Anda di halaman 1dari 34

BAB I

DEFENISI

A. DEFINISI
1. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya
kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi,atau pengalaman sensorik dan
emosional yang merasakan seolah – olah terjadi kerusakan jaringan ( Interational
association for the study of pain)
2. Nyeri Akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas memiliki
hubungan temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit.
3. Nyeri Kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama.Nyeri
kronik yang terus menerus ada meskipun telah terjadi prosespenyembuhan dan
sering sekali tidak diketahui penyebabnya yang pasti.
B. TUJUAN
Panduan Manajemen Nyeri ini disusun dengan tujuan adanya standarisasi
dalam asesmen dan manajemen nyeri di RSUD Kol.Abundjani Bangko sehingga
kualitas pelayanan kesehatan khususnya penanganan nyeri di RSUD Kol.Abundjani
Bangko.

1
BAB II
RUANG LINGKUP

1. Instalasi rawat inap


2. Instalasi rawat jalan
3. Kamar operasi

2
BAB III
TATALAKSANA

A. ASESMEN NYERI
1. Anamnesis
a.Riwayat Penyakit Sekarang
1)Onset nyeri akut atau kronit.traumatik atau non – traumatik
2) Karakter dan derajat keparahan nyeri.nyeri tumpul.nyeri tajam.rasa terbakar
tidak nyaman,kesemutan ,neuralgia.
3) Pola penjaraan / penyebaran nyeri
4) Durasi dan lokasi nyeri
5) Gejala lain yang menyertai misalnya kelemahan,baal,kesemutan,
mual muntah,atau ganguan keseimbangan/kontrol motorik
6) Faktor yang memperhambat dan memperingan
7) Kronisitas
8) Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya,termasuk respon terapi
9) Gangguan/kehilangan fungsi akibat nyeri / luka
10) Ganguan alat bantu
11) Perubahan fungsi mobilitas kognitif,irama tidur dan aktivitas hidup dasar
(activity of daily livimg)
12) Singkirkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan,seperti adanya
faktur yang tidak stabil,gejala neurologis progresif cepat yang berhubungan
dengan sindrom kauda ekuina
b. Riwayat pembedahan / penyakit dahulu
c. Riwayat psiko – sosial
a) Riwayat konsumsi alkohol,merokok atau narkotika
b) Identifikasi pengaruh /perawat utama (Primer) pasien
c) Identifikasi kondisi tempat tinggal pasien yang berpotensi menimbulkan
eksaserbasi nyeri
d) Pembatasan / restriksi partisifasi pasien dalam aktivitas sosial yang
bepotensi menimbulkan pengaruh negatif terhadap motivasi dan kooperasi
pasien dengan program penanganan manajemen nyeri ke depannya pada
pasien dengan masalah psikiatri diperlukan dukungan
psikoterapi/psikofarmaka
e) Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri dapat menimbulkan stress
bagi pasien/keluarga.

3
d. Riwayat pekerjaan
Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang dan rutin seperti mengangkat
benda berat membungkuk atau memutar merupakan pekerjaan tersering yang
berhubungan dengan nyeri punggung.
e. Obat – obat alergi
1. Daftar obat-obatan yang dikonsumsi pasien untuk mengurangi nyeri
(suatu studi menunjukkan bahwa 14% populasi di Indonesia
mengkosumsi suplemen herbal,dan 30% mengkosumsi vitamin)
2. Cantumkan juga mengenai dosis, tujuan minum obat,efektifitas,dan
efektifitas dan efek samping
3. Direkomendasikan untuk mengurangi atau memberhentikan obat-obatan
dengan efek samping kognitif dan fisik.
f. Riwayat keluarga
Evaluasi riwayat medis terutama penyakit genetik.
g. Asesmen sistem organ yang komprehensif
1.) Evaluasi gejala kardiovaskular psikiatri pulmoner,gastrointestinal
neurologi,reumatologi,genitourinaria,endekrin dan musculoskeletal.
2.) Gejala konstitusional penurunan berat badan,nyeri malam hari,keringat malam
dan sebagainya.
2. Asesmen nyeri
a. Asesmen Nyeri mengunakan Numeric Rating Scale
1) Indikasi digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 3 tahun yang dapat
mengunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakannya
2) Intruksi pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan
dilambangkan dengan angka antara 0 -10
 0 tidak nyeri
 1 - 3 nyeri ringan (secara obyektif pasien dapat bekomunikasi dengan
baik)
 4 - 0 nyeri sedang (secara obyektif pasien menyeringai dapat menunjukan
lokasi nyeri atau mendiskripsikan dapat mengikuti perintah dengan baik)
 7 - 9 nyeri berat ( secara objektif pasien terkadang tidak mengikuti perintah
tapi masih respon terhadap tindakan dan menunjukan lokasi nyeri tidak
dapat mendiskripsikan dan tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas
distraksi )
 10 nyeri yang sangat ( pasien sudah tidak dapat mendiskripsikan lokasi
nyeri tidak dapat berkomunikasi memukul )

4
b. Asesmen Nyeri mengunakan Wong Baker FACES pain scale
1) Indikasi pada pasien ( dewasa dan anak > 3 tahun ) yang tidak dapat
mengambarkan intensitas nyerinya dengan angka gunakan asesmen
2) Intruksi pasien diminta untuk menunjuk /memilih gambar mana yang paling
sesuai dengan yang ia rasakan,tanyakan juga lokasi dan durasi nyeri
 0 tidak merasa nyeri
 1 sedikit rasa nyeri
 2 nyeri ringan
 3 nyeri sedang
 4 nyeri berat
 5 nyeri sangat berat

Gambar 3.1 Wong Baker Faces Pain rating Scale

c. Asesmen Nyeri mengunakan COMFORT scale


1) Indikasi pasien bayi anak dan dewasa di ruang kamar operasi atau ruang
rawat inap yang tidak dapat mengunakan Numeric rating scale atau wong –
baker FACES scale
2) Intruksi terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki 1-5 dengan skor
total antara 9 – 45
 Kewaspadaan
 Keterangan
 Distress pernapasan
 Menangis
 Pergerakan
 Tonus otot
 Tegangan wajah
 Tekanan darah basal
 Denyut jantung basal

Tabel 3.1 COMFORT Scale


5
Kategori Skor Tanggal waktu
Kewaspadaan 1- Tidur pulas / nyeyak
2- Tidur kurang nyeyak
3- Gelisah
4- Sadar sepenuhnya dan waspada
5- Hiper alert
Ketenangan 1- Tenang
2- Agak cemas
3- Cemas
4- Sangat cemas
5- Panik
Distress 1- Tidak ada respirasi spontan dan tidak
Pernapasan ada batuk
2- Respirasi spontan dengan sedikit tidak
ada respon terhadap ventilasi
3- Kadang – kadang batuk atau terdapat
tahanan terhadap ventilasi
4- Sering batuk terdapat tahanan
perlawanan terhadap ventilator
5- Melawan secara aktif terhadap
ventilator batuk terus – menerus
tersedak
Menangis 1- Bernapas dengan tenang tidak
menangis
2- Terisak – isak
3- Meraung
4- Menangis
5- Berteriak
Pergerakan 1- Tidak ada pergerakan
2- Kadang – kadang bergerak perlahan
3- Sering bergerak perlahan
4- Pergerakan aktif/gelisah
5- Pergerakan aktif termasuk badan
dan kepala
Tonus otot 1- Otot relaks sepenuhnya tidak ada
tonus otot
2- Penurunan tonus otot
3- Tonus otot normal
4- Peningkatan tonus otot dan rileks jari
tangan dan kaki
5- Kekuatan otot ekstrim dan rileks jari
tangan dan kaki
Tegangan 1- Otot wajah relaks sepenuhnya
wajah 2- Tonus otot wajah yang nyata
3- Tegangan beberapa otot wajah terlihat
nyata
4- Tegangan hampir di seluruh otot
wajah
5- Seluruh otot wajah tegang meringis
Tekanan 1- Tekanan darah di bawah batas
darah basal normal
2- Tekanan darah berada di batas
normal secara konsisten
3- Peningkatan tekanan sesekali >
15% di atas batas normal ( >3 kali

