Anda di halaman 1dari 57

MAKALAH GANGGUAN JIWA KONSEP DIRI

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA TENTANG KONSEP DIRI


DI SUSUN OLEH ALFIANTI DKK
KATA PENGANTAR

Assalammuallaikum wr.wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah melimpahkan
rahmatnya kepada kami semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
keperawatan jiwa mengenai gangguan konsep diri ini dengan lancar dan tanpa
hambatan sedikitpun. Allah Maha Besar.
Namun, kami menyadari kalau kami adalah manusia biasa yang tak pernah
luput dari kekurangan demikianpun apa yang kami buat ini. Kami banyak berharap
kritik dan saran dari pembaca sehingga kami dapat menyempurnakan laporan-
laporan yang akan kami buat kedepannya.
Adapun tujuan kami membuat makalah yaitu untuk menyelesaikan tugas kuliah
keperawatan jiwa dan mengetahui segala hal tentang gangguan konsep diri.
Terimakasih kepada dosen – dosen yang mengajar kami sebagai pembimbing
kami dalam kuliah keperawatan jiwa dan semua teman-teman yang telah
memberikan pendapat, pertanyaan, waktu, dan tenaga sehingga laporan ini dapat
terselesaikan.
Kami tidak bisa membalas semua itu dan kami semoga semua itu akan di balas
dengan Allah SWT. Amien

Penyusun
BAB I
PANDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Konsep diri adalah semua pikiran, kepercayaan dan keyakinan yang diketahui
tentang dirinya yg mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain
(stuart, sundeen 1991). Dimana konsep diri di dalamnya menyangkut gangguan
harga diri rendah dan ganggguan isolasi sosial.
Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami ketidak mampuan
untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan di
sekitarnya secara wajar. Pada pasien dengan perilaku menarik diri sering
melakukan kegiatan yang ditujukan untuk mencapai pemuasan diri, dimana pasien
melakukan usaha untuk melindungi diri sehingga ia jadi pasif dan berkepribadian
kaku, pasien menarik diri juga melakukan pembatasan (isolasi diri), termasuk juga
kehidupan emosionalnya, semakin sering pasien menarik diri, semakin banyak
kesulitan yang dialami dalam mengembangkan hubungan sosial dan emosional
dengan orang lain (Stuart dan Sundeen, 1998).
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan rendah diri
yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negative terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri dan adanya perasaan hilang kepercayaan diri,merasa gagal karena
tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri (Keliat, 1998)
Dalam membina hubungan sosial, individu berada dalam rentang respon yang
adaptif sampai dengan maladaptif. Respon adaptif merupakan respon yang
dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang berlaku, sedangkan
respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
budaya. Respon sosial dan emosional yang maladaptif sering sekali terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, khususnya sering dialami pada pasien menarik diri sehingga
melalui pendekatan proses keperawatan yang
komprehensif penulis berusaha memberikan asuhan keperawatan yang
semaksimal mungkin kepada pasien dengan masalah keperawatan utama
kerusakan interaksi sosial : menarik diri dan harga diri rendah.
Berdasarkan hal – hal di atas maka gangguan konsep diri yang di dalamnya
termasuk gangguan menarik diri dan harga diri rendah perlu di ulas lebih lanjut lagi.
1.2. TUJUAN
1. Mengetahui tentang masalah gangguan konsep diri dan macam-macam gangguan
konsep diri.
2. Mengetahui asuhan keperawatan gangguan konsep diri.
3. Menyelesaikan tugas keperawatan jiwa mengenai gangguan konsep diri.
1.3. RUMUSAN MASALAH
1.3.1. Pengertian konsep diri, harga diri rendah dan isolasi diri
1.3.2. Faktor penyebab gangguan konsep diri
1.3.3. Asuhan keperawatan gangguan konsep diri

