Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN


GANGGUAN KEBUTUHAN AMAN DAN NYAMAN : MUAL

PEMBIMBING : SYAHRURAMADHANI,MNS., M.Sc

DISUSUN OLEH :
NAMA : R.A. ANZALNA RISMA FATTAH
NIM : 20180320079

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019
A. Definisi Nyeri
Mual adalah kecenderungan untuk muntah atau sebagai perasaan di tenggorokan atau
daerah epigastrium yang memperingatkan seorang individu bahwa muntah akan segera terjadi.
Mual sering disertai dengan peningkatan aktivitas sistem saraf parasimpatis termasuk
diaphoresis, air liur, bradikardia, pucat dan penurunan tingkat pernapasan.
Mual menurut NANDA 2018 adalah suatu fenomena subjektif tentang rasa tidak nyaman
pada bagia belakang tenggorok atau lambung, yang dapat atau tidak mengakibatkan muntah.
Mual adalah perasaan tidak menyenangkan yang ada sebelum muntah. Ini biasa disertai
berkeringat, bertambahnya air liur, dan kontraksi ritmis otot-otot dinding perut. Dalam sumber
lain Mual adalah suatu kondisi di mana seseorang mempunyai perasaan yang menekan dan
tidak nyaman sebelum muntah, tetapi tidak selalu menyebabkan muntah. Mual setelah makan
bisa disebabkan karena berbagai keadaan, misalnya sehabis makan makanan tertentu.

B. Klasifikasi Nyeri

C. Patofisiologi Mual
Jalur alamiah dari muntah juga belum sepenuhnya dimengerti namun beberapa
mekanisme patofisiologi diketahui menyebabkan mual dan muntah telah diketahui.
Koordinator utama adalah pusat muntah, kumpulan saraf – saraf yang berlokasi di medulla
oblongata.
Saraf – saraf ini menerima input dari :
 Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di area postrema
 Sistem vestibular (yang berhubungan dengan mabuk darat dan mual karena
penyakit telinga tengah)
 Nervus vagus (yang membawa sinyal dari traktus gastrointestinal)
 Sistem spinoreticular (yang mencetuskan mual yang berhubungan dengan cedera
fisik)
 Nukleus traktus solitarius (yang melengkapi refleks dari gag refleks)
Sensor utama stimulus somatik berlokasi di usus dan CTZ. Stimulus emetik dari
usus berasal dari dua tipe serat saraf aferen vagus a) Mekanoreseptor : berlokasi pada
dinding usus dan diaktifkan oleh kontraksi dan distensi usus, kerusakan fisik dan
manipulasi selama operasi. b) Kemoreseptor : berlokasi pada mukosa usus bagian atas dan
sensitif terhadap stimulus kimia. Pusat muntah, disisi lateral dari retikular di medula
oblongata, memperantarai refleks muntah.
Bagian ini sangat dekat dengan nukleus tractus solitarius dan area postrema.
Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) berlokasi di area postrema. Rangsangan perifer dan
sentral dapat merangsang kedua pusat muntah dan CTZ. Afferent dari faring, GI tract,
mediastinum, ginjal, peritoneum dan genital dapat merangsang pusat muntah. Sentral
dirangsang dari korteks serebral, cortical atas dan pusat batang otak, nucleus tractus
solitarius, CTZ, dan sistem vestibular di telinga dan pusat penglihatan dapat juga
merangsang pusat muntah. Karena area postrema tidak efektif terhadap sawar darah otak,
obat atau zat-zat kimia di darah atau di cairan otak dapat langsung merangsang CTZ.
Kortikal atas dan sistem limbik dapat menimbulkan mual muntah yang
berhubungan dengan rasa, penglihatan, aroma, memori dan perasaaan takut yang tidak
nyaman. Nukleus traktus solitaries dapat juga menimbulkan mual muntah dengan
perangsangan simpatis dan parasimpatis melalui perangsangan jantung, saluran billiaris,
saluran cerna dan saluran kemih.
Sistem vestibular dapat dirangsang melalui pergerakan tiba-tiba yang menyebabkan
gangguan pada vestibular telinga tengah. Reseptor sepeti 5-HT3, dopamin tipe 2 (D2),
opioid dan neurokinin-1 (NK-1) dapat dijumpai di CTZ. Nukleus tractus solitarius
mempunyai konsentrasi yang tinggi pada enkepalin, histaminergik, dan reseptor
muskarinik kolinergik. Reseptor-reseptor ini mengirim pesan ke pusat muntah ketika di
rangsang. Sebenarnya reseptor NK-1 juga dapat ditemukan di pusat muntah. Pusat muntah
mengkoordinasi impuls ke vagus, frenik, dan saraf spinal, pernafasan dan otot- otot perut
untuk melakukan refleks muntah.

D. Etiologi Mual

1. Penyakit psikogenik
2. Proses – proses sentral ( misal : tumor otak )
3. Proses sentral yang tak langsung
misal :
 obat – obatan seperti obat kemoterapi kanker, opioid, antibiotik, estrogen.
 Kehamilan : hiperemesis, morning sickness.
4. Penyakit perifer ( misal : peritonitis, akut abdomen )
5. Iritasi lambung atau usus
6. Gastritis akut
7. Infeksi virus dan gastroenteritis akut
Misal : infeksi rotavirus yang paling sering menyebabkan diare pada anak yang sering
diistilahkan muntaber atau muntah berak
8. Penderita alergi dan hipersensitif saluran cerna.
Misal : penyakit gastroesophageal refluks ( PRGE / GERD )
9. Keracunan makanan
10. Iritan – iritan lambung lainnya : alkohol, merokok dan -obat anti – peradangan
nonsteroid seperti aspirin dan ibuprofen.
11. Obstruksi usus, ileus
12. Kolesistitis, pancreatitis, apendiksitis, hepatitis.
13. Terlalu banyak makan
14. Pasca operasi
15. Rasa sakit yang sangat / ekstrim nyeri (seperti sakit kepala pada serangan jantung)
Faktor-faktor Predisposisi Mual dan muntah biasanya merupakan gejala yang bisa
disebabkan oleh banyak hal. Kondisi ini adalah cara tubuh untuk membuang materi yang
mungkin berbahaya dari dalam tubuh. Obat-obatan tertentu seperti kemoterapi untuk
kanker dan agen anestesi sering menyebabkan mual muntah. (Porter et al, 2010).
Penyakit gastroenteritis adalah penyebab paling umum yang mengakibatkan terjadinya
mual dan muntah. Gastroenteritis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau virus
di perut. Selain menyebabkan mual dan muntah, gastroenteritis biasanya juga
menyebabkan diare (Porter et al, 2010)

E. Faktor-faktor yang mempengaruhi mual


1. Usia
Usia dalam hal ini merupakan variabel yang penting yang mempengaruhi nyeri
terutama pada anak dan orang dewasa (Potter & Perry (1993). Perbedaan perkembangan
yang ditemukan antara kedua kelompok umur ini dapat mempengaruhi bagaimana anak
dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri. Anak-anak kesulitan untuk memahami nyeri
dan beranggapan kalau apa yang dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak
yang belum mempunyai kosakata yang banyak, mempunyai kesulitan mendeskripsikan
secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau perawat. Anak belum bisa
mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada
orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan
fungsi (Tamsuri, 2007).
2. Jenis Kelamin
Faktor jenis kelamin ini dalam hubungannya dengan faktor yang mempengaruhi
nyeri adalah bahwasannya laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan secara
signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih diragukan bahwa jenis kelamin
merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri. Misalnya anak laki-laki harus
berani dan tidak boleh menangis dimana seorang wanita dapat menangis dalam waktu yang
sama.
Penelitian yang dilakukan Burn, dkk. (1989) dikutip dari Potter & Perry, 1993
mempelajari kebutuhan narkotik post operative pada wanita lebih banyak dibandingkan
dengan pria.
3. Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri.
Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan
mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud,
1991).Mengenali nilai-nilai budaya yang memiliki seseorang dan memahami mengapa
nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu untuk menghindari
mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan harapan dan nilai budaya seseorang. Perawat
yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang
nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam mengkaji nyeri dan respon-respon perilaku
terhadap nyeri juga efektif dalam menghilangkan nyeri pasien (Smeltzer& Bare, 2003).
4. Keluarga dan Support Sosial
Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah kehadiran dari
orang terdekat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan nyeri sering bergantung pada
keluarga untuk mensupport, membantu atau melindungi. Ketidakhadiran keluarga atau
teman terdekat mungkin akan membuat nyeri semakin bertambah. Kehadiran orangtua
merupakan hal khusus yang penting untuk anak-anak dalam menghadapi nyeri (Potter &
Perry, 1993).
5. Ansietas ( Cemas )
Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri,
mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaaan. Riset tidak memperlihatkan suatu
hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri juga tidak memperlihatkan bahwa
pelatihan pengurangan stres praoperatif menurunkan nyeri saat pascaoperatif.
Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan
persepsi pasien terhadap nyeri. Ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat
mendistraksi pasien dan secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri. Secara umum,
cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan
nyeri ketimbang ansietas (Smeltzer & Bare, 2002).
6. Pola koping
Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di rumah sakit adalah
hal yang sangat tak tertahankan. Secara terus-menerus klien kehilangan kontrol dan tidak
mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Klien sering menemukan jalan
untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis. Penting untuk mengerti sumber
koping individu selama nyeri. Sumber-sumber koping ini seperti berkomunikasi dengan
keluarga, latihan dan bernyanyi dapat digunakan sebagai rencana untuk mensupport klien
dan menurunkan nyeri klien.