6
dalam observasi selama 2 menit )
4- Seringnya peningkatan tekanan
darah > 15% di atas batas normal
( > 3 kali dalam observasi selama 2
menit )
5- Peningkatan tekanan darah terus
menerus > 15%
Denyut 1- Denyut jantung di bawah batas
jantung basal normal
2- Denyut jantung berada di batas
normal secara konsisten
3- Peningkatan denyut jantung sesekali
> 15% di atas batas normal (1-3 kali
dalam observasi selama 2 menit )
4- Seringnya peningkatan denyut
jantung > 15% di atas batas normal
( 1 -3 kali dalam ovservasi selama 2
menit )
5- Peningkatan denyut jantung terus –
menerus > 15%
Skor total

d. Pada pasien pengaruh obat anastesi.asesmen dan penanganan nyeri dilakukan


dengan cara pasien menunjukan repon berbagai ekspresi tubuh atau verbal akan rasa
nyeri
e. Asesmen ulang.nyeri dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam
dan menunjukan adanya rasa nyeri sebagai berikut :
1) Lakukan asesmen nyeri yang konprehensif setiap kali melakukan pemeriksaan
fisik pada pasien
2) Dilakukan pada pasien yang mengeluh nyeri satu jam setelah tata laksana
nyeri.setiap 4 jam ( pada pasien yang sadar / bangun ). Pasien yang menjalani
prosedur kedokteran yang menyakitkan .sebelum tranfer pasien dan sebelum
pasien pulang dari rumah sakit.
3) Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak ( jantung ).lakukan asesmen setiap 8
menit setelah pemberian nitrat atau obat – obatan intravena.
4) Pada nyeri akut/kronik.lakukan asesmen ulang tiap 30 menit -1 jam setelah
pemberian obat nyeri
f. Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba – tiba. Terutama bila sampai
menimbulkan perubahan tanda vital.merupakan tanda adanya diagnosis medis atau
bedah yang baru ( misalnya komplikasi pasca pembedahan,nyeri neuropatik )
3. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan umum
1) Tanda vital tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu tubuh
2) Ukuran berat badan dan tinngi badan pasien

7
3) Periksa apakah terdapat luka dikulit seperti jaringan paru akibat operasi,
ulserasi,tanda bekas jarum suntik
4) Perhatikan juga adanya ketidaksegarisan tulang (malalignment) atrofi
otot,fasikulasi,disklororasi, dan edema
b. Status mental
1) Nilai orientasi pasien
2) Nilai kemampuan mengingat jangka panjang,pendek dan segera
3) Nilai kemampuan kognitif
4) Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala-gejala depresi tidak ada
harapan, atau cemas.
c. Pemeriksaan sendi
1) Selalu periksa kedua sisi untuk menilai kesimetrisan
2) Nilai dan cacat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan adanya keterbatasan
gerak, diskinesis,raut wajah meringis, atau asimetris
3) Nilai dan cacat pergerakan pasif dari sendi yang terlibat abnormal dikeluhkan
oleh pasien (saat menilai pergerakan aktif). Perhatikan adanya limitasi gerak,
raut wajah meringis, atau asimetris
4) Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri
5) Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi adanya cedera ligament
d. Pemeriksaan motorik
Nilai dan catat kekuatan motorik pasien dengan kriteria dibawah ini

Tabel 3.2 Derajat Kekuatan Motorik


Derajat Definisi
5 Tidak terdapat keterbatasan gerak mampu melawan tahanan kuat
4 kuat
Mampu melawan tahanan ringan
3 Mampu bergerak melawan gravitasi
2 Mampu bergerak/bergeser ke kiri dan kanan tetapi tidak mampu
melawan gravitasi
1 Terdapat kontraksi otot ( inspeksi palpasi) tidak menghasilkan
Pergerakan
0 Tidak terdapat kontraksi otot

e. Pemeriksaan sensorik
Lakukan pemeriksaan sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum, pin prick), gerakan
dan suhu.

8
f. Pemeriksaan neurologis lainnya
1) Evaluasi nervus cranial I – XII, terutama jika pasien mengeluh nyeri wajah atau
servikal dan sakit kepala
2) Pemeriksaan reflex otot, nilai adanya asimetris dan klonus, untuk mencetuskan
klonus membutuhkan kontraksi > 4 otot
3) Nilai adanya refleks Babinskin dan hoflimen ( hasil positif menunjukkan lesi
upper motor neuron )
4) Nilai gaya berjalan pasien dan identifikasi defisit sebelum dengan melakukan
tes dismetrik (tes pergerakan jari-ke hidung,pergerakan tumit-ke-ibia) Tes
disdiadokokinesia, tes keseimbangan ( Romberg dan Romberg modifikasi ).

Tabel 3.3 Pemeriksaan Refleks


Refleks Segmen spinal

Biseps C5
Brakioradialis C6
Triseps C7
Tenddon Patella 14
Hamstring medial 15
Achilles S1

g. Pemeriksaan khusus
1) Terdapat 5 tanda non-organik pada pasien dengan gejala nyeri tetapi tidak
ditemukan etiologi secara anatomi. Pada beberapa pasien dengan 5 tanda ini
ditemukan mengalami hipokondriasis, hysteria, dan defresi.
2) Kelima tanda ini adalah
 Distribusi nyeri superfisial non-anatomik
 Distribusi nyeri superficial atau non atatomik
 Verbalisasi berlebihan akan nyeri (over- reaktif )
 Reaksi nyeri yang berlebihan saat menjalani tes pemeriksaan nyeri
 Keluhan akan nyeri yang tidak konsisten (berpindahan – pindah saat gerakan
yang sama dilakukan pada posisi yang (distraksi)
4. Pemeriksaan Elektromiografi (EMG)
a. Membantu mencari penyebab nyeri akut kronik pasien
b. Mengindentifikasi area persyaratan/cedera otot local atau difus yang terkena
c. Mengindentifikasi atau menyingkirkan kemungkinan berhubungan dengan
rehabilitasi,injeksi,pembedahan atau obat
9
d. Membantu menegakkan diagnosis
e. Pemeriksaan serial membantu pemantauan pemulihan pasien dan respon terhadap
terapi.
f. Indikasi kecurigaan saraf terjepit,mono - / poli-neuropati,radikulopati.
5. Pemeriksaan sensorik kuantitatif
a. Pemeriksaan sensorik mekanik ( Tidak nyeri ) getaran
b. Pemeriksaan sensorik mekanik ( nyeri ) tusukan jarum,tekanan.
c. Pemeriksaan sensasi suhu (Dingin,hangat,panas)
d. Pemeriksaan sensasi persepsi
6. Pemeriksaan radiologi
a. Indikasi
1) Pasien nyeri dengan kecurigaan penyakit degeneratif tulang belakang
2) Pasien dengan kecurigaan adanya neoplasma infeksi tulang belakang penyakit
inflamatorik dan penyakit vascular
3) Pasien dengan defisit neurologis motorik,kolon,kandung kemih,atau ereksi
4) Pasien dengan riwayat pembedahan tulang belakang
5) Gejala nyeri yang menetap > 4 minggu
b. Pemilihan pemeriksaan radiologi bergantung pada lokasi dan karakteristik nyeri.
1) Foto polos untuk skrining inisial pada tulang belakang (fraktur,
ketidaksegarisan vertebra,spondilosis-spondilasis,neoplasma)
2) MRI gold standart
3) CT – scan
4) Radionuklida dalam mendeteksi perubahan metabolism tulang
7. Asesmen psikologi
a. Nilai mood pasien adakah ketakutan depresi
b. Nilai adanya gangguan tidur masalah terkait pekerjaan
c. Nilai adanya dukungan siscal interaksi sosial

B. FARMAKOLOGI OBAT ANAL GESIK


1. Lidokain tempel (Lidocaine patch) 5%
a. Berisi lidokain 5% ( 700 mg )
b. Mekanisme kerja memblok aktivitas abnormal di kanal natrium neuronal
c. Memberikan efek analgesik yang cukup baik ke jaringan local tanpa adanya efek
anestesi (baal) bekerja secara perifer sehingga tidak ada efek samping sistemik
d. Indikasi sangat baik untuk nyeri neuropatik (missal herpetic,neuropati
diabetic,neuralgia pasca pembedahan) nyeri punggung bawah nyeri miofasial.
e. Efek samping iritasi kulit ringan pada tempat menempelkan lidokain

10
f. Dosis dan cara pengunaan dapat menekan hingga 3 patches di lokasi yang paling
nyeri (kulit harus bersih tidak boleh ada luka terbuka dan dipakai selama < 12
jam dalam periode 24 jam.
2. Eutectic Mixtura of Local Anesthesia
a. Mengandung lidokain 2.5% dan prokain HCI 2.5%
b. Indikasi anestesi mukosa tepical yang diaflikasikan pada kulit yang intak pada
membrane mukosa genital untuk pembedahan minor dan sebagai pre – medikasi
untuk anestesi umum
c. Mekanisme kerja efek anastesi (baal) dengan meblok total kanal natrium saraf
sensorik
d. Onset kerjanya bergantung pada jumlah kirim yang diberikan,efek anestesi lokal
pada kulit bertahan selama 2 -3 jam dengan ditutupi kassa eklusif dan menetap
selama 1- 2 jam setelah kassa dilepas
e. Kontraindikasi menhemoglobinenemia idiopatik atau congenital
f. Dosis dan cara pengunaan,oleskan krim EMLA dengantebal pada kulit dan tutuplah
dengan kassa eklusif
3. Farasetamol
a. Efek analgesik untuk nyeri ringan-sedang dan antipiretik.dapat dikombinasikan
dengan opioid untuk memperoleh efek analgesik yang lebih besar
b. Dosis,10 mg / kg BB /kali dengan pemberian 3 – 4 kali sehari.untuk dewasa dapat
diberikan dosis 3 – 4 kali 500 mg perhari
4. Obat anti inflamasi non – steroid ( OAINS )
a. Efek analgesik pada nyeri akut dan kronik dengan intensitas ringan – sedang anti –
piretik
b. Kontraindikasi pasien dengan Triad Franklin ( polip hidung, angioedema dan
urtikaria) karena sering terjadi reaksi anafilaktoid
c. Efek samping gastrointestinal (erosi ulkus gaster ) disfungsi penal, peningkatan
enzim hari
d. Keterolak
1) Merupakan satu – satunya OAINS yang tersedia untuk parenteral,efektif untuk
nyeri sedang-berat
2) Bermanfaat jika terdapat kontraindikasi opioid atau dikombinasikan dengan
opioid untuk mendapat efek sinergistik dan meminimalisasi efek samping
opioid ( depresi pernafasan, sedasi, statis gastrointestinal) sangat baik untuk
terapi multi analgesik.

11
5. Efek analgesic pada antidepresan
a. Mekanisme kerja memblok pengambilan kembali norepinefrin dan serotin sehingga
meninggalkan efek neurotransmitter tersebut dan meningkatkan aktifitas neuron
inhibisi nosiseptif.
b. Indikasi nyeri neuropatik ( neuropati DM, neuralgia pasca-herpetik oedera saraf
perifer, nyeri sentral )
c. Contoh obat yang sering dipakai amitriptilin,inpramine,despiramin,efek periper dosis
50 – 300 mg, sekali sehari
6. Anti – konvulsan
a. Carbamazepine efektif untuk nyeri neuropatik.efek samping samnolen,ganguan
berjalan,pusing.dosis 400 – 1800 mg /hari ( 2 – 3 kali perhari. Mulai dengan
dosis kecil ( 2 X 100 mg ),ditingkatkan perminggu hingga dosis efektif.
b. Gabapentin,merupakan obat pilihan utama dalam mengobati nyeri
neuropatik,efek samping minimal dan ditoleransi dengan baik.Dosis 100 – 4800
mg / hari ( 3 – 4 kali sehari ).
7. Antagonis kanalnatrium
a. Indikasi,nyeri neuropatik dan pasca – operasi
b. Lidokain,dosis 2 mg /kg BB selama 20 menit,lalu dilanjutkan dengan 1 – 3 mg / kg
BB /jam titrasi.
c. Prokain,4 – 6,5 mg /kg BB /hari.
8. Antagonis kanal kalsiuml
a. Ziconotide,merupakan analgenis kanal kalsium yang paling efektif sebagai
analgesik.Dosis 1 – 3 ug / hari .Efek samping,pusing,mual,mistakmus,ketidak
seimbangan berjalan,kontifasi.Efek samping ini bergantung dosis dan reversibel jika
dosis dikurangi atau obat dihentikan
b. Nimodipin,Verapamil,megobat migraine dan sakit kepala kronik.Menurunkan
kebutuhan morfin pada pasien kangker yang mengunakan eskalasi dosis morfin.
9. Tramadol
a. Merupakan analgesik yang lebih poten dari pada OAINS oral,dengan efek
samping yang lebih sedikit ringan.Bersipat sinergistik dengan medikasi OAINS.
b. Indikasi efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang ( nyeri ) kanker,
osteoarthritis,nyeri punggung bawah neuropati DM,fibromyalgia, neuralgia
pasca-herpetik,nyeri pasca-operasi.
c. Efek samping: pusing, mual, muntah,letargi,konstipasi.
d. Jalur pemberian: intravena, efidural, rectal dan per oral.
e. Dosis tramadol oral : 3-4 kali 50-100 mg (perhari). Dosis maksimal 400 mg
dalam 24 jam.

12
f. Titrasi terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap medikasi terutama
digunakan pada pasien nyeri kronik dengan riwayat toleransi yang buruk
terhadap pengobatan atau memiliki resiko tinggi jatuh.

Tabel 3.4 Jadwal Titrasi Tramadol

Protokol Dosis Direkomendasikan


Jadwal Titrasi
Titrasi Inisial untuk
Titrasi 4 x 50 mg  2 x50mg selama 3 hari  Lanjut usia
10 hari selama 3  Naikan menjadi 3 x 50mg  Risiko jatuh
hari selama 3 hari  Sensivitas
 Lanjutkan dengan 4 x 50mgDapat medikasi
dinaikan sampai
mencapai efek analgesic yang
diinginkan
Titrasi 4 x 25mg  2 x 25mg selama 3 hari  Lanjut usia
16 hari Selama 3  Naikkan menjadi 3 x 25mg  Risiko jatuh
hari selama 3 hari  Sensivitas
 Naikkan menjadi 4 x 25mg medikasi
selama 3 hari
 Naikkan menjadi 2 x 50mg
dan 2 x 25mg selama 3 hari
 Naikkan menjadi 4 x 50mg
 Dapat dinaikkan sampai
tercapai efek analgesic yang
diinginkan

10.Opioid
a. Merupakan analgesik pasien (tergantung dosis) dan efeknya dapat ditiadakan oleh
nalokson.
b. Contoh opioid yang sering digunakan: morfin,sufetnanil,meferidin.
c. Dosis opioid disesuaikan pada setiap individu, gunakan titrasi.
b. Adiksi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk penatalaksanaan
nyeri akut.
c. Efek samping
1) Defresi pernafasan,dapat terjadi pada :
 Overdosis : pemberian dosis besar, akumulasi akibat pemberian secara
infuse.
 Pemberian sedasi bersamaan (benzodiazepine, antihistamin, antiasmatik
tertentu).
 Adanya kondisi tertentu : gangguan elektrolit, hypovolemia, uremia,
gangguan respirasi dan peningkatan tekanan intramustial.
 Obstruktive sleep apnoes atau obstruksi jalan nafas intermiten.
2) Sedasi : adalah indikator yang baik untuk dan dipantau dengan menggunakan skor
sedasi yaitu:
 0 = sadar penuh
13
 1 = sedasi ringan, kadang mengantuk mudah
dibangunkan
 2 = sedasi sedang, sering secara konstan mengantuk, mudah dibangunkan
 3 = sedasi berat, samnolen, sukar dibangunkan
 S = tidur normal
3) Sistem Saraf pusat
 Euforia, halusinasi, miosis, kekakuan otot
 Pemakaian MAOI : pemberian petidin dapat menimbulkan koma
4) Toksisitas metabolit
 Petidin ( norpetidin ) menimbulkan tremo, twitching, mioklonus, multifocal,
kejang
 Petidin tidak boleh digunakan lebih dari 72 jam untuk penatalaksanaan nyeri
pasca-bedah
 Pemberian morfin kronik : menimbulkan gangguan fungsi ginjal terutama pada
pasien usia > 70 tahun
5) Efek kardiovaskular
 Tergantung jenis dosis dan cara pemberian : status volume intravascular, serta
level aktivitas simpatetik
 Morfin menimbulkan vasodilatasi
 Petidin menimbulkan tadikardi
6) Mual, muntah terapi untuk mual dan muntah dan pantau tekanan darah dengan
adekuat, hindari pergerakan berlebihan pasca-bedah, atasi kecemasan pasien,
antiemetic.
f. Pemberian oral
1) Status efektifnya dengan pemberian parental pada dosis yang sesuai
2) Digunakan segera setelah pasien dapat mentoleransi medikasi oral.
g. Injeksi intravaskular
1) Merupakan rute parenatal standar yang sering digunakan
2) Namun, injeksi menimbulkan nyeri dan efektivitas penyerapannya tidak dapat
diandalkan
3) hindari pemberian via intravascular sebisa mungkin
h. Injeksi subkutan
i. Injeksi intravena:
1) Pilihan parentaral utama setelah pembedahan mayor
2) Dapat digunakan sebagai bolus atau pemberian terus-menerus (melalui infus)
3) Terdapat resiko depresi pernafasan pada pemberian yang tidak sesuai dosis
j. injeksi mikro injeksi
1) Lokasi mikro injeksi terbaik mesencephalic periaqueductal
2) Mekanisme kerja : memblok respon nosiseptif di otak

14
3) Opioid intraserebroventrikular digunakan sebagai pereda nyeri pada
pasien kanker
k. Injeksi spinal ( epidural, intratekal )
1) Secara selektif keluanya neurotransmitter di neuron kornu dorsalis
spinal
2) Sangat efektif sebagai analgesik
3) Harus dipantau dengan ketat
I. Injeksi Periper
1) Pemberian opioid secara langsung ke saraf perifer menimbulkan efek anatesis
lokal (pada konsentrasi tinggi)
2) Sering digunakan pada sendi lutut yang mengalami inflamentasi
C. MANAJEMEN NYERI AKUT
a. Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi < 6 minggu
2. Lakukan asesmen nyeri : mulai dari anamnesis hingga pemeriksaan penunjang
3. Tentukan mekanisme nyeri :
a. Nyeri somatik:
1) Diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang menyebabkan pelepasan zat kimia
dari sel yang cedera dan memediasi inflamasi dan nyeri melalui nosiseptor kulit
2) Karakter onset cepat, terlokalisasi dengan baik, dan nyeri bersifat tajam,
menusuk atau seperti ditikam
3) Contoh : nyeri akibat laserasi, sorain, fraktur, dislokasi
b. Nyeri visceral :
1) Nosiseptor visceral lebih sedikit dibandingkan somatic sehingga jika
terstimulasi akan menimbulakan nyeri yang kurang bias dilokalisasi, bersifat
difus tumpul, seperti ditekan benda berat
2) Penyebab iskemi nekrosis, inflamasi, peregangan ligament, spasm otot polos,
distensi organ berongga/lumen
3) Biasanya disertai dengan gejala otonom, seperti mual, muntah hipotensi,
bradikardia, berkeringat
c. Nyeri neuropatik :
1) Berasal dari cedera jaringan saraf
2) Sifat nyeri : rasa terbakar, nyeri menjalar, kesemutan. (nyeri saat disentuh ),
hiperalgesia
3) Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal pada bagian cedera ( sementara
pada nyeri nosiseptif, nyeri dialami pada tempat cederanya )
4) Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes, multiple selerosis, herniasi
diskus, AIDS, pasien yang menjalani kemoterapi radioterapi
4. Tata laksana sesuai mekanisme nyerinya
a.Farmakologi , gunakan Step-ladder WHO

15
1) OAINS efektif untuk nyeri ringan-sedang, opioid efektif untuk nyeri sedang-
berat
2) Mulailah dengan pemberian OAINS/opioid lemah (langkah 1 dan 2) dengan
pemberian intermiten (pro renata) opioid yang disesuaikan dengan kebutuhan
pasien
3) Jika langkah 1 dan 2 kurang efektif/nyeri menjadi sedang-berat.dapat
ditingkatkan menjadi 3 (ganti dengan opioid kuat dan analgesik dalam kurun
waktu 24 jam setelah langkah 1)
4) Penggunaan opioid harus dititrasi. Opioid standar yang sering digunakan adalah
morfin,kodein
5) Jika pasien memiliki kontraindikasi absolut OAINS, dapat diberikan opioid
ringan
6) Jika gase nyeri akut pasien telah terlewat, lakukan pengurangan dosis secara
bertahap
 Intravena, antikonvulsan, ketamine, OAINS, opioid
 Oral, antikonvulsan, antidepresan, antihistamin, anxiolytie,
kortikosteroi, anastesi lokal, OAINS, opioid, tramadol
 Rektal (supositoria), paracetamol, aspirin, opioid, fenotiazin
 Topical lidokain patch, EMLA
 Subkutan, opioid, anastesi local
Dose of move down one step
Signs of toxicity of severe sideeffects reduce
Moderate to Opioid for moderate to
Severe pain Step 3 pain
Severe
Plus non - opioid
White/without adjuvant
analgestic
Pain persisting move up one ste

Mild to Opioid for mild to moderate pain


Step 3
Moderate Plus non – opioid
pain White/without adjuvant
analgestic

Non – opioid
Mild pain Step 3
White /without adjuvant
analgetic

Gambar 3.2 WHO Analgesic Ladde

16
Apakah pasien nyeri sedang/ berat Tidak
Obsevasi rutin

Ya Tidak
Minta diresepkan
Apakah diresepkan opioid IV ?

Gunakan spuit 10 ml
Ya ambil 10 mg morfin sulfat dan
Dgn NaCI 0.9% hingga 10 ml (tmg/ml)
Nyeri berikan label pada spuit
Siapkan NaCI

Atau
Gunakan spuit 10 ml
Ya Ambi 100 mg petidin dan campur dengan
Tunggu selama 5 NaCI 0.9% hingga 10 ml(10mlg/ml
berikan label pada spuit
menit

Tidak
Skor sediasi o atau 1
Minta saran ke dokter senior
tunda dosis hingga skor sedasi < 2 &
kecepatan pernapasan > 8 kali/menit
Ya
pertimbangkan nalokson IV (100mg)

Kecepatan perapasan > 8


Kali/ menit ?

k
Ya

Tekanan darah sistolik > 100 Minta saran


Men/Hg

Ya
Jika skor nyeri 7-10 berikan 2 ml
Usia pasien < 70 tahun ?
Jika skor nyeri 4 – 8 berikan 1 ml

Ya

Jika skor nyeri 3 – 10 berikan 3 ml


Jika skor nyeri 4 – 4 berikan 3 ml

Gambar 3.3 Algoritma Pemberian Opioid Intermitten

Algoritma diatas berlaku dengan syarat


 Hanya digunakan oleh staf yang telah mendapat intruksi
 Tidak sesuai untuk pemberian analgesik secara rutin diruang rawat
 inap biasa
 Efek samping dari dosis intravena dapat terjadi selama 15 menit sehingga semua pasien
harus diobservasi ketat selama fase ini
 Manajemen efek samping :
 Opioid
- Mual dan muntah : antiemetic

17
- Konstipasi : berikan stimulant buang air besar, hindari laksatif yang mengandung
serat karena dapat menyebabkan produksi gas-kembung-kram perut.
- Gatal : Pertimbangkan untuk mengganti opioid jenis lain, dapat juga menggunakan
antihistamin.
- Mioklonus : pertimbangkan untuk mengganti opioid , atau berikan benzodiazepine
untuk mengatasi mioklonus.
- Depresi pernafasan akibat opioid : berikan nalokson (campur 0,4 mg nalakson
dengan NaCL 0,95% sehingga total volume mencapai 10 ml). Berikan kecepatan
pernafasan meningkat. Dapat diulang jika pasien mendapat terapi opioid jangka
panjang.
 OAINS
a. Gangguan gastrointestinal berikan PPI (proton pump inhibitor) pendarahan akibat
disfungsi platelet : pertimbangkan untuk mengganti OAINS yang tidak memiliki
efek terhadap agregasi platelet.
b. Pembedahan : injeksi efidural, supraspinal, infiltrasi anastesi lokal di tempat
nyeri.
c. Non-farmakologi
1) Olah raga
2) Imobilisasi
3) Pijat
4) Relaksasi
5) Stimulasi saraf transkutan elektrik
5. Follow – up ( asesmen ulang )
a. Asesmen ulang sebaiknya dilakukan dengan interval yang teratur
b. Panduan umum
1) Pemberian parenteral 30 menit
2) Pemberian oral 60 menit
3) Intervensi non farmakologi 30-60 menit
6. Pencegahan
a. Edukasi pasien
1) Berikan informasi mengenai kondisi dan penyakit pasien serta
Tatalaksanya
2) Diskusikan tujuan manajemen nyeri dan manfaatnya untuk pasien.
3) Beritahukan bahwa pasien dapat menghubungi tim medis jika memiliki
pertanyaan / ingin berkonsultasi mengenai kondisinya.
4) Pasien dan keluarga ikut dilibatkan dalam menyusun manajemen nyeri
(termasuk penjadwalan medikasi pemilihan analgesit dan jadwal kontrol)

18
b. Kepatuhan pasien dalam menjalani manajemen nyeri dengan baik
7. Medikasi saat pasien pulang
a. Pasien dipulangkan segera setelah nyeri dapat teratasi dan dapat beraktivitas seperti
biasa / normal
b. Pemilihan medikasi analgesik bergantung pada pasien.

Pasien mengeluh nyeri

Anamnesa dan pemeriksaan fisik

Asesmen nyeri

Apakah etiologi nyeri bersipat Ya Prioritas utama : indentifikasai


reversible ? Dan atasi etiologi nyeri

Tidak
 Lihat manajemen nyeri
Apakah nyeri berlangsung > 6 minggu kronik
 Pertimbangkan untuk
merujuk ke spesialis yang
Tidak
sesuai

Tentukan mekanisme nyeri (pasien


Dapat mengalami > jenis nyeri )

Nyeri somasfic Nyeri viseral Nyeri neuropati


Nyeri bersifat umum Nyeri bersifat difus,seperti ditekan Nyeri bersifat bersifat,rasa
menusuk ( ) benda bera nyeri tumpul Terbakar,kesemutan,tidak
spesifik

Gambar 3.4 Algoritma Asesmen Nyeri Akut

19
Algoritma Manajemen Nyeri Akut

Nyeri somatik Nyeri viseral Nyeri neuropatik


 Parasetamol  Kostikosteroid  Antikonvulsan
 Cald pack  Anestesi lokal  Kortikasteroid
OAINS  Blok neuron
 Anestesi lokal
 Opioid  OAINS
 OAINS
 Opioid
 Opioid  Antidepresan trisiklik
 Stimulasi taktil (anti ptilin)

Pilih alternatif
Terapi yang
lainya
Pencegahan

Tidak  Edukasi pasien


 Terapi farmakologi
Ya  Konsultasi (jika perlu)
 Prosedur pembedahan
 Non- farmakologi

 Lihat
manajemen
Apakah
nyeri kronik
nyeri > 6 Alagesik ade kuat
 Pertimbangkan minggu
Ya
untuk merujuk
ke spesialis
yang sesuai

Kembali ke Tidak Ya
kontak “tentukan Mekanisme Efek samping Manajemen efek
Mekanisme nyeri” nyeri pengobatan ? samping
sesuai ?
Tidak Tidak

Follow-up/
Nilai ulang

Gambar 3.5 Algoritma Manajemen Nyeri Akut

D. MANAJEMEN NYERI KRONIK


1. Nyeri kronik : nyeri yang persisten / berlangsung > 6 minggu
2. Lakukan asesmen nyeri :
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik (karakteristik nyeri, riwayat manajemen nyeri
sebelumnya)
b. Pemeriksaan penunjang radiologi
c. Asesmen fungsional:
1) Nilai aktivitas hidup dasar (ADL). Identifikasi kecacatan disabilitas
2) Buatlah tujuan fungsional spesifik dan rencana perawatan pasien
20
3) Nilai efektivitas rencana perawatan dan manajemen pengobatan.
3. Tentukan mekanisme nyeri :
a. Manajemen bergantung pada jenis / klasifikasi nyerinya
b.Pasien sering mengalami > 1 jenis nyeri
c. Terbagi menjadi 4 jenis :
1) Nyeri neuropatik
 Disebabkan oleh kerusakan atau disfungsi sistem somatosensorik
 Contoh neuropati DM, neuralgia trigeminal, neuralgia pasca-herpetik
 Karkteristik: nyeri parsisten, rasa terbakar, terdapat penjalaran nyeri
sesuai dengan persyaratannya, baal, kesemutan, alodinia.
 Fibromyalgia: gatal, kaku dan nyeri yang difus pada musculoskeletal, (
bahu,ekstremitas), nyeri berlangsung selama > 3 bulan.
2) Nyeri otot tersering adalah nyeri miofasial
 Mengenai otot leher, bahu, lengan, punggung bawah, panggul dan
ekstremitas bawah
 Nyeri dirasakan akibat disfungsi pada 1/ lebih jenis otot, berakibat
kelemahan, keterbatasan gerak
 Biasanya muncul akibat aktivitas pekerjaan yang repetitive
 Tatalaksana : mengembalikan fungsi otot dengan fisioterafi, identifikasi
dan manajemen factor yang memperberat (postu, gerakan repetitive,
factor pekerjaan)
3) Nyeri inflamasi (dikenal juga dengan istilah nyeri nosiseptif) :
 Contoh : arthritis, infeksi, cidera jaringan (luka), nyeri pasca operasi
 Karakteristik : pembengkakan, kemerahan, panas pada tempat nyeri,
terdapat riwayat cidera / luka
 Tatalaksana manajemen proses inflamasi dengan antibiotik/antirematik,
OAINS, kortikosteroid
4) Nyeri mekanis / kompresi
 Diperberat dengan aktivitas dan nyeri berkurang dengan istirahat
 Contoh: nyeri punggung dan leher (berkaitan dengan
strain/spain/ligament / otot), degenerasi diskus, osteoporosis dengan
faktur kompresi faktur
 Merupakan nyeri nosiseptif
 Tatalaksana : beberapa memerlukan dekompresi atau stabilisasi

21
4. Asesmen lainnya :
a. Asesmen psikologi nilai apakah pasien mempunyai masalah psikiatri (depresi,
cemas, riwayat penyalahgunaan obat-obatan, riwayat penganiayaan secara
seksual fisik,gangguan tidur)
b.Masalah pekerjaan dan disabilitas
c. Faktor yang mempengaruhi :
1) Kebiasaan akan postur leher dan kepala yang buruk
2) Penyakit lain yang memperburuk/ memicu nyeri kronik
d. Hambatan terhadap tatalaksana
1) Hambatan komunikasi
2) Factor finansial
3) Rendahnya motivasi dan jarak yang jauh terhadap fasilitas kesehatan
4) Kepatuhan pasien yang buruk
5) Kurangnya dukungan keluarga dan teman
5. Manajemen Nyeri Kronik berdasarkan level
a. LEVEL 1 :
Prinsip level 1 :
1) Buatlah rencana perawatan tertulis secara komprehensif (buat tujuan, perbaiki
tidur, tingkatkan aktivitas fisik, manajemen stres)
2) Pasien harus berpartisipasi dalam program latihan untuk meningkatkan fungsi
3) Dokter dapat mempertimbangkan pendekatan perilaku kognitif dengan
restorasi untuk membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi
4) Beritahukan kepada pasien bahwa nyeri kronik adalah masalah yang rumit
dan kompleks. Tatalaksana sering mencakup manajemen stress latihan fisi,
terapi relaksasi dan sebagainya
5) Beritahu kepada pasien bahwa fokus dokter adalah manajemen nyeri
6) Ajaklah untuk berpartisipasi aktif dalam manajemen nyeri
7) Jadwalkan kontrol pasien secara rutin, jangan biarkan penjadwalan untuk
control dipengaruhi oleh peningkatan level nyeri pasien
8) Bekerja sama dengan keluarga untuk memberikan dukungan kepada pasien
9) Bantulah pasien agar dapat kembali bekerja secara bertahap
10) Atasi keengganan pasien untuk bergerak karena takut nyeri
11) Manajemen psikososial (atasi depresi, kecemasan, ketakutan pasien)
Manajemen level 1 :
Menggunakan pendekatan standar dalam penatalaksanaan nyeri kronik termasuk
farmakologi, intervensi, non-farmakologi, dan terapi pelengkap/tambahan. Terapi
berdasarkan jenis nyeri:

22
1) Nyeri neuropatik
 Atasi penyebab yang mendasari timbulnya nyeri :
- Kontrol gula darah pada pasien DM
- Pembedahan,kemoterapi,radoterafi untuk pasien tumor dengan
kompresi saraf
- Kontrol infeksi (antibiotic)
 Terapi simptomatik
- Antidepresan trisiklik (amitriptilin)
- Antikonvulsa, gabapentin, karbamazepin
- Obat topical (lidocaine patch5%,krim anastesi)
- OAINS, kortikosteroid, opioid
- Anastesi regional, blok simpatik,blok epidural/intraketal, Infus
epidural/ intratekal
- Terapi berbasis-stimulasi, akupuntur, stimulasi spinal, pijat
- Rehabilitasi fisi, bidai, manipulasi, alat bantu, latihan mobilisasi,
metode ergonomis
- Prosedur ablasi, karmiotomi, ablasisaraf dengan radiofrekuensi
- Terapi lainnya: hypnosis, terapi relaksasi ( mengurangi tegangan
otot dan toleransi terhadap nyeri), tetapi perilaku kognitif (
mengurangi perasaan terancam atau tidak nyaman karena nyeri
kronis )
2) Nyeri otot
 Lakukan skrining terhadap patologi medis serius, faktor psikososial
yang dapat menghambat pemulihan
 Berikan program latihan secara bertahap, dimulai dari latihan
dasar/awal dan ditingkatkan secara bertahap
 Rehabilitasi fisik :
- Fitness, angkat beban bertahap, kardiovaskular
- Fleksibilitas, keseimbangan
- Mekanik
- Pijat, terapi akuatik
 Manajemen prilaku
- Stres/depresi
- Teknik relaksasi
- Perilaku kognitif
- Ketergantungan obat
- Manajemen amarah

23
 Terapi obat
- analgesik dan sedasi
- antidepressant
- Opioid jarang dibutuhkan
3) Nyeri inflamasi :
 Kontrol inflamasi dan atasi penyebabnya
 Obat anti-inflamasi utama OAINS kortikosteroid
4) Nyeri mekanis kompresi
 Penyebab yang seiring tumor/kista yang menimbulkan kompresi pada
struktur yang sensitive dengan nyeri, dislokasi dan faktur
 Penanganan efektif dekompresi denagn pembedahan atau stabilisasi,
bidai,alat bantu
 Medikamentosa kurang efektif. Opioid dapat digunakan untuk
mengatasi nyeri saat terapi lain diaplikasikan.
Manajemen level 1 lainnya :
1) OAINS dapat digunakan untuk nyeri ringan-sedang atau nyeri non-
neurotik
2) Skor DIRE : digunakan untuk menilai kesesuaian aplikasi terapi opioid
jangka panjang untuk nyeri kronik-kanker
3) Intervensi : injeksi spinal, blok saraf, stimulator spinal,infuse intratekal,
injeksi intra-sendi, injeksi-epidural
4) Terapi pelengkap/tambahan : akupuntur, herbal

Tabel 3.5 Skor DIRE (diagnosis,intractability,risk,efficacy)

Faktor Penjelasan
Diagnosis 1= kondisi kronik ringan dengan temuan objektif minimal
atau tidak adanya diagnosis medis yang pasti. Misalnya
migraine nyeri punggung tidak spesifik
2= kondisi progresif perlahan dengan nyeri sedang atau
kondisi nyeri sedang menetap dengan temuan objektif medium.
Misalnya nyeri punggung dengan perubahan degeneratif
medium,nyeri neuropatik.
3= kondisi lanjut dengan nyeri berat dan temuan objektif
nyata.Misalnya penyakit iskemik vascular berat, neuropatik
lanjut ……..spinal berat
Intrasability 1= pemberian terapi minimal dan pasien terlibat secara
(keterlibatan) minimal dalam manajemen nyeri.
2= beberapa terapi telah dilakukan tetapi pasien tidak
sepenuhnya terlibat dalam manajemen nyeri, atau terdapat
hambatan (financial,transportasi,penyakit medis)
3= pasien terlibat sepenuhnya dalam manajemen nyeri tetapi
respon terapi tidak adekuat
Risiko (R) R= jumlah skor P + K + R +D
24
Psikologis 1= disfungsi kepribadian yang berat atau ganguan jiwa yang
mempengaruhi terapi. Misalnya gangguan kepribadian
gangguan efek berat.
2= gangguan jiwa / kepribadian medium / sedang. Misalnya
depresi gangguan, cemas
3= komunikasi baik tidak ada disfungsi kepribadian atau
gangguan yang signifikan
Kesehatan 1= pengunaan obat akhir – akhir ini alkohol berlebihan
penyalahgunaan obat.
2= medikasi untuk mengatasi stress atau riwayat remisi
psikofarmaka
3= tidak ada riwayat penggunaan obat - obatan
Rehabilitasi 1= banyak masalah penyalahgunaan obat, bolos kerja/
jadwal control
2= terkadang mengalami kesulitan dalam komplians tetapi secara
keseluruhan dapat diandalkan
3= sangat dapat diandalkan (medikasi jadwal control dan terapi)
Dukungan 1= hidup kacau dukungan keluarga minimal sedikit teman dekat
sosial peran dalam kehidupan normal
2= kurangnya hubungan dengan oral dan kurang berperan dalam
sosial
3= keluarga mendukung hubungan dekat terlibat dalam
kerja/sekolah ada isolasi sosial
Efikasi 1= fungsi buruk atau pengurangan nyeri minimal meski dengan
penggunaan dosis obat sedang – tinggi
2= fungsi meningkat tetapi kurang efisiensi (tidak menggunakan
opioid sedang-tinggi)
3= perbaikan nyeri signifikan fungsi dan kualitas hidup
tercapai……….yang setabil.
Skor total =D+I+R+E

Keterangan :
Skor 7 + 13 : tidak sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang
Skor 14 + 21 : sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka panjang

b.LEVEL II
Manajemen level 2:
1) Meliputi rujukan ke tim multidisiplin dalam manajemen nyeri dan
rehabilitasinya atau pembedahan (sebagai ganti stimulator spinal atau infuse
intratekal)
2) Indikasi pasien nyeri kronik yang gagal terapi konservatif / manajemen level
1
3) Biasanya rujukan dilakukan setelah 4-8 minggu, tidaknya ada perbaikan
dengan manajemen level1.

