PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke adalah penyakit serebrovaskular yang sering ditemukan di negara maju, saat ini
juga banyak terdapat di negara berkembang salah satunya di negara Indonesia. Satu diantara
enam orang di dunia akan terkena stroke. Masalah stroke di Indonesia menjAdi semakin
penting karena di Asia menduduki urutan pertama dengan jumlah kasusnya yang semakin
banyak. Penyakit stroke merupakan salah satu dari penyakit tidak menular yang masih
menjadi masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Seiring dengan semakin
meningkatnya morbiditas dan mortalitas dalam waktu yang bersamaan, dimana di Indonesia
peningkatan kasus dapat berdampak negatif terhadap ekonomi dan produktivitas bangsa,
karena pengobatan stroke membutuhkan waktu lama dan memerlukan biaya yang besar
(Kemenkes, 2014).
Terdapat dua tipe utama dari stroke yaitu stroke iskemik akibat berkurangnya aliran
darah sehubungan dengan penyumbatan (trombosis,emboli), dan hemoragik akibat
perdarahan (WHO, 2014). Darah yang keluar dan menyebar menuju jaringan parenkim otak,
ruang serebrospinal, atau kombinasi keduanya adalah akibat dari pecahnya pembuluh
darah otak yang dikenal dengan stroke hemoragik (Goetz, 2007).
Penyakit stroke umumnya merupakan penyebab kematian nomer tiga pada kelompok
usia lanjut, setelah penyakit jantung dan kanker. Stroke masih merupakan penyebab utama
dari kecacatan. Data menunjukkan, setiap tahunnya stroke menyerang sekitar 15 juta orang di
seluruh dunia. Di Amerika Serikat, lebih kurang lima juta orang pernah mengalami stroke.
Sementara di Inggris, terdapat 250 ribu orang hidup dengan kecacatan karena stroke. Di Asia,
khususnya di Indonesia, setiap tahun diperkirakan 500 ribu orang mengalami serangan
stroke. Dari jumlah itu, sekitar 2,5 persen di antaranya meninggal dunia. Sementara
1
sisanya mengalami cacat ringan maupun berat. Angka kejadian stroke di Indonesia
meningkat dengan tajam. Bahkan, saat ini Indonesia merupakan negara dengan jumlah
penderita stroke terbesar di Asia (Sarkamo, 2008).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskular. Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa
kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berfikir daya ingat, dan bentuk-bentuk
kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008).
Peran perawat disini adalah melakukan asuhan keperawatan yang meliputi promotif,
preventif, kuratif, rehabilitatif, untuk meningkatkan kesehatan, melakukan pencegahan,
mengobati, dan pemulihan kesehatan masyarakat.
B. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menjelaskan dan memberikan gambaran tentang
pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke hemoragik.
C. Manfaat Penulisan
Dapat digunakan sebagai bahan pustaka dan pertimbangan dalam penyusunan materi
pembelajaran ilmu keperawatan khususnya asuhan keperawatan pada klien dengan stroke
hemoragik. Dan perawat mampu melakukan intervensi pada klien dengan Stroke
Hemoragik, sehingga perawat dapat meningkatkan kualitas asuhan keperawatan perawat
terutama pada kasus stroke hemoragik agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem saraf mengatur kegiatan tubuh yang cepat, seperti kontraksi otot atau
peristiwa visral yang berubah dengan cepat. Menerima ribuan informasi dari berbagai
organ sensoris dan kemudian mengintegrasikannya untuk menentukan reaksi yang harus
dilakukan tubuh.
b. Struktur saraf
Saraf manusia terdiri dari sel saraf yang disebut neuron dan sel gilial. Neuron
berfungsi mengantarkan impuls (rangsangan) dari luar tubuh melalui panca indra
menuju otak. Informasi tersebut lantas oleh otak dikirim menuju otak, sedangkan gilial
merupakan pemberi nutrisi pada neuron.
3
1) Neuron
Neuron merupakan bagian terkecil dalam penyusunan sistem saraf. Setiap neuron
terdari dari dari atas tiga bagian, yaitu sel saraf, dendrit, dan askon. Neuron
bergabung membentuk jaringan saraf. Unjung dendrit dan ujung akson akan
menghubungkan jaringan antar saraf. Berdasarkan fungsinya ada tiga jenis sel saraf,
yaitu sel saraf sensorik, sel saraf motorik, san sel saraf penghubung.
a) Sel Saraf Sensorik
Adalah sel saraf yang bertugas menerima rangsangan dari luar tubuh, merubah
menjadi impuls, dan meneruskan ke otak.
b) Sel Saraf Motorik
Adalah sel saraf yang berfungsi membawa impuls dari otak dan sumsum tulang
belakang menuju otot.
c) Sel Saraf Penghubung
Adalah sel saraf yang banyak terdapat didalam otak dan sumsum tulang belakang,
berfungsi menghubungkan impuls dari sel sensorik ke sel saraf motorik.
2) Sel Glial
Bertugas menyediakan nutrisi dan mempertahankan homeostatis, selain itu juga
berperan dalam trasmisi sinyal dalam sistem saraf. Fungsi utama sel glial adalah
mendukung neuron dan menahan neuron supaya tetap berada dalam tempatnya,
menyediakan nutrisi untuk neuron, mengancurkan patogen dan menghilangkan
neuron mati, serta menyediakan petunjuk pengarah akson dari neuron.
c. Susunan saraf
Saraf terdiri dari susunan saraf sentral dan saraf perifer. Susunan saraf sentral terdiri
dari otak (otak besar, otak tengah, otak kecil, dan batang otak), sumsum lanjutan, dan
sumsum tulang belakang (medula spinalis). Adapun saraf tepi (saraf perifer) terdiri dari
saraf somatik dan saraf otonom (saraf simpatis dan pasasimpatis).
1) Saraf sentral
Prinsip kegiatan sistem saraf berkaitan dengan kegiatan refleksi. Refleksi
melibatkan beberapa organ manusia dan lingkungan sekelilingnya. Saraf central
memilki fungsi sebagai pengantur kerja jaringan saraf hingga ke sel saraf. Saraf
4
central meliputi otak besar, otak tengah, otak kecil, batang otak, sumsum lanjutan
(medula oblongata), susmsum tulang belakang (medula spinalis). Dalam tubuh, otak
manusia berada didalam terkorak, sedangkan sumsum tulang belakang berada
didalam ruas tulang dibelakang manusia.
5
Lobus prontalis, yang memilki mengatur gerakan motorik dan pneumotorik.
Lobus parietalis, yaitu lobus yang berfungsi mengatur perubahan kulit dan
otot.
Lobus oksipitalis, yaitu lobus yang berhubungan dengan pusat pengelihatan.
