Anda di halaman 1dari 41

TUGAS KELOMPOK

ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis

Dosen Pembimbing : Ns. Ainnur R M.Kep

Disusun Oleh :

1. Perdana Yuni Pratiwi 20101440117070


2. Tania Mardiyati Yuhana 20101440117086
3. Tanjung Dilli Murti 20101440117087
4. Tria Friska Ningrum 20101440117091

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM IV/DIPONEGORO

SEMARANG

2018/2019
2

DAFTAR ISI

BAB I .................................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 3
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 3
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 3
C. Tujuan ..................................................................................................................... 4
D. Manfaat ................................................................................................................... 4
BAB II................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN ................................................................................................................. 5
1. Pengertian asfiksia .................................................................................................. 5
2. Etiologi.................................................................................................................... 5
3. Patofisiologi ............................................................................................................ 6
4. Tanda dan Gejala .................................................................................................... 7
5. Klasifikasi ............................................................................................................... 8
6. Penatalaksanaan Medis ........................................................................................... 9
7. Penatalaksanaan Asfiksia ...................................................................................... 10
8. Komplikasi ............................................................................................................ 13
1. Pengkajian ............................................................................................................. 14
2. Diagnosa Keperawatan ......................................................................................... 22
3. intervnsi ........................................................................................................ 1
BAB IV ........................................................................................................................... 277
PENUTUP ...................................................................................................................... 277
1. Kesimpulan ......................................................................................................... 277
2. Saran ................................................................................................................... 277
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................Error! Bookmark not defined.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang
gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah
(Hutchinson,1967).keadaan ini disertai dengan hipoksia,hiperkapnia dan Commented [WU1]: Cari sumber yang terbaru

berakhir dengan asidosis.Hipoksia yang terdapat pada penderita Asfiksia


ini merupakan fackor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi
baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Grabiel Duc,2011) .penilaian
statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan
bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas
bayi baru lahir.Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (2006) yang
mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia
berat pada bayi saat lahir akan mmperlihatkan angka kematian yang tinggi Commented [WU2]: Cari angka kejadian bayi yg mengalami
asfiksia,,, maksimal lima tahun kebelakang
Frekuensi gangguan perdarahan pada bayi sebagai akibat hipoksia
sangat tinggi.Asidosis,gangguan kardiovaskuler serta komplikasinya
sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama
kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan
pada hari-hari pertama setelah lahir(james,2009). Penyelidikan patologi
anatomis yang dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa(2011)
Menunjukkan nekrosis berat dan difus pada jaringan otak bayi yang
meninggal karena hipoksia. Commented [WU3]: Gambaran maslaah asfiksia pada bayi dan
kenapa membutuhkan penanganan dengan baik
B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi Asfiksia ?


2. Apa etiologi Asfiksia ?
3. Apa manifestasi klinis Asfiksia ?
4. Apa patofisiologi asfiksia ?
5. Apa komplikasi Asfiksia ?
6. Bagaimana tentang penatalaksanaan Asfiksia ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus Asfiksia ?

3
4

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi Asfiksia
2. Mengetahui etiologi dan manifestasi klinis Asfiksia
3. Mengetahui komplikasi Asfiksia
4. Mengetahui tentang penatalaksanaan Asfiksia
5. Mengetahui tentang patofisiologi dari Asfiksia
6. Melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Asfiksia
D. Manfaat
Mahasiswa dapat memahami apa yang dimaksud dengan Asfiksia dan hal-
hal yang menyangkut asuhan keperawatannya.
BAB II
PEMBAHASAN Commented [WU4]: Konsep dasar

A. Konsep Asfiksia Neonatorum


1. Pengertian asfiksia
Asfiksia adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur dalam 1 menit setelah lahir. Biasanya terjadi
pada bayi yang di lahirkan dari ibu dengan komplikasi, misalnya
diabetes melitus. Preeklamsi berat atau eklamsi eritroblastosis fetalis.
Kelahiran kurang bulan (< 34 minggu), kelahiran lewat waktu, plasenta
previa, solusio plasentae, korioamnionitis, hidramnion dan
oligohidramnion, gawat janin, serta pemberian obat anastesi atau
narkotik sebelum kelahiran.(Mansjoer, 2013)
Asfiksia neonatorum merupakan kegawatdaruratan bayi baru lahir
berupa depresi pernafasan yang berlanjut sehingga menimbulkan
berbagai komplikasi. Asfiksia paling sering terjadi pada periode segera
setelah lahir dan menimbulkan sebuah kebutuhan resusitasi dan
intervensi segera untuk meminimalkan mortalitasdan mordibitas. (Anik,
2012)
2. Etiologi
Hipoksia janin yang dapat menyebabkan asfiksia neonatorum
terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke
janin sehingga terjadi gangguan dalam persediaan O2 dan dalam
menghilangkan CO2. Gangguan Ini dapat berlangsung secara menahun
akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan atau secara
mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.
(Wiknjosastro, 2010).
Hipoksia janin dapat merupakan akibat dari :
a. Oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi
selama anestesi, penyakit jantung sianosis gagal pernafasan, atau
keracunan karbonmonoksida

5
6

b. Tekanan darah ibu yang rendah akibat hipotensi, yang dapat


merupakan komplikasi anestesi spinal atau akibat kompresi vena
cava dan aorta pada uterus gravid
c. Relaksasi uterus tidak cukup memberikan pengisian plasenta akibat
adanya tetani uterus, yang disebabkan oleh pemberian oksitosin
berlebih-lebihan
d. Pemisahan plasenta prematur
e. Sirkulasi darah melalui tali pusat terhalang akibat adanya kompresi
atau pembentukan simpul pada tali pusat
f. Vasokonstriksi pembuluh darah oleh kokain
g. Insufisiensi plasenta karena berbagai sebab, termasuk toksemia dan
pasca maturitas.
3. Patofisiologi Commented [WU5]: Buat pathway asfiksia terkait masalah yg
muncul terutama CAB
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta.
Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan
fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada
kejadian asfiksia.
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (Denyut Jantung Janin)
menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus
vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari
nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler
dan menghilang.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa
kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti,
denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler
berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu
primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam,
denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun
dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin
lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu
sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah
(PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap
rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara
spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan
dan pemberian tidak dimulai segera. (Aziz, 2010)
4. Tanda dan Gejala
a. Asfiksia ringan
1). Takipnea dengan napas >60x/menit
2). Bayi tampak sianosis
3). Adanya retraksi sela iga
4). Bayi merintih
5). Adanya pernapasan cuping hidung
6). Bayi kurang aktif
7). Dari pemeriksaan auskultasi deperoleh hasil ronchi, rales, dan
wheezing positif
b. Asfiksia sedang
1). Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit.
2). Usaha napas lambat
3). Adanya pernapasan cuping hidung
4). Adanya retraksi sela iga
5). Tonus otot dalam keadaan baik/lemah
6). Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan
namun tampak lemah
7). Bayi tampak sianosis
8). Tidak terjadi kekurangn oksigen yang bermakna selama proses
persalinan
c. Asfiksia berat
1). Frekuensi jantung kecil, yaitu <40x/menit
2). Tidak ada usaha na Adanya retraksi sela igaas
3). Tonus otot lemah bahkan hamper tidak ada
4). Bayi tidak dapit memberikan reaksi jika diberi rangsangan

7
8

5). Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu


6). Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau
sesudah persalinan.
5. Klasifikasi
a. Asfiksia Ringan
Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan
tindakan istimewa.
b. Asfiksia Sedang
Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi
detak jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik,
sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
c. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi
jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan
kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada asfiksia
dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih
dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang
post partum pemeriksaan fisik sama asfiksia berat.
Cara menilai tingkatan APGAR score adalah dengan :
1). Menghitung frekuensi jantung.
2). Melihat usaha bernafas.
3). Menilai tonus otot.
4). Menilai reflek rangsangan.
5). Memperlihatkan warna kulit.
Di bawah ini adalah tabel untuk menentukan tingkat derajat asfiksia
yang dialami bayi:
Tanda tanda
Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2
vital

Seluruh Tubuh
Appearance Seluruh tubuh
tubuh kemerahan
(warna kulit) kemerah-merahan
biru atau Ekstermitas
putih biru

Pulse

(Frekuensi < 100 x/


Tidak ada > 100 x/ menit
jantung) menit

Grimance

(reflek) Tidak ada Menyeringai Batuk/Bersin/Menangis

Activity
Tidak Fleksi
(tonus otot) Ada ekstremitas Fleksi kuat, gerak aktif
Gerakan (Lemah)

Lambat
Respiration atau tidak Menangis kuat atau
Tidak ada
(pernapasan) teratur keras
(Merintih)

Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5,
bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap
5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai
keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis,
bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik
setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian
skor Apgar)

6. Penatalaksanaan Medis
Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia, antara lain:
a. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10)
1). Bayi dibungkus dengan kain hangat

9
10

2). Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung


kemudian mulut.
3). Bersihkan badan dan tali pusat.
4). Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke
dalam inkubator.
b. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)
1). Bersihkan jalan napas.
2). Berikan oksigen 2 liter per menit.
3). Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila
belum ada reaksi,bantu pernapasan dengan melalui masker
(ambubag).
4). Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan
natrium bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak
4cc disuntikan melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan,
untuk mencegah tekanan intra kranial meningkat.
c. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)
1). Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui lambubag.
2). Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
3). Bila tidak berhasil lakukan ETT (Endotracheal Tube).
4). Bersihkan jalan napas melalui ETT (Endotracheal Tube).
5). Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan
natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak
4cc.
7. Penatalaksanaan Asfiksia Commented [WU6]: Sumber dari mana?? Cari sumber
penatalaksanaan asfiksia terbaru
a. Langkah awal
1) Mencegah kehilangan panas, termasuk menyiapkan tempat yang
kering dan hangat untuk melakukan pertolongan.
2) Memposisikan bayi dengan baik, (kepala bayi setengah
tengadah/sedikit ekstensi atau mengganjal bahu bayi dengan kain)
3) Bersihkan jalan nafas dengan alat penghisap yang tersedia
Bersihkan jalan nafas dengan ketentuan sebagai berikut :
a). Bila air ketuban jernih (tidak bercampur mekonium), hisap
lendir pada mulut baru pada hidung.
b). Bila air ketuban bercampur dengan mekonium, mulai mengisap
lendir setelah kepala lahir (berhenti seberi tar untuk menghisap
lendir di mulut dan hidung). Bila bayi menangis, nafas teratur,
lakukan asuhan bayi barn lahir normal. Bila bayi mengalami
depresi, tidak menangis, lakukan upaya maksimal untuk
membersihkan jalan nafas dengan jalan membuka mulut lebar-
lebar dan menghisap lendir lebih dalam secara hati-hati.
c). Menilai bayi dengan melihat usaha nafas, denyut jari tung dan
warna kulit kemerahan, lakukan asuhan bayi barn lahir normal.
Bila bayi tidak menangis atau megap-megap, warna kulit biru
atau pucat denyut jari tung kurang dan 100 xlme4it, lanjutkan
langkah resusitasi.
b. Langkah resusitasi
1). Sebelumnya periksa dan lakukan bahwa alat resusitasi (baton
resusitasi dan sungkup muka) telah tersedia dan berfungsi baik
(lakukan test untuk baton dan sungkup muka)
2). Cuci tangan dan gunakan sarung tangan sebelum memegang atau
memeriksa bayi
3). Selimuti bayi dengan kain yang kering dan hangat kecuali muka
dan dada bagian atas, kemudian letakkan pada alas dan lingkungan
yang hangat.
4). Periksa ulang posisi bayi dan pastikan kepala berada dalam posisi
tengadah
5). Letakkan sungkup melingkupi dagu, hidung dan mulut sehingga
terbentuk
6). semacam tautan sungkup dan wajah.
7). Tentukan balon resusitasi dengan dua jari atau dengan semua jari
tangan (tergantung pada ukuran balon resusitasi)
8). Lakukan pengujian pertautan dengan melakukan ventilasi sebanyak
dua kali dan periksa gerakan dinding dada

11
12

9). Bila pertautan baik ( tidak bocor) dan dinding dada mengembang
maka lakukan ventilasi dengan menggunakan oksigen (bila tidak
ada atau tersedia oksigen guna udara ruangan)
10). Perhatikan kecepatai ventilasi sekitar 40 kali per 60 detik, dengan
tekanan yang tepat sambil melihat gerakan dada (naik turun)
selama ventilasi
11). Bila dinding dada tidak naik-turun dengan baik berarti ventilasi
berjalan secara adekuat.
12). Bila dinding dada tidak naik, periksa ulang dan betulkan posisi
bayi atau terjadi kebocoran lekatan atau tekanan ventilasi kurang
Lakukan ventilasi selama 2 x 30 detik atau 60 detik kemudian
lakukan penilaian segera tentang upaya bernafas spontan dan
warna kulit:
a). Bila frekwensi nafas normal (30-60 x/menit), hentikan
ventilasi, lakukan kontak kulit ibu-bayi, lakukan asuhan normal
bayi barn lahir (menjaga bayi tetap hangat, mulai memberikan
ASI dm1 dan mencegah infeksi dan imunisasi)
b). Bila bayi belum bernafas spontan ulangi lagi ventilasi selama 2
x 30 detik atau 60 detik kemudian lakukan penilaian ulang.
c). Bila frekwensi nafas menjadi normal (30-60 x/menit) hentikan
ventilasi lakukan kontak kulit it lakukan asuhan normal bayi
barn lahir.
d). Bila bayi bernafas, tetapi terlihat retraksi dinding dada, lakukan
ventilasi dengan menggunakan oksigen (bila tersedia)
e). Bila bayi tidak bernafas, megap-megap, teruskan bantuan
pernafasan dengan ventilasi.
f). Lakukan penilaian setiap 30 detik dengan menilai usaha
bernafas denyut jari tung dan warna kulit
g). Jika bayi tidak bernafas secara teratur setelah ventilasi 2-3
menit, rujuk ke fasilitas pelayanan perawatan bayi resiko
tinggi.
h). Jika tidak ada nafas sama sekali dan tidak ada perbaikan
frekwensi denyut jari tung bayi setelah ventilasi selama 20
menit, hentikan ventilasi, bayi dinyatakan meninggal (jelaskan
kepada keluarga bahwa upaya pertolongan gagal) dan beri
dukungan emosional pada keluarga.
8. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul akibat asfiksia adalah:
a. Sembab Otak
b. Pendarahan Otak
c. Anuria atau Oliguria
d. Hyperbilirubinemia
e. Obstruksi usus yang fungsional
f. Kejang sampai koma
g. Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumothorax

13
14

B. Asuhan Keperawatan Asfiksia Commented [WU7]: BAB III KOnsep Askep-

1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien
agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah, kebutuhan kesehatan
dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan.
Dalam tahap pengkajian ini dibagi menjadi tiga meliputi pengumpulan
data, pengelompokan data dan perumusan masalah. Ada beberapa
pengkajian yang harus dilakukan yaitu :
a. Sirkulasi
1. Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt.
2. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45
mmHg (diastolik).
3. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas
maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang intercosta
III/ IV.
4. Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama
kehidupan.
5. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1
vena.
b. Eliminasi
1. Dapat berkemih saat lahir.
c. Makanan/ cairan
1. Berat badan : 2500-4000 gram
2. Panjang badan : 44 - 45 cm
3. Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
d. Neurosensori
1. Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
2. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama
30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama
reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema, hematoma).
3. Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi
menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek
narkotik yang memanjang)
e. Pernafasan
1. Skor APGAR : 1 menit s/d 5 menit dengan skor optimal harus
antara 7-10.
2. Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
3. Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada
awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum
terjadi.
f. Keamanan
1. Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah
dan distribusi tergantung pada usia gestasi).
2. Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat
terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-
belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran dengan
forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/
wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan
dengan kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi
telengiektasis (kelopak mata, antara alis mata, atau pada nukhal)
atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong)
dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan
elektroda internal)
2. Analisa Data
a. Data Subyektif
Data subyektif adalah persepsi dan sensasi klien tentang masalah
kesehatan. Data subyektif terdiri dari
1. Biodata atau identitas pasien : Bayi meliputi nama tempat
tanggal lahir jenis kelamin
2. Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau
kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat.
b. Riwayat kesehatan

15
16

1. Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat


antenatal pada kasus asfiksia berat yaitu :
a. Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi
buruk, merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan
penyakit seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler dan
paru.
b. Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya
kelahiran multipel, inkompetensia serviks, hidramnion,
kelainan kongenital, riwayat persalinan preterm.
c. Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau
periksa tetapi tidak teratur dan periksa kehamilan tidak
pada petugas kesehatan.
d. Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin
menurun.
e. Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia
kehamilan (kehamilan postdate atau preterm).
2. Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan
yang sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir.
Yang perlu dikaji :
a. Kala I :
ketuban keruh, berbau, mekoneal, perdarahan antepartum
baik solusio plasenta maupun plasenta previa.
b. Kala II :
persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu kelelahan,
persalinan dengan tindakan (vacum ekstraksi, forcep
ektraksi). Adanya trauma lahir yang dapat mengganggu
sistem pernafasan. Persalinan dengan tindakan bedah
caesar, karena pemakaian obat penenang (narkose) yang
dapat menekan sistem pusat pernafasan.
3. Riwayat post natal Yang perlu dikaji antara lain :
a. Apgar skor bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5 menit
kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6) asfiksia sedang,
AS (7-10) asfiksia ringan.
b. Berat badan lahir : kurang atau lebih dari normal (2500-
4000 gram). Preterm/BBLR < 2500 gram, untu aterm 
2500 gram lingkar kepala kurang atau lebih dari normal
(34-36 cm).
c. Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus
anetrecial aesofagal.
4. Pola nutrisi
Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat
gangguan absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi, kelemahan
menghisap sehingga perlu diberikan cairan parentral atau
personde sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi
kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga untuk mengkoreksi
dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi disamping untuk
pemberian obat intravena.
Tabel kebutuhan nustrisi BBL

Kebutuhan parenteral

Bayi BBLR < 1500 gram menggunakan D5%

Bayi BBLR > 1500 gram menggunakan D10%

Kebutuhan nutrisi enteral

BB < 1250 gram = 24 kali per 24 jam

BB 1250 - < 2000 gram = 12 kali per 24 jam

BB > 2000 gram = 8 kali per 24 jam

Kebutuhan minum pada neonatus :

Hari ke 1 = 50-60 cc/kg BB/hari

17
18

Hari ke 2 = 90 cc/kg BB/hari

Hari ke 3 = 120 cc/kg BB/hari

Hari ke 4 = 150 cc/kg BB/hari

Dan untuk tiap harinya sampai mencapai 180 – 200 cc/kg


BB/hari

5. Pola eliminasi
Yang perlu dikaji pada neonatus adalah :
BAB : frekwensi, jumlah, konsistensi.

BAK : frekwensi, jumlah

6. Latar belakang sosial budaya


Kebudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia,
kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu
terutama jenis psikotropika
Kebiasaan ibu mengkonsumsi minuman beralkohol,
kebiasaan ibu melakukan diet ketat atau pantang makanan
tertentu.
7. Hubungan psikologis
Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat
gabung dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini
berguna sekali dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang
dan perhatian serta dapat mempererat hubungan psikologis
antara ibu dan bayi. Lain halnya dengan asfiksia karena
memerlukan perawatan yang intensif
8. Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu
pengukuran dan pemeriksaan dengan menggunakan standart
yang diakui atau berlaku (Effendi Nasrul, 1995)
a. Keadaan umum
Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah
dan hanya merintih. Keadaan akan membaik bila
menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis keras.
Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap
rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai
dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat
menunjukkan kondisi neonatus yang baik.

b. Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila
penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi
preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh <
36 C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37
C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5C – 37,5C,
nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal
antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia
berat pernafasan belum teratur.

9. Data Penunjang
Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya
dalam menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat sehingga
kita dapat memberikan obat yang tepat pula.
Pemeriksaan yang diperlukan adalah :
a. Darah
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
1. Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia
Hb cenderung turun karena O2 dalam darah sedikit.
2. Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x
10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah
sehingga resiko tinggi.
3. Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)
4. Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi
cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi.
Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :

19
20

1. pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi


asidosis metabolik.
2. PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi post
asfiksia cenderung naik sering terjadi hiperapnea.
3. PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi post
asfiksia cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif.
4. HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
b. Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :

1. Natrium (normal 134-150 mEq/L)


2. Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
3. Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
c. Photo thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.
Analisa data dan Perumusan Masalah

Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan


menghubungkan data tersebut dalam konsep, teori dan prinsip yang
relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah
kesehatan dan keperawatan pasien (Effendi Nasrul,1995 : 23).

Tabel 1.3 Analisa Data dan Perumusan Masalah

Sign / Symptoms Kemungkinan Penyebab Masalah

1. Pernafasan tidak teratur, - Riwayat partus lama Gangguan


pernafasan cuping hidung, pemenuhan
- Pendarahan peng-obatan.
cyanosis, ada lendir pada kebutuhan O2
hidung dan mulut, tarikan - Obstruksi pulmonary
inter-costal, abnormalitas - Prematuritas
gas darah arteri.
2. Akral dingin, cyanosis - lapisan lemak dalam kulit hipotermia
pada ekstremmitas, tipis
keadaan umum lemah,
suhu tubuh dibawah
normal
3. Keadaan umum lemah, - Reflek menghisap lemah gangguan
reflek menghisap lemah, pemenuhan
masih terdapat retensi kebutuhan nutrisi.
pada sonde
4. Suhu tubuh diatas normal, - Sistem Imunitas yang Resiko infeksi
tali pusat layu, ada tanda- belum sempurna
tanda infeksi, abnormal - Ketuban mekonial
kadar leukosit, kulit
kuning, riwayat persalinan - Tindakan yang tidak

dengan ketuban mekonial aseptik

21
22

a. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang respon
individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah-masalah kesehatan
atau proses kehidupan yang aktual atau potensial.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien asfiksia antara
lain:
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 berhubungan dengan post
asfiksia berat.
2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan
reflek menghisap lemah.
3. Resiko terjadinya hipotermi berhubungan dengan adanya
proses persalinan yang lama dengan ditandai akral
intervnsi Commented [WU8]: LihAT DI nanda NIC dan NOC, sesuaikan
dengan diagnose yg anda ambil sebelumnya
No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

1 Gangguan pemenuhan Tujuan: 1. Letakkan bayi 1. Memberi rasa nyaman dan


kebutuhan O2 terlentang dengan alas mengantisipasi flexi leher yang
Kebutuhan O2 bayi terpenuhi
sehubungan dengan post yang data, kepala lurus, dapat mengurangi kelancaran
asfiksia berat Kriteria: dan leher sedikit jalan nafas.

- Pernafasan normal 40-60 tengadah/ekstensi dengan

kali permenit. meletakkan bantal atau


selimut diatas bahu bayi
- Pernafasan teratur.
sehingga bahu terangkat 2-
- Tidak cyanosis. 3 cm

- Wajah dan seluruh


tubuh

Berwarna kemerahan (pink 2. Bersihkan jalan nafas, 2. Jalan nafas harus tetap
variable). mulut, hidung bila perlu. dipertahankan bebas dari lendir
untuk menjamin pertukaran gas
- Gas darah normal
yang sempurna.
PH = 7,35 – 7,45

1
2
PCO2 = 35 mm Hg

PO2 = 50 – 90 mmHg

3. Observasi gejala kardinal 3. Deteksi dini adanya kelainan.


dan tanda-tanda cyanosis
tiap 4 jam

4. Kolaborasi dengan tim 4. Menjamin oksigenasi jaringan


medis dalam pemberian O2 yang adekuat terutama untuk
dan pemeriksaan kadar gas jantung dan otak. Dan
darah arteri. peningkatan pada kadar PCO2
menunjukkan hypoventilasi

2. Resiko terjadinya Tujuan 1. Letakkan bayi terlentang 1. Mengurangi kehilangan panas


hipotermi sehubungan diatas pemancar panas pada suhu lingkungan sehingga
Tidak terjadi hipotermia
dengan adanya roses (infant warmer) meletakkan bayi menjadi hangat
persalinan yang lama Kriteria
dengan ditandai akral Suhu tubuh 36,5 – 37,5°C

Akral hangat

dingin suhu tubuh Warna seluruh tubuh 2. Singkirkan kain yang 2. Mencegah kehilangan tubuh
dibawah 36° C kemerahan sudah dipakai untuk melalui konduksi.
mengeringkan tubuh,
letakkan bayi diatas
handuk / kain yang kering
dan hangat.

3
4
3. Observasi suhu bayi 3. Perubahan suhu tubuh bayi
tiap 6 jam. dapat menentukan tingkat
hipotermia

4. Kolaborasi dengan 4. Mencegah terjadinya


team medis untuk hipoglikemia
pemberian Infus
Glukosa 5% bila ASI
tidak mungkin
diberikan.

3. Gangguan pemenuhan Tujuan 1. Lakukan observasi BAB 1. Deteksi adanya kelainan pada
kebutuhan nutrisi dan BAK jumlah dan eliminasi bayi dan segera
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
sehubungan dengan frekuensi serta mendapat tindakan / perawatan
reflek menghisap Kriteria konsistensi. yang tepat.
lemah. - Bayi dapat minum pespeen /
personde dengan baik.

- Berat badan tidak turun lebih 2. Monitor turgor dan 2. Menentukan derajat dehidrasi
dari 10%. mukosa mulut. dari turgor dan mukosa mulut.
- Retensi tidak ada.

3. Monitor intake dan 3. Mengetahui keseimbangan


out put. cairan tubuh (balance)

4. Beri ASI sesuai 4. Kebutuhan nutrisi terpenuhi


kebutuhan. secara adekuat.

5. Lakukan kontrol berat 5. Penambahan dan penurunan


badan setiap hari. berat badan dapat di monito

5
BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan
Pada dasarnya penyebab asfiksia dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai
berikut yaitu perdarahan, infeksi, kelahiran preterm/bayi berat lahir rendah, asfiksia,
hipotermi, perlukaan kelahiran dan lain-lain. Bahwa 50% kematian bayi terjadi dalam
periode neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan, kurang baiknya penanganan
bayi baru lahir yang lahir sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat
mengakibatkan cacat seumur hidup bahkan kematian.
Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu sehingga
kualitas sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan
generasi penerus dapat terjamin. Kehamilan di usia muda/remaja (dibawah usia 20
tahun) akan mengakibatkan rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini
dikarenakan pada usia tersebut ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan
alat-alat reproduksi ibu belum siap untuk hamil. Begitu juga kehamilan di usia tua
(diatas 35 tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan dan
persalinannya serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.

2. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini kita semua dapat lebih memahami masalah
asfiksia pada bayi baru lahir, dan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua
Andi Sitti Rahma, Mahdinah Armah Analisis Faktor Risiko Kejadian Asfiksia pada Bayi...

ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN ASFIKSIA PADA


BAYI BARU LAHIR DI RSUD SYEKH YUSUF GOWA DAN
RSUP DR WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR TAHUN
2013

Andi Sitti Rahma*, Mahdinah Armah**

* Program Studi Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar

Abstrak

Asfiksia pada bayi baru lahir atau asfiksia neonatorum adalah suatu keadaaan bayi
baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Asfiksia
dapat mengakibatkan kematian dan diperkirakan satu juta anak yang bertahan setelah
mengalami asfiksia saat lahir kini hidup dengan morbiditas jangka panjang seperti cerebral
palsy, retardasi mental, dan gangguan belajar faktor-faktor risiko terjadinya asfiksia
neonatorum adalah faktor ibu, faktor plasenta, faktor janin, dan faktor persalinan.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan faktor risiko asfiksia pada kejadian
asfiksia bayi baru lahir. Metode penelitian adalah observasional dengan menggunakan
teknik pengambilan sampel total sampling, kemudian dianalisis menggunakan spss dengan
uji chi-square Sampel dipilih berdasarkan data sekunder dan diperoleh 86 kasus di RSUD
Syekh Yusuf Gowa dan 18 kasus di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.Penelitian ini
dilakukan pada tanggal 3 Juli sampai 31 Juli 2013. Data dikumpulkan menggunakan lembar
checklist.
Hasil penelitian menunjukkan dari 104 kasus asfiksia, faktor risiko berdasarkan umur
ibu (20-35 tahun) sebanyak 65,39% (p-value>0.05), berdasarkan usia kehamilan (<37
minggu dan >42 minggu) sebanyak 55,76% (p-value>0.05), berdasarkan persalinan lama
(>18 jam untuk multipara dan >24 jam untuk primipara) sebanyak 58,65% (p-value>0.05),
dan berdasarkan jenis persalinan (persalinan dengan tindakan) sebanyak 56,73%
(pvalue>0.05).
Kesimpulan umur Ibu, usia kehamilan, lama persalinan dan jenis persalinan tidak
memiliki hubungan yang signifikan pada kasus asfiksia nenonatorum di RSUD Syekh Yusuf
Gowa dan RSUP Wahidin Sudirohusodo.

Kata Kunci : Asfiksia neonatorum, usia Ibu, usia kehamilan, lama persalinan,
jenis persalinan yang dikaitkan dengan kematian bayi.
Secara garis besar, dari sisi penyebabnya,
PENDAHULUAN

K
kematian bayi ada dua macam yaitu
ematian bayi adalah kematian
endogen dan eksogen. Kematian bayi
yang terjadi antara saat setelah
endogen atau yang umum disebut dengan
bayi lahir sampai bayi belum
kematian neonatal. Kematian bayi yang
berusia tepat satu tahun. Banyak faktor
terjadi pada bulan pertama setelah Filipina, AKB dan AKABA di negara kita
dilahirkan, dan umumnya disebabkan oleh jauh lebih tinggi (Kementerian Kesehatan
faktor-faktor yang dibawa anak sejak lahir, RI, 2009).
yang diperoleh dari orang tuanya pada saat
Ada banyak faktor yang
konsepsi atau didapat selama kehamilan.
mempengaruhi tingkat Angka Kematian
Kematian bayi eksogen atau kematian post
Bayi. Menurut WHO (2012) asfiksia lahir
neonatal adalah kematian bayi yang terjadi
menempati penyebab kematian bayi ke 3 di
setelah usia satu bulan sampai menjelang
dunia dalam periode awal kehidupan. Data
usia satu tahun yang disebabkan oleh
dari Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas,
faktor-faktor yang bertalian dengan
2007) menyebutkan bahwa penyebab
pengaruh lingkungan luar (Agusyanti,
tersering kematian neonatus (028 hari)
2012).
adalah gangguan pernafasan sebesar 37%,
Angka Kematian Neonatus (AKN), bayi lahir prematur sebesar 34%, dan sepsis
Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka 12%, sedangkan dalam profil kesehatan
Kematian Balita (AKABA) di Indonesia Indonesia dijelaskan bahwa penyebab
masih cukup tinggi. Menurut data hasil kematian bayi yang terbanyak adalah
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia disebabkan karena pertumbuhan janin yang
tahun 2007 (SDKI), Angka Kematian lambat, kekurangan gizi pada janin,
Neonatal di Indonesia sebesar 19 kelahiran prematur dan Berat Badan
kematian/1000 kelahiran hidup, Angka
Lahir Rendah (BBLR) sedangkan
Kematian Bayi 34/1000 kelahiran hidup
penyebab lainnya yang cukup banyak
dan Angka Kematian Balita 44/1000
terjadi adalah kejadian kurangnya oksigen
kelahiran hidup. Sedangkan menurut hasil
dalam rahim (hipoksia intrauterus) dan
SDKI 2012, AKN sebesar 19/1000
kegagalan nafas secara spontan dan teratur
kelahiran hidup, AKB sebesar 32/1000
pada saat lahir atau beberapa saat setelah
kelahiran hidup, AKABA sebesar 40/1000
lahir (asfiksia lahir) (Dinas Kesehatan
kelahiran hidup. Walaupun angka ini telah
SulSel, 2012).
turun, penurunan ini masih jauh dari target
MDGs tahun 2015 dimana AKB Faktor risiko kejadian asfiksia
diharapkan turun menjadi 23 per 1000 sangatlah beragam dan banyak hal yang
kelahiran hidup dan AKABA 32 per 1000 mempengaruhi dan berhubungan dengan
kelahiranhidup. Jika dibandingkan dengan kejadian asfiksia. Hasil dari beberapa
negara tetangga di Asia Tenggara seperti penelitian menyebutkan bahwa terbukti
Singapura, Malaysia, Thailand dan terdapat hubungan bermakna antara
Andi Sitti Rahma, Mahdinah Armah Analisis Faktor Risiko Kejadian Asfiksia pada Bayi...

persalinan lama, berat bayi lahir rendah, sebanyak 86 orang dan di RSUP Dr.
ketuban pecah dini, persalinan dengan Wahidin Sudirohusodo Makassar sebanyak
tindakan, umur ibu <20 tahun atau >35 18 orang.
tahun, riwayat obstetri jelek, kelainan letak
Sampel
janin, dan status ANC buruk dengan
Pengambilan sampel
kejadian asfiksia bayi baru lahir (Fahrudin,
dilakukan secara total sampel, yakni semua
2003). Selain kematian, asfiksia
yang menjadi populasi diambil menjadi
neonatorum juga dapat menimbulkan
sampel penelitian.
berbagai dampak bagi bayi.
Data yang digunakan dalam
Hasil dari beberapa penelitian
penelitian ini adalah data sekunder yang
menyebutkan bahwa asfiksia neonatorum
dilakukan dengan cara mengunjungi lokasi
sebagai faktor risiko terjadinya Gagal
penelitian dan mengambil data sesuai
Ginjal Akut (GGA) (Radityo, 2012),
dengan kepentingan dan kebutuhan
gangguan pendengaran (Sarosa dkk, 2011),
penelitian yang didasarkan pada data dari
dan gangguan fungsi multi organ (Amir
rekam medik pasien di RSUD Syekh Yusuf
dkk, 2003).
Gowa dan RSUP Dr. Wahidin
Tujuan penelitian ini adalah untuk Sudirohusodo Makassar pada tahun 2012.
menganalisis berbaai faktor resiko kejadi
Data yang diperoleh kemudian
asfiksia pada bayi baru lahir di RS Wahidin
dianalisis dengan menggunakan spss, dan
Sudirohusodo dan RSUD Syekh Yusuf
dilakukan uji statistic chi-square untuk
Kab Gowa Tahun 2013 melihat hubungan variabel dengan kejadian
asfiksia pada bayi baru lahir.
METODE PENELITIAN
Populasi
HASIL PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah
Dari tabel 1, bisa dilihat bahwa
semua ibu yang melahirkan bayi dengan
pendidikan ibu dari bayi baru lahir yang
asfiksia (berdasarkan diagnosa dokter yang
mengalami asfiksi di RSWS dan RSUD
dituliskan pada rekam medik) pada tahun
Syekh Yusuf Gowa adalah dominan tamat
2012 dan terdaftar di rekam
SMP dengan pekerjaan yang mendominasi
medik RSUD Syekh Yusuf Gowa adalah sebagai Ibu Rumah Tangga.
Sedangkan Ayah dari bayi baru lahir yang
mengalami asfiksia tersebut adalah berdasarkan usia kehamilan relatif hampir
dominan berpendidikan SMA dengan sama, yakni 55.8% dan 44.2%.
pendidikan dominan sebagai petani. Dari
Dari tabel 4 , bisa dilihat dominan
tabel 2 , bisa dilihat dominan responden
responden mengalami lama persalinan
berada pada umur dengan resiko rendah
dengan resiko tinggi yakni >18jam
yakni 20-35 tahun (64.4%). Dari tabel 3 ,
multipara dan >24jam primipara (58.7%)
bisa dilihat distribusi responden
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden

Karakteristik n %
Pekerjaan Ibu
PNS 22 21.2
Wiraswasta 23 22.1
IRT 59 56.7

Pendidikan Ibu
Tidak Sekolah 10 9.6
SD 12 11.5
SMP 38 36.5
SMA 22 21.2
D3 7 6.7
S1 14 13.5
1 1.0
S2

Pekerjaan Bapak
Pekerja Swasta 12 11.5
Wiraswasta 26 25
Petani 18 17.3
PNS 16 15.4
16.3
Buruh Harian 17
14.4
Sopir 15
Pendidikan Bapak
Tidak Sekolah 8 7.7
SD 20 19.2
SMP 29 27.9
SMA 28 26.9
S1 14 13.5
S2 5 4.8
Sumber : Data Primer
Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Umur Ibu
Andi Sitti Rahma, Mahdinah Armah Analisis Faktor Risiko Kejadian Asfiksia pada Bayi...

Umur Ibu n %
Resiko Tinggi (<20 tahun atau 37 35.6
>35 tahun)
Resiko Rendah (20-35 tahun) 67 64.4
TOTAL 104 100
Sumber : Data Primer

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Kehamilan

Usia Kehamilan n %
Resiko Tinggi (<37 minggu atau 58 55.8
>42 minggu)
Resiko Rendah (37-42 minggu) 46 44.2
TOTAL 104 100
Sumber : Data Primer
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Lama Persalinan

Lama Persalinan n %
Resiko Tinggi (>18jam 61 58.7
multipara dan >24jam primipara)
Resiko Rendah(≤18jam mul 43 41.3

Sumber : Data Primer

Tabel 5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Persalinan

Jenis Persalinan n %
Resiko Tinggi (Persalinan dgn tindakan) 59 56.7

Resiko Rendah(Normal, Spontan) 45 43.3

TOTAL 104 100


Sumber : Data Primer

Dari tabel 5 di atas, bisa dilihat domi- Saecaria atau dengan partus tindakan nan
responden berada pada jenis persalinan (56.7%) dengan resiko tinggi, yakni dengan Sectio
Tabel 6. Analisis Responden Berdasarkan Frekuensi Umur Ibu

Umur Ibu n % p-Value

Resiko Tinggi (<20 tahun atau >35 37 35.6 0.03


tahun)

Resiko Rendah (20-35 tahun) 67 64.4


TOTAL 104 100
Sumber : Data Primer

Tabel 7. Analisis Responden Berdasarkan Usia Kehamilan

Usia Kehamilan n % p-value


Resiko Tinggi (<37 minggu 58 55.8 0.239
atau >42 minggu)

Resiko Rendah (37-42 minggu) 46 44.2


TOTAL 104 100
Sumber : Data Primer
Tabel 8. Analisis Responden Berdasarkan Lama Persalinan

Lama Persalinan n % p-value


Resiko Tinggi (>18jam mul- 61 58.7 0.078

Resiko Rendah(≤18jam mul 43 41.3


Sumber : Data Primer

Jenis Persalinan n % p-value

Tabel 9. Analisis Responden Berdasarkan Jenis Persalinan

Resiko Tinggi (Persalinan dgn 59 56.7 0.170 tindakan)


Resiko Rendah(Normal, Spontan) 45 43.3

TOTAL 104 100


Sumber : Data Primer
Andi Sitti Rahma, Mahdinah Armah Analisis Faktor Risiko Kejadian Asfiksia pada Bayi...

PEMBAHASAN penelitian yang dilakukan oleh Nayeri dkk


Umur muda (< 20 tahun) berisiko menunjukkan hasil yang berbeda dengan
karena ibu belum siap secara medis (organ teori. Hasil penelitian mereka menunjukkan
reproduksi) maupun secara mental. Umur > bahwa untuk hubungan umur ibu dengan
35 tahun secara fisik ibu mengalami kejadian asfiksia neonatorum diperoleh
kemunduran untuk menjalani kehamilan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
dan merupakan faktor predisposisi untuk antara umur ibu dengan kejadian asfiksia
terjadinya preeklamsia. Pada ibu yang neonatorum.
mengalami preeklamsia terjadi penurunan
Teori dan kenyataan dalam
aliran darah ke plasenta mengakibatkan
penelitian ini terdapat suatu
gangguan fungsi plasenta sehingga dapat
kesenjangan,yang signifikan (p-value 0.03)
mengakibatkan asfiksia bayi baru lahirserta
di mana jumlah bayi baru lahir yang
gawat janin karena kekurangan oksigenasi
menderita asfiksia karena umur ibu risiko
(Wiknjosastro, 2007).
tinggi (<20 tahun dan >35 tahun) lebih
Lee, dkk (2008) menulis dalam sedikit dibandingkan dengan bayi baru
jurnal mereka bahwa bayi dari ibu yang lahir yang menderita asfiksia karena umur
berusia 20-29 tahun beresiko lebih rendah ibu risiko rendah (20-35 tahun).
untuk mengalami kematian akibat asfiksia Kesenjangan ini bisa disebabkan karena
neonatorum dibandingkan dengan bayi dari faktor risiko asfiksia yang lain seperti
ibu yang lebih muda (<20 tahun). Risiko persalinan lama, jenis persalinan dll.
ini menurun secara signifikan dengan
Usia kehamilan menurut WHO
meningkatnya pendidikan ibu.
dibedakan atas tiga yaitu prematur (<37
Pada penelitian ini, hasil penelitian minggu), matur (37-42 minggu) dan post
memperlihatkan bahwa dari 104 bayi baru matur ( > 42 minggu). Bayi prematur
lahir yang menderita asfiksia, sebanyak 36 sering mengalami gangguan pernapasan
kasus (34,61%) berdasarkan umur ibu karena kekurangan surfaktan, pertumbuhan
risiko tinggi (<20 tahun dan >35 tahun) dan perkembangan paru yang belum
merupakan penyebab asfiksia, dan 68 kasus sempurna, otot pernapasan yang masih
(65,39%) merupakan risiko rendah (20-35 lemah, dan tulang iga yang mudah
tahun). melengkung

Penelitian lain yang juga sejalan (Wiknjosatro, 2007).


dengan hasil penelitian ini adalah hasil
Berdasarkan teori pada usia merupakan penyebab asfiksia, dan 46 kasus
kehamilan 37-42 minggu atau cukup bulan, (44,24%) merupakan risiko rendah (37-42
pada usia kehamilan tersebut fungsi minggu).
organorgan tubuh janin sudah lengkap
Hasil penelitian ini sejalan dengan
selain itu janin sudah siap untuk hidup di
hasil penelitian yang dilakukan oleh
luar kandungan, sedangkan bayi yang
Mardiyaningrum di RSUD Banjarnegara
dilahirkan oleh ibu di usia kehamilan
tahun 2005 yang menunjukkan adanya
melebihi 42 minggu, kejadian asfiksia bisa
hubungan yang bermakna antara usia
disebabkan oleh fungsi plasenta yang tidak
kehamilan dengan kejadian asfiksia
maksimal lagi akibat proses penuaan.
neonatorum sedangkan menurut penelitian
Proses penuaan atau penurunan fungsi ini
yang dilakukan oleh Lee, dkk (2008), bayi
mengakibatkan transportasi oksigen dan
premature memiliki risiko lebih besar
pasokan makanan dari ibu ke janin juga
terhadap kematian akibat asfiksia
menurun atau terganggu.
neonatorum. Risiko itu meningkat 1,61 kali
Hal ini seperti yang dikemukakan lipat pada usia kehamilan 34-37 minggu
oleh Wiknjosastro (2007) dalam bukunya dan meningkat 14,33 kali lipat pada usia
ilmu kebidanan bahwa fungsi plasenta kehamilan < 34 minggu.
mencapai puncaknya pada kehamilan 38
Adapun hasil penelitian yang
minggu dan kemudian mulai menurun
dilakukan oleh Nayeri dkk (2012) di Iran
terutama setelah 42 minggu, hal ini dapat
menunjukkan usia kehamilan dibawah 37
dibuktikan dengan menurunya kadar estriol
minggu memiliki resiko mengalamai
dan plasental laktogen.Selain itu, jumlah
kejadian asfiksia 2,57 kali lipat
air ketuban juga berkurang mengakibatkan
dibandingkan usia kehamilan normal.
perubahan abnormal pada jantung janin
Risiko itu meningkat 11,0 kali lipat pada
yang akhirnya janin mengalami hipoksia
usia kehamilan dibawah 35 minggu.
dan kadang terjadi aspirasi mekonium dan
berakhir dengan kelahiran bayi dengan Berdasarkan hasil penelitian ini
asfiksia. (pvalue >0.05), peneliti menarik
kesimpulan bahwa variabel usia kehamilan
Hasil penelitian memperlihatkan
pada kasus asfiksia yang terjadi di RSWS
bahwa dari 104 bayi baru lahir yang
dan RSUD Syekh Yusuf 2012 tidak
menderita asfiksia, sebanyak 58 kasus
memiliki hubungan yang signifikan, hal
(55,76%) berdasarkan usia kehamilan ibu
ini disebabkan masih terdapat faktor-faktor
risiko tinggi (<37 minggu dan >42 minggu)
lain yang dapat menyebabkan bayi lahir
Andi Sitti Rahma, Mahdinah Armah Analisis Faktor Risiko Kejadian Asfiksia pada Bayi...

dalam kondisi asfiksia seperti tingkat persalinan, semakin tinggi morbiditas serta
pendidikan,jenis persalinan, lama mortalitas janin. Persalinan yang lama
persalinan, usia kehamilan, berat badan berpengaruh lebih berat untuk janin,
lahir rendah, kehamilan ganda, dll. mengakibatkan insidensi anoxia, kerusakan
otak, asfiksia, dan kematian intrauterin
Persalinan adalah rangkaian
yang lebih tinggi (Oxorn, 2010).
peristiwa mulai dari membuka dan
menipisnya serviks sampai dikeluarkannya Pada penelitian ini memperlihatkan
produk konsepsi dari uterus ke dunia luar. bahwa dari 104 bayi baru lahir yang
Persalinan yang normal pada multipara menderita asfiksia, sebanyak
maksimum berlangsung selama 16-18 jam 61 kasus
dan pada primipara maksimum berlangsung
(58,65%) berdasarkan lama persalinan
selama 24 jam (Wiknjosastro, 2009).
risiko tinggi (>18 jam untuk multipara dan
Partus lama adalah persalinan yang
>24 jam untuk primipara) merupakan
berlangsung lebih 24 jam pada
penyebab asfiksia, dan 43 kasus (41,35%)
primigravida atau lebih dari 18 jam pada
merupakan risiko rendah (≤18 jam untuk
multigravida. Sebagian besar partus lama
multipara dan ≤24 jam untuk primipara).
menunjukkan pemanjangan kala satu. Salah
Hasil penelitian ini sejalan dengan
satu penyebab persalinan lama yaitu karena
hasil penelitian Selly di RSUP DR. M.
kontraksi uterus yang abnormal seperti
Djamil Padang Tahun 2010 yang
kontraksi uterus yang hipotonik, hipertonik
menunjukkan bahwa terdapat hubungan
dan kontraksi uterus yang tidak
yang bermakna antara persalinan lama
terkoordinasi. Sifat kontraksi yang
dengan kejadian asfiksia neonatorum.
berubah-ubah menyebabkan pasokan
oksigen ke janin tidak adekuat, disamping Penelitian lain yang dilakukan oleh
itu juga meningkatkan kejadian perdarahan ZL (2009) di Guangdong, China hasilnya
intracranial yang dapat menyebabkan menunjukkan bahwa partus lama
asfiksia merupakan faktor risiko yang signifikan
terhadap kejadian asfiksia neonatorum dan
(Mochtar, 1998). Partus lama
ibu yang mengalami partus lama berisiko
meningkatkan efek berbahaya baik
2,94 kali lipat melahirkan bayi asfiksia
terhadap ibu maupun anak. Beratnya
dibandingkan ibu yang tidak mengalami
cedera terus meningkat dengan semakin
partus lama.
lamanya proses persalinan. Semakin lama
Semakin lama proses persalinan ibu mempunyai risiko 5,471 kali lebih besar
maka semakin banyak tenaga yang terhadap kejadian asfiksia neonatorum
dikeluarkan oleh ibu. Bila hal ini tidak dibandingkan dengan persalinan normal.
diseimbangi dengan asupan nutrisi yang
Hasil penelitian ini memperlihatkan
adekuat maka ibu bisa berpotensi
bahwa dari 104 bayi baru lahir yang
mengalami kelelahan dan kontaksi uterus
menderita asfiksia, sebanyak
yang menurun akibat kurangnya energi.
59 kasus
Kelelahan pada ibu dapat berefek pada
ketidak mampuan ibu mengedan dengan (56,73%) berdasarkan jenis persalinan
benar sehingga dapat memperpanjang risiko tinggi (vakum, forsep, secsio
persalinan apalagi bila uterus sudah tidak caesarea) merupakan penyebab asfiksia,
berkontraksi dengan baik. Hal ini akan dan 45 kasus (43,27%) merupakan risiko
memperbesar kemungkinan bayi lahir rendah (normal, spontan).
dengan asfiksia.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
Hasil analisis variabel ini hasil penelitian yang dilakukan oleh
menyimpulkan bahwa lama persalinan Fahruddin di Rumah Sakit Kabupaten
tidak memiliki hubungan yang signifikan Purworejo tahun 2003, hasilnya
pada kejadian asfiksia pada bayi baru lahir menunjukkan bahwa ibu yang mengalami
di RSWS dan RSUD Syekh Yusuf. persalinan dengan tindakan lebih berisiko
3,12 kali lipat melahirkan bayi asfiksia
Setiap persalinan mempunyai risiko
dibandingkan ibu yang partus normal dan
baik pada ibu maupun janin, berupa
spontan.
kesakitan sampai pada risiko kematian.
Apabila ibu maupun janin dalam kondisi Penelitian lain Tahir dkkdi
yang menyebabkan terjadinya penyulit RSUD kota Palopo tahun 2012 yang
persalinan maka untuk segera menunjukkan bahwa terdapat hubungan
menyelamatkan keduanya, perlu segera yang bermakna antara jenis persalinan
dilakukan persalinan dengan tindakan, dengan kejadin asfiksia neonatorum dan
yaitu persalinan pervaginam dengan suatu ibu yang mengalami partus dengan
tindakan alat bantu tertentu, seperti dengan tindakan berisiko 4,444 kali lipat
forsep, ekstraksi vakum, atau tindakan melahirkan bayi asfiksia dibandingkan ibu
perabdominal yaitu secsio caesarea. yang tidak mengalami partus dengan
tindakan.
Menurut hasil penelitian Sitepu
(2011) jenis persalinan dengan tindakan
Andi Sitti Rahma, Mahdinah Armah Analisis Faktor Risiko Kejadian Asfiksia pada Bayi...

