AKUSTIK RUANG
UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK ARSITEKTUR
2018
Pengertian Akustik Ruang
Akustik Ruang terdefinisi sebagai bentuk dan bahan dalam suatu ruangan yang terkait dengan
perubahan bunyi atau suara yang terjadi. Akustik sendiri berarti gejala perubahan suara karena sifat
pantul benda atau objek pasif dari alam.
Formasi elemen akustik dalam sebuah ruangan akan menentukan kinerja akustik ruang tersebut
sesuai dengan fungsi nya. Beberapa catatan berikut dapat digunakan sebagai acuan perancangan
formasi penempatan elemen akustik pada ruang dengan fungsi tertentu.
Ruang Kelas: Elemen Pemantul atau Penyebar pada dinding depan, samping serta langit-langit
depan. Elemen penyerap atau penyebar pada dinding belakang serta langit-langit belakang. Lantai
bisa keramik atau parket atau karpet.
Masjid: Dinding depan elemen pemantul atau penyebar, dinding samping kombinasi pemantulan dan
penyerap, dinding belakang penyerap atau penyebar, langit-langit penyerap bila menggunakan
sound system atau kombinasi pemantul-penyebar bila tanpa sound system, lantai boleh karpet atau
keras (keramik atau parket)
Ruang Auditorium: Dinding depan pemantul atau penyebar, Dinding samping kombinasi pemantul –
penyerap atau penyebar – penyerap, Dinding Belakang penyerap atau penyebar, langit-langit
penyebar atau penyerap, dengan elemen pemantul di area atas panggung, lantai bebas. Bila
menggunakan sound system, harus diperhatikan type dan posisi pemasangan.
Ruang Studio: Banyak penyerap di ruang kontrol (bisa dikombinasikan dengan penyebar) dan
kombinasi penyerap=penyebar di ruang live.
Kamar Tidur, Living Room, Ruang rawat inap: kombinasi 3 elemen sesuai kondisi bising dan
kenyamanan individu.
Gelanggang Olah Raga: lantai keras, langit-langit kombinasi penyerap-penyebar, dinding kombinasi
pemantul-penyerap-penyebar (tergantung bentuk geometri nya)
Ruang Kantor tapak terbuka: dinding bebas, langit-langit penyerap, lantai bebas.
Ada 3 elemen utama yang dapat digunakan untuk mengatur karakteristik pemantulan ini yaitu:
Elemen ini pada umumnya digunakan apabila ruang memerlukan pemantulan gelombang
suara pada arah tertentu. Ciri utama elemen ini adalah secara fisik permukaannya keras dan
arah pemantulannya spekular (mengikuti kaidah hukum Snellius: sudut pantul sama dengan
sudut datang).
Elemen ini digunakan apabila ada keinginan untuk mengurangi energi suara di dalam
ruangan, atau dengan kata lain apabila tidak diinginkan adanya energi suara yang
dikembalikan ke ruang secara berlebihan. Efek penggunaan elemen ini adalah berkurangnya
Waktu Dengung ruang (reverberation time). Ciri utama elemen ini adalah secara fisik
permukaannya lunak/berpori atau keras tetapi memiliki bukaan (lubang) yang
menghubungkan udara dalam ruang dengan material lunak/berpori dibalik bukaannya, dan
mengambil banyak energi gelombang suara yang datang ke permukaannya. Khusus untuk
frekuensi rendah, elemen ini dapat berupa pelat tipis dengan ruang udara atau bahan lunak
dibelakangnya.
Elemen ini diperlukan apabila tidak diinginkan adanya pemantulan spekular atau bila
diinginkan energi yang datang ke permukaan disebarkan secara merata atau acak atau
dengan pola tertentu, dalam level di masing-masing arah yang lebih kecil dari pantulan
spekularnya. Ciri utama elemen ini adalah permukaannya yang secara akustik tidak rata.
Secara umum, sebuah ruangan tertutup dapat dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan respons
frekuensinya. Bagian pertama merupakan daerah frekuensi yang dibatasi oleh frekuensi cut off
ruangan. Pada bagian ini, analisis frekuensi harus dititik beratkan pada tekanan suara sumber yang
dimainkan dalam ruangan. Frekuensi cut off sendiri dapat dihitung dengan persamaan berikut:
freq cut off = c/(2 x dimensi terpanjang ruang), dengan c adalah cepat rambat suara di udara.