25
Prisip level 1
 Buatlah rencana dan tetapkan tujuan
 Rehabilitasi fisik dengan tujuan fungsional
 Manajemen Psikososial dengan tujuan fungsional

Manajemen nyeri 1 : Manajemen nyeri 1 : Manajemen nyeri 1 : Manajemen nyeri 1 :


Nyeri neuropatik Nyeri otot Nyeri inflamasi Nyeri mekanisme/kompresi

Manajemen level 1 lainya

 Farmakologi (skor DIRE )


 Intervensi
 Pelengkap/tambahan

Layanan primer untuk mengukur


Pencapaian tujuan dan meninjau
Ulang rencana perawatan

Manajemen level 2
Tujuan terpenuhi ? Tidak Tidak melakukan Ya  Rujuk ke tim interdisiplin
 Fungsi manajemen level 1 atau
 Kenyamanan dengan adekuat ?  Rujuk ke klinik khusus
 Hambatan  Manajemen nyeri

Rencana perawatan selanjutnya oleh pasien Tidak

Asesmen hasil

Gambar 3.7 Algoritma Manajemen Nyeri kronik

E. MANAJEMEN NYERI PADA PEDIATRIK


1) Prevalensi nyeri yang sering dialami oleh anak adalah sakit kepala kronik,trauma, sakit
perut dan factor psikologi
2) Sistem nosiseptif pada anak dapat memberikan respon yang berbeda terhadap
kerusakan jaringan yang sama atau sederajat.
3) Neonatus lebih sensitive terhadap stimulasi nyeri
4) Pemberian analgesik
a. “By the ladder” pemberian analgesik secara bertahap sesuai dengan level nyeri
anak (ringan,sedang,berat)
26
1) Awalnya : berikan analgesik ringan-sedang (level 1)
2) Jika nyeri menetap dengan pemberian analgesik level 1, naikkan ke level 2
(pemberian analgesik yang lebih poten)
3) Pada pasien yang mendapat terapi opioid, pemberian parasetamol
4) Analgesik adjuvant
 Merupakan obat yang memiliki indikasi primer bukan untuk nyeri dapat
berefek analgesik dalam kondisi tertentu
 Pada anak dengan nyeri neuropatik, dapat diberikan analgesic adjuvant
sebagai level 1
 Analgesik adjuvant ini lebih spesifik dan efektif untuk mengatasi nyeri
neuropatik
 Kategori:
- Analgesik multi-tujuan : antidepressant, agonis adremergic alfa-2,
kortikosteroi, anastesi topical
- Analgesik nutuk nyeri neuropatik, antidepressant, anti konvulsan,
agonis GABA, anastesi oral-lokal
- Analgesik untuk nyeri musculoskeletal, relaksasi otot,
benzodiazepine,inhibitorosteoklas,radiofarmaka
b. “By the clok” mengacu pada waktu pemberian analgesik
Pemberian haruslah teratur,misalnya setiap 4-6 jam (disesuaikan dengan masa kerja
obat dan derajat keparahan nyeri pasien), tidak boleh prn ( jika perlu ) kecuali
episode nyeri pasien benar-benar intermiten dan tidak dapat diprediksi
c. “By the child “ mengacu pada pemberian analgesik yang sesuai dengan kondisi
masing-masing individu
1) Lakukan monitor dan asesmen nyeri secara teratur
2) Sesuaikan dosis analgesik jika perlu
d. “By the mounth” mengacu pada jalur pemberian oral
1) Obat harus diberikan melalui jalur yang paling sederhana, tidak invasive dan
efektif, biasanya per oral
2) Karena pasien takut dengan jarum suntik, pasien dapat menyangkal bahwa
mereka mengalami nyeri atau tidak memerlukan pengobatan
3) Untuk mendapatkan efek analgesic yang cepat dan langsung, pemberian
parenteral terkadang merupakan jalur yang paling efisien
4) Opioid kurang paten jika diberikan per oral
5) Sebisa mungkin jangan memberikan obat via intramuscular karena nyeri dan
absorsi obat tidak dapat diandalkan

27
6) Infuse kontinu memiliki keuntungan yang lebih dibandingkan IM.IV,dan
subkutan intermiten, yaitu : tidak nyeri, mencegah terjadinya
penundaan/keterlambatan pemberian obat. Memberikan kontrol nyeri yang
kontinu pada anak. Indikasi : pasien nyeri dimana pemberian per oral dan
opioid parenteral intermitten tidak memberikan hasil yang memuaskan, adanya
muntah hebat (tidak dapat memberikan obat per oral)
e. Analgesik dan anastesi regional, epidural, dan spinal
1) Sangat berguna untuk anak dengan nyeri kanker stadium lanjut yang sulit
diatasi dengan terapi konservatif
2) Harus dipantau dengan baik
3) Berikan edukasi dan pelatihan kepada staf, ketersediaan segera obat-obatan dan
peralatan resusitasi, dan pencatatan yang akurat mengenai tanda vital / skor
nyeri
f. Manajemen nyeri kronik, biasanya memiliki penyebab multiple,dapat melibatkan
komponen nosiseptif dan neuropatik
1) Lakukan anamnesis dan fisik menyeluruh
2) Pemeriksaan penunjang yang sesuai
3) Evaluasi factor yang mempengaruhi
4) Program terapi kombinasi terapi obat dan non-obat (kognitif,fisik,dan perilaku)
5) Lakukan pendekatan multidisiplin
g. Panduan penggunaan opioid pada anak
1) Pilih rute yang paling sesuai. Untuk pemberian jangka panjang,pilih jalur
oral
2) Pada penggunaan infus kontinuIV, sediakan obat opioid kerja singkat dengan
dosis 50%-200% dari dosis infuse per jam kontinu.
3) Jika diperlukan >6 kali opioid kerja singkat prn dalam 24 jam, naikkan dosis
infuse IV per-jam kontinusejumlah total dosis opioid prn yang diberikan selama
24 dibagi 24. Alternative lainnya adalah dengan menaikkan kecepatan infus
sebesar 50%
4) Pilih opioid yang sesuai dengan dosisnya
5) Jika efek analgesik tidak adekuat dan tidak ada toksisitas tingkatkan dosis
sebesar 50%
6) Saat tapering-off atau penghentian obat,pada semua pasien yang menerima
opioid >1 minggu, harus dilakukan tapering off ( untuk menghindari gejala
withdrawat ). Kurangi dosis 50% selama 2 hari lalu kurangi sebesar 25% setiap
2 hari jika dosis ekuivalen dengan dosis morfin oral (0,6 mg/kgBB hari), opioid
dapat dihentikan

28
7) Meperidin tidak boleh digunakan untuk jangka lama karena dapat terakumulasi
dan menimbulkan mioklonus dan hiperrkfleks
Tabel 3.6 Obat Non – Opioid yang sering digunakan pada Pediatrik
Obat Dosis Keterangan
Parasetamol 10 – 15 mg/kg BB oral Efek antinflamasi kecil efek
setiap 4-6 jam gastrointestinal dan hematologi minimal
Ibuprofen 5 – 10 mg/kg BB oral Efek antinflamasi hati –hati pada pasien
setiap 6 – 8 jam dengan gangguan hepar/renal riwayat
pendarahan gastrointestinal atau
hipertensi
Naproksen 10 – 20 mg/kgBB/hari Efek antiinflamasi hati – hati pada pasien
oral terbagi dalam 2 disfungsi renal.Dosis maksimal 1gr/hari
dosis
Diklofenak 1 mg/kgBB oral Efek antiinflamasi. Efek samping sama
Setiap 8 – 12 jam dengan ibuprofen dan naproksen. Dosis
maksimal 50 mg/kali

h. Terapi alternative / tambahan


1) Konseling
2) Manipulasi chiropractic
3) Herbal
5. Terapi non-obat
a. Terapi kognitif merupakan terapi yang paling bermanfaat dan memiliki efek yang
besar dalam manajemen nyeri non-obat untuk anak
b. Distraksi terhadap nyeri dengan mengalihkan atensi ke hal lain seperti music,
cahaya, warna, mainan, permen, computer, permainan, film dan sebagainya
c. Terapi prilaku bertujuan untuk mengurangi perilaku yang dapat meningkatkan nyeri
dan meningkatkan perilaku yang dapat menurunkan nyeri
d. Terapi relaksasi dapat berupa mengepalkan dan mengundurkan jari tangan,
menggerakkan kaki sesuai irama,menarik nafas dalam.