BAB II
ISI
2.1. PENGERTIAN KONSEP DIRI
Konsep diri adalah semua pikiran, kepercayaan dan keyakinan yang
diketahui ttg dirinya yg mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang
lain (stuart, sundeen 1991). Konsep diri belum ada saat dilahirkan, tetapi dipelajari
dari pengalaman unik melalui eksplorasi diri sendiri hubungan dengan orang dekat
dan berarti bagi dirinya.
Konsep diri merupakan konsep dasar yang perlu diketahui perawat untuk
mengerti perilaku dan pandangan klien terhadap dirinya, masalahnya serta
lingkungannya ( suliswati dkk, 2005 )
Konsep diri berkembang dengan baik apabila : budaya dan pengalaman
dikeluarga dapat memberikan perasaan positif, memperoleh kemampuan yg berarti
bagi individu/lingkungan dan dapat beraktualisasi, sehingga individu menyadari
potensi dirinya..
2.2. PENGERTIAN HARGA DIRI RENDAH
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negative terhadap diri sendiri atau
kemampuan diri dan adanya perasaan hilang kepercayaan diri,merasa gagal karena
tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri (Keliat, 1998).Harga diri
seseorang umumnya diperoleh dari diri sendiri dan orang lain.Gangguan harga diri
rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang,perlakuan orang lainyang
mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk. Tingkat harga diri seseorang
berada dalam rentang tinggi sampai rendah. Individu yang memiliki harga diri tinggi
menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu beradaptasi secara efektif untuk
berubah secara cendrung merasa aman. Individu yang memiliki harga diri rendah
melihat lingkungan dengan cara negatif dan menganggap sebagai ancaman.
Barbara kozier berpendapat : level of self esteem range from hight to low. A
person who has hight self esteem deals actively with the environment,adapts
effectively to change,and feels secure. A person with low selfesteem sees the
environment as negative and thereatening.(Driever dalam Barbara
Kozier,2003:845)
Menurut antai Ontongg (1995:297), self esteem dipengaruhi oleh
pengalaman individu dalam perkembangan fungsi ego ,dimana anak-anak yang dapt
beradaptasi terhadap lingkungan internal dan external biasanya memiliki perasaan
aman terhadap lingkungan dan menunjukan self esteem yang positif. Sedangkan
individu yang memiliki harga diri rendah cendrung untuk mempresepsikan
lingkungannya negative dan sangan mengancam. Mungkin pernah mengalami
depresi atau gangguan dalam fungsi egonya.
Menurut Patricia D. Barry dalam Mental Health and Mental Illnes (2003 ) ,
Harga Diri Rendah adalah perasaan seseorang bahwa dirinya tidak diterima
lingkungan dan gambaran-gambaran negative tentang dirinya. Barry
mengemukakan , Self esteem is a feeling of self acceptaince and positive self image.
Pengertian lain mengmukakan bahwa harga diri rendah adalah menolak dirinya
sendiri, merasa tidak berharga dan tidak dapat bertanggung jawab atas kehidupan
sendiri. Individu gagal menyesuaikan tingkah laku dan cita-cita.

2.3. PENGERTIAN ISOLASI DIRI


Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami ketidak
mampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan
di sekitarnya secara wajar. Pada pasien dengan perilaku menarik diri sering
melakukan kegiatan yang ditujukan untuk mencapai pemuasan diri, dimana pasien
melakukan usaha untuk melindungi diri sehingga ia jadi pasif dan berkepribadian
kaku, pasien menarik diri juga melakukan pembatasan (isolasi diri), termasuk juga
kehidupan emosionalnya, semakin sering pasien menarik diri, semakin banyak
kesulitan yang dialami dalam mengembangkan hubungan sosial dan emosional
dengan orang lain (Stuart dan Sundeen, 1998).
2.4. FAKTOR PENYEBAB GANGGUAN KONSEP DIRI
1. GANGGUAN KONSEP DIRI

a. Faktor predisposisi

 Faktor yang mempengaruhi harga diri, termasuk penolakan orang tua,


harapan orang tua yang tidak realistik
 Faktor yang mempengaruhi penampilan peran, yaitu peran yang
sesuai dengan jenis kelamin, peran dalam pekerjaan dan peran yang
sesuai dengan kebudayaa
 Faktor yang mempengaruhi identitas diri, yaitu orang tua yang tidak
percaya pada anak, tekanan teman sebaya dan kultur social yang
berubah

