Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTENSI EMERGENCY

1. KONSEP DASAR
A. Pengertian

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung atau pembuluh
darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan pembuluh darah. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah
sama atau diatas 160/95 dinyatakan sebagai hipertensi. Setiap usia dan jenis kelamin memilki
batasan masing-masing :

1. Pada pria usia < 45 tahun, dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darah waktu
berbaring > 130/90 mmHg.
2. Pada pria usia > 45 tahun, dinyatakan hipertensi bila tekan darahnya > 145/90 mmHg
3. Pada wanita tekanan darah > 160/90 mmHg, dinyatakan hipertensi
(Familia, 2010).

Hipertensi darurat (emergency hypertension) : kenaikan tekanan darah mendadak


(sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolic ≥120 mm Hg) dengan kerusakan organ target yang
bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera, dalam hitungan menit
sampai jam. Tekanan darah yang sangat tinggi dan terdapat kerusakan organ, sehingga tekanan
darah harus diturunkan dengan segera (dalam menit atau jam) agar dapat membatasi kerusakan
yang terjadi. Tingginya tekanan darah untuk dapat dikategorikan sebagai hipertensi darurat
tidaklah mutlak, namun kebanyakan referensi di Indonesia memakan patokan >220/140.

B. Jenis Hipertensi

Dikenal juga keadaan yang disebut krisis hipertensi. Keadaan ini terbagi 2 jenis :

1. Hipertensi emergensi, merupakan hipertensi gawat darurat, takanan darah melebihi 180/120
mmHg disertai salah satu ancaman gangguan fungsi organ, seperti otak, jantung, paru, dan
eklamsia atau lebih rendah dari 180/120mmHg, tetapi dengan salah satu gejala gangguan organ
atas yang sudah nyata timbul.

2. Hipertensi urgensi : tekanan darah sangat tinggi (> 180/120mmHg) tetapi belum ada gejala
seperti diatas. TD tidak harus diturunkan dalam hitungan menit, tetapi dalam hitungan jam
bahkan hitungan hari dengan obat oral.
C. Etiologi
Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana terjadi kondisi
peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang berakibat pada kerusakan organ
target yang progresif. Berbagai sistem organ yang menjadi organ target pada hipertensi
emergensi ini adalah sistem saraf yang dapat mengakibatkan hipertensi ensefalopati,
infark serebral, perdarahan subarakhnoid, perdarahan intrakranial; sistem kardiovaskular
yang dapat mengakibatkan infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru
akut, diseksi aorta; dan sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati,
eklamsia, dan anemia hemolitik mikroangiopatik.

Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:


o Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atautransport Na.
o Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkantekanan darah
meningkat.

o Stress Lingkungan.

o Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua sertapelabaran


pembuluh darah.

o Jenis kelamin: prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun
wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause salah satunya
adalah penyakit jantung koroner. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit
demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari
kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah
kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi
pada wanita umur 45-55 tahun

o Kurang olahraga: olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak


menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang
akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga
menjadi terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena
adanya kondisi tertentu.

o Pola asupan garam dalam diet: badan kesehatan dunia yaitu World Health
Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi
risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih
dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi
natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler
meningkat.
o
Kebiasaan Merokok: merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat
dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya
stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.

D. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak


dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan
dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang
serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi.

Terjadi perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer


bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi
dan daya regang pembuluh darah. Apabila tekanan darah melampaui tonus pembuluh darah
sehingga tidak mampu lagi menahan kenaikan tekanan darah maka akan terjadi udem otak.
Tekanan diastolik yang sangat tinggi memungkinkan pecahnya pembuluh darah otak yang
dapat mengakibatkan kerusakan otak yang irreversible.

Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan menyebabkan
kenaikan after load, sehingga terjadi payah jantung. Sedangkan pada hipertensi kronis hal
ini akan terjadi lebih lambat karena ada mekanisme adaptasi. Penderita feokromositoma
dengan krisis hipertensi akan terjadi pengeluaran norefinefrin yang menetap atau berkala.

Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak
dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu
darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada
biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana
dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama,
tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil
(arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di
dalam darah.
E. Tanda Dan Gejala

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :

Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg 2.

b. Sakit kepala

c. Pusing / migraine

d. Rasa berat ditengkuk

e. Penyempitan pembuluh darah

f. Sukar tidur

g. Lemah dan lelah

h. Nokturia

i. Azotemia

j. Sulit bernafas saat beraktivitas

F. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :

1) Pemeriksaan yang segera seperti :

 Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin): untuk mengkaji hubungan dari sel-sel


terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti:
hipokoagulabilitas, anemia.
 Blood Unit Nitrogen/kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
 Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes Melitus adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran Kadar ketokolamin (meningkatkan hipertensi).
 Kalium serum: Hipokalemia dapat megindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab) atau menjadi efek samping terapi diuretik.
 Kalsium serum : Peningkatan kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi
 Kolesterol dan trigliserid serum : Peningkatan kadar dapat mengindikasikan
pencetus untuk/ adanya pembentukan plak ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
 Pemeriksaan tiroid : Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan
hipertensi

 Kadar aldosteron urin/serum : untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab)


 Urinalisa: Darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.
 Asam urat : Hiperurisemia telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
 Steroid urin : Kenaiakn dapat mengindikasikan hiperadrenalisme
 EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri
ataupun gangguan koroner dengan menunjukan pola regangan, dimana luas,
peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
 Foto dada: apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah pengobatan terlaksana)
untuk menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung.

b. Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang
pertama ) :

 IVP :Dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim ginjal,


batu ginjal / ureter.
 CT Scan: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.
 IUP: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
 (USG) untuk melihat struktur ginjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis pasien

G. Penatalaksanaan Medis

Pada hipertensi darurat (emergency) dengan komplikasi seperti hipertensi


emergensi dengan penyakit payah jantung, maka memerlukan pemilihan obat yang tepat
sehingga tidak memperparah keadaannya.

Komplikasi Obat Pilihan Target Tekanan Darah


Diseksi aorta Nitroprusside + esmolol SBP 110-120 sesegera
mungkin
AMI, iskemia Nitrogliserin, nitroprusside, Sekunder untuk bantuan
nicardipine iskemia
Edema paru Nitroprusside, nitrogliserin, 10% -15% dalam 1-2 jam
labetalol
GangguanGinjal Fenoldopam, nitroprusside, 20% -25% dalam 2-3 jam
labetalol
Kelebihan katekolaminPhentolamine, labetalol 10% -15% dalam 1-2 jam
Hipertensi ensefalopatiNitroprusside 20% -25% dalam 2-3 jam
Subarachnoid Nitroprusside, nimodipine, 20% -25% dalam 2-3 jam
hemorrhage nicardipine
Stroke Iskemik Nicardipine 0% -20% dalam 6-12 jam

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

a. Identitas

1) Pasien, meliputi : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan, Agama, Bangsa.
2) Penanggung Jawab : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan, Agama, Bangsa
dan hubungan dengan pasien.

b. Pengkajian Primer

1) Airway
Kaji :

· Bersihan jalan nafas

· Adanya/ tidaknya jalan nafas

· Distres pernafasan

· Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring

2) Breathing
Kaji :

· Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada

· Suara nafas melalui hidung atau mulut

· Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas

3) Circulation
Kaji :

· Denyut nadi karotis

· Tekanan darah

· Warna kulit, kelembapan kulit

· Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal

4) Disability
Kaji :

· Tingkat kesadaran

· Gerakan ekstremitas

· GCS ( Glasgow Coma Scale )

· Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya

5) Eksposure
Kaji :
· Tanda-tanda trauma yang ada. ( Muslicha : 45-46 )

c. Dasar Data Pengkajian

1) Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton

Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, Takipnea

2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler

Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu dingin

3) Integritas Ego

Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, Factor stress multipel
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang meledak,
otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara

4) Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu

5) Makanan/Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan
kolesterol

Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema

6) Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut, gangguan
penglihatan, episode epistaksis

Tanda :, perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optic

7) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri abdomen

8) Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal
proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok
Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas tambahan,
sianosis

9) Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi postura

10) Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM , penyakit
ginjal Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormone.

B. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 otak menurun

b. Perubahan pola napas berhubungan dengan Penurunan ekspansi paru

c. Penurunan COP berhubungan dengan Penurunan O2 miokrdium

d. Resiko injury berhubungan dengan diplopia

e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik

C. Intervensi Keperawatan

a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan O2 otak menurun

Tujuan : gangguan perfusi jaringan dapat diatasi

Kriteria hasil :

· Fungsi sensori dan motorik membaik

· Mampu mempertahankan tingkat

Intervensi :

1) Pantau TTV tiap jam dan catat hasilnya

R : Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti dengan penurunan tekanan


darah diastolik merupakan tanda peningkatan TIK. Napas tidak teratur menunjukkan
adanya peningkatan TIK

2) Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana

R : Mampu mengetahui tingkat respon motorik pasien.

3) Pantau status neurologis secara teratur

R : Mencegah/menurunkan atelektasis
4) Dorong latihan kaki aktif/ pasif

R : Menurunkan statis vena

5) Pantau pemasukan dan pengeluaran haluaran urin

R : Penurunan atau pemasukan mual terus menerus dapat menyebabkan


penurunan volume sirkulasi

6) Beri obat sesuai indikasi, misal : Caumadin

R : Menurunkan resiko trombofeblitis

b. Perubahan pola napas berhubungan dengan Penurunan ekspansi paru

Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola napas

Kriteria hasil : Memperhatikan pola napas normal/efektif, bebas sianosis dengan GDA dalam
batas normal pasien

Intervensi :

1) Auskultasi suara napas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara


suara tambahan yg tidak normal

R : Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru

2) Pantau frekuensi,irama,kedalaman pernapasan, catat ketidakteraturan pernapasan

R : Perubahan dapat menunjukan komplikasi pulmonal/menandakan


lokasi/luasnya keterlibatan otak.

3) Berikan oksigen sesuai indikasi

R : Mencegah hipoksia, jika pusat pernapasan tertekan.

4) Anjurkan pasien untuk latihan napas dalam yang efektif jika pasien sadar

R : Mencegah/menurunkan atelektasis

5) Kaji TTV tiap hari

R : Mengetahui perubahan status kesehatan

c. Penurunan COP berhubungan dengan Penurunan O2 miokrdium


Tujuan : Menurunkan beban kerja jantung

Kriteria hasil :

· Berpartisipasi dalam menurunkan TD

· Mempertahankan TD dalam rentan yang dapat diterima

Intervensi :

1) Pantau TTV tiap jam dan catat hasilnya

R : Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti dengan penurunan tekanan darah
diastolik merupakan tanda peningkatan TIK. Napas tidak teratur menunjukkan adanya
peningkatan TIK

2) Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana

R : Mampu mengetahui tingkat respon motorik pasien.

3) Catat keberadaan denyutan sentral dan perifer

R : Denyutan karotis, jugularis, radialis, femoralis mungkin menurun mencerminkan efek


vasokontriksi.

