Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa segala nikmat dan
anugerah yang diberikan kepada penyusun yang telah diberikan kepada penyusun,
sehingga Buku Panduan Manajemen Nyeri di Rumah Sakit Bhayangkara Pontianak Polda
Kalbar ini dapat selesai disusun.
Buku panduan ini merupakan panduan kerja bagi semua pihak yang terkait
dalam memberikan pelayanan pada pasien di Rumah Sakit Bhayangkara Pontianak
Polda Kalbar.
Tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih yang sedalam - dalamnya atas
bantuan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Panduan Manajemen
Nyeri di Rumah Sakit Bhayangkara Pontianak Polda Kalbar.

Pontianak, 13 Januari 2017


KEPALA RUMAH SAKIT BHAYANGKARA POLDA KALBAR

drg. JOSEP GINTING, M.SI


AKBP NRP 74080924

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR.................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I DEFINISI.....................................................................................................1
BAB II RUANG LINGKUP......................................................................................13
BAB III TATALAKSANA.........................................................................................14
BAB IV DOKUMENTASI........................................................................................25

ii
BAB I
DEFINISI

A. Latar Belakang
Keluhan nyeri merupakan keluhan yang paling umum kita temukan/dapatkan
ketika kita sedang melakukan tugas kita sebagai bagian dari tim kesehatan, karena
seringnya keluhan itu kita temukan kadang kala kita sering menganggap hal itu
sebagai hal yang biasa sehingga perhatian yang kita berikan tidak cukup
memberikan hasil yang memuaskan di mata pasien.
Nyeri sesungguhnya tidak hanya melibatkan persepsi dari suatu sensasi, tetapi
berkaitan juga dengan respon fisiologis, psikologis, sosial, kognitif, emosi dan
perilaku, sehingga dalam penangananyapun memerlukan perhatian yang serius dari
semua unsur yang terlibat di dalam pelayanan kesehatan, untuk itu pemahaman
tentang nyeri dan penanganannya sudah menjadi keharusan bagi setiap tenaga
kesehatan, terutama perawat yang dalam rentang waktu 24 jam sehari berinteraksi
dengan pasien.
Nyeri kronis sering kali diasosiasikan dengan diabetes, kanker, HIV/AIDS, dan
depresi. Selain itu, dikaitkan juga dengan penyakit usia lanjut, seperti ruam saraf,
artritis (nyeri sendi), nyeri punggung, dan nyeri otot. Sudah saatnya mengedukasi
penderita, tenaga kesehatan, dan masyarakat tentang nyeri kronis serta perlunya
mengurangi rasa sakit berkepanjangan.
Mengurangi dan mengatasi rasa sakit adalah tujuan penting bagi tenaga medis.
Pengendalian rasa sakit dapat membantu pasien untuk sembuh lebih cepat. Selain
itu, mengurangi risiko komplikasi setelah operasi, seperti radang paru dan
penggumpalan darah, pengelolaan rasa sakit menjadi bagian integral dari proses
akreditasi untuk keselamatan dan kualitas penanganan pasien. Rasa nyeri harus
menjadi indikator utama seseorang membutuhkan penanganan medis.
Penatalaksanaannya menjadi satu dari lima hal vital yang harus diukur pada
penanganan pasien.
Penyedia jasa kesehatan dan rumah sakit lokal diperkenalkan protokol
penanggulangan atau penatalaksanaan nyeri yang efektif. Selama ini, pemantauan
kondisi medis dilakukan dengan mengukur tinggi dan berat badan serta berbagai
indikasi kondisi kesehatan vital, seperti tekanan darah, denyut nadi, frekuensi
napas, dan suhu tubuh. Nyeri bersifat subyektif dimana individu mempelajari apa

3
itu nyeri, melalui pengalaman yang langsung berhubungan dengan luka (injuri),
yang dimulai dari awal masa kehidupannya.

B. Pengertian
Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata atau yang
berpotensi untuk menimbulkan
Mc Coffery (1979) : suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang, yang
keberadaanya diketahui hanya jika orang itu pernah mengalaminya
Wolf W. Feurst (1974) : suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau
perasaan yang menimbulkan ketegangan
Arthur C. Curton (1983) :  suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika
jaringan sedang rusak,dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk
menghilangkan nyeri

C. Tujuan
1. Mengurangi intensitas dan durasi keluhan nyeri
2. Menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi gejala kronis yang
persisten
1. Mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan akibat nyeri
3. Meminimalkan reaksi tak diinginkan atau intoleransi terhadap terapi nyeri
4. Meningkatkan kualitas hidup pasien dan mengoptimalkan kemampuan pasien
untuk menjalankan aktivitas sehari-hari.

