Anda di halaman 1dari 7

PROSIDING HIMPUNAN AHLI GEOFISIKA INDONESIA

Pertemuan Ilmiah Tahunan ke-29, Yogyakarta 5-7 Oktober 2004

SIMULASI NUMERIK DAN EKSPERIMEN LABORATORIUM


SELF-POTENSIAL (SP) UNTUK PEMANTAUAN SUMUR INJEKSI:
STUDI PENDAHULUAN

Hendra Grandis dan Yasser Taufiq

Program Studi Geofisika, Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral – ITB
Jl. Ganesha 10 Bandung - 40132, e-mail : grandis@geoph.itb.ac.id

Abstrak

Mekanisme timbulnya anomali Self-Potensial (SP) belum sepenuhnya dipahami. Meskipun demikian
fenomena elektrokinetik atau elektrofiltrasi diduga merupakan salah satu mekanisme yang dapat
menimbulkan anomali SP. Fenomena elektrokinetik pada dasarnya adalah proses pemisahan dan
akumulasi muatan listrik sebagai akibat dari pergerakan fluida yang bersifat elektrolit pada medium
berpori. Respons SP dari proses injeksi fluida ke dalam sumur secara sederhana dimodelkan sebagai
superposisi efek muatan negatif pada ujung sumur injeksi dan beberapa muatan positif yang berasosiasi
dengan posisi tepi atau batas fluida. Melalui pemodelan numerik (inversi) menggunakan metoda Monte-
Carlo (simulated annealling) diperoleh posisi lateral muatan positif yang merepesentasikan pergerakan
fluida injeksi. Pengukuran data SP dilakukan di lapangan uji pada grid 7  7 meter di mana air
bertekanan diinjeksikan ke dalam lubang bor sedalam 1 meter. Perubahan anomali SP sebagai fungsi dari
waktu dapat menggambarkan secara kualitatif pergerakan fluida injeksi.

Abstract

The mechanism that generates Self-Potential (SP) anomalies is not fully understood. However,
electrokinetic or electrofiltration phenomenon is supposed to be one of possible mechanisms that generate
SP anomalies. Basically, electrokinetic phenomenon is charge selection and accumulation process
produced by electrolitic fluid flow in porous media. SP response of an injection process is modelled
simply by superposition of negative charge at the tip of the borehole and several positive charges
associated with the fluid boundaries. Numerical (inversion) modelling by using Monte-Carlo (simulated
annealling) technique was used to obtain the position of positive charges representing the injected fluid
flow. SP measurement was conducted at a test field at 7  7 meter grid where a pressurized fluid is
injected into a 1 meter deep borehole. SP anomaly changes as function of time represent qualitatively the
flow of injected fluid.

I. Pendahuluan

Anomali Self-Potential (SP) dapat ditimbulkan oleh berbagai proses diantaranya proses elektrokimia dan
elektrokinetik atau elektrofiltrasi. Mekanisme timbulnya anomali SP yang belum sepenuhnya dipahami
tidak menghalangi penerapan dan kesuksesan metoda SP untuk eksplorasi mineral dan geotermal.
Meskipun demikian metoda SP lebih berperan melengkapi metoda geofisika lainnya yang dianggap lebih
memadai.

Penerapan metoda SP pada eksplorasi geotermal didasarkan pada mekanisme elektrokinetik dimana fluida
(yang berifat elektrolit) yang mengalir pada media berpori mengalami pemisahan dan akumulasi muatan
listrik. Mekanisme yang sama diasumsikan terjadi pula pada aliran fluida melalui sumur geotermal dan
sumur hidrokarbon pada saat produksi maupun injeksi. Metoda SP telah banyak digunakan untuk
pemantauan (monitoring) sumur produksi dan sumur injeksi geotermal (Matshushima dkk., 2000). Studi
proses hydraulic fracturing pada reservoir geotermal melalui pemantauan anomali SP juga telah
dilakukan oleh Kawakami & Takashugi (1994) maupun oleh Darnet dkk. (2002). Teknik fluid-flow
tomography yang memanfaatkan metoda SP dan mise-à-la-masse (MAM) digunakan untuk memonitor
injeksi sumur minyak bumi pada proses Enhanced Oil Recovery (EOR) (Ushijima dkk., 1999).
Makalah ini membahas simulasi numerik sederhana untuk merepresentasikan anomali SP sebagai respons
dari pergerakan dan distribusi fluida pada sumur injeksi. Pemodelan inversi non-linier dengan teknik
simulated annealing (SA) digunakan untuk memperkirakan parameter model berupa posisi horisontal
muatan positif yang dapat menggambarkan distribusi fluida. Simulasi dilakukan pula pada skala
laboratorium dengan menginjeksikan air bertekanan ke dalam sumur sedalam 1 meter. Perubahan
anomali SP sebagai fungsi dari waktu pada grid 7  7 meter dapat menggambarkan secara kualitatif
pergerakan fluida injeksi.