b. Faktor Presipitasi

 Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam atau faktor
dari luar individu ( internal or eksternal sources ), yang dibagi 5 ( lima )
kategori :
1. Ketegangan peran, adalah stress yang berhubungan dengan
frustasi yang dialami individu dalam peran atau posisi yang
diharapkan seperti konsep berikut ini :
2. Konflik peran : ketidaksesuaian peran antar yang dijalankan
dengan yang diinginkan
3. Peran yang tidak jelas: kurangnya pengetahuan individu tentang
peran yang dilakukannya
4. Peran berlebihan : kurang sumber yang adekuat untuk
menampilkan seperangkat peran yang kompleks
5. Perkembangan transisi, yaitu perubahan norma yang berkaitan
dengan nilai untuk menyesuaikan diri
 Situasi transisi peran, adalah bertambah atau berkurangnya orang
penting dalam kehidupan individu melalui kelahiran atau kematian
orang yang berarti
 Transisi peran sehat – sakit, yaitu peran yang diakibatkan oleh
keadaan sehat atau keadaan sakit. Transisi ini dapat disebabkan :

1. Kehilangan bagian tubuh


2. Perubahan ukuran dan bentuk, penampilan atau fungsi tubuh
3. Perubahan fisik yang berkaitan dengan pertumbuhan dan
perkembangan
4. Prosedur pengobatan dan perawatan

Ancaman fisik seperti pemakaian oksigen, kelelahan, ketidakseimbangan bio –


kimia, gangguan penggunaan obat, alkoholdan zat.
2. GANGGUAN HARGA DIRI RENDAH
Proses terjadinya harga diri rendah
Berdasarkan hasil riset Malhi(2008, dalam http:www.tqm.com), harga diri
rendah diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang.Hal ini mengakibatkan
berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan dan menyebabkan upaya yang
rendah sehingga penampilan seseorang menjadi tidak optimal.Dalam tinjauan life
span history, harga diri rendah disebabkan adanya perilaku-perilaku yang tidak ideal
yang terjadi atau dialami oleh individu, mulai dari ia kecil, remaja, sampai ia di
tingkat dewasa awal, seperti yang dijabarkan di bawah ini:
1.Pada masa kecil, ia sering disalahkan dan jarang diberi pujian atas
keberhasilannya.
2.Ketika ia remaja, keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan, dan
tidak diterima.
3.ketika ia di fase dewasa awal, efeknya adalah individu tersebut sering merasa
gagal di sekolah, pekerjaan, atau pergaulan.
Kesimpulannya, harga diri rendah biasanya muncul ketika seseorang berada pada
lingkungan yang cenderung mengucilkannya dan menuntut individu tersebut
melakukan atau menjadi sesuatu yang lebih dari kemampuannya.

Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah adalah penolakan orang tua
yang tidak realistis,kegagalan berulang kali,kurang mempunyai tanggung jawab
personal,ketergantungan pada orang lain,ideal diri yang tidak realistis.
Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harag diri rendah adalah kehilangan bagian
tubuh,perubahan penampilan/bentuk tubuh,kegagalan atau produktivitas yang
menurun.

Tanda – tanda Harga diri rendah

 Mengejek dan mengkritik diri.

 Merasa bersalah dan khawatir,menghukum atau menolak diri sendiri.

 Mengalami gejala fisik,missal:tekanan darah tinggi,gangguan penggunaan


zat.

 Menunda keputusan

 Sulit bergaul

 Menghindarai kesenangan yang dapat memberi rasa puas.

 Menarik diri dari realitas,cemas,panik,cemburu,curiga,halusinasi.

 Merusak diri:harga diri rendah menyokong klien untuk mengakhiri hidup.

 Merusak/melukai orang lain

 Perasaan tidak mampu.

 Pandangan hidup yang pesimistis.

 Tidak menerima pujian.

 Penurunan produktivitas.

 Penolakan terhadap kemampuan diri.

 Kurang memperhatikan perawatan diri.

 Berpakaian tidak rapi.

 Berkurang selera makan

 Tidak berani menatap lawan bicara.


 Lebih banyak merunduk.

 Bicara lambat dengan nada suara lemah.

3. GANGGUAN ISOLASI DIRI

2.5. ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN KONSEP DIRI


1. GANGGUAN KONSEP DIRI
PROSES KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Faktor predisposisi
1. Faktor yang mempengaruhi harga diri, termasuk penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak realistik
2. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran, yaitu peran yang sesuai dengan
jenis kelamin, peran dalam pekerjaan dan peran yang sesuai dengan
kebudayaa
3. Faktor yang mempengaruhi identitas diri, yaitu orang tua yang tidak percaya
pada anak, tekanan teman sebaya dan kultur social yang berubah
2. Faktor Presipitasi

1. Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam atau faktor dari luar
individu ( internal or eksternal sources ), yang dibagi 5 ( lima ) kategori :
1. Ketegangan peran, adalah stress yang berhubungan dengan frustasi
yang dialami individu dalam peran atau posisi yang diharapkan seperti
konsep berikut ini :
2. Konflik peran : ketidaksesuaian peran antar yang dijalankan dengan
yang diinginkan
3. Peran yang tidak jelas: kurangnya pengetahuan individu tentang peran
yang dilakukannya
4. Peran berlebihan : kurang sumber yang adekuat untuk menampilkan
seperangkat peran yang kompleks
5. Perkembangan transisi, yaitu perubahan norma yang berkaitan dengan
nilai untuk menyesuaikan diri
2. Situasi transisi peran, adalah bertambah atau berkurangnya orang penting
dalam kehidupan individu melalui kelahiran atau kematian orang yang berarti
3. Transisi peran sehat – sakit, yaitu peran yang diakibatkan oleh keadaan sehat
atau keadaan sakit. Transisi ini dapat disebabkan :

1. Kehilangan bagian tubuh


2. Perubahan ukuran dan bentuk, penampilan atau fungsi tubuh
3. Perubahan fisik yang berkaitan dengan pertumbuhan dan
perkembangan
4. Prosedur pengobatan dan perawata
4. Ancaman fisik seperti pemakaian oksigen, kelelahan, ketidakseimbangan bio –
kimia, gangguan penggunaan obat, alkoholdan zat.
3. Perilaku
Data yang dikumpulkan oleh seorang perawat, hendaknya data perilaku yang obyektif
dan dapat diamati. Perilaku yang berhubungan dengan harga diri yang rendaha (
Stuart dan Sundeen, 1995 ) yaitu identitas kacau dan depersonalisasi dapat dilihat
pada tabel berikut.
Perilaku dengan harga diri yang rendah

1. Mengkritik diri sendiri atau orang lain


10. Pandangan hidup yang pesimis
2. Produktifitas menurun 11. Keluhan – keluhan fisik
3. Destruktif pada orang lain 12. Pandangan hidup terpolarisasi
4. Gangguan berhubungan 13. Mengingkari kemampuan diri sendiri
5. Merasa diri lebih penting 14. Mengejek diri sendiri
6. Merasa tidak layak 15. Mencederai diri sendiri
7. Rasa bersalah 16. Isolasi social
8. Mudah marah dan tersinggung 17. Penyalahgunaan zat
9. Perasaan negative terhadap diri sendiri
18. Menarik diri dari realitas
19. Khawatir
20. Ketegangan peran

Perilaku dengan Identitas kacau


21. Tidak mengindahkan moral 27. Tidak mampu berempati
22. Mengurangi hubungan interpersonal 28. Kurang keyakinan diri
23. Perasaan kosong 29. Mencintai diri sendiri
24. Perasaan yang berubah – ubah 30. Masalah hubungan intim
25. Kekacauan identitas seksual 31. Ideal diri tidak realistik
26. Kecemasan yang tinggi

Perilaku dengan Depersonalisasi


Afek 32. Identitas hilang
33. Asing dengan diri sendiri
34. Perasaan tidak aman, rendah diri, takut, malu
35. Perasaan tidak realistic
36. Merasa sangat terisolasi
Persepsi 37. Halusinasi pendengaran dan penglihatan
38. Tidak yakin akan jenis kelaminnya
39. Sukar membedakan diri dengan orang lain

Kognitif 40. Kacau


41. Disorientasi waktu
42. Penyimpangan pikiran
43. Daya ingat terganggu
44. Daya penilaian terganggu
Perilaku 45. Afek tumpul
46. Pasif dan tidak ada respon emosi
47. Komunikasi tidak selaras
48. Tidak dapat mengontrol perasaan
49. Tidak ada inisiatif dan tidak mampu mengambil keputusan
50. Menarik diri dari lingkungan
51. Kurang bersemangat