D. Pengkajian Nyeri
1. Riwayat Nyeri
Dalam hal ini perawat membiarkan klien untuk menjelaskan rasa nyeri dan
situasinya dengan menggunakan bahasa klien sendiri. Data yang harus
dikumpulkan dalam riwayat nyeri komprehensif meliputi:
a. Lokasi
Pengkajian lokasi nyeri mencakup 2 dimensi 1) tingkat nyeri, nyeri dalam
atau superficial dan 2) posisi atau lokasi nyeri. Nyeri dapat pula dijelaskan
menjadi empat kategori, yang berhubungan dengan lokasi : 1) nyeri
terlokasir adalah nyeri dapat jelas terlihat pada awal rasanya. 2) nyeri
terproyeksi adalah nyeri sepanjang saraf atau serabut saraf spesifik. 3) nyeri
4
radiasi adalah penyebaran area asal yang tidak dapat dilokalisir. 4) reffered
pain (nyeri alih) adalah nyeri dipresepsikan pada area yang jauh dari area
rangsang nyeri.
b. Intensitas Nyeri
Beberapa factor yang mempengaruhi nyeri, 1) distraksi atau konsentrasi
dari klien pada suaatu kejadian, 2) status kesadaran pasien, 3) harapan
pasien.
Nyeri dapat berupa: ringan, sedang, berat atau tak tertahankan. Penggunaan
skala intensitas nyeri adalah rasaa nyeri klien. Sebagian besar skala
menggunakan rentang 0-5 atau 0-10 dengan mengidentifikasikan 0 itu tidak
nyeri dan nomor tertinggi itu kemungkinan nyeri hebat bagi klien.
c. Pengukuran Intensitas Nyeri
a) Skala Intensitas Nyeri Numerik:
 Indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia >9tahun 
dapat menggunakan angka untuk melambangkan
intensitas nyeri yang dirasakannya.
 Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang
dirasakan dan dilambangkan dengan angka antara 0 – 10.
0-1 = Tidak nyeri

3-4 = Nyeri ringan(sedikit menggangu aktivitas sehari-hari)

6-7 = Nyeri sedang (gangguan nyata terhadapaktivitas sehari-hari)

7–10  = Nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)

b) Pengukuran Nyeri Flacc pain scale


Indikasi : untuk bayi dan anak-anak (2 bulan-7tahun)
Face,legs,activity,cry,consolability
- Skala 0 : Tidak Nyeri
- Skala 1-3 : Nyeri Ringan
- Skala 4-7 : Nyeri Sedang
- Skala 8-10 : Nyeri Berat
c) Cries Pain Scale
Untuk neonates 0-6 bulan
Crying, requires, increased, expression, sleepless
- Skala 0 : Tidak Nyeri
- Skala 1-3 : Nyeri Ringan

5
- Skala 4-7 : Nyeri Sedang
- Skala 8-10 : Nyeri Berat
d) Penilaian Comfort Scale
- Indikasi untuk menilai derajat sedasi yang diberikan pada pasien anak
dan dewasa yang dirawat di ruang intensif/kamar operasi/rawat inap
yang tidak dapat dinilai menggunakan wong baker faces pain scale.
- Pemberian sedasi bertujuan untuk mengurangi agitasi, menghilangkan
kecemasan dan menyelaraskan napas dengan ventilator mekanik
- Tujuan dari penggunaan skala ini adalah untuk pengenalan dini dari
pemberian sedasi yang terlalu dalam ataupun tidak adekuat.
- Instruksi terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki skor 1-5
dengan skor total 9-45.

Kategori Skor
1. Tidur pulas/ nyenyak
2. Tidur
Kewaspadaan 3. Gelisah
4. Sadar sepenuhnya dan waspada
5. Sangat waspada
1. Tenang
2. Agak cemas
Ketenangan 3. Cemas
4. Sangat cemas
5. Panik
1. Tidak ada respirasi dan tidak ada batuk
2. Respirasi spontan dengan sedikit/ tidak ada
respons terhadap ventilasi
Distres 3. Kadang batuk atau terdapat tahanan ventilasi
pernapasan 4. Sering batuk, terhadap tahanan/perlawanan
terhadap ventilator
5. Melawan secara aktif terhadap ventilator, batuk
terus menerus/tersedak
1. Bernapas tenang, tidak menangis
2. Terisak-isak
Menangis 3. Meraung
4. Menangis
5. Berteriak
Gerakan 1. Tidak ada gerakan
2. Kadang bergerak perlahan
3. Sering bergerak perlahan
4. Gerakan aktif gelisah

6
5.
Gerakan aktif termasuk badan dan kepala
1.
Otot relaks sepenuhnya, tidak ada tonus otot
2.
Penurunan tonus
3.
Tonus otot normal
Tonus otot 4.
Peningkatan tonus otot dan fleksi jari tangan dan
kaki
5. Kekuatan otot ekstrem dan fleksi jari tangan dan
kaki
1. Otot wajah sepenuhnya, tidak ada tonus otot
2. Tonus otot wajah normal, tidak terlihat tegangan
otot wajah yang nyata
Tegangan wajah
3. Tegangan beberapa otot wajah terlihat nyata
4. Tegangan hamper diseluruh otot wajah
5. Seluruh otot wajah tegang, meringis.