Bagian kedua atau region kedua adalah daerah frekuensi yang didominasi modes ruang dan disebut
sebagai daerah modal (modal region), yaitu daerah frekuensi mulai dari frekuensi (cut off) sampai
dengan frekuensi kritis ruang. Pada daerah frekuensi ini, analisis harus lebih difokuskan pada
karakterisitik modes ruang. (penjelasan menggunakan pendekatan medan difuse cenderung akan
gagal). Frekuensi kritis ruang dapat dicari dengan dua pendekatan. Yang pertama menggunakan
pendekatan Main Free Path, yang merupakan fungsi dari Volume (V) dan Luas Permukaan Ruangan
(S), dimana MFP = 4V/S. Frekuensi kritis dengan pendekatan MFP ini dapat dihitung dengan
persamaan berikut:
frek kritis = (3/2) [c/MFP] , dengan c adalah cepat rambat suara di udara.
Pendekatan kedua didapatkan dengan memanfaatkan perhitung waktu dengung (RT atau T60).
Dengan pendekatan ini, frekuensi kritis dapat dihitung dengan formulasi sebagai berikut:
Daerah frekuensi ketiga, yaitu daerah frekuensi diatas frekuensi kritis, disebut sebagai daerah
diffuse alias <em>diffuse region</em>, dimana medan diffuse dapat terjadi, sehingga konsep waktu
dengung (reverberation time) bisa diterapkan.
Konsep frekuensi kritis tersebut, dapat juga digunakan untuk mengkategorikan ruangan dari sudut
pandang akustik. Ada dua kategori ruang yang bisa dibuat dari sudut pandang ini, yaitu ruangan
besar (large room) dan ruangan kecil (small room). Ruangan besar adalah sebuah ruangan yang
memiliki frekuensi kritis lebih rendah daripada frekuensi terendah sumber suara yang dimainkan
dalam ruangan tersebut. Sedangkan ruangan kecil adalah sebuah ruangan yang memiliki frekuensi
kritis didalam range frekuensi sumber suara yang dimainkan dalam ruangan tersebut. Contoh
ruangan besar misalnya Ruang Konser Philharmonik (Concert Hall), Katedral, dan ruangan studio
rekaman berukuran besar. Contoh ruangan kecil adalah Kamar tidur, kamar mandi atau normal size
living room.
Metodologi pengukuran dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang cukup pesat. Secara
kronologis waktu, metode pengukuran impulse response dapat diringkaskan sebagai berikut:
4. Pengukuran menggunakan sound card, 2 atau lebih loudspeaker dan multi microphones ( 2 – 8 ).
Pengukuran dengan 2 microphones kadang-kadang menggunakan kepala manusia atau kepala
tiruan (dummy head), misalnya untuk pengukuran IACC. Penggunaan jenis microphones juga bisa
divariasikan (berdasarkan konfigurasinya dan jenis directivity yang digunakan), misalnya untuk
pengukuran LEF. Sound card yang digunakan bisa dari type standard full duplex, (baik internal
maupun external). ataupun special external sound card multi channels. Pengukuran dengan metode
ini memungkinkan untuk mendapatkan response ruangan secara binaural maupun ambisonic. Di era
ini Sound Field Microphones banyak digunakan.
5. Saat ini, pengukuran yang melibatkan Array Loudspeaker system dan Array Microphone System,
untuk mendapatkan informasi pola arah (directivity pattern) yang lebih akurat di setiap titik
pendengar dalam ruangan, banyak dikembangkan, baik perangkat keras maupun perangkat
lunaknya.
Salah satu formulasi perhitungan waktu dengung yang paling banyak digunakan para desainer
ruangan adalah rumusan waktu dengung (reverberation time) yang diformulasikan oleh Sabine.
Dalam formulasi yang diturunkan berdasarkan percobaan empiris, Sabine menyatakan bahwa waktu
dengung (T60) berbanding lurus dengan Volume Ruangan (V) dan berbanding terbalik dengan Luas
Permukaan Ruangan (S) dan rata-rata Koefisien Absorpsi permukaan ruangan (alpha). Formulasi ini
sampai saat ini masih sering digunakan orang, terutama di dalam proses awal desain dan penentuan
material finishing ruangan, sesuai dengan fungsi ruangannya.
Formula Sabine: T60 = 0,161 V / S.alpha
Beberapa hal yang seringkali dilupakan dalam aplikasi formula ini adalah:
1. T60 adalah fungsi frekuensi, karena Koefisien Absorpsi (Alpha) adalah fungsi frekuensi.
2. Formula ini dibuat dengan asumsi, seluruh permukaan ruang memiliki probabilitas yang sama
untuk didatangi energi suara.
3. Formula ini disusun dengan asumsi Medan Suara Ruangan bersifat Diffuse.
4. Formula ini hanya “berlaku” dengan baik apabila rata-rata Alpha < 0,3 dan perbedaan Alpha antar
material penyusun partisi tidak terlalu besar. Untuk harga Alpha rata-rata > 0,3, formula ini akan
memberikan kesalahan T60 > 6%.
5. Harga T60 yang dihasilkan dengan formula ini adalah harga rata-rata saja,sehingga tidak
menunjukkan kondisi di setiap titik dalam ruangan.
FSTC vs STC
Salah satu parameter akustik yang banyak dikenal di kalangan desainer ruangan adalah Sound
Transmission Class or STC. Parameter ini merupakan angka tunggal yang digunakan untuk
menunjukkan kinerja insulasi akustik dari material penyusun ruangan. Secara khusus digunakan
untuk menyatakan kinerja suatu partisi atau dinding ruangan. Harga STC ditentukan secara grafis
dengan cara membandingkan kurva rugi transmisi suara atau sound transmission loss (STL) dengan
kurva standard STC. STL partisi atau dinding terpasang dapat diukur dengan mengacu pada
standard ASTM E 336, sedangkan harga STC nya dapat dihitung berdasarkan standard ASTM E 416.
Harga STC secara umum menunjukkan kondisi kinerja optimal dari sebuah partisi atau dinding,
karena didapatkan melalui pengukuran STL di laboratorium. Dalam kondisi riil, setelah partisi atau
dinding tersebut dipasang di dalam ruangan, harga STC tersebut sulit sekali dicapai. Hal ini
disebabkan oleh dua faktor utama yaitu kebocoran (leakage) energi suara dan Adanya flanking path
di ruangan. Kebocoran energi suara ini bisa disebabkan oleh komponen-komponen dalam sistem
partisi atau dinding itu sendiri (kualitas pemasangan, sambungan antar bagian, dsb) maupun oleh
sistem-sistem yang lain (pintu, jendela atau partisi/dinding yang lain). Sedangkan flanking adalah
perambatan energi suara lewat jalur selain menembus dinding, misalnya melewati langit-langit
ruangan atau bukaan di bagian dinding yang lain. Sebagai akibatnya, kinerja insulasi ruangan (atau
terkadang disebut juga kinerja isolasi antar ruang) seringkali dinyatakan dengan besaran Field
Sound Transmission Class (FSTC) yang menunjukkan kinerja rugi transmisi partisi atau dinding
dalam kondisi terpasang dalam ruangan.
FSTC merupakan sebuah ukuran kinerja isolasi antar ruang yang dipengaruhi oleh bising latar
belakang, volume ruangan, koefisien absorpsi bahan penyusun interior ruangan, luas permukaan
dalam ruangan dan karakteristik spektral sumber suara yang dibunyikan dalam ruangan. Harga
FSTC suatu partisi atau dinding pada umumnya 5 – 7 skala lebih rendah dari harga STC nya. Dua
buah partisi atau dinding yang memiliki harga FSTC yang setara mungkin saja memiliki karakteristik
akustik yang berbeda, misalnya sebuah partisi/dinding beton setebal 20 sm dengan FSTC 50 akan
bekerja lebih baik dibandingkan dengan partisi/dinding dari dry wall (double gypsum atau double
hardwood sistem) ber-FSTC 50 juga, apabila digunakan dalam ruangan yang difungsikan untuk
kegiatan yang melibatkan suara dengan frekuensi rendah (bass), misalnya untuk kegiatan musik.
Secara umum, nilai STC maupun FSTC berkaitan dengan persepsi manusia terhadap suara yang
didengarkan dalam konteks antar ruang. Semakin besar nilai STC maupun FSTC, menunjukkan
kinerja partisi/dinding yang semakin baik dalam mengisolasi ruangannya dari aktifitas akustik di
ruangan yang berbatasan. Sebuah partisi atau dinding yang permukaannya terdiri dari berbagai
jenis material, nilai STC atau FSTC nya cenderung ditentukan oleh STC yang paling rendah dari
material penyusun. (itu sebabnya, celah pada partisi akan membuat harga STC atau FSTCturun
drastis). Beberapa contoh berikut (sumber International Building Code IBC) dapat digambarkan
untuk memberikan gambaran efektifitas kinerja partisi/dinding secara subyektif terkait dengan nilai
STC (FSTC).