
5. Latih keluarga memberi tanggung jawab kegiatan pertama yang
dipilih pasien: bimbing dan beri pujian
6. Anjurkan membantu pasien sesuai jadual dan memberikan pujian
DAFTAR PUSTAKA

Balitbang. 2007. Workshop Standar Proses Keperawatan Jiwa. Bogor


Fitria, Nita. 2009. Aplikasi Dasar dan Aplikasi penulisan Laporan
Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan
SP). Jakarta: Salemba Medika.
Keliat, B.A. 1999. Proses Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta : EGC
Maramis, F, W. 1998. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga
University Press.
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. 1995. Buku Saku Keperawatan Jiwa.
Terjemahan dari Pocket Guide to Psychiatric Nursing, oleh Achir Yani S.
Hamid. 3rd ed. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai