HIPERTENSI EMERGENCY
1. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung atau pembuluh
darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan pembuluh darah. Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO), memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah
sama atau diatas 160/95 dinyatakan sebagai hipertensi. Setiap usia dan jenis kelamin memilki
batasan masing-masing :
1. Pada pria usia < 45 tahun, dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darah waktu
berbaring > 130/90 mmHg.
2. Pada pria usia > 45 tahun, dinyatakan hipertensi bila tekan darahnya > 145/90 mmHg
3. Pada wanita tekanan darah > 160/90 mmHg, dinyatakan hipertensi
(Familia, 2010).
B. Jenis Hipertensi
Dikenal juga keadaan yang disebut krisis hipertensi. Keadaan ini terbagi 2 jenis :
1. Hipertensi emergensi, merupakan hipertensi gawat darurat, takanan darah melebihi 180/120
mmHg disertai salah satu ancaman gangguan fungsi organ, seperti otak, jantung, paru, dan
eklamsia atau lebih rendah dari 180/120mmHg, tetapi dengan salah satu gejala gangguan organ
atas yang sudah nyata timbul.
2. Hipertensi urgensi : tekanan darah sangat tinggi (> 180/120mmHg) tetapi belum ada gejala
seperti diatas. TD tidak harus diturunkan dalam hitungan menit, tetapi dalam hitungan jam
bahkan hitungan hari dengan obat oral.
C. Etiologi
Hipertensi emergensi merupakan spektrum klinis dari hipertensi dimana terjadi kondisi
peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol yang berakibat pada kerusakan organ
target yang progresif. Berbagai sistem organ yang menjadi organ target pada hipertensi
emergensi ini adalah sistem saraf yang dapat mengakibatkan hipertensi ensefalopati,
infark serebral, perdarahan subarakhnoid, perdarahan intrakranial; sistem kardiovaskular
yang dapat mengakibatkan infark miokard, disfungsi ventrikel kiri akut, edema paru
akut, diseksi aorta; dan sistem organ lainnya seperti gagal ginjal akut, retinopati,
eklamsia, dan anemia hemolitik mikroangiopatik.
o Stress Lingkungan.
o Jenis kelamin: prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun
wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause salah satunya
adalah penyakit jantung koroner. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit
demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari
kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah
kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi
pada wanita umur 45-55 tahun
o Pola asupan garam dalam diet: badan kesehatan dunia yaitu World Health
Organization (WHO) merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi
risiko terjadinya hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih
dari 100 mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi
natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler
meningkat.
o
Kebiasaan Merokok: merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat
dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya
stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.
D. Patofisiologi
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi.
Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan menyebabkan
kenaikan after load, sehingga terjadi payah jantung. Sedangkan pada hipertensi kronis hal
ini akan terjadi lebih lambat karena ada mekanisme adaptasi. Penderita feokromositoma
dengan krisis hipertensi akan terjadi pengeluaran norefinefrin yang menetap atau berkala.
Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak
dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu
darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada
biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana
dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama,
tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil
(arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di
dalam darah.
E. Tanda Dan Gejala
b. Sakit kepala
c. Pusing / migraine
f. Sukar tidur
h. Nokturia
i. Azotemia
F. Pemeriksaan Penunjang
b. Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang
pertama ) :
G. Penatalaksanaan Medis
A. Pengkajian
a. Identitas
1) Pasien, meliputi : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan, Agama, Bangsa.
2) Penanggung Jawab : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan, Agama, Bangsa
dan hubungan dengan pasien.
b. Pengkajian Primer
1) Airway
Kaji :
· Distres pernafasan
2) Breathing
Kaji :
3) Circulation
Kaji :
· Tekanan darah
4) Disability
Kaji :
· Tingkat kesadaran
· Gerakan ekstremitas
5) Eksposure
Kaji :
· Tanda-tanda trauma yang ada. ( Muslicha : 45-46 )
1) Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler
Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu dingin
3) Integritas Ego
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, Factor stress multipel
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang meledak,
otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara
4) Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
5) Makanan/Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan
kolesterol
6) Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut, gangguan
penglihatan, episode epistaksis
7) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri abdomen
8) Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal
proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok
Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas tambahan,
sianosis
9) Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi postura
10) Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM , penyakit
ginjal Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormone.
B. Diagnosa Keperawatan
C. Intervensi Keperawatan
Kriteria hasil :
Intervensi :
R : Mencegah/menurunkan atelektasis
4) Dorong latihan kaki aktif/ pasif
Kriteria hasil : Memperhatikan pola napas normal/efektif, bebas sianosis dengan GDA dalam
batas normal pasien
Intervensi :
4) Anjurkan pasien untuk latihan napas dalam yang efektif jika pasien sadar
R : Mencegah/menurunkan atelektasis
Kriteria hasil :
Intervensi :
R : Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti dengan penurunan tekanan darah
diastolik merupakan tanda peningkatan TIK. Napas tidak teratur menunjukkan adanya
peningkatan TIK
R : Adanya pucat, dingin, kulit lembap dan masa pengisian kapiler lambat mungkin
berkaitan dengan vasokontriksi atau mencerminkan dekompensasi atau penurunan COP
R : Tiyazid mungkin digunakan sendiri atau dicampur dengan obat lain untuk
menurunkan tekanan darah.
Intervensi :
1) Atur posisi pasien agar aman.
R : Pasien mungkin merasa tidak dapat beristirahat atau perlu untuk bergerak
Kriteria hasil : Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur
Intervensi :
1) Kaji respon pasien terhadap aktifitas, parhatikan frekuensi nadi, dispnea atai nyeri
dada, keletihan dan kelemahan yang berlebihan, diaforesis, pusing atau pingsan
Dewi, Sofia dan Digi Familia (2010). Hidup Bahagia dengan Hipertensi. A+Plus Books,
Yogyakarta. Diakses pada 02 Desember 2017: https://kupdf.com/download/lp-ht-
emergency_5a21ee2ee2b6f51325d40d50_pdf
Huda, Kusuma Hardhi (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 1. Mediaction, Yogyakarta
http://alamipedia.com/penatalaksanaan-krisis-hipertensi/
http://www.pojok-science.com/penatalaksanaan-hipertensi-emergensi/
https://hellosehat.com/penyakit/hipertensi-darah-tinggi/
Huda, Kusuma Hardhi (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 1. Mediaction, Yogyakarta
LAPORAN PENDAHULUAN
TERAPI ANTI HIPERTENSI
A. Definisi
Anti hipertensi adalah obat untuk menurunkan tekanan darah tinggi.
Tujuan pengobatan hipertensi adalah untuk mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas
akibat TD tinggi. Ini berarti TD harus diturunkan serendah mungkin yang tidak mengganggu fungsi
ginjal, otak, jantung, maupun kualitas hidup, sambil dilakukan pengendalian faktor-faktor resiko
kardio vascular lainnya.
Manfaat terapi hipertensi yaitu menurunkan TD dengan antihipertensi (AH) telah terbukti
menurunkan morbiditas dan mortalitas kardio vascular, yaitu stroke, iskemia jantung, gagal jantung
kongestif, dan memberatnya hipertensi.
Mekanisme kerja Obat hipertensi dan cara kerjanya dapat dibagi dalam beberapa jenis yaitu:
Meningkatkan pengeluaran air dalam tubuh : Diuretika
Memperlambat kerja jantung :Beta-blokers)
Memperlebar pembuluh : Vaso dialtor langsung(di/hidralazim,minoxidil),antagonis
kalsium,penghambat ACE dan AT II-blocker
Menstimulasi SSP : alfa-2 agonis sentral seperti kronidin dan moxonidin,metil-
dopa,guanfanin dan resepin.
Mengurangi pengaruh SSO terhadap jantung dan pembuluh, yakni
Alfa-1-blockers:derivate quinazolin
(prazosin, doxasosin, terazosin, alfuzosin,tamsulozin), ketanserin (ketansin), dan urapidil
(ebrantil).
Alfa-1 dan 2-blockers : fentolamin,
Beta blockers : propranolol, atenolol, metoprolol, pindolol, bisoprolol,timolol, dll.
Alfa/beta-blockers: labetolol dan carvedilol (Eu-cardic).
berdasarkan aksinya, obat anti hipertensi diklasifikasikan dalam beberapa jenis, yaitu :
1. Diuretik
Bekerja melalui berbagai mekanisme untuk meningkatkan ekskresi natrium, air
klorida, sehingga dapat menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler.
Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah.
Berikut jenis antihipertensi yang termasuk pada kategori Antagonis Reseptor Beta :
a. Furosemide
Nama paten : Cetasix, farsix, furostic, impungsn, kutrix, Lasix, salurix, uresix.
Sediaan obat : Tablet, capsul, injeksi.
Mekanisme kerja : mengurangi reabsorbsi aktif NaCl dalam lumen tubuli ke
dalam intersitium pada ascending limb of henle.
Indikasi : Edema paru akut, edema yang disebabkan penyakit jantung
kongesti, sirosis hepatis, nefrotik sindrom, hipertensi.
Kontraindikasi : wanita hamil dan menyusui
Efek samping : pusing. Lesu, kaku otot, hipotensi, mual, diare.
Interaksi obat : indometasin menurunkan efek diuretiknya, efek
ototoksit meningkat bila diberikan bersama aminoglikosid. Tidak boleh
diberikan bersama asam etakrinat. Toksisitas silisilat meningkat bila diberikan
bersamaan.
Dosis : Dewasa 40 mg/hr
Anak 2 – 6 mg/kgBB/hr
b. HCT (Hydrochlorothiaside)
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : mendeplesi (mengosongkan) simpanan natrium
sehingga volume darah, curah jantung dan tahanan vaskuler perifer menurun.
Farmakokinetik : diabsorbsi dengan baik oleh saluran cerna.
Didistribusi keseluruh ruang ekstrasel dan hanya ditimbun dalam jaringan
ginjal.
Indikasi : digunakan untuk mengurangi udema akibat gagal jantung,
cirrhosis hati, gagal ginjal kronis, hipertensi.
Kontraindikasi : hypokalemia, hypomagnesemia, hyponatremia,
hipertensi pada kehamilan.
Dosis : Dewasa 25 – 50 mg/hr
Anak 0,5 – 1,0 mg/kgBB/12 – 24 jam
4. Kalsium Antagonis
Menurunkan kontraksi otot polos jantung dan atau arteri dengan mengintervensi
influks kalsium yang dibutuhkan untuk kontraksi. Penghambat kalsium memiliki
kemampuan yang berbeda-beda dalam menurunkan denyut jantung. Volume
sekuncup dan resistensi perifer.
Berikut jenis antihipertensi yang termasuk pada kategori Kalsium Antagonis:
a. Diltiazem (kalsium antagonis)
Nama paten : Farmabes, Herbeser, Diltikor.
Sediaan obat : Tablet, kapsul
Mekanisme kerja : menghambat asupan, pelepasan atau kerja kalsium melalui
slow cannel calcium.
Indikasi : hipertensi, angina pectoris, MCI, penyakit vaskuler perifer.
Kontraindikasi : wanita hamil dan menyusui, gagal jantung.
Efek samping : bradikardia, pusing, lelah, edema kaki, gangguan saluran cerna.
Interaksi obat : menurunkan denyut jantung bila diberikan bersama beta bloker.
Efek terhadap konduksi jantung dipengaruhi bila diberikan bersama amiodaron
dan digoksin. Simotidin meningkatkan efeknya.
Dosis : 3 x 30 mg/hr sebelum makan
5. ACE inhibitor
Berfungsi untuk menurunkan angiotensin II dengan menghambat enzim yang
diperlukan untuk mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Hal ini
menurunkan tekanan darah baik secara langsung menurunkan resisitensi perifer. Dan
angiotensin II diperlukan untuk sintesis aldosteron, maupun dengan meningkatkan
pengeluaran netrium melalui urine sehingga volume plasma dan curah jantung
menurun.
Berikut jenis antihipertensi yang termasuk pada kategori ACE inhibitor :
a. Kaptopril
Nama paten : Capoten
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga
menurunkan angiotensin II yang berakibat menurunnya pelepasan renin dan
aldosterone.
Indikasi : hipertensi, gagal jantung.
Kontraindikasi : hipersensivitas, hati – hati pada penderita dengan riwayat
angioedema dan wanita menyusui.
Efek samping : batuk, kulit kemerahan, konstipasi, hipotensi, dyspepsia,
pandangan kabur, myalgia.
Interaksi obat : hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretika. Tidak
boleh diberikan bersama dengan vasodilator seperti nitrogliserin atau preparat
nitrat lain. Indometasin dan AINS lainnya menurunkan efek obat ini.
Meningkatkan toksisitas litium.
Dosis : 2 – 3 x 25 mg/hr.
b. Lisinopril
Nama paten : Zestril
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga
perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II terganggu, mengakibatkan
menurunnya aktivitas vasopressor dan sekresi aldosterone.
Indikasi : hipertensi
Kontraindikasi : penderita dengan riwayat angioedema, wanita hamil,
hipersensivitas.
Efek samping : batuk, pusing, rasa lelah, nyeri sendi, bingung, insomnia,
pusing.
Interaksi obat : efek hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretic.
Indomitasin meningkatkan efektivitasnya. Intoksikasi litium meningkat bila
diberikan bersama.
Dosis : awal 10 mg/hr
c. Ramipril
Nama paten : Triatec
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : menghambat enzim konversi angiotensin sehingga
perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II terganggu, mengakibatkan
menurunnya aktivitas vasopressor dan sekresi aldosterone.
Indikasi : hipertensi
Kontraindikasi : penderita dengan riwayat angioedema, hipersensivitas. Hati –
hati pemberian pada wanita hamil dan menyusui.
Efek samping : batuk, pusing, sakit kepala, rasa letih, nyeri perut, bingung,
susah tidur.
Interaksi obat : hipotensi bertambah bila diberikan bersama diuretika.
Indometasin menurunkan efektivitasnya. Intoksitosis litiumm meningkat.
Dosis : awal 2,5 mg/hr
6. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot
polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah : Prasosin,
Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini
adalah : sakit kepala dan pusing.
Berikut jenis antihipertensi yang termasuk pada kategori Vasodilator :
a. Hidralazin
Nama paten : Aproseline
Sediaan obat : Tablet
Mekanisme kerja : merelaksasi otot polos arteriol sehingga resistensi perifer
menurun, meningkatkan denyut jantung.
Indikasi : hipertensi, gagal jantung.
Kontraindikasi : gagal ginjal, penyakit reumatik jantung.
Efek samping : sakit kepala, takikardia, gangguan saluran cerna, muka merah,
kulit kemerahan.
Interaksi obat : hipotensi berat terjadi bila diberikan bersama diazodsid.
Dosis : 50 mg/hr, dibagi 2 – 3 dosis.
DAFTAR PUSTAKA
www.acamdemia.edu/9660005/Anti_Hipertensi_-_Farmacologhy