4) Auskultasi tonus jantung

R : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat

5) Amati warna kulit, kelembapan suhu dan masa pengisian kapiler

R : Adanya pucat, dingin, kulit lembap dan masa pengisian kapiler lambat mungkin
berkaitan dengan vasokontriksi atau mencerminkan dekompensasi atau penurunan COP

6) Berikan obat-obat sesuai indikasi, misal : deuretik tiyazid

R : Tiyazid mungkin digunakan sendiri atau dicampur dengan obat lain untuk
menurunkan tekanan darah.

d. Resiko injury berhubungan dengan diplopia

Tujuan : Resiko injuri berkurang

Kriteria hasil : Pasien merasa tenang dan tidak takut jatuh

Intervensi :
1) Atur posisi pasien agar aman.

R : Menurunkan resiko injuri

2) Pertahankan tirah baring secara ketat

R : Pasien mungkin merasa tidak dapat beristirahat atau perlu untuk bergerak

3) Atur kepala taruh diatas daerah yang empuk ( lunak )

R : Menurunkan resiko trauma secara fisik

e. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan

Kriteria hasil : Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur

Intervensi :

1) Kaji respon pasien terhadap aktifitas, parhatikan frekuensi nadi, dispnea atai nyeri
dada, keletihan dan kelemahan yang berlebihan, diaforesis, pusing atau pingsan

R : Menyebutkan parameter membantu dlam mengkaji respons fisiologi terhadap


stres aktifitas dan bila ada merupakan indikator dari kelebihan kerja yang berkaitan
dengan tingkat aktifitas

2) Instruksikan pasien tentang tehnik penghematan energi

R : Tehnik menghemat energi mengurangi penggunaan energi juga


membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

3) Berikan dorongan untuk melakukan aktifitas/perawatan diri bertahap jika dapat


ditoleransi, berikan bantuan sesuai kebutuhan.

R : Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba tiba.


Memberikan bentuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam
melakukan aktifitas.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Sofia dan Digi Familia (2010). Hidup Bahagia dengan Hipertensi. A+Plus Books,
Yogyakarta. Diakses pada 02 Desember 2017: https://kupdf.com/download/lp-ht-
emergency_5a21ee2ee2b6f51325d40d50_pdf

Huda, Kusuma Hardhi (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 1. Mediaction, Yogyakarta
http://alamipedia.com/penatalaksanaan-krisis-hipertensi/
http://www.pojok-science.com/penatalaksanaan-hipertensi-emergensi/
https://hellosehat.com/penyakit/hipertensi-darah-tinggi/

Huda, Kusuma Hardhi (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 1. Mediaction, Yogyakarta
LAPORAN PENDAHULUAN
TERAPI ANTI HIPERTENSI

A. Definisi
Anti hipertensi adalah obat untuk menurunkan tekanan darah tinggi.
Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas
akibat TD tinggi. Ini berarti TD harus diturunkan serendah mungkin yang tidak mengganggu fungsi
ginjal, otak, jantung, maupun kualitas hidup, sambil dilakukan pengendalian faktor-faktor resiko
kardio vascular lainnya.
Manfaat terapi hipertensi yaitu menurunkan TD dengan antihipertensi (AH) telah terbukti
menurunkan morbiditas dan mortalitas kardio vascular, yaitu stroke, iskemia jantung, gagal jantung
kongestif, dan memberatnya hipertensi.

B. Klasifikasi Obat Anti Hipertensi


Obat antihipertensi dikelompokkan menjadi
1. Diuretik : Diuretik tiazid, Loop Diuretik, dll
2. Antiadrenergik : antiadrenergik sentral, antriadrenergik perifer, bloker alfa dan beta.
3. Vasodilator : penghambat ACE, Bloker pintu masuk kalsium, dan Vasodilator langsung.