Tabel 3.7 Terapi Non – obat

Kognitif Perilaku Fisik


 Informasi  Latihan  Pijat
 Pilihan dan kontrol  Terapi relaksasi  Fisioterafi
 Distraksi dan atensi  Umpan balik positif  Stimulasi ternal
 Hypnosis  Modifikasi gaya hidup  Stimulasi sensorik
 Psikoterapi / prilaku  Akupuntur
 TENS

29
Algoritma Manajemen Nyeri Mendasar pada Pediatrik10
1. Asesmen nyeri pada anak

 Nilai katarekteristik nyeri


 Lakukan pemeriksaan medis dan penunjang yang sesuai
 Evaluasi kemungkinan adanya keterlibatan mekanisme nosiseptik dan neuropatik
 Kajian faktor yang mempengaruhi nyeri pada anak

2. Diagnosis penyebab primer dan sekunder

 Komponen nosiseptif dan neuropatik yang ada saat ini


 Kumpulkan gejala – gejala fisik yang ada
 Pikirkan faktor emosional,kognitif,dan prilaku

3. Pilih terapi yang sesuai

Obat Non – obat


 Analgesik  Kognitif
 Analgesik adjuvani  Fisik
 Anestesi  Perilaku

4. Implementasi rencana manajemen nyeri

 Berikan umpan balik mengenai penyebab dan faktor yang mempengaruhi nyeri kepala
orang tua ( dan anak )
 Berikan rencana manajemen yang rasional dan teritegrasi
 Asesmen ulang nyeri pada anak secara rutin
 Evaluasi efektifitas rencana manajemen nyeri
 Revisi rencana jika diperlukan

Gambar 3.8 Algoritma Manajemen Nyeri pada Pediatrik

F. MANAJEMEN NYERI PADA KELOMPOK USIA LANJUT


1. Lanjut usia ( lansia ) didefinisikan sebagai orang-orang yang berusia > 65 tahun
2. Pada lansia, prevalensi nyeri dapat meningkat hingga 2 kali lipatnya dibandingkan
dewasa muda
3. Penyakit yang sering menyebabkan nyeri pada lansia adalah arthritis, kanker, neuralgia,
trigeminal, neuralgia pasca-herpetik, polimialgia dan penyakit degenerative
4. Lokasi yang sering mengalami nyer, sendi utama / penyangga tubuh, punggung, tungkai
bawah dan kaki
30
5. Alasan seringnya terjadi manajemen nyeri yang buruk adalah:
a. Kurangnya pelatihan untuk dokter mengenai manjemen nyeri pada geriatric
b. Asesmen nyeri yang tidak adekuat
c. Keengganan dokter untuk meresepkan opioid
6. Asesmen nyeri pada geriartri yang valid, reliable dan dapat diaplikasikan menggunakan
Function Pain Scale seperti dibawah ini :

Tabel 3.8 Function Pain Scale


Skala nyeri Keterangan
0 Tidak nyeri
1 Dapat ditoleransikan (aktivitas tidak terpengaruh)
2 Dapat ditoleransi (beberapa aktivitas sedikit terganggu)
3 Tidak dapat ditoleransi (tetapi dapat mengunakan telepon
Menonton TV atau membaca)
4 Tidak dapat ditoleransi (tidak dapat mengunakan telepon
Menonton TV atau membaca)
5 Tidak dapat ditoleransi (dan tidak dapat berbicara karena nyeri
Skor normal/yang diinginkan : 0 : 2

7. Intevensi
a. Terapi termal : pemberian pendinginan atau pemanasan di area nyeri untuk
menginduksi pelepasan opioid endogen
b. Stimulasi listrik pada saraf transkutan,perkutan,akupuntur
c. Blok saraf dan radiasi area tumor
d. intervensi medis pelengkap / tambahan atau alternative relaksasi umpan balik positif,
hypnosis
e. Fisioterafi dan terapi okupasi
8. Intervensi farmakologi (tekanan pada keamanan pasien)
a. Non-opioid, OAINS, oarasetamol, COX-2 inhibitor, anti depressant trisiklik,
amitriptilin, ansiolitik
b. Opioid
1) Risiko adiksi rendah jika digunakan nyeri akut (jangka pendek
2) Hindari yang cukup dan konsumsi serat / talking agent untuk mencegah
konstipasi ( preparat senna, serbital )
3) berikan opioid jangka pendek
4) Dosis rutin dan teratur memberikan analgesik yang lebih baik daripada pemberian
intermiten
5) Mulailah dengan dosis rendah, lalu naikkan perlahan
31
6) Jika efek analgesic masih kurang adekuat, dapat menaikkanopioid sebesar 50-
100% dari dosis semula
c. Analgesik adjuvant
1) OAINS dan amfetamin, meningkatkan opioid dan resolusi nyeri
2) Nortripilin, klonazepam, karbamazepine, gabapentin, tramadol, mexiletine, efektif
untuk nyeri neuropatik
3) antikonvulsan untuk neuralgia trigennital
Gabapentin : neuralgia pasva-herpetik 1-3 *100 mg sehari dan dapat ditingkatkan
menjadi 300 mg/hari
9. Risiko efek samping OAINS meningkat pada perdarahan gastrointestinal meningkat
hampir dua kali lipat pada pasien > 65 tahun
10.Semua fase farmakokinetik dipengaruhi oleh termasuk absorbs, distribusi, metabolism,
dan eleminasi
11. Pasien lansia cenderung memerlukan pengarahan dosis analgesik, absorbs sering tidak
teratur karena adanya pemindahan waktu, sindrom malabsorbsi
12. Ambang batas nyeri sedikit meningkat pada lansia
13. Lebih disarankan menggunakan obat dengan waktu paruh yang lebih singkat
14. Lakukan monitor ketaat jika mengubah atau meningkatkan dosis pengobatan
15. Efek samping penggunaan opioid paling sering dialami konstipasi
16. Penyebab tersering timbunya efek samping obat polifarmasi (misalnya pasien
mengkonsumsi analgesic antidepressant dan sedasi secara rutin harian)
17. Prinsip dasar terapi farmakologi mulailah dengan dosis rendah lalu naikan
perlahan hingga tercapai dosis yang diinginkan.
18. Nyeri yang tidak dikontrol dengan baik dapat mengakibatkan.
a. Penurunan/keterbatasan mobilisasi pada akhirnya mengarah ke depresi
karena pasien frustasi dengan keterbatasan mobilitasnya dan menurunya
kemampuan fungsional
b. Dapat menurunkan sosialisasi gangguan tidur bahkan dapat menurunkan
imunisasi tubuh
c. Kontrol nyeri yang tidak adekuat dapat menjadi penyebab munculnya agitasi dan
gelisah
d. Dokter cenderung untuk meresepkan obat – obatan yang lebih banyak Polifarmasi
dapat meningkatkan risiko jatuh dan delirium
19. Beberapa obat yang sebaiknya tidak digunakan (dihindari) pada lansia.
a. OAINS indometasin dan piroksikam (waktu paruh yang panjang dan efek samping
gastrointestinal lebih besar)

32
b. Opioid pentazocine,butorphano (merupakan campuran antagonis dan agenis
cenderung memproduksi efek psikotomimetik pada lansia) metadon lever phenol
(waktu paruh panjang)
c. Propoxyphene : neurotoksik
d. Antidepresan : tertiary amine tricyclisc (efek samping antikolinergik)
20. Semua pasien yang mengkonsumsi opioid sebelumnya harus diberikan kombinasi
preparat senna dan obat pelunak feses (bulking agents)
21. Pemeilihan analgesik mengunakan 3 – step ladder WHO ( sama dengan manajemen
pada nyeri akut )
a. Nyeri ringan – sedang : analgesik non – opioid
b. Nyeri sedang : opioid minor dapat dikombinasikan dengan OAINS analgesic
adjuvant
c. Nyeri berat : opioid poten
22. Satu – satunya perbedaan dalam terapi analgesik ini adalah penyesuaian dan hati –
hati dalam memberikan obat kombinasi.

33
BAB IV
DOKUMENTASI

1. SPO Pelayanan Kedokteran Manajemen Nyeri


2. SPO Asessmen Nyeri

Ditetapkan di : Bangko
Tanggal : 03 Juli 2019

PIMPINAN BLUD
RSD KOLONEL ABUNDJANI

BERMAN SARAGIH

34
34

Anda mungkin juga menyukai