II. Simulasi numerik

Respons SP dari proses injeksi fluida ke dalam sumur secara sederhana dapat dimodelkan sebagai
superposisi efek muatan negatif pada ujung sumur injeksi dan beberapa muatan positif yang berasosiasi
dengan posisi tepi atau batas fluida. Potensial di suatu titik dengan posisi (xi , yi , zi ) dapat dinyatakan
oleh:

np
 Kn

Kp
SP ( x i , y i , zi )  2
 ; R0  ( xi  x0 ) 2  ( y i  y0 ) 2  ( zi  z0 ) 2
R0 j 1 R j2 (1)
2 2 2
Rj  ( xi  x j )  ( yi  y j )  ( zi  z j )

dimana Kn dan Kp adalah konstanta yang menentukan besaran fisis anomali SP untuk muatan positif
dan negatif dalam Volt atau miliVolt, (x0 , y0 , z0) adalah koordinat posisi dari muatan negatif, (xj , yj , zj)
adalah koordinat posisi dari muatan positif ke-j, dan np adalah jumlah muatan positif. Persamaan
tersebut merupakan persamaan potensial sederhana yang tidak sepenuhnya merepresentasikan mekanisme
fisis timbulnya anomali SP. Meskipun demikian representasi tersebut cukup efektif untuk
memperkirakan parameter model terutama yang berasosiasi dengan geometri.

Gambar 1 memperlihatkan variasi anomali SP sebagai fungsi dari perubahan posisi 5 muatan positif yang
diasumsikan menggambarkan posisi batas fluida yang diinjeksikan melalui lubang bor dengan titik ujung
berada pada koordinat (2, 2, 2) satuan. Satuan jarak sebenarnya dapat dibuat sembarang (arbitrary unit)
namun ditentukan dalam kilometer sehingga satuan Kn dan Kp adalah mV·km2. Dalam hal ini Kn =
- 1000 mV·km2, Kp = +500 mV·km2, dan kedalaman muatan positif tetap yaitu pada kedalaman 3.5 km.
Tampak bahwa anomali SP menjadi besar ketika muatan-muatan positif makin menjauhi muatan negatif
(dengan posisi tetap) yang menggambarkan penyebaran fluida menjauhi sumur injeksi.

Pemodelan inversi terhadap data sintetik hasil simulasi tersebut di atas dilakukan dengan menggunakan
metoda simulated annealling (SA) yang masih merupakan bagian dari kelompok metoda Monte-Carlo.
Pada dasarnya metoda ini adalah prosedur optimasi global yang meniru proses termodinamika
pembentukan kristal. Subtansi pada temperatur tinggi dengan konfigurasi acak didinginkan secara
perlahan sampai terbentuk konfigurasi kristal dengan energi minimum. Konfigurasi parameter model
menggambarkan kondisi sistem dengan tingkat misfit (~ “energi”) tertentu. Pada temperatur tinggi,
perturbasi model yang menghasilkan peningkatan misfit masih dimungkinkan meskipun probabilitasnya
relatif kecil dibandingkan dengan perturbasi yang menghasilkan penurunan misfit. Sejalan dengan proses
penurunan faktor “temperatur” maka perturbasi yang menghasilkan penurunan misfit akan lebih dominan
hingga diperoleh konfigurasi parameter model dengan misfit yang semakin kecil.