Hasil analisis variabel ini jo”. Semarang: Universitas


menyimpulkan bahwa jenis persalinan Diponegoro.

tidak memiliki hubungan yang signifikan Lee, et. al. 2008. “Risk Factors for
Neonatal Mortality Due to the birth
pada kejadian asfiksia pada bayi baru lahir Asphyxia in Southern Nepal : A
di RSWS dan RSUD Syekh Yusuf (p-value Prospective, Community-Based
Cohort Study”. Journal Pediatrics
>0.05) Vol. 121
No. 5 May 1, 2008.
Amerika:American academic of
PENUTUP pediatric.
Mardiyaningrum, Dwi. 2005. “Hubungan
Kesimpulan
Umur Kehamilan Dengan Kejadian
Berdasarkan analisis di atas, maka Asfiksia Neonatorum di badan
dapat disimpulkan bahwa umur Ibu, usia RSUD Banjarnegara kabupaten
kehamilan, lama persalinan dan jenis Banjarnegara tahun 2005”. Skripsi.
Semarang: Fakultas Kesehatan
persalinan tidak memiliki hubungan yang
Masyarakat Universitas Diponegoro.
signifikan pada kasus asfiksia nenonatorum
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri.
di RS Wahidin Sudirohusodo dan RSUD Ed 2. Jakarta: EGC.
Syekh Yusuf Gowa. Nayeri, Fatemeh. et. all. 2012. “Perinatal
risk factors for neonatal asphyxia in
Vali-eAsr hospital, Tehran-Iran. Iran
J Reprod Med Vol. 10. No.2. pp:
Daftar Pustaka 137-140, March 2012”. Tehran,
Agusyanti. 2012. “Angka Kematian Bayi”. Iran: Breast Feeding Research
Makassar: Departemen Kesehatan Center, Tehran University of
Medical Sciences.
Sulawesi Selatan.
Oxorn, Harry dan William R Forte.
________. 2012. “UpayaPercepatan
Penurunan Kematian Bayi Di Patologi dan Fisiologi persalinan.
Indonesia”. Makassar: Yogyakarta; Yayasan Essentia
Departemen Medica. 2010.
Kesehatan Sulawesi Selatan. Radityo, Adhie Nur, et al., eds. 2012.
“Asfiksia Neonatorum Sebagai
Amir, Idham, et al., eds. 2003. “Gangguan
Fungsi Multi Organ Pada Bayi Faktor Risiko Gagal Ginjal Akut”.
Sari Pediatri, Vol. 13, No. 5,
Asfiksia Berat”. Sari Pediatri, Vol. 5,
Februari 2012. Semarang: Bagian
No. 2, September 2003.
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Fahrudin. 2003. “Analisis Kedokteran Universitas
Beberapa Faktor Risiko Kejadian Diponegoro/RSUP
Asfiksia Neonatorum di Kabupaten
Dr. Kariadi.
Purwore-
Sarosa, Gatot Irawan et al., eds.
2011.“Pengaruh Asfiksia Neonatal
Terhadap Gangguan Pendengaran”.
Sari Pediatri, Vol. 13, No. 1, Juni
2011. Semarang:Bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSUP Dr Kariadi-
Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro.
Sitepu, Neneng Yelis Br, 2011.
“Hubungan Antara Jenis Persalinan
Dengan Kejadian Asfiksia
Neonatorum di RSUD dr.M
Soewandhie”. Surabaya: Program
Studi S1 Kebidanan Fakultas
Kedokteran UNAIR.
Tahir, Rahmah et. a,. 2012. “Risiko Faktor
Persalinan Dengan Kejadian
Asfiksia Neonatorum Di Rumah
Sakit Umum Daerah Sawerigading
Kota Palopo Tahun 2012”.
Makassar: Universitas Hasanuddin.
Wiknjosastro, Gulardi Hanifa. Ilmu
Kebidanan Edisi 4. Jakarta: YBP-SP.
2007.
ZL, Chen. et. all. 2009. “Prenatal Risk
Factors For Neonatal Asphyxia:
How Risk For Each?”. Chinese
Journal of Contemporary Pediatrics
[2009, 11(3):161-165]. Guangdong,
China: Department of Neonatology,
Women and Children's
Health Care Hospital of Dongguang.

Anda mungkin juga menyukai