F. Pathway Mual
G. Pengkajian Mual
H. Diagnosis Keperawatan
Nyeri Akut :
Definisi :
Perasaan dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang timbul dari kerusakan
jaringan yang aktual dan potensial, atau gambaran adanya kerusakan. Hal ini dapat timbul
secara tiba-tiba atau lambat, intensitasnya dari ringan atau berat. Dengan prediksi waktu
kesembuhan kira-kira kurang dari 6 bulan.
Batasan Karakteristik :
1. Laporan verbal dan nonverbal
2. Laporan pengamatan
3. Posisi pasien berhati-hati untuk menghindari nyeri
4. Gerakan melindungi diri
5. Tingkah laku berhati-hati
6. Muka topeng
7. Gangguan tidur (mata sayu, tampak lelah, pergerakan yang sulit atau kacau, menyeringai)
8. Fokus pada diri sendiri
9. Fokus menyempit (penurunan persepsi tentang waktu, kerusakan proses fikir, penurunan
interaksi dengan orang lain dan lingkungan)
10. Aktivitas distraksi (jalan-jalan, menemui orang lain dan atau aktivitas, aktivitas yang
berulang-ulang)
11. Respon otonomi (diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
12. Perubahan respon otonomi pada tonus otot (tampak dari lemah ke kaku)
13. Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang,
berkeluh kesah)
14. Perubahan nafsu makan minum

Faktor yang berhubungan :


1. Agen Injuri (Biologi, Fisik, Kimia, Psikologis)

Berhubungan dengan diagnosa klinik :


1. Beberapa tindakan bedah
2. Beberapa kondisi yang bersifat kronis seperti contohnya rheumatoid arhtritis
3. Kecelakaan
4. Infeksi
5. Kecemasan atau stress
6. Kelelahan

I. Intervensi Keperawatan
1. Intervensi mandiri
2. Intervensi kolaborasi

J. Evaluasi
Evaluasi keperawatan terhadap pasien nyeri dilakukan dengan menilai kemamapuan dalam
respon perangsangan nyeri, diantaranya : klien melaporkan adanya penurunan rasa nyeri, mampu
mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki, dan mampu menggunakan terapi
yang diberikan mengurangi rasa nyeri.

K. Daftar Pustaka

- Gordon, Marjory. 2017. NANDA-I Diagnosis Keperawatan, Definisi dan


Klasifikasi 2018-2020. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
- Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.
- Sundaru, Heru. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta
: Balai Penerbit FKUI
- Gallo, Hudack. 1997. Keperawatan Kritis Edisi VI Vol I. Jakarta : EGC
- Potter, P.A. & Perry, A.G. 2009. Fundamentals of Nursing. St. Louis : Mosby
Elsevier
- Pabrik Parthway.com

Anda mungkin juga menyukai