Lobus temporalis, yang berhubungan dengan pendenganran, penciuman, dan
pengecapan. Selain fungsi-fungsi tersebut, otak besar juga berfungsi untuk
melindungi secara keseluruhan, dari goncangan.
Ukuran otak bersar pada laki-laki sekitar 1,6 kg, sedangkan pada perempuan
1,45 kg. Berat otak ini sering dipengaruhi turut menentukan kecerdasan
seseorang.
c) Diasefalon
Menghubungkan otak besar kebatang otak. Diensefalon terdiri dari wilyah
utama sebagai berikut :
Talamus adalah stasiunrelay untuk impuls saraf sensorik bertolak dari
sumsum tulang belakang untuk otak besar. Beberapa sensasi, seperti nyeri,
teksnan, dan suhu, dievaliasi disini juga.
Epitalamus kelenjar pineal. Kelenjar pineal secretes melatonin, hormon yang
membantu mengatur biologi jam (siklus tidur- bangun).
Hipotalamus mengatur berbagai kegiatan tubuh yang penting. Hipotalamus
mengontrol sistem saraf otonom dan mengatur emosi, prilaku,lapar, haus,
suhu tubuh, dan jam biologis. Hal ini juga menghasilkan dua hormon (ADH
dan oksitosin) dan melepaskan berbagai hormon yang mengontrol hormon
produksi dikelenjar hipofisis anterior.
6
Merangsang daerah quatrigeminus yang menyebabkan dilatasi pupil dan
gerakan konjugasi mata ke arah yang berlawanan dengan tempat
perangsangan.
Menimbulkan gejala yang menyebabkan paralisis gerakan mata ke atas.
Mengontrol pendengaran
e) Otak kecil (cerebrum)
Terletak dibagian belakang kepala dekat leher berfungsi untuk
mengkoordinasi gerakan otot secara sadar, posisi tubuh, dan kesemibangan. Jika
otot kecil ini rusak maka gerakan otot manusia tidak bekerja secara optimal.
f) Batang Otak (trunkus sereberi)
Itu terletak didepan otak kecil dan dibawah otak besar, menjadi
penghubung diantara keduanya. Berfungsi untuk mengatur repleks fisiologis,
seperti denyut jantung, suhu tubuh, TD, dan kecepatan bernafas.
2) Sumsum lanjutan (medula oblongata)
Ini terletak disambungan antara otak dengan tulang belakang berfungsi
mengantur suhu tubuh, refleks (seperti batuk, bersin, dan berkedip), mengendalikan
mual, dan pernafasan. Bisa juga berfungsi mengantar impuls yang datang menuju
otak, serta mempengaruhi refleks fisiologis.
3) Sumsum Tulang belakang (medula spinalis)
Merupakan perpanjangan dari batang otak yang dimulai pada foramen magnum
dan terus turun melalui kanal veterbral kelumbal pertama vetebra (L1). Medula
spinalis memilki fungsi :
Pusat saraf mengintegrasikan sinyal sensorik yang datang, mengaktifkan
keluaran motorik secara langsung tanpa campur tangan otak.
Antara susunan saraf tepi dan otak, semua komando volunter dari otak ke
otot-otot tubuh yang dikomunikasikan terlebih dahulu pada pusat motorik
spinal.
Saraf tulang belakang muncul berpasangan, satu dari setiap sisi tulang
belakang yang sama panjang.
7
Pembesaran serviks adalah pelebaran dibagian atas dari tulang belakang tabel
(C4 ke T1). Saraf memperpanjang ketungakai atas berasal atau berakhir
disini.
Pembesaran lumbal adalah pelebaran dibawah tulang belakang kabel (T9
untuk T12).
Fisura median anterior dan posterio sulkus median dua alur yang menjalankan
panjang dari sumsum tulang belakang pada anterior dan posterior permukaan
masing-masing.
Caoda equina, saraf yang menempel pada ujung kabel tulang belakang dan
terus berjalan kebawah, sebelum berbalik lateral ke bagian lain dari tubuh.
4) Saraf Tepi (saraf perifer)
Susunan saraf tepi merupakan penghubung susunan saraf pusat dengan reseptor
sensorik dan reseptor motorik (otot kelenjar). Saraf tepi dari ribuan serabut saraf
yang dikelompokan dalam ikatan-ikatan dan dibungkus oleh jaringan ikat.
5) Sistem Saraf somatik
Sistem saraf somatik merupakan saraf yang mengumpulkan informasi sensoris
dari tubuh. Saraf somatik juga bisa di golongkan sebagai indra. Namun indra ini
berbeda dengan indra khusus yang sudah sering dikenal (pengelihatan,
penciuman, pengecapan, peraba, perasa).
6) Sistem Saraf Otonom
Adalah saraf didalam tubuh yang meliputi kelenjar, pembuluh darah, paru,
lambung, usus, dan ginjal). Dia mengatur kerja jaringan dan orga tubuh yang
disadari atau yang tidak dipengaruhi kehendak kita. Dia juga mengatur mobilitas
dan sekresi pada kulit, pembuluh darah, dan organ visral dengan cara merangsang
pergerakan otot polos dan kelenjar eksokrin.
8
Gambar 0.2 sistem saraf otonom
1) Saraf Simpatis
Saraf ini berupa dua puluh lima pasangan ganglion atau simpul saraf
yang terdapat di sumsum tulang belakang dan terletak di samping tulang
belakang sebelah depan, mulai dari ruas tulang leher sampai tulang ekor.
2) Saraf parasimpatis
Berupa jaring-jaring yang berhubungan dengan ganglion yang tersebar
diseluruh tubuh. Saraf ini menuju organ yang dikendalikan oleh saraf
simpatetis sehingga bekerja pada efektor yang sama. Saraf simpatis berfungsi
mempercepat denyut jantung, sedangkan parasimpatis memperlambat denyut
jantung.
d. Gerak Refleks
Gerak refleks merupakan respon cepat dan bersifat memaksa untuk stimulus.
Sebuah busur refleks adalah jalur yang dilalui oleh impuls saraf selama refleks.
Beberapa refleks adalah refleks kranial dengan jalur melalui saraf kranial dan batang
otak.
Sebuah efektor adalah otot atau kelenjar yang menerima bentuk impuls motor
neuron. Dalam otonom (vistral) refleksi, yang merupakan efektor otot polos atau
jantung, kelenjar.
9
e. Sistem Peredaran Darah
10
4. Arteri serebral posterior/posterior cerebral artery(PCA)
Adalah salah satu dari sepasang arteri yang memasok darah beroksigen ke
lobus oksipital, bagian dari belakang otak manusia. Ini di mulai dekat tempat ateri
yang berkomunikasi posterior dan arteri basilar bergabung, dan terhubung dengan
ateri serebri tengah dari sisi yang sama dan arteri karotis interna melalui arteri
yang berkomunikasi posterior.