1. Di bawah normal
2. Di atas normal konsisten
3. Peningkatan sesekali > 15% di atas batas normal
Tekanan darah
(1-3x observasi selama 2 menit)
basal
4. Sering meningkat > 15% di atas batas normal (1-
3x observasi selama 2 menit)
5. Peningkatan terus menerus > 15%
1. Di bawah normal
2. Di atas normal konsisten
Denyut jantung 3. Peningkatan sesekali > 15% di atas batas normal
basal (1-3x observasi selama 2 menit)
4. Sering menigkat > 15% di atas batas normal (1-3x
observasi selama 2 menit)
Interpretasi :
Nilai 8 - 16 : Nyeri Ringan
Nilai 17 – 26 : Nyeri Sedang
Nilai 27 – 45 : Nyeri Berat

e) Pengukuran Nyeri Wong Baker :


 Indikasi: Pada pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak
dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka, gunakan
asesmen.
 Instruksi: pasien diminta untuk menunjuk / memilih gambar mana yang
paling sesuai dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga lokasi dan durasi
nyeri.
- 0-1 : Sangat bahagia karena tidak merasa nyeri sama sekali

7
- 2-3 : Sedikit nyeri
- 4-5 : Cukup nyeri
- 6-7 : Lumayan nyeri
- 8-9 : Sangat nyeri
- 10 : Amat sangat nyeri (tak tertahankan)

2. Observasi langsung terhadap pasien respons perilaku dan psikologis klien.Tujuan


dari pengkajian adalah mendapatkan pemahaman objektif dari pengalaman yang
subyektif.

E. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan Umum
a. Tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh
b. Ukurlah berat badan dan tinggi badan pasien
c. Periksa apakah terdapat lesi/luka di kulit seperti jaringan parut akibat operasi,
hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas jarum suntik.
d. Perhatikan juga adanya ketidaksegarisan tulang (malalignment), atrofi otot
fasikulasi, diskolorasi dan edema.
2. Status Mental
a. Nilai orientasi pasien
b. Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek, dan segera.
c. Nilai kemampuan kognitif
d. Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala-gejala depresi,
tidak ada harapan, atau cemas.
3. Pemeriksaan Sendi
a. Selalu periksa kedua sisi untuk menilai kesimetrisan
b. Nilai dan catat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan adanya keterbatasan
gerak, diskinesis raut wajah meringis atau simetris 

8
c. Nilai dan catat pergerakan pasif dari sendi yang terlihat normal/ dikeluhkan
oleh pasien (saat menilai pergerakan aktif). Perhatikan adanya limitasi gerak,
raut wajah meringis atau asimetris
d. Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri
e. Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi adanya cedera ligamen.
4. Pemeriksaan Motorik
Nilai dan catat kekuatan motorik pasien dengan menggunakan kriteria di bawah
ini.
Derajat Definisi
5 Tidak terdapat keterbatasan gerak, mampu melawan tahanan kuat
4 Mampu melawan tahanan ringan
3 Mampu bergerak melawan gravitasi
2 Mampu  bergerak  / bergeser ke  kiri dan  kanan  tetapi  tidak  mampu
melawan gravitasi
1 Terdapat kontraksi otot (inspeksi / palpasi), tidak menghasilkan
pergerakan
0 Tidak terdapat kontraksi otot
5. Pemeriksaan Sensorik
Lakukan pemeriksaan: sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum pin prick), getaran
dan suhu.
6. Pemeriksaan Neurologis Lainnya
a. Evaluasi nervus kranial I–XII, terutama jika pasien mengeluh nyeri wajah atau
sevikal dan sakit kepala
b. Periksa refleks otot, nilai adanya asimetris dan klonus. Untuk mencetuskan
klonus membutuhkan kontraksi > 4 otot.
Refleks Segmen spinal
Biseps C5
Brakioradialis C6
Triseps C7
Tendon patella L4
Hamstring medial L5
Achilles S1
c. Nilai adanya refleks Babinski dan Hoffman (hasil positif menunjukkan
lesi upper motor neuron)
7. Pemeriksaan Sensorik (Radiologi)
9
a. Indikasi
a) Pasien nyeri dengan kecurigaan penyakit degeneratif tulang belakang
b) Pasien dengan kecurigaan adanya neoplasma, infeksi tulang belakang
penyakit, Inflamatorik, dan penyakit vascular.
c) Pasien dengan defisit neurologis motorik, kolon, kandung kemih, atau
ereksi
d) Pasien dengan riwayat pembedahan tulang belakang
e) Gejala nyeri yang menetap > 4 minggu
b. Pemilihan Pemeriksaan Radiologi : bergantung pada lokasi dan karakteristik
nyeri
a) Foto polos: untuk skrining inisial pada tulang belakang (fraktur,
ketidaksegarisan, vertebra, spondilolistesis, spondiliosis, neoplasma).
b) MRI: gold standard dalam mengevaluasi tulang belakang (herniasi
diskus, stenosis spinal, osteomyelitis, infeksi ruang diskus, keganasan,
kompresi tulang belakang, infeksi)
c) CT-scan: evaluasi trauma tulang belakang, herniasi diskus, stenosis spinal
d) Radionuklida bone-scan: sangat bagus dalam mendeteksi perubahan
metabolisme tulang (mendeteksi osteomyelitia dini, fraktur kompresi yang
kecil/minimal, keganasan primer, metastasis tulang).