Dalam penelitian ini digunakan algoritma Metropolis (Rothman, 1985; Dosso & Oldenburg, 1991),
dimana pada setiap perturbasi model ditentukan apakah hasil perturbasi diterima atau ditolak. Jika
E  En  En1 adalah selisih misfit sesudah dan sebelum perturbasi pada suatu iterasi ke-n dan jika
misfit menjadi lebih kecil ( E  0 ) maka otomatis model diterima. Jika misfit menjadi lebih besar
( E  0 ) maka model diterima dengan probabilitas Pa sebagai berikut:

  E 
Pa  exp   (2)
 T 

2
dimana T adalah faktor “temperatur”. Penentuan diterima atau ditolaknya hasil perturbasi yang
menghasilkan E  0 dilakukan dengan membangkitkan bilangan random  dengan distribusi uniform
pada interval [0, 1]. Jika   Pa maka model diterima, jika   Pa maka perturbasi ditolak dan
diambil model pada iterasi sebelumnya. Perturbasi yang menghasilkan misfit lebih besar masih memiliki
kemungkinan untuk diterima sehingga algoritma ini memiliki kemampuan untuk menghindari minimum
lokal sehingga sangat cocok untuk inversi non-linier.

Probabilitas Pa pada persamaan (2) ditentukan oleh misfit dan faktor temperatur T. Pada temperatur
tinggi, Pa akan cukup besar meskipun E  0 sehingga perturbasi hampir selalu diterima. Temperatur
diturunkan secara perlahan sehingga probabilitas Pa untuk perturbasi dengan E  0 akan semakin
kecil. Penurunan temperatur tidak boleh terlalu cepat karena akan menyebabkan iterasi terjebak pada
minimum lokal. Jika penurunan temperatur terlalu lambat maka diperlukan jumlah iterasi yang sangat
besar untuk mencapai konvergensi. Pada penelitian ini digunakan skema penurunan temperatur yang
dinyatakan oleh:

Tn  T0 x n (3)

dimana T0 dan Tn masing-masing adalah temperatur awal dan temperatur pada iterasi ke n, x < 1
adalah faktor penurunan temperatur dan umumnya dipilih x = 0.99.

Pada studi pendahuluan ini parameter model yang dicari dibatasi hanya pada posisi / koordinat horisontal
muatan positif (xi , yi ) sementara parameter lain dibuat tetap dan sama dengan harga yang digunakan pada
simulasi atau perhitungan data sintetik. Perturbasi model dilakukan dengan membangkitkan bilangan
random terdistribusi normal pada interval [0, 1] yang kemudian dipetakan ke dalam interval [xmin, xmaks]
dan [ymin, ymaks] sehingga diperoleh koordinat horisontal tiap muatan positif. Dalam hal ini interval yang
membentuk ruang model [xmin, xmaks] dan [ymin, ymaks] masing-masing dibatasi pada interval [0, 10].
Temperatur awal dibuat cukup besar yaitu T0 = 10 dan jumlah iterasi 1000.

Gambar 2 memperlihatkan perbandingan antara model distribusi fluida dan model hasil inversi yang
secara umum menunjukkan kesesuaian yang cukup baik. Misfit rata-rata model inversi adalalah sekitar 5
mV sehingga untuk harga maksimum anomali sekitar 400 mV berarti misfit tersebut kurang dari 10%.

III. Eksperimen Laboratorium

Simulasi pada skala laboratorium dilakukan dengan menginjeksikan air bertekanan tinggi ke dalam
lubang bor dengan kedalaman 1 meter. Respons SP pada elektroda tembaga dengan grid 7  7 meter
diukur setiap interval waktu 1 jam. Beda potensial antara elektroda pada grid relatif terhadap suatu titik
referensi diukur dengan menggunakan voltmeter digital yang terhubung ke komputer. Dalam hal ini
pemindahan elektroda pengukuran dilakukan secara “manual switching”. Sebagai pembanding dilakukan
pula pengukuran menggunakan resistivity-meter OYO MCOHM-21 yang dilengkapi modul “scanner”
yang berfungsi sebagai “automatic electrode switching”. Hasil pengukuran tidak menunjukkan perbedaan
yang signifikan sehingga ketelitian pengukuran menggunakan voltmeter digital dapat dianggap telah
memadai.

Variasi anomali SP sebagai fungsi dari waktu hasil simulasi laboratorium ditampilkan pada Gambar 3
Pola anomali SP tidak menunjukkan harga negatif dan positif yang jelas sebagaimana pada simulasi
numerik, bahkan semua anomali berharga negatif. Namun secara kualitatif anomali SP di titik injeksi
(titik (3.5, 3.0)) menunjukkan harga yang semakin rendah (Gambar 3b) dan kemudian pada daerah-daerah
yang diperkirakan mengandung air injeksi anomali SP-nya menunjukkan kecenderungan meningkat
(Gambar 3c dan 3d). Dengan demikian hasil pengukuran SP secara kualitatif dapat menggambarkan pola
distribusi fluida injeksi. Pada studi pendahuluan ini inversi data SP hasil simulasi laboratorium belum
dapat dilakukan sehingga analisis kuantitatif mengenai distribusi fluida injeksi belum dapat diperoleh.