5. Arteri komunikasi posterior/posterior communicating artery(PCOM) .
Arteri yang berkomunikasi posterior kiri dan kanan adalah arteri di dasar
otak yang membentuk bagian dari lingkatan willis. Setiap ateri berkomunikasi
posterior menghubungkan 3 arteri serebral dari sisi yang sama. Secara anterior ini
terhubung ke arteri karotis interna (ICA) sebelum terminal bifurkasi ICA ke
dalam arteri serebral anterior dan arteri serebral anterior dan arteri serebral
tengah.
6. Arteri serebral tengah (MCA)
Arteri adalah salah satu dari tiga arteri berpasangan utama yang memasok darah ke
otak. MCA muncul dari carotid internal dan berlanjut kepada sulkus lateral dimana
kemudian dia bercabang dan memproyeksi ke banyak bagian dari korteks serebral
lateral. Ini juga memasok darah ke lobus temporal anterior dan kortikal insular.
11
vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang
subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
2. Klasifikasi
a. Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subaraknoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada area tertentu. Biasanya
kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan Intraserebral. Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma)
terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan
otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan
kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang
disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus,
pons, dan serebelum.
2) Perdarahan Subaraknoid. Perdarahan ini berasal dari pecahnya ancurisma
berry atau AVM. Ancurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah
sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak.
Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub araknoid menyebabkan TIK
meningkat mendadak, meregangnya struktur pada nyeri, dan vasospasme
pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala,
penurunan kesadarah) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik,
afasia, dan lain-lain).
` Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subaraknoid mengakibatkan
terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri,
sehingga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rengsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subaraknoid dapat mengakibtkan vasospasme pembuluh darah serebral.
Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hermiparese, gangguan hemisensorik, afasia, dan lain-lain).
12
b. Stroke nonhemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat
timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
3. Etiologi
Gangguan pasokan aliran darah ke otak dapat terjadi di mana saja didalam arteri-
arteri yang membentuk sirkulasi Wilisi yaitu asrteri karotis interna dan system
vetebrobasilar dan semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke
jaringan otak terputus lama 15-20 menit akan terjadi infark atau kematian jaringan.
Patologi yang mendasari gangguan peredaran darah otak yaitu :
1. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada arteriosklerois
dan thrombosis, dan robeknya pembuluh darah atau peradangan.
2. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya pada syok
dan hiperviskositas darah.
3. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari
jantung atau pembuluh darah ekstrakranium.
4. Ruptur vaskuler di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid.
4. Faktor Resiko
a. Hipertensi
Seseorang dengan tekanan darah tinggi mempunyai peluang besar untuk
mengalami stroke. Batas atas tekanan darah sistemik yang dapat
ditanggulangi oleh autoregulasi yaitu tekanan sistolik 200 mmHg dan
tekanan diastolik antara 110mmHG- 120 mmHg. Tekanan darah yang tinggi
menyebabkan pembuluh darah sereberal berkonstriksi jika hal ini terjadi
berbulan- bulan atau bertahun – tahun akan terjadi hialinisasi otot pembuluh
sehingga diameter pembuluh akan tetap kecil. Hal ini dapat berbahaya
karena pembuluh tidak dapat berdilatasi atau berkonstriksi ketika tekanan
darah naik maupun turun. Bila terjadi penurunan tekanan darah sistemik
13
maka akan terjadi stroke non hemoragik akibat tekanan perfusi kejaringan
otak tidak adekuat.
b. Usia
Dari berbagai penelitian, diketahui bahwa usia semakin tua semakin
besar pula risiko terkena stroke. Efek kumulatif dari penuaan pada sistem
kardiovaskular dan sifat progresif faktor risiko stroke selama jangka waktu
lama secara substansial meningkatkan risiko stroke. Risiko stroke menjadi 2
kali lipat setiap dekade setelah melalui usia 55 tahun.
c. Jenis Kelamin
Secara umum pada usia 35 hingga 40 tahun laki-laki lebih berisiko
stroke dibandingan dengan wanita namun pada usia diatas 85 tahun kejadian
stroke justru sedikit lebih tinggi pada wanita. Secara keseluruhan, 1 dari 6
wanita akan meninggal karena stroke, dibandingkan dengan 1 dari 25 orang
yang akan meninggal akibat kanker payudara, penggunaan kontrasepsi oral
dan kehamilan berkontribusi terhadap risiko stroke pada wanita.
5. Patofisiologi
Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkrim) paling
sering terjadi akibat cidera vascular yang dipicu oleh hipertensi dan rupture
salah satu dari banyak arteri kecil yang menembus jauh kedalam jaringan otak.
Apabila pendarahan terjadi pada individu yang tidak mengidap hipertensi,
diperlukan pemeriksaan-pemeriksaan untuk mengetahui kausa lain seperti
gangguan pendarahan, malformasi arteriofena, dan tumor yang menyebabkan
erosi. Stroke yang disebabkan oleh pendarahan intraserebrum paling sering
terjadi saat pasien terjaga dan aktif, sehingga kejadianya sering disaksikan oleh
orang lain. Karena lokasinya berdekatan dengan arteri-arteri dalam, basal
ganglia dan kapsula internal sering menerima beban terbesar tekanan dan
iskemia yang disebabkan oleh struk tipe ini. Dengan mengingat bahwa ganglia
basal memodulasi fungsi motoric folunter dan bahwa semua serat saraf eferen
dan deferen diseparuh korteks mengalami pemadatan untuk masuk dan keluar
dari kapsula interna, maka dapat dilihat bahwa stroke di salah satu bagian ini
diperkirakan menimbulkan defisit yang sangat yang merugikan. Biasanya
14
pendarahan dibagian dalam jaringan otak menyebabkan deficit neurologic fokal
yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit sampai
kurang dari 2 jam. Hemiparesis disisi yang berlawanan dari letak pendarahan
merupakan tanda khas pertama pada keterlibatan kapsula interna.
Infrak serebrum setelah embolus disuatu arteri otak mungkin terjadi
sebagai akibat pendarahan bukan sumbatan oleh embolus itu sendiri. Alasannya
adalah bahwa, apabila embolus lenyap atau dibersihkan dari ateri, dinding
pembuluh setelah tempat oklusi mengalami perlemahan selama beberapa hari
pertama setelah oklusi. Dengan demikian, selama waktu ini dapat terjadi
kebocoran atau perdarahan dari dinding pembuluh yang melemah ini. Karena
itu, hipertensi perlu di kendalikan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada
minggu-minggu pertama setelah stroke embolik.
Pendarahan yang terjadi di ruang supratentorium ( diatas tentorium
sereberi) memiliki prognosis baik apabila volume darah sedikit. Namun,
perdarahan ke dalam ruang infratentorium di daerah pons atau sereberum
memiliki prognosis yang lebih buruk karena cepatnya timbul tekanan pada
struktur-struktur vital di batang otak (smith, 2001). Terapi utama untuk stroke
hemoragik adalah menurunkan tekanan darah apabila hipertensi adalah
kausanya dan melawan antikoagulasi apabila kausanya adalah gangguan
pendarahan endogen atau akibat obat. Tidak banyak yang dilakukan terhadap
pendarahan yang sudah terjadi. Seperti yang sudah di bahas distroke iskemik,
penurunan tekanan darah yang terlalu cepat atau terlalu derastis dapat
menyebabkan berkurangnya perfusi dan perluasannya iskemia. Pemantauan dan
terapi terhadap peningkatan TIK serta efakuasi bekuan-bekuan apa bila tingkat
kesadaran memburuk merupakan satu-satunya intervensi yang kemungkinan
dampak positif pada prognosis. Pada pasien yang berusia kurang dari 40 tahun,
perlu dipikirkan pemakaian kokain sebagai kausa stroke yang disebabkan oleh
pendarahan intraserebrum. Hubungan pasti antara kokain dan pendarahan masih
kontrofersial, walauun diketahui bahwa kokain meningkatkan aktifitas system
saraf simpatis sehingga dapat menyebabkan peningkatan mendadak tekanan
15
darah. Pendarahan dapat terjadi dipembuluh intraserebrum atau subaraknoid;
pada kasus yang terahair, biasanya terdapat suatu aneurisma vascular.
Pendarahan yang terjadi langsung kedalam ventrikel otak jarang dijumpai.
Yang lebih sering adalah pendarahan didalam parenkim otak yang menembus
kedalam system ventrikel, sehingga bukti asal pendarahan menjadi kabur.
Seperti pada iskemia, deficit neurologic utama mencerminkan kerusakan bagian
otak tertentu. Dengan demikian, gangguan lapang pandang terjadi pada
pendarahan okcipitalis, dan kelemahan atau paralisis pada kerusakan korteks
motoric dilobus frontalis.
6. Manifestasi klinis
16
2 Inkontinensia urin Setelah stroke pasien
mungkin mengalami
inkontinensia
urinarius karena
konfusi,
ketidakmampuan
mengkomunikasikan
kebutuhan, dan
ketidakmampuan
untuk menggunakan
urinal atau bedpan
karena kerusakan
control motoric dan
postural.
3 Sulit Kehilangan sensori
berkomunikasi karena stroke dapat
berupa kerusakan
sentuhan ringan atau
mungkin lebih berat,
dengan kehilangan
propriosepsi
(kemampuan untuk
merasakan posisi dan
gerakan bagian
tubuh) serta kesulitan
dalam
menginterpretasikan
stimuli visual, taktil,
dan auditorius.
17
4 Sulit untuk Bila kerusakan telah
menghitung terjadi pada lobus
frontal, mempelajari
kapasitas, memori,
atau fungsi intektual
kortikal yang lebih
tinggi mungkin rusak
18
Dalam kasus seperti
itu, manuver kepala
boneka menghasilkan
berbagai gerakan
mata horizontal
karena jalur
infranuklear masih
utuh.
7 Hemiparesis atau Karena neuron motor
kelemahan salah atas melintas,
satu sisi tubuh gangguan control
motor volunteer pada
salah satu sisi tubuh
dapat menunjukkan
kerusakan pada
neuron motor atas
pada sisi yang
berlawanan dari otak.
19
bicara) Bingung, bicara, 4
diorentasi tempat dan
waktu
Bisa membentuk kata 3
tetapi tidak bisa
membentuk kalimat
Bisa mengeluarkan 2
suara tanpa arti
(mengerang)
Tidak bersuara 1
3 Respon motoric Mengikuti perintah 6
Melokalisir nyeri 5
(menjangkau dan
menjauhkan stimulasi
saat diberi rangsangan
nyeri
Withdraw 4
(menghindari/ menarik
ekstremitas atau tubuh
dan menjauhkan
stimulus saat di beri
rangsangan nyeri)
Menjauhi rangsangan 3
nyeri
Ekstensi spontan 2
Tidak ada gerakan 1
Nilai Total 15
tingkat kesadaran berdasarkan skala nilai dari skor yang didapat dari penilaian
GCS pasien :
Nilai GCS composmentis :15- 14
20
Nilai GCS apatis : 13-12
Nilai GCS delirium : 11-10
Nilai GCS Somnolen : 9-7
Nilai GCS sopor : 6-5
Nilai GCS semi coma :4
Nilai GCS coma :3
b. Pemeriksaan Fisik
PEMRIKSAN TEMUAN NORMAL TEMUAN ABNORMAL
FISIK
1. KEPALA INSPEKSI Terdapat luka atau jejeas
a. Bentuk mesochepal,
b. tidak ada luka dan
jejas
c. rambut hitam
d. tidak ada odem
PALPASI
a. Tidak ada nyeri tekan
2. MATA INSPEKSI Sklera ikterik
PALPASI
a. Tidak ada nyeri tekan
21
3. HIDUNG INSPEKSI Terpasang NGT warna
a. Bentuk simetris keruh
b. tidak ada secret di
hidung
c. tidak ada nafas cuping
hidung
d. Tidak ada polip
PALPASI
a. Tidak ada nyeri tekan
b. Tidak ada benjolan dan
bembengkakan
4. TELINGA INSPEKSI Otitis media
a. Bentuk simetris
b. Tidak ada Jejas
c. bersih
d. Tidak ada lesi dan
serumen
PALPASI
Tidak bersih pada area
a. Tidak ada benjolan
telinga
b. Tidak adanya nyeri
tekan
22
PALPASI
a. Otot rahang kuat
terpasang ET
23
AUSKULTASI
S1 dan S2 reguler
PERKUSI
Batas jantung normal
9. ABDOMEN INSPEKSI Distensi abdomen
a. Tidak ada lesi
b. Tidak ada pembesaran
abdomen
c. Abdomen simetris
PALPASI
Tidak ada nyeri tekan
AUSKULTASI
bising usus 13x kali
permenit
PERKUSI
Timpani normal
10. GENETALIA INSPEKSI Jejas pada daerah genetalia
a. Tidak ada lesi
b. Tidak ada keputihan
pada wanita
c. Tidak ada hemoroid
11. EKSTERMIT INSPEKSI Susah bergerak
AS a. Tidak ada varises
b. Tidak ada jejas Infeksi jamur pada kuku
c. Kekuatan otot 1/1
24
7. Pemeriksaan Penunjang
25
3. CT Scan Computed
Tomography (CT-
Scan) membuat
penggunaan sinar
sempit dari sinar-x
untuk memindai
kepala dalam
lapisan yang
berurutan.
Bayangan yang
dihasilkan
memberi
gambaran
potongan
melintang dari
otak, dengan
membandingkan
perbedaan
jaringan padat
pada tulang
kepala, korteks,
struktur
subkortikal, dan
ventrikel.
26
4. Elektro ENsefalo Pemeriksaan ini
Grafi (EEG) memberikan
kajian fisiologis
aktivitas serebral.
EEG adalah uji
yang bermanfaat
untuk
mendiagnosis
gangguan kejang
seperti epilepsi
dan adalah
prosedur
pemindaian untuk
koma atau
sindrom otak
organik. EEG juga
bertindak sebagai
indikator kematian
otak. Tumor,
abses, jaringan
parut otak, bekuan
darah, dan infeksi
dapat
menyebabkan
aktivitas listrik
berbeda dari pola
normal irama dan
kecepatan.
27
5. Pencitraan MRI mempunyai
Resonans Magnetik potensial untuk
(MRI) mengidentifikasi
keadaan abnormal
serebral dengan
mudah dan lebih
jelas dari tes
diagnostik
lainnya.
8. emeriksaan Labolatorium
Pada pasien yang diduga mengalami stroke perlu dilakukan pemeriksaan
laboratorium. Parameter yang diperiksa meliputi kadar glukosa darah, elektrolit,
analisa gas darah, hematologi lengkap, kadar ureum, kreatinin, enzim jantung,
prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time (aPTT).
Pemeriksaan kadar glukosa darah untuk mendeteksi hipoglikemi maupun
hiperglikemi, karena pada kedua keadaan ini dapat dijumpai gejala neurologis.
Pemeriksaan elektrolit ditujukan untuk mendeteksi adanya gangguan elektrolit
baik untuk natrium, kalium, kalsium, fosfat maupun magnesium
(Rahajuningsih, 2009).
Pemeriksaan analisa gas darah juga perlu dilakukan untuk mendeteksi
asidosis metabolik. Hipoksia dan hiperkapnia juga menyebabkan gangguan
neurologis. Prothrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time
(aPTT) digunakan untuk menilai aktivasi koagulasi serta monitoring terapi. Dari
pemeriksaan hematologi lengkap dapat diperoleh data tentang kadar
hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah eritrosit, leukosit, dan trombosit serta
morfologi sel darah. Polisitemia vara, anemia sel sabit, dan trombositemia
esensial adalah kelainan sel darah yang dapat menyebabkan stroke
(Rahajuningsih, 2009).
28
BAB III
ANALISA KASUS
A. Kasus
Seorang pria berusia 41 tahun, datang di unit gawat darurat dengan keluhan kejang yang
diawali pada lengan kanan dan berlanjut ke seluruh tubuh. Saat kejang pasien tidak sadarkan
diri dan lama kejang sekitar lima menit. Setelah berhenti, pasien tertidur dan mengompol.
Saat terbangun, pasien menjadi sulit berbicara tapi masih memahami pembicaraan. Anggota
gerak atas dan bawah pada sisi kanan pasien menjadi sulit untuk digerakkan serta
mengalami kesulitan untuk menghitung. Riwayat stroke 6 bulan yang lalu, kelemahan yang
terjadi pada saat itu pada anggota gerak sisi kanan, tidak bisa berbicara namun setelah 1
bulan keadaan pasien kembali normal.Riwayat hipertensi sejak 15 tahun yang lalu, pasien
berobat tidak teratur, riwayat diabetes melitus dan jantung disangkal
Pemeriksaan fisik yang didapat saat masuk rumah sakit adalah, kesadaran apatis, tekanan
darah kanan dan kiri 220/110 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, reguler, isi cukup, frekuensi
nafas 16x/menit, suhu 37º C, palpitasi jantung ada pembesaran jantung, auskultasi jantung,
normal. Pemeriksaan paru normal. Dari pemeriksaan status neurologis E4M6V2disfasia,
paresis N.VII dan XII sentral kanan, gaze palsy kanan, hemiparesis kanan, refleks fisiologis
normal, refleks patologis (Babinsky) negatif. Fungsi otonom normal dan fungsi luhur, kesan
disfasia.
29
B. Pengkajian
1. Identias pasien
Nama : Tn.P
Umur : 41Tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : islam
TB : 170 cm
BB : 45 kg
Pekerjaan: -
Pendidikan: -
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama
Kejang yang diawali pada lengan kanan dan berlanjut ke seluruh tubuh
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Datang di unit gawat darurat dengan keluhan kejang yang diawali pada
lengan kanan dan berlanjut ke seluruh tubuh. Saat kejang pasien tidak sadarkan
diri dan lama kejang sekitar lima menit. Setelah berhenti, pasien tertidur dan
mengompol. Saat terbangun, pasien menjadi sulit berbicara tapi masih
memahami pembicaraan. Anggota gerak atas dan bawah pada sisi kanan pasien
menjadi sulit untuk digerakkan serta mengalami kesulitan untuk menghitung.
Pemeriksaan fisik yang didapat saat masuk rumah sakit adalah, kesadaran apatis,
tekanan darah kanan dan kiri 220/110 mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, reguler,
isi cukup, frekuensi nafas 16x/menit, suhu 37º C, palpitasi jantung ada
pembesaran jantung, auskultasi jantung, normal. Pemeriksaan paru normal. Dari
pemeriksaan status neurologis E4M6Vdisfasia, paresis (suatu kondisi ditandai
oleh lemahnya sebagian gerak badan) N.VII dan XII sentral kanan, gaze palsy
kanan (penarikan bola mata ke kanan), hemiparesis ( suatu kondisi tangan atau
satu kaki atau sisi wajah menjadi lemah, namun tak sepenuhnya lumpuh)
(hemiplagia= kondisi kelumpuhan dari hemiparesis) kanan, refleks fisiologis
normal, refleks patologis (Babinsky) negatif. Fungsi otonom normal dan fungsi
luhur, kesan disfasia (gangguan perkembangan bahasa tidak sesuai).
30
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
1) Riwayat stroke 6 bulan yang lalu
2) Riwayat hipertensi (+) sejak sejak 15 tahun yang lalu, tapi berobat tidak teratur.
3) Riwayat penyakit jantung disangkal
4) Riwayat DM disangkal
d. Pemeriksaan umum
1) Keadaan Umum : Lemah
2) Kesadaran : Apatis
3) TD: 220/110 mmHg
4) N: 88 x/menit
5) RR: 16x/menit, reguler
6) S: 37º
e. Penilaian tingkat kesadaran (pemeriksaan GCS)
Pengukuran Respon Skor
1 Eye (Respon membuka mata) Spontan membuka mata 4
Nilai total 12
(apatis)
3. Pemeriksaan Fisik
PEMRIKSAN TEMUAN NORMAL TEMUAN ABNORMAL
FISIK
1. KEPALA INSPEKSI Terdapat luka atau jejeas
a. Bentuk kepala simetris
b. tidak ada luka dan
31
jejas
c. rambut hitam
d. tidak ada odem
PALPASI
a. Tidak ada nyeri tekan
PALPASI
b. Tidak ada nyeri tekan
3. HIDUNG INSPEKSI Terpasang NGT warna
a. Bentuk simetris keruh
b. tidak ada secret di
hidung
c. tidak ada nafas cuping
hidung
d. Tidak ada polip
PALPASI
a. Tidak ada nyeri tekan
b. Tidak ada benjolan dan
bembengkakan
32
4. TELINGA INSPEKSI Otitis media
a. Bentuk simetris
b. Tidak ada Jejas
c. bersih
d. Tidak ada lesi dan
serumen
PALPASI
Tidak bersih pada area
a. Tidak ada benjolan
telinga
b. Tidak adanya nyeri
tekan
33
7. TORAKS INSPEKSI Nyeri dada
(PARU) a. Dada simetris
b. Tidak ada lesi
c. Respirasi 40 kali per
menit
d. Terdapat retraksi
dinding dada
PALPASI
a. Tidak ada nyeri tekan
AUSKULTASI
a. Bunyi nafas vesikuler
PERKUSI
a. Batas paru-paru normal
8. TORAKS INSPEKSI Kardiomigali
(JANTUNG) Ictus cordis terlihat
PALPASI
Ictus cordus teraba
AUSKULTASI
S1 dan S2 reguler
PERKUSI
Batas jantung normal
9. ABDOMEN INSPEKSI Distensi abdomen
a. Tidak ada lesi
b. Tidak ada pembesaran
abdomen
c. Abdomen simetris
PALPASI
Tidak ada nyeri tekan
AUSKULTASI
bising usus 13x kali
permenit
34
PERKUSI
Timpani normal
10. GENETALIA INSPEKSI Jejas pada daerah genetalia
a. Tidak ada lesi
b. Tidak ada keputihan
pada wanita
c. Tidak ada hemoroid
11. EKSTERMIT INSPEKSI Gerakan terganggu
AS a. Tidak ada varises
b. Tidak ada jejas
c. Kekuatan otot 1/1
Infeksi jamur pada kuku
C. Analisa data
35
Palpitasi jantung
3. Ds : Perdarahan dilobus ketidakseimbanga
1. Keluarga mengatakan pasien frontal n perfusi jaringan
memiliki riwayat stroke perifer d/d
sekitar 6 bulan lalu penurunan suplai
2. Keluarga mengatakan pasien darah
mengompol (setelah kejang)
Do :
1. Gangguan eliminasi (poli
urine).
4. Ds : Kejang yang diawali Hambatan
1. keluarga mengatakan pada sebelah kanan atau mobilitas fisik b/d
saat bangun pasien susah ekstremitas sebelah penurunan
untuk bergerak kanan selama kurang kekuatan otot d/d
2. keluarga mengatakan lebih 5 menit. gangguan
kesulitan pada bagian tubuh ektremitas sebelas
sebelah kanan dan susah kanan
untuk menghitung
Do :
1. Pasien sulit bergerak
2. Kaku dan tidak dapat
bergerak
5. Ds : Dikarenakan pasien Hambatan
1. Keluarga mengatakan Pasien mengalami gangguan komunikasi
susah berkomunikasi komunikasi atau sulit verbal b/d
Do : berkomunikasi penurunan
1. pasien terlihat sulit berbicara (E4M6V2 disfasia) sirkulasi darah
(meraung- raung)
1. p
6. Ds : Hilangnya gerak badan Gangguan
- atau sebagian gerak menelan
Do : badan hilang yang
1. pasien tidak dapat menelan terjadi pada nervus XII
dengan baik
7. Ds : Rentan gerak yang Defisit perawatan
- terhambat membuat diri
Ds : tidak dapat melakukan
Tidak bisa melakukan aktivitas yang aktivitas
dimana tidak bisa makan atau mandi
atau
D. Nursing plane
36
No. SDKI SLKI SIKI
37
3. Sedang konvulsan, jika perlu
4. Cukup menurun
38
Kriteria Hasil : dapat meningkatkan
tekanan intrakranial
Status kognitif (5)
Edukasi
Fungsi motorik
kranial (5) Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
Komunikasi (5)
Informasikan hasil
Keterangan :
pemantauan, jika perlu
1. Menurun
2. Cukup menurun
3. Sedang
4. Cukup meningkat
5. Meningkat
Keterangan :
1. Meningkat
2. Cukup meningkat
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun
39
Jantung Kode : L.02008 Kode : L.02060
40
Central venous 4. Cukup membaik merawat area lokal dengan
pressure (CVP) keterbatasan sirkulasi perifer
5. Membaik
meningkat/menurun
Tindakan :
Hepatomegali
Observasi
Tekanan darah
Periksa sirkulasi perifer
meningkat/menurn
(mis. Nadi perifer,
Gejala dan Tanda edema, pengisian kapiler,
Minor : warna suhu, anklebrakial
indeks)
Subjektif (-)
Identifikasi faktor resiko
Objektif
gangguan sirkulasi (mis.
Pulmonary artery Diabetes, perokok, orang
wedge pressure tua, hipertensi dan kadar
(PAWP) menurun kolestrol tinggi)
Edukasi
Ajarkan menggunakan
obat penurun tekanan
darah, antikoagulan dan
penurun kolestrol, jika
perlu
41
pengontrol tekanan darah
secara teratur
42
Gejala dan Tanda Minor 2. Cukup meningkat Tindakan :
Keterangan :
1. Menurun
2. Cukup menurun
43
3. Sedang
4. Cukup meningkat
5. Meningkat
44
Keengganan 4. Cukup meningkat untuk membantu
melakukan 5. Meningkat pasien dalam
pergerakan meningkatkan
1. Gerakan terbatas
ambulasi
Gangguan (4)
sensoripersepsi Edukasi
2. Kelemahan Fisik
Gejala dan Tanda (4) 1. Jelaskan tujuan dan
Mayor prosedur ambulasi
Keterangan :
Subjektif Dukungan mobilisasi
1. Meningkat
Mengeluh sulit 2. Cukup meningkat Kode: I.05173
menggerakkan 3. Sedang
Definisi:
esktremitas 4. Cukup menurun
5. Menurun Memfasilitasi pasien untuk
Objektif
meingkatkan aktivitas
Kordinasi Pergerakan
Kekuatan otot pergerakan fisik
menurun Kode : L.05041
Tindakan
Rentang gerak Defnisi:
Observasi:
menurun (ROM)
Kemampuan otot untuk
1. Monitor kondisi
Gejala dan Tanda Minor bekerja sama dengan
umum selama
Subjektif gerakan tubuh yang
melakukan mobilisasi
sesuai dan terarah.
Enggan
Terauptik
melakukan Ekspetasi: Meningkat
pergerakan 1. Fasilitasi melakukan
Kriteria Hasil:
Nyeri saat pergerakan, jika perlu
bergerak Kontrol gerakan 2. Libatkan keluarga
Keseimbangan untuk membantu
Objektif:
gerakan pasien dalam
Gerakan terbatas meningkatkan
45
Fisik lemah Keterangan : pergerakan
Meningkat Edukasi:
Cukup meningkat
1. Jelaskan tujuan dan
Sedang
prosedur mobilisasi
Cukup menurun
2. Ajarkan mobilisasi
Menurun
sederhana yang harus
dilakukan (mis.
Duduk tempat tidur,
duduk di sisi tempat
tidue, pindah dari
tempat tidur ke kursi)
46
Gangguan neuro ekspresi wajah bicara
muskuler atau tubuh Identifikasi perilaku
gerakan emosional dan fisik
Gejala & tanda mayor:
sebagai bentuk
Keterangan :
Subjektif komunikasi
1. Meningkat
- Terapeutik
2. Cukup meningkat
Objektiv Gunakan metode
komunikasi alternatif
Tiadak mampu
(mis.menulis, mata
berbicara atau
berkedip, papan
mendengar
komunikasi dengan
Menunjukkan
gambar dan huruf,
respon tidak
isyarat tangan, dan
sesuai
komputer)
Gejala & tanda minor: Sesuaika gaya
komunikasi dengan
Sulit
kebutuhan (mis.berdiri
mempertahankan
di depan pasien,
komunikasi
dengarkan dengan
Sulit memahami
seksama, tunjukkan
komunikasi
satu gagasan atau
Sulit
pemikiran sekaligus,
menggunakan
bicara dengan
ekspresi wajah
perlahan sambil
atau tubuh
menghindari teriakan,
gunakan komunikasi
tertulis, atau meminta
bantuan keluarga
untuk memahami
ucapan pasien)
47
Berikan dukungan
psikologis
Edukasi :
Kolaborasi:
48
1. mengeluh dan sulit 3. kemampuan 1. atur posisi yang nyaman
menelan (subjektif) mengunyah (4) untuk makan/minum
Penceahan aspirasi
Kode : I. 01018
Definisi :
Mengidentifikasi dan
mengurangi resiko masuknya
partikel makanan/cairan ke
dalam paru-paru.
Tindakan :
Observasi :
1. monitor tingkat
49
kesadaran, batuk, muntah,
dan kemampuan menelan
2. periksa residu gaster
sebelum memberi asupan
oral
Terapeutik :
Edukasi :
50
objektif : perawatan diri (4) kemandirian
2. cukup menurun
Promosi latihan fisik
3. sedang
Kode : I. 05183
4. cukup meningkat
Definisi :
5. meningkat
Memasilitasi aktivitas fisik
reguler utuk mempertahankan
atau meningkatkan ketingkat
kebugaran dan kesehatan
yang lebih tinggi.
Tindakan :
observasi :
1. identifikasi keyakinan
kesehatan tentang latihan fisik
2. monitor kepatuhan
menjalankan program latihan
51
terapeutik :
2. fasilitasi dalam
mempertahankan kemajuan
program latihan.
Edukasi :
52
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus stroke di atas adalah kasus stroke perdarahan yang terjadi di frotal.stroke
terjadi salah satu faktornya adalah Perdarahan yang terjadi adalah dikarenakan hipertensi.
hipertensi adalah pembuluh darah otak yang tersumbat itu pecah tiba-tiba akibat terus-
menerus menerima aliran darah bertekanan tinggi. Sistem perdarahan yang terjadi di frontal
adalah Arteri serebral anterior (ACA) adalah salah satu dari sepasang arteri di otak yang
memasok darah beroksigen ke sebagian besar garis tengah lobus prontal dan lobus pariental
medial superior. Dua arteri serebri anterior timbul dari arteri karotis interna dan merupakan
bagian dari lingkaran willis. Arteri serebral anterior kiri dan kanan dihubungkan oleh arteri
yang berkomunikasi anterior. Sindrom arteri serebral anterior mengacu pada gejala yang
mengikuti stroke yang terjadi di daerah yang biasanya dipasok oleh salah satu arteri.
Akibatnya, otak jadi digenangi oleh darah. Perdarahan yang terjadi dapat menyebabkan
tingkat kesadaran menurun dan membuat tekanan darah meningkat dan TIK dan
menyebabkan resiko untuk ketidaksadaran atau risiko penurunan kesadaran.
Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di
daerah putamen, talamus, pons, dan serebelum. Perdarahan yang menyebabkan stroke
membuat pasien mengalami disfasia. Disfasi adalah dimana keadaan seseorang yang terkena
stroke kehilangan komunikasi di karenakan stroke. Pada kasus diatas pasien miliki riwayat
hipetensi sejak 15 tahun yang lalu. Tekanan darah pada pasien 220/110 mmHg, frekuensi
nadi 88x permenit termasuk dalam keadaan normal, frekuensi nafas normal 16x/menit , dan
suhu pada pasien nomal 37 derajat celcius.
Pada hasil pemeriksaan pasien mengalami palpitas jantung yang dikarenakan pembesaran
jantung yang membuat jantung tidak beirama dengan baik, sehingga menyebabkan terjadi
penurunan curah jantung dikarenakan pasokan darah ke jantung tidak beredar dengan baik
atau berjalan dengan lancar. Auskultasi jantung dan pemeriksaan paru normal. Pemeriksaan
53
neurologis dilakukan salah satunya Pasien melakukan penilaian GCS yang dimana hasil yang
didapatkan oleh pasien masuk dalam keadaan apatis atau nilainya (12) , ini menyatakan
bahwa pasien dalam keadaan yang tidak normal dikarenakan stroke yang terjadi dan
menyebabkan pasien mengalami gangguan komunikasi verbal karena pasien apatis. Pada
kasus diatas di dapatkan bahwa pasien mengalami paresis pada nervus VII dan XII yang
dimana pada nerveus VII adalah bagian motoric nervus fasialis yang dapat dinilai dengan
menyuruh penderita melakukan berbagai gerakan wajah dan memperhatikan cara bicara
penderita. Saraf ini membawa fungsi sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian
anterior lidah dan serabut saraf mempersarafi semua otot ekspresi wajah, termasuk senyum,
mengerutkan dahi dan menyeringai. Jadi ketika pasien terjadi kelainan pada sistem nervus
VII maka akan mempengaruhi keadaan bentuk wajah dan cara kita tersenyum untuk
sebagian anggota tubuh kita. Sedangkan pada nervus XII atau nerveus hipoglosus adalah
mempersarafi otot-otot lidah. Fungsi lidah normalnya adalah untuk berbicara dan menelan.
Kelemahan yang ringan bilateral menyebabkan konsonan dan menelan. Ini menyebabkan
pasien mengalami gangguan menelan dikarenakan gangguan yang terjadi pada nervus.
Pada pasien terdapat gaze palsy kanan yang di mana pasien mengalami kedua mata ke arah
yang sama (yaitu, ophthalmoplegia konjugat). Dengan lesi serebral (supranuclear), istilah
tatapan preferensi menunjukkan ketidakmampuan akut untuk menghasilkan tatapan
kontralateral ke sisi lesi dan disertai dengan kecenderungan untuk penyimpangan tonik mata
ke sisi lesi.
Hemiparesis pada sisi sebelah kanan juga terjadi yang dimana hemiparesis atau suatu
kondisi tangan atau satu kaki atau sisi wajah menjadi lemah, namun tak sepenuhnya lumpuh
dan pada kasus ini bagian ektremitas bagian kanan yang terkena atau mengalami kelemahan
otot. Hemiparesis terjadi karena adanya kerusakan pada salah satu sisi otak yang bisa
disebabkan oleh stroke, cedera otak, tumor otak, atau cedera pada sistem saraf. Sisi tubuh
mana yang mengalami kelemahan akibat stroke, tergantung di sisi otak sebelah mana
kerusakan terjadi. Dengan adanya gangguan yang terjadi menyebabkan pasien mengalami
hambatan mobilitas fisik. Refleks otot fisiologis adalah refleks rengaggang otot yang di
mana merupakan sebuah kesatuan dengan pemeriksaan fisiologis yang dilakukan pada
kasus-kasus mudah lelah, sulit berjalan, kelemahan/kelumpuhan, kesemutan, nyeri otot
54
anggota gerak, nyeri punggung/pinggang gangguan fungsi otonom. Pemeriksaan ini juga
dilakukan untuk mengetahui interpretasi pemeriksaan refleks fisiologis tidak hanya
menentukan ada/ tidaknya tapi juga tingkatan. Refleks patologis merupakan respon yang
dimana tidak umum dijumpai pada individu normal. Refleks patologis pada ekstremitas
bawah lebih konstan, lebih mudah muncul, lebih reliable dan lebih mempunyai kolerasi
secara klinis dibandingkan pada ekstremitas atas. Refleks ini bisa dilakukan dengan relfeks
babinsky yang dimana pada hasil pemeriksaan menyatakan bahwa hasil negatif.
Fungsi saraf otonom merupakan bagian dari pemeriksaan yang akan dilakukan yang
dimana pemeriksaan ini berhubungan dengan pembuluh darah, lambung, usus, hati, ginjal,
kandung kemih, alat kelamin, paru-paru, pupil, jantung, keringat, ludah, dan kelenjar
pencernaan. Pada hasil pemeriksaan fungsi otonom dalam keadaan normal. Fungsi luhur
adalah yang memngkinkan manusia dapat memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani sesuai
dengan nilai moral yang berlaku otak yang menyebabkan manusia berkomunikasi satu sama
lain melalui bicara,menulis, dan gerak isyarat.
Pada pasien stroke juga kita harus memperhatikan keadaan kebersihan perawatan diri,
karena pada keadaan pasien stroke tidak mampu untuk melakukan perawatan maka pasien
akan mengalami masalah deficit perawatan diri.
55
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem saraf adalah sistem organ yang terdiri atas sel neuron yang memiliki fungsi
mengkoordinasikan aktivitas otot, memonitor organ, membentuk atau menghentikan
masukan dari hasil sensasi pancaindra, dan mengaktifkan aksi. Komponen utama dalam
sistem saraf adalah neuron yang diikat oleh sel-sel neuroglia, neuron memainkan peranan
penting dalam koordinasi. Sistem saraf dapat dibagi menjadi sistem saraf pusat dan sistem
saraf perifer atau tepi. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis.
56
Stroke hemoragik merupakan disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan pada substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma
kapitis, akibat pecahnya pembuluh arteri dan pembuluh kapiler.
Sejak dari serangan awal stroke, intervensi ditujukan untuk perbaikan fisik dan
komunitif klien. Usaha remobilisasi lebih awal bertujuan untuk mencegah komplikasi
penurunan neurologis dan imobilitas. Setelah beberapa hari pertama dari keajadian akut,
edema serebral biasanya mereda dan gejala sisa gangguan dari stroke bisa diidentifikasi.
Klien dengan stroke san keluarganya akan menghadapi kesulitan dalam penyesuaian setelah
fase akut berlalu dan kecacatan terlihat jelas. Pada pemikiran yang lalu dikatakan bahwa
kerusakan yang terjadi pada sistem saraf pusat (SSP) tidak dapat diperbaiki.
B. Saran
Diharapkan mahasiswa keperawatan maupun pembaca sebaiknya mengetahui
manajemen asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke. Mahasiswa keperawatan juga
diharapkan mampu mengimplementasikan bagaimana cara melakukan pendidikan kesehatan
terkait masalah tersebut, memahami asuhan keperawatannya, dan melakukan penanganan
terhadap serangan stroke pada pasien-pasien terkait.
57
DAFTAR PUSTAKA
Black J.M., & Hawkson J.H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis
Untik Hasil Yang Diharapkan (3-vol set). Edisi Indonesia 8. Singapore: Elsevier.
Buluchek GM dkk. 2015. Nursing Interventions Clarification. Jakarta: Buku kedokteran
EGC.
Herdman TH & Kamitsuru Shigemi. 2017. Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta:
Buku kedokteran EGC.
Moorhead Sue dkk. 2015. Nursing Outcomes Clarification. Jakarta: Buku kedokteran
EGC.
Priscilla LeMone, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 5. Volume
3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
STROKE/ IndonesianCopyright © 2016 Hospital Authority. All rights reserved
Chaerunnisa G. Laporan Kasus Stroke Infark. Jakarta: Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran”
Ismail Setyopranoto I. 2011. Akreditasi IDI - 3 SKP. Stroke: Gejala dan
Penatalaksanaan. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Continuing Medical Education 185/Vol.38 no.4/Mei-Juni 2011
Nasution T.H, dkk. 2 Nopember 2017. Analisis Faktor Prediktor Mortalitas Stroke
Hemoragik Di Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Jember. Malang: Fakultas
Kedokteran, Universitas Brawijaya. NurseLine Journal. Vol. 2 No. p-ISSN
2540-7937 e-ISSN 2541-464X
Wahjoepramono EJ. 2005. Stroke Tata Laksana Fase Akut. jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Pelita Harapan, RS Siloam Gleneagles.
Asyifaurrohman M. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Stroke Hemoragik Dengan
Masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral: Posisi Head Up 30 0 Di
Ruang Icu Pku Muhammadiyah Gombong. Gombong: Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Muhammadiyah Gombong [KTI]
58