F. Manajemen Nyeri Akut


1. Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi < 6 minggu.
2. Lakukan asesmen nyeri: mulai dari anamnesis hingga pemeriksaan penunjang.
3. Tentukan mekanisme nyeri:
a. Nyeri Somatik
1) Diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang menyebabkan pelepasan zat
kimia dari sel yang cedera dan memediasi inflamasi dan nyeri melalui
nosiseptor kulit.
2) Karakteristik: onset cepat, terlokalisasi dengan baik, dan nyeri bersifat
tajam menusuk, atau seperti ditikam
3) Contoh: nyeri akibat laserasi, sprain, fraktur, dislokasi.
b. Nyeri Viscelar
1) Nosiseptor visceral lebih setikit dibandingkan somatic, sehingga jika
terstimulasi akan menimbulkan nyeri yang kurang bisa dilokalisasi, bersifat
difus, tumpul, seperti ditekan benda berat
10
2) Penyebab: iskemi/nekrosis, inflamasi, peregangan ligament, spasme
otot polos, distensi organ berongga/lumen
3) Biasanya disertai dengan gejala otonom, seperti mual, muntah,hipotensi,
bradikardi, berkering
c. Nyeri Neuropatik
1) Berasal dari cedera jaringan saraf
2) Sifat nyeri: rasa terbakar, nyeri menjalar, kesemutan, alodinia (nyeri saat
disentuh) hiperalgesia.
3) Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal dari tempat cedera
(sementara pada nyeri nosiseptif, nyeri dialami pada tempat cederanya)
4) Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes, multiple sclerosis herniasi
diskus, AIDS, pasien yang menjalani kemoterapi / radioterapi.

G. Manajemen Nyeri Kronik


1. Lakukan asesmen nyeri
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik (karakteristik nyeri, riwayat manajemen nyeri
sebelumnya)
b. Pemeriksaan penunjang: radiologi
c. Asesmen fungsional:
1) Nilai aktivitas hidup dasar (ADL), identifikasi kecacatan / disabilitas
2) Buatlah tujuan fungsional spesifik dan rencana perawatan pasien
3) Nilai efektifitas rencana perawatan dan manajemen pengobatan.
2. Tentukan mekanisme nyeri
a. manajemen bergantung pada jenis / klasifikasi nyerinya.
b. Pasien sering mengalami > 1 jenis nyeri.
c. Terbagi menjadi 4 jenis:
1) Nyeri neuropatik
Disebabkan oleh kerusakan /disfungsi sistem somatosensorik.

Contoh: neuropati DM, neuralgia trigeminal, neuralgia.

Karakteristik : nyeri persisten, rasa terbakar, terdapat penjalaran nyeri


sesuai dengan persarafannya, baal, kesemutan, alodinia.
2) Nyeri Otot
Tersering adalah nyeri miofasial, mengenai otot leher, bahu, lengan,
punggung bawah, panggul,dan ekstremitas bawah. Nyeri dirasakan akibat
disfungsi pada 1 lebih jenis otot, berakibat kelemahan, keterbatasan gerak.
11
Biasanya muncul akibat pekerjaan repetitif. Tatalaksana mengembalikan
fungsi otot dengan fisioterapi, identifikasi dengan manajemen faktor yang
memperberat.
3) Nyeri Inflamasi
Contoh : Artritis, infeksi, cedera jaringan (luka), nyeri pasca operasi.
Karakteristik : pembengkekan, kemerahan, panas pada tempat nyeri
Tatalaksana : Manajemen proses inflamasi dengan antibiotik/antirematik,
OAINS, Kortikosteroid.
Nyeri Mekanis Kompresi
Diperberat dengan aktifitas, dan nyeri berkurang dengan istirahat.
Contoh: Nyeri punggung dan leher (berkaitan dengan strain/sprain
ligament/otot).
Tatalaksana : memerlukan dekompresi atau stabilisasi.

12
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Unit Gawat Darurat (UGD)