Mekanisme kerja Obat hipertensi dan cara kerjanya dapat dibagi dalam beberapa jenis yaitu:
 Meningkatkan pengeluaran air dalam tubuh : Diuretika
 Memperlambat kerja jantung :Beta-blokers)
 Memperlebar pembuluh : Vaso dialtor langsung(di/hidralazim,minoxidil),antagonis
kalsium,penghambat ACE dan AT II-blocker
 Menstimulasi SSP : alfa-2 agonis sentral seperti kronidin dan moxonidin,metil-
dopa,guanfanin dan resepin.
 Mengurangi pengaruh SSO terhadap jantung dan pembuluh, yakni
 Alfa-1-blockers:derivate quinazolin
(prazosin, doxasosin, terazosin, alfuzosin,tamsulozin), ketanserin (ketansin), dan urapidil
(ebrantil).
 Alfa-1 dan 2-blockers : fentolamin,
 Beta blockers : propranolol, atenolol, metoprolol, pindolol, bisoprolol,timolol, dll.
 Alfa/beta-blockers: labetolol dan carvedilol (Eu-cardic).

berdasarkan aksinya, obat anti hipertensi diklasifikasikan dalam beberapa jenis, yaitu :
1. Diuretik
Bekerja melalui berbagai mekanisme untuk meningkatkan ekskresi natrium, air
klorida, sehingga dapat menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler.
Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah.
Berikut jenis antihipertensi yang termasuk pada kategori Antagonis Reseptor Beta :
a. Furosemide
Nama paten : Cetasix, farsix, furostic, impungsn, kutrix, Lasix, salurix, uresix.
Sediaan obat : Tablet, capsul, injeksi.
Mekanisme kerja : mengurangi reabsorbsi aktif NaCl dalam lumen tubuli ke
dalam intersitium pada ascending limb of henle.
Indikasi : Edema paru akut, edema yang disebabkan penyakit jantung
kongesti, sirosis hepatis, nefrotik sindrom, hipertensi.
Kontraindikasi : wanita hamil dan menyusui
Efek samping : pusing. Lesu, kaku otot, hipotensi, mual, diare.
Interaksi obat : indometasin menurunkan efek diuretiknya, efek
ototoksit meningkat bila diberikan bersama aminoglikosid. Tidak boleh
diberikan bersama asam etakrinat. Toksisitas silisilat meningkat bila diberikan
bersamaan.
Dosis : Dewasa 40 mg/hr
Anak 2 – 6 mg/kgBB/hr

b. HCT (Hydrochlorothiaside)
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : mendeplesi (mengosongkan) simpanan natrium
sehingga volume darah, curah jantung dan tahanan vaskuler perifer menurun.
Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna.
Didistribusi keseluruh ruang ekstrasel dan hanya ditimbun dalam jaringan
ginjal.
Indikasi : digunakan untuk mengurangi udema akibat gagal jantung,
cirrhosis hati, gagal ginjal kronis, hipertensi.
Kontraindikasi : hypokalemia, hypomagnesemia, hyponatremia,
hipertensi pada kehamilan.
Dosis : Dewasa 25 – 50 mg/hr
Anak 0,5 – 1,0 mg/kgBB/12 – 24 jam

2. Antagonis Reseptor- Beta


Bekerja pada reseptor Beta jantung untuk menurunkan kecepatan denyut dan curah
jantung.
Berikut jenis antihipertensi yang termasuk pada kategori Antagonis Reseptor Beta :
a. Asebutol (Beta bloker)
Nama Paten : sacral, corbutol,sectrazide.
Sediaan obat : tablet, kapsul.
Mekanisme kerja : menghambat efek isoproterenol, menurunkan aktivitas
renin, menurunka outflow simpatetik perifer.
Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia,feokromositoma, kardiomiopati
obtruktif hipertropi, tirotoksitosis.
Kontraindikasi : gagal jantung, syok kardiogenik, asma, diabetes mellitus,
bradikardia, depresi.
Efek samping : mual, kaki tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, lesu
Interaksi obat : memperpanjang keadaan hipoglikemia bila diberi bersama
insulin. Diuretic tiazid meningkatkan kadar trigleserid dan asam urat bila
diberi bersaa alkaloid ergot. Depresi nodus AV dan SA meningkat bila
diberikan bersama dengan penghambat kalsium
Dosis : 2 x 200 mg/hr (maksimal 800 mg/hr).

b. Atenolol (Beta bloker)


Nama paten : Betablok, Farnomin, Tenoret, Tenoretic, Tenormin, internolol.
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : pengurahan curah jantung disertai vasodilatasi perifer,
efek pada reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin akibat
aktivasi adrenoseptor di ginjal.
Indikasi : hipertensi ringan – sedang, aritmia
Kontraindikasi : gangguan konduksi AV, gagal jantung tersembunyi,
bradikardia, syok kardiogenik, anuria, asma, diabetes.
Efek samping : nyeri otot, tangan kaki rasa dingin, lesu, gangguan tidur,
kulit kemerahan, impotensi.
Interaksi obat : efek hipoglikemia diperpanjang bila diberikan bersama
insulin. Diuretik tiazid meningkatkan kadar trigliserid dan asam urat. Iskemia
perifer berat bila diberi bersama alkaloid ergot.
Dosis : 2 x 40 – 80 mg/hr

c. Metoprolol (Beta bloker)


Nama paten : Cardiocel, Lopresor, Seloken, Selozok
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : pengurangan curah jantung yang diikuti vasodilatasi perifer,
efek pada reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin akibat
aktivasi adrenoseptor beta 1 di ginjal.
Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu paruhnya
pendek, dan dapat diberikan beberapa kali sehari.
Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat perangsangan
simpatik, sehingga menurunkan denyut jantung dan tekanan darah.
Penghambat beta dapat menembus barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI.
Indikasi : hipertensi, miokard infard, angina pektoris
Kontraindikasi : bradikardia sinus, blok jantung tingkat II dan III, syok
kardiogenik, gagal jantung tersembunyi
Efek samping : lesu, kaki dan tangan dingin, insomnia, mimpi buruk, diare
Interaksi obat : reserpine meningkatkan efek antihipertensinya
Dosis : 50 – 100 mg/kg.

d. Propranolol (Beta bloker)


Nama paten : Blokard, Inderal, Prestoral
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : tidak begitu jelas, diduga karena menurunkan curah
jantung, menghambat pelepasan renin di ginjal, menghambat tonus simpatetik
di pusat vasomotor otak.
Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna. Waktu paruhnya
pendek, dan dapat diberikan beberapa kali sehari. Sangat mudah berikatan
dengan protein dan akan bersaing dengan obat – obat lain yang juga sangat
mudah berikatan dengan protein.
Farmakodinamik : penghambat adrenergic beta menghambat perangsangan
simpatik, sehingga menurunkan denyut jantung dan tekanan darah.
Penghambat beta dapat menembus barrier plasenta dan dapat masuk ke ASI.
Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia jantung, migren, stenosis
subaortik hepertrofi, miokard infark, feokromositoma
Kontraindikasi : syok kardiogenik, asma bronkial, brikadikardia dan blok
jantung tingkat II dan III, gagal jantung kongestif. Hati – hati pemberian pada
penderita biabetes mellitus, wanita haminl dan menyusui.
Efek samping : bradikardia, insomnia, mual, muntah, bronkospasme,
agranulositosis, depresi.
Interaksi obat : hati – hati bila diberikan bersama dengan reserpine karena
menambah berat hipotensi dan kalsium antagonis karena menimbulkan
penekanan kontraktilitas miokard. Henti jantung dapat terjadi bila diberikan
bersama haloperidol. Fenitoin, fenobarbital, rifampin meningkatkan kebersihan
obat ini. Simetidin menurunkan metabolism propranolol. Etanolol menurukan
absorbsinya.
Dosis : dosis awal 2 x 40 mg/hr, diteruskan dosis pemeliharaan.

3. Antagonis Reseptor - Alfa


Menghambat reseptor alfa diotot polos vaskuler yang secara normal berespon
terhadap rangsangan simpatis dengan vasokonstriksi.
Berikut jenis antihipertensi yang termasuk pada kategori Kalsium Antagonis:
a. Klonidin (alfa antagonis)
Nama paten : Catapres, dixarit
Sediaan obat : Tablet, injeksi.
Mekanisme kerja : menghambat perangsangan saraf adrenergic di SSP.
Indikasi : hipertensi, migren
Kontraindikasi : wanita hamil, penderita yang tidak patuh.
Efek samping : mulut kering, pusing mual, muntah, konstipasi.
Interaksi obat : meningkatkan efek antihistamin, andidepresan, antipsikotik,
alcohol. Betabloker meningkatkan efek antihipertensinya.
Dosis : 150 – 300 mg/hr.

4. Kalsium Antagonis
Menurunkan kontraksi otot polos jantung dan atau arteri dengan mengintervensi
influks kalsium yang dibutuhkan untuk kontraksi. Penghambat kalsium memiliki
kemampuan yang berbeda-beda dalam menurunkan denyut jantung. Volume
sekuncup dan resistensi perifer.
Berikut jenis antihipertensi yang termasuk pada kategori Kalsium Antagonis:
a. Diltiazem (kalsium antagonis)
Nama paten : Farmabes, Herbeser, Diltikor.
Sediaan obat : Tablet, kapsul
Mekanisme kerja : menghambat asupan, pelepasan atau kerja kalsium melalui
slow cannel calcium.
Indikasi : hipertensi, angina pectoris, MCI, penyakit vaskuler perifer.
Kontraindikasi : wanita hamil dan menyusui, gagal jantung.
Efek samping : bradikardia, pusing, lelah, edema kaki, gangguan saluran cerna.
Interaksi obat : menurunkan denyut jantung bila diberikan bersama beta bloker.
Efek terhadap konduksi jantung dipengaruhi bila diberikan bersama amiodaron
dan digoksin. Simotidin meningkatkan efeknya.
Dosis : 3 x 30 mg/hr sebelum makan

b. Nifedipin (antagonis kalsium)


Nama paten : Adalat, Carvas, Cordalat, Coronipin, Farmalat, Nifecard,
Vasdalat.
Sediaan obat : Tablet, kaplet
Mekanisme kerja : menurunkan resistensi vaskuler perifer, menurunkan
spasme arteri coroner.
Indikasi : hipertensi, angina yang disebabkan vasospasme coroner, gagal
jantung refrakter.
Kontraindikasi : gagal jantung berat, stenosis berat, wanita hamil dan
menyusui.
Efek samping : sakit kepala, takikardia, hipotensi, edema kaki.
Interaksi obat : pemberian bersama beta bloker menimbulkan hipotensi berat
atau eksaserbasi angina. Meningkatkan digitalis dalam darah. Meningkatkan
waktu protombin bila diberikan bersama antikoagulan. Simetidin
meningkatkan kadarnya dalam plasma.
Dosis : 3 x 10 mg/hr

c. Verapamil (Antagonis kalsium)


Nama paten : Isoptil
Sediaan obat : Tablet, injeksi
Mekanisme kerja : menghambat masuknya ion Ca ke dalam sel otot jantung
dan vaskuler sistemik sehingga menyebabkan relaksasi arteri coroner, dan
menurunkan resistensi perifer sehingga menurunkan penggunaan oksigen.
Indikasi : hipertensi, angina pectoris, aritmia jantung, migren.
Kontraindikasi : gangguan ventrikel berat, syok kardiogenik, fibrilasi, blok
jantung tingkat II dan III, hipersensivitas.
Efek samping : konstipasi, mual, hipotensi, sakit kepala, edema, lesu, dipsnea,
bradikardia, kulit kemerahan.
Interaksi obat : pemberian bersama beta bloker bias menimbulkan efek
negative pada denyut, kondiksi dan kontraktilitas jantung. Meningkatkan kadar
digoksin dalam darah. Pemberian bersama antihipertensi lain menimbulkan
efek hipotensi berat. Meningkatkan kadar karbamazepin, litium, siklosporin.
Rifampin menurunkan efektivitasnya. Perbaikan kontraklitas jantung bila
diberi bersama flekaind dan penurunan tekanan darah yang berate bila diberi
bersama kuinidin. Fenobarbital nemingkatkan kebersihan obat ini.
Dosis : 3 x 80 mg/hr