3
10 10

9 9

8 8

7 7

6 6

5 5

4 4

3 3

2 2

1 1

0 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

(a) (b)

10 10

9 9

8 8

7 7

6 6

5 5

4 4

3 3

2 2

1 1

0 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

(c) (d)

0 40 80 120 160 200 240 280 320 360 400

SP anomaly (mV)

Gambar 1. Anomali SP sebagai akibat muatan negatif () dan muatan positif (+) yang diasumsikan
menggambarkan pergerakan fluida injeksi dengan perubahan waktu dari (a) sampai (d).

4
10 10

9 9

8 8

7 7

6 6

5 5

4 4

3 3

2 2

1 1

0 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

(a) (b)

10 10

9 9

8 8

7 7

6 6

5 5

4 4

3 3

2 2

1 1

0 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

(c) (d)

Gambar 2. Perbandingan antara model distribusi fluida (- - - -) dan model hasil inversi (▬▬)
dari data SP sintetik menggunakan metoda simulated annealing (SA).

5
7 7

6 6

5 5

4 4

3 3

2 2

1 1
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7

(a) (b)

7 7

6 6

5 5

4 4

3 3

2 2

1 1
1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7

(c) (d)

-210 -195 -180 -165 -150 -135 -120 -105 -90

SP anomaly (mV)

Gambar 3. Anomali SP sebagai fungsi waktu (interval 1 jam) pada simulasi laboratorium.

IV. Kesimpulan

Meskipun mekanisme timbulnya anomali SP belum dapat sepenuhnya dijelaskan, metoda SP telah
berhasil diterapkan dan cukup efektif untuk mendelineasi daerah prospek mineral dan geotermal.
Penerapan metoda SP pada pemantauan proses stimulasi dan injeksi sumur juga telah banyak dilakukan.
Simulasi numerik sederhana menunjukkan efektifitas metoda SP dan pemodelan inversinya untuk
memperkirakan distribusi fluida hasil injeksi. Dengan peralatan pengukuran yang relatif sederhana
pemantauan anomali SP sebagai respons proses injeksi fluida dapat dilakukan.

6
Pemodelan inversi anomali SP dapat dikembangkan untuk kasus yang lebih kompleks dimana semua
parameter merupakan parameter model yang dicari. Namun diperlukan kendala tambahan untuk
mengurangi ambiguitas / ketidakunikan solusi data potensial sebagaimana terjadi pada pemodelan data
potensial lainnya (gravitasi dan magnetik).

Pada penelitian ini dilakukan pula pengukuran mise-a-la masse (MAM) dimana arus listrik diinjeksikan
ke sumur melalui selubung sumur (well casing) dan potensial di sekitar sumur diukur. Pemantauan
proses injeksi fluida diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih baik dengan menggambungkan
metoda SP dan metoda MAM. Namun demikian hasil analisis baik kualitatif maupun kuantatif belum
dapat diperoleh.

Daftar Pustaka

Darnet, M., Marquis, G., Sailhac, P., Gerard, A., 2002. Using surface SP to monitor underground fluid
flow - an example from a HDR stimulation, EAGE 64th Conference Extended Abstracts.
Dosso, S.E., Oldenburg, D.W., 1991, Magnetotelluric appraisal using simulated annealing, Geophysical
Journal International, 106, 379 – 385.
Kawakami, N., Takasugi, S., 1994. SP monitoring during the hydraulic fracturing using the TG-2 well,
EAGE-56th Conference Extended Abstracts.
Matsushima, N., Kikuchi, T., Tosha, T., Nakao, S., Yano, Y., Ishido, T., Hatakeyama, K., Ariki, K., 2000.
Repeat SP measurements at the Sumikawa geothermal field, Japan Proceedings World Geothermal
Congress 2000.
Rothman, D.H., 1985, Automatic estimation of large residual static corrections, Geophysics, 51, 332 –
346.
Ushijima, K., Mizunaga, H., Tanaka, T., 1999. Reservoir monitoring by a 4-D electrical technique, The
Leading Edge, 18, 12, 1422-1424.

Anda mungkin juga menyukai