B. Rawat Jalan
C. Rawat Inap

13
BAB III
TATA LAKSANA

A. Strategi Terapi
1. Nyeri Ringan
a. Terapi Nonfarmokologi
Intervensi nonfarmakologis cocok untuk pasien dengan criteria (1) pasien
merasa intervensi tersebut menarik, (2) pasien yang mengekspresikan
kecemasan/ketakutn, (3) pasien yang memperoleh manfaat dari upaya
mengurangi/menghindari terapi obat, atau (4) pasien yang mengalami nyeri
ringan sampai sedang setelah menggunakan terapi farmakologis.
1) Distraksi
Mengalihkan perhatian pasien ke hal yang lain sehingga menurunkan
kewaspadaan dan toleransi terhadap nyeri. Beberapa teknik distraksi antara
lain: (1) nafas lambat, berirama (2) massage and slow, rhythmic breathing
(3) rhythmic singing dan tapping (4) active listening (5) guide imagery.
Jenis-jenis distraksi yakni (1) distraksi visual seperti menonton tv (2) distraksi
auditori seperti music atau humor (3) distraksi taktil seperti menarik nafas
dan mengelus binatang dan (4) distraksi intelektual seperti bermain teka teki
silang atau melakukan hobi.(5) Imajinasi Terbimbing seperti membayangkan
hal yang indah
2) Relaksasi
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress.
Teknik relaksasi akan memberikan ibdividu control diri ketika terjadi nyeri,
rasa tidak nyaman, dan emosi pada nyeri. Teknik ini meliputi meditasi, yoga
dan tidur, teknik imajinasi, zen dan latihan relaksasi progresif. Teknik
relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan beberapa
keuntungan atara lain: relaksasi untuk menurunkan ansietas yang
berhubungan dengan nyeri atau stress, menurunkan nyeri otot, menolong
individu untuk melupakan nyeri, meningkatkan periode istirahat,
meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain, dan menurunkan perasaan tak
berdaya dan depresi yang timbul akibat nyeri.
Stewart (1976;1959) menganjurkan beberapa teknik relaksasi berikut:
a) Pasien menarik nafas dalam
b) Menahannya di dalam paru
14
c) Secara perlahan-lahan keluarkan udara dan rasakan tubuh menjadi kendor
dan rasakan betapa nyaman hal tersebut.
d) Pasien bernafas dengan irama normal dalam beberapa waktu
e) Pasien mengambil nafas dalam kembali dan keluarkan secara perlahan-
lahan pada saat ini biarkan telapak kaki rileks. Perawat meminta kepada
pasien mengkonsentrasikan fikiran kepada kakinya yang terasa ringan dan
hangat.
f) Ulangi langkah ke 4 dan konsentrasikan fikiran pada lengan, perut,
punggung, dan kelompok otot-otot lain.
g) Setelah pasien merasa rileks, pasien dianjurkan bernafas secara perlahan.
Bila nyeri terjadi hebat pasien dapat bernafas secara dangkal dan cepat.
3) Kompres Air Hangat dan Dingin
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensivitas
resptor nyeri dan subkutan lain ada tempat cedera dengan menghambat
proses inflamasi. Agar efektif, es harus diletakkan pada tempat cedera segera
setelah cedera terjadi. Penggunaan panas mempunyai keuntungan
meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut
menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan.
b. Terapi Farmakologi
1) Parasetamol
Efek analgesik untuk nyeri ringan-sedang dan anti-piretik.
Dapat dikombinasika dengan opioid untuk memperoleh efek analgesik yang
lebih besar.
Dosis: 10 mg/kgBB/kali dengan pemberian 3-4 kali sehari, untuk
dewasa dapat diberikan dosis 3-4 kali 500 mg perhari.
2) Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)
Efek analgesic pada nyeri akut dan kronik dengan intensitas ringan –sedang,
anti piretik.
Kontra indikasi : pasien dengan triad franklin (polip hidung, angioedema,
dan urtikaria) karena sering terjadi reaksi anafilaktoid.
Efek Samping : Gastrointestinal (erosi/ ulkus gaster), disfungsi renal,
peningkatan enzim hati.
Ketorolak merupakan satu-satunya OAINS yang tersedia untuk parenteral
efektif untuk nyeri sedang – berat bermanfaat jika terdapat kontra indikasi
opioid atau dikombinasikan dengan opioid untuk mendapat efek sinergistik
15
dan efek samping opioid. (depresi pernapasan, sedasi, stasis
gastrointestinal). Sangat baik untuk terapi multi – analgetik.

2. Nyeri Sedang
a. Terapi Farmakologi
1) Obat Narkotika dan Obat Anti Inflamasi NSAID
Penggunaan analgesik merupakan metode yang paling umum dalam
mengatasi pada pasien yang mengalami nyeri sedang dan berat. Ada 3 jenis
analgesic, yakni non narkotik dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID),
analgesic narkotik (opiat). Dan obat tambahan atau koanalgesik. Jenis non
analgesic dan NSAID umumnya menghilangkan nyeri ringan dan sedang,
seperti disminore atau nyeri pasca operasi ringan. Kedua jenis analgesic ini
mengurangi nyeri dengan bekerja di ujung saraf perifer an daerah luka dan
menurunkan tingkat mediator inflamasi yang dihasilkan di daerah yang luka.
Contoh obat analgesic non narkotik yakni astaminofen, sedangkan NSAID
yakni ibuprofen, narproksen dan indomeasin.
Analgesic opiat umumnya digunakan untuk menghilangkan nyeri sedang
sampai berat, sperti pascaoperasi dan maligna. Bekerja pada system saraf
pusat untuk menghasilkan kombinasi efek yang mendepresik dan
menstimulasi. Efek samping opiate: kantuk, mual,muntah, konstipasi,
depresi pernafasan. Sedangkan jenis adjuvant menghilangkan gejala lain
yang terkait dengan nyeri. Contohnya amitriptilin untuk cemas. Hidroksin
untuk depresi, Diazepan untuk muntah, Klorpromazin untuk mual.

2) Tramadol
- Merupakan analgetik yang lebih poten daripada OAINS oral, dengan efek
samping yang lebih sedikit/ringan. Berefek sinergistik dengan medikasi
OAINS.
- Indikasi : efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang nyeri
kanker, osteoaethritis, yeri punggung bawah neuropati DM, fibromyalgia,
neuralgia pasca herpetic, nyeri pasca operasi
- Efek Samping : Pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi
- Jalur pemberian : intravena, epidural, rectal, dan oral
- Dosis tramadol oral : 3-4 kali 50-100 mg/hari
Dosis maksimal : 400 mg dalam 24 jam
16
- Titrasi : terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap medikasi,
terutama digunakan pada pasien nyeri kronik dengan riwayat toleransi
yang buruk terhadap pengobatan atau memiliki resiko jatuh.

b. Terapi Fisik
1) SSET (Stimulasi Saraf Elektrik Transkutaneus)
Tujuan SSET mengurangi nyeri kronisdan akut (pasca operasi) menurunkan
kebutuhan opiate dan memungkinkan depresi fungsi pernafasan karena
penggunaan narkotik serta memfasilitasi keterlibatan pasien dalam
penatalaksanaan nyeri
2) Stimulasi Kutaneus
Adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri meliput
masase, kompres hangat dan dingin, akupuntur dan akupresur, stimulus
kontralateral (stimulasi kulit pada area yang berlawanan dengan area nyeri),
serta plester penghangat
3) Immobilisasi
Pembatasan gerak bagian tubuh yang nyeri sehingga dapat membantu
mengatasi episode nyeri akut.

3. Nyeri Berat
Opioid
a. Merupakan analgesik poten (tergantung-dosis) dan efeknya dapat
ditiadakan oleh nalokson
b. Contoh Opioid yang sering digunakan : Morfin, sufentanil, meperin
c. Dosis opioid disesuaikan pada setiap individu, gunakanlah titrasi
d. Adikasi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk
penatalaksanaan nyeri akut
e. Pemberian Oral :
1) sama  efektifnya  dengan pemberian parenteral pada  dosis yang sesuai.
2) Digunakan segera setelah pasien dapat mentoleransi  medikasioral.
f. Injeksi Intramuscular
1) Merupakan rute parenteral standar yang sering digunakan.
2) Namun, injeksi menimbulkan nyeri dan efektifitas penyerapannya  tidak
dapat diandalkan.
3) Hindari pemberian via intramuscular sebisa mungkin.
17
g. Injeksi Subkutan
h. Injeksi Intravena
1) Pilihan perenteral utama setelah pembedahan major.
2) Dapat digunakan sebagai bolus atau pemberian terus-menerus (melalui
infus).
3) Terdapat risiko depresi pernapasan pada pemberian  yang tidak sesuai dosis
i. Injeksi Supraspinal
1) Lokasi mikroinjeksi terbaik: mesencephalic periaqueductal gray (PAG)
2) Mekanisme kerja: memblok respons nosiseptif di otak.
3) Opioid intraserebroventrikular digunakan sebagai pereda nyeri pada pasien
kanker.
j. Injeksi Spinal (epidural, intratekal)
1) Secara selektif mengurangi keluarnya neurotransmitter di neuron kornu
dorsalis spinal.
2) Sangat efektif sebagai analgesik.
3) Harus dipantau dengan ketat
k. Injeksi Perifer
1) Pemberian opioid secara langsung ke saraf perifer menimbulkan efek anestesi
lokal (pada konsentrasi tinggi)
2) Sering digunakan pada: sendi lutut yang mengalami  inflamasi
l. Efek Samping
1) Depresi pernafasan, dapat terjadi pada : overdosis, pemberian sedasi
bersamaan (benzodiazepin, antihistamin, antiemetik tertentu), adanya
gangguan elektrolit, hipolemia, uremia, gangguan respirasi dan peningkatan
intrakranial. Obstructive jalan nafas intermitten.
2) Sedasi: adalah indikator yang baik untuk dan dipantau dengan menggunakan
skor sedasi, Yaitu:
-0 = Sadar Penuh
-1 = Bangun dan sadar
-2 = Agak Mengantuk, mudah dibangunkan
-3 = Sering mengantuk, bisa dibangunkan, mudah tertidur saat
sedang bicara
-4 = Somnolent, minimal / Tidak respons terhadap rangsangan Fisik

18
c) Sistem Saraf Pusat: euphoria, halusinasi, miosis, kekuatan otot. Pemakaian
MAOI : pemeberian petidin dapat menimbulkan koma.
d) Toksisitas metabolik : petidin menimbulkan tremor, kejang. Petidin tidak
boleh digunakan lebih dari 72 jam untuk nyeri pasca bedah. Pemberian
morfin kronik : menimbulkan gangguan fungsi ginjal, pada usia pasien lebih
70 tahun.
e) Efek kardiovaskular : morfin menimbulkan vasolidatasi, petidin menimbulkan
tachycardi
f) Gatrointestinal : menimbulkan mual muntah

C. Alur Tatalaksana Nyeri


Penangangan pasien yang mengalami nyeri dapat dilakukan dengan tiga strategi yang
penatalaksanaannya terdiri :
Pada pasien yang mengalami nyeri penanganannya dapat di lakukan oleh perawat
ruangan masing-masing. Pada pasien dengan nyeri sedang perawat dapat
menghubungi dengan dokter jaga. Pada pasien yang mengalami nyeri berat perawat
menghubungi DPJP untuk menjelaskan situasi pasien pada saat itu dan menyampaikan
rencana untuk menghubungi Tim Nyeri

D. Komunikasi dan edukasi Pasien

1. Teknik Komunikasi Terapeutik


Teknik komunikasi terapeutik dengan menggunakan referensi dari Stuart dan
Sundeen, dalam Ernawati (2009) yaitu:

a. Mendengarkan (lestening)
Mendengar (listening) merupakan dasar utama dalam komunikasi
terapeutik (Keliat 1992). Mendengarkan adalah proses aktif dan penerimaan
informasi serta penelaahan reaksi seseorang terhadap pesan yang diterima,
Hubson, S dalam Suryani, (2005).
Keterampilan mendengarkan penuh perhatian adalah dengan:
1) Pandang klien ketika sedang bicara
2) Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk
mendengarkan

19
3) Sikap tubuh yang menunjukan perhatian dengan tidak menyilangkan kaki
atau tangan
4) Hindarkan gerakan yang tidak perlu
5) Angkat kepala jika klien membicarakan hal penting atau memerlukan
umpan balik
6) Condongkan tubuh kearah lawan bicara (pasien).

b. Bertanya
Bertanya (question) merupakan teknik yang dapat mendorong klien untuk
mengungkapkan perasaan dan pikirannya.
Teknik berikut sering digunakan pada tahap orientasi:
1) Pertanyaan fasilitatif (fasilitatif question)
Pertanyaan fasilitatif (facilitative question) terjadi jika pada saat bertanya
perawat sensitive terhadap pikiran dan perasaan serta secara langsung
berhubungan dengan masalah klien, sedangkan pertanyaan non fasilitatif
(non facilitative question) adalah pertanyaan yang tidak efektif karena
memberikan pertanyaan yang tidak fokus pada masalah atau pembicaraan,
bersifat mengancam, dan tampak kurang pengertian terhadap klien Gerald,
D dalam Suryani,(2005).
2) Pertanyaan terbuka atau tertutup
Pertanyaan terbuka (open question) digunakan apabila perawat
membutuhkan jawaban yang banyak dari klien. Dengan pertanyaan terbuka,
perawat mampu mendorong klien mengekspresikan dirinya Antai-Otong
dalam Suryani, (2005).
Pertanyaan tertutup (closed question) digunakan ketika perawat
membutuhkan jawaban yang singkat.