5. ACE inhibitor
Berfungsi untuk menurunkan angiotensin II dengan menghambat enzim yang
diperlukan untuk mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Hal ini
menurunkan tekanan darah baik secara langsung menurunkan resisitensi perifer. Dan
angiotensin II diperlukan untuk sintesis aldosteron, maupun dengan meningkatkan
pengeluaran netrium melalui urine sehingga volume plasma dan curah jantung
menurun.
Berikut jenis antihipertensi yang termasuk pada kategori ACE inhibitor :
a. Kaptopril
Nama paten : Capoten
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga
menurunkan angiotensin II yang berakibat menurunnya pelepasan renin dan
aldosterone.
Indikasi : hipertensi, gagal jantung.
Kontraindikasi : hipersensivitas, hati – hati pada penderita dengan riwayat
angioedema dan wanita menyusui.
Efek samping : batuk, kulit kemerahan, konstipasi, hipotensi, dyspepsia,
pandangan kabur, myalgia.
Interaksi obat : hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretika. Tidak
boleh diberikan bersama dengan vasodilator seperti nitrogliserin atau preparat
nitrat lain. Indometasin dan AINS lainnya menurunkan efek obat ini.
Meningkatkan toksisitas litium.
Dosis : 2 – 3 x 25 mg/hr.

b. Lisinopril
Nama paten : Zestril
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga
perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II terganggu, mengakibatkan
menurunnya aktivitas vasopressor dan sekresi aldosterone.
Indikasi : hipertensi
Kontraindikasi : penderita dengan riwayat angioedema, wanita hamil,
hipersensivitas.
Efek samping : batuk, pusing, rasa lelah, nyeri sendi, bingung, insomnia,
pusing.
Interaksi obat : efek hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretic.
Indomitasin meningkatkan efektivitasnya. Intoksikasi litium meningkat bila
diberikan bersama.
Dosis : awal 10 mg/hr

c. Ramipril
Nama paten : Triatec
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga
perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II terganggu, mengakibatkan
menurunnya aktivitas vasopressor dan sekresi aldosterone.
Indikasi : hipertensi
Kontraindikasi : penderita dengan riwayat angioedema, hipersensivitas. Hati –
hati pemberian pada wanita hamil dan menyusui.
Efek samping : batuk, pusing, sakit kepala, rasa letih, nyeri perut, bingung,
susah tidur.
Interaksi obat : hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretika.
Indometasin menurunkan efektivitasnya. Intoksitosis litiumm meningkat.
Dosis : awal 2,5 mg/hr

6. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot
polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin,
Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini
adalah : sakit kepala dan pusing.
Berikut jenis antihipertensi yang termasuk pada kategori Vasodilator :
a. Hidralazin
Nama paten : Aproseline
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : merelaksasi otot polos arteriol sehingga resistensi perifer
menurun, meningkatkan denyut jantung.
Indikasi : hipertensi, gagal jantung.
Kontraindikasi : gagal ginjal, penyakit reumatik jantung.
Efek samping : sakit kepala, takikardia, gangguan saluran cerna, muka merah,
kulit kemerahan.
Interaksi obat : hipotensi berat terjadi bila diberikan bersama diazodsid.
Dosis : 50 mg/hr, dibagi 2 – 3 dosis.

DAFTAR PUSTAKA

www.acamdemia.edu/9660005/Anti_Hipertensi_-_Farmacologhy

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN LAWANG

Anda mungkin juga menyukai