c. Penerimaan
Yaitu mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang
menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti
persetujuan. Penerimaan berarti bersedia untuk mendengarkan orang lain
tanpa menunjukan keraguan atau tidak setuju. Perawat sebaiknya
menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan tidak
setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak
percaya.
20
d. Mengulangi (restating)
Mengulangi (restating) yaitu mengulang pokok pikiran yang diungkapkan
klien maksudnya adalah mengulangi pokok pikiran yang diungkapkan klien
dengan menggunakan kata-kata sendiri. Gunanya untuk menguatkan ungkapan
klien dan member indikasi perawat mengikuti pembicaraan atau memperhatikan
klien dan mengharapkan komunikasi berlanjut klien (Keliat, Budi Anna, 1992).
e. Klarifikasi (clarification)
Klasifikasi (clarification) adalah penjelasan kembali ke ide atau pikiran
klien yang tidak jelas atau meminta klien untuk menjelaskan arti dari
ungkapannya Gerald,d dan Suryani, (2005). Dilakukan bila perawat ragu, tidak
jelas, tidak mendengar atau klien malu mengemukakan informasi, informasi
yang diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah. Pada
saat klarifikasi perawat tidak boleh menginterpretasikan apa yang dikatakan
klien, juga tidak boleh menambahkan informasi Gerald, D dalam Suryani,
(2005). Fokus utama klarifikasi adalah pada perasaan, karena pengertian
terhadap perasaan klien sangat penting dalam memahami klien.
f. Refleksi (reflection)
Refleksi (reflection) adalah mengarahkan kembali ide, perasaan,
pertanyaan, dan isi pembicaraan kepada klien. Hal ini digunakan untuk
memvalidasi pengertian perawat tentang apa yang diucapkan klien dan
menekankan empati, minat, dan penghargaan terhadap klien Antai-Otong
dalam Suryani, (2005).
Refleksi menganjurkan klien untuk mengungkapkan dan menerima ide
dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa
yang harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat
menjawab; bagaimana menurutmu? Dengan demikian perawat mengindikasikan
bahwa pendapat klien adalah berharga dank lien mempunyai hak untuk mampu
melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir bahwa dirinya adalah
manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu yang
terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.
g. Memfokuskan (focusing)
Memfokuskan (focusing) adalah bertujuan memberikan kesempatan
kepada klien untuk membahas masalah inti dan mengarahkan komunikasi klien
pada pencapaian tujuan Stuart, G.W dalam Suryani, (2005). Metode ini
dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga pembahasan
21
masalah lebih spesifik dan dimengerti dan mengarahkan komunikasi klien pada
pencapaian tujuan.
h. Diam (silence)
Teknik diam digunakan untuk memberikan kesempatan pada klien
sebelum menjawab pertanyaan perawat. Diam akan memberikan kesempatan
kepada perawat dan klien untuk Mengorganisasi pikiran masing-masing Stuart
dan Sundeen, dalam Suryani, (2005).
i. Memberikan Informasi (informing)
Memberikan informasi tambahan merupakan tindakan penyuluhan
kesehatan untuk klien. Teknik ini sangat membantu dalam mengajarkan
kesehatan atau pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang relevan
dengan perawatan diri dan penyembuhan klien. Informasi tambahan yang
diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian dan pemahaman yang
lebih baik tentang masalah yang dihadapi klien serta membantu dalam
memberikan alternative pemecahan masalah, (Suryani 2005).
j. Menyimpulkan (summerizing)
Menyimpulkan adalah teknik komunikasi yang membantu klien
mengeksporasi point penting dari interaksi perawat-klien. Teknik ini membantu
perawat dank lien untuk memiliki pikiran dan ide yang sama saat mengakhiri
pertemuan.
k. Mengubah Cara Pandang (reframing)
Teknik ini digunakan untuk memberikan cara pandang lain sehingga klien
tidak melihat sesuatu atau masalah dari aspek negatifnya saja Gerald,D dalam
Suryani, (2005 ) sehingga memungkinkan klien untuk membuat perencanaan
yang lebih baik dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.
l. Eksplorasi
Teknik ini bertujuan untuk mencari atau menggali lebih dalam masalah
yang dialami klien, Antai-Otong dalam suryani, (2005) supaya masalah tersebut
bias diatasi. Teknik ini bermanfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan
gambaran yang detail tentang masalah yang dialami klien.
m. Membagi Persepsi (Sharing perception)
Stuart G.W. dalam Suryani, (2005), menyatakan membagi persepsi
(sharing perception) adalah meminta pendapat klien tentang hal yang perawat
rasakan atau pikirkan. Teknik ini digunakan ketika perawat merasakan atau
melihat ada perbedaan antara respons verbal atau respons nonverbal dari klien.
22
n. Identifikasi tema
Perawat harus tanggap terhadap cerita yang disampaikan klien dan harus
mampu menangkap tema dari seluruh pembicaraan tersebut. Gunanya untuk
meningkatkan pengertian dan menggali masalah penting. (Stuart dan Sundeen,
dalam Suryani, 2005).teknik ini sangat bermanfaat pada tahap awal kerja untuk
memfokuskan pembicaraan pada awal masalah yang benar-benar dirasakan
klien.
o. Menganjurkan untuk Melanjutkan Pembicaraan
Teknik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh
pembicaraan yang mengidentifikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang
dibicarakan dan tertarik dengan apa yang dibicarakan selanjutnya. Perawat
lebih berusaha untuk menaksirkan dari pada mengarahkan
diskusi/pembicaraan.
p. Humor
Sullivan dan Deane dalam Suryani,( 2005), melaporkan bahwa humor
merangsang produksi catecholamine dan hormone yang menimbulkan perasaan
sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas,
memfasilitasi relaksasi pernafasan dan menggunakan humor untuk menutup
rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk
berkomunikasi dengan klien.
q. Memberikan Pujian
Memberikan pujian (reinforcement) merupakan keuntungan psikologis
yang didapatkan klien ketika berinteraksi dengan perawat. Reinforcement
berguna untuk meningkatkan harga diri dan menguatkan perilaku klien Gerald,
D dalam Suryani, (2005). Reinforcement bias diungkapkan dengan kata-kata
ataupun melalui inyarat nonverbal.

2. Edukasi Pasien dan Keluarga


Pasien mendapatkan penjelasan mengenai:
a. Kemungkinan penyebab rasa nyerinya
b. Obat yang telah diberikan untuk mengurangi nyeri
c. Metode alternative untuk mengurangi nyeri
d. Skala penilaian nyeri dan kewajibannya untuk melapor bila intensitas nyeri
bertambah sebelum menjadi terlalu parah sehingga lebih mudah ditangani
e. Kemungkinan keterbatasan terapi dan efek samping
23
Keluarga mendapatkan penjelasan mengenai nyeri dari perawat dapat berupa
leaflet dan audio visual yang telah di sediakan oleh rumah sakit.

E. Bagan Alur Tatalaksana Nyeri

  PASIEN

NYERI

RINGAN SEDANG BERAT

PERAWAT DR. JAGA TIM


RUANAG NYERI

BAB IV
DOKUMENTASI

24
1. Pengkajian asesmen nyeri di rekam medik
2. Form asesmen ulang nyeri

25

Anda mungkin juga menyukai