4. Mekanisme Koping

Jangka Pendek Jangka Panjang


1. Kegiatan yang dilakukan untuk lari 1. Menutup Identitas :
sementara dari krisis : pemakaian obat Terlalu cepat mengadopsi identitas yang
– obatan, kerja keras, nonton TV terus disenangi daro orang – orang yang berarti,
menerus tanpa mengindahkan hasrat, aspirasi atau
potensi diri sendiri
2. Kegiatan mengganti identitas 2. Identitas Negatif :
sementara : Asumsi yang bertentangan dengan nilai
(ikut kelompok social, keagamaan, dan harapan masyarakat
politik )
3. Kegiatan yang memberi dukungan
sementara : ( kompetisi olah raga
kontes popularitas )
4. Kegiatan mencoba menghilangkan
anti identitas sementara :
(penyalahgunaan obat – obat)

5. Mekanisme pertahanan ego yang sering digunakan adalah : fantasi, disasosiasi,


isolasi, proyeksi, mengalihkan marah berbalik pada diri sendiri daan orang lain

B. Masalah Keperawatan
Masalah gangguan konsep diri berhubungan dengan rasa bersalah sering menimbulkan
kekacauan dan mengakibatkan respon koping yang maladaptive. Respon ini dapat dilihat
bervariasi pada berbagai individu, yang mengalami ancaman integritas diri atau harga diri.
Masalah keperawatan dan contoh diagnosa keperawatan lengkap yang berkaitan dengan
gangguan konsep diri, lihat tabel berikut ini.

Masalah keperawatan yang berhubungan dengan konsep diri

Masalah keperawatan Contoh diagnosa keperawatan yang lengkap


uatama
1. Gangguan gambaran diri 1. Gangguan gambaran diri berhubungan
dengan harga diri rendah
2. Gangguan gambaran diri berhubungan
dengan defisit perawatan diri

2. Gangguan identitas diri 1. Gangguan identitas diri berhubungan


dengan perubahan penampilan peran
2. Gangguan identitas berhubungan dengan
keracunan obat yang dimanifestasika
dengan control impuls yang kacau dan
hilang

3. Gangguan penampilan peran  Gangguan penampilan peran berhubungan


dengan harga diri rendah
4. Gangguan harga diri 1. Harga diri rendah berhubungan dengan
ideal diri yang tidak realistik
2. Harga diri rendah berhubungan dengan
ideal diri terlalu tinggi

C. Perencanaan Tindakan Keperawatan

1. Tujuan Umum
Meningkatkan aktualisasi diri klien : dengan membantu menumbuhkan,
mengembangkan, menyadari potensi sambil mencari kompensasi ketidakmampuan
2. Tujuan Khusus
Klien dapat mengenal dukungan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan massalaha
yang berhubungan dengan konsep diri daan membantu klien agar lebih mengerti akan
dirinya secara tepat
3. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan membantu klien mengidentifikasikan penilaian tentang situasi
dan perasaan yang terkait, guna meningkatkan penilaian diri dan kemudian
melakukan perubahan perilaku. Pendekatan penyelesaian masalah ini memerlukan
tindakan yang bertahap sebagai berikut :
1. Memperluas kesadaran diri; Tahap memperluas kesadaran diri

Prinsip Rasional Tindakan

Membina hubungan Sikap perawat yang


1. Menerima klien apa adanya
saling percaya terbuka dapat 2. Dengarkan klien
mengurangi 3. Dorong klien mendiskusikan
perasaan terancam pikiran dan perasaannya
dan membantu klien
4. Respon yang tidak mengadili
menerima semua5. Katakan bahwa klien adalah
aspek dirinya individu yang berharga,
bertanggung jawab dan dapat
menolong diri sendiri

Bekerja dengan Tingkat kemampuan


6. Identitas kemampuan klien
kemampuan yang menilai realitas dan
7. Arahkan klien sesuai dengan
dimiliki klien control diri kemampuan yang dimiliki
diperlukan sebagai
8. Meyakinkan identitas klien
landasan asuhan 9. Beri dukungan untuk menurunkan
keperawatan panic
10. Pendekatan tanpa menuntut
11. Menerima dan mengklarifikasikan
komunikasi verbal dan non verbal
12. Cegah klien mengisolasi diri
13. Ciptakan kegiatan rutin ( ADL )
14. Buat batasan perilaku yang tidak
pantas
15. Orientasikan klien ke dunia yang
nyata
16. Beri pujian pada perilaku yang tepat
17. Tingkatkan kegiatan dan tugas
secara bertahap untuk
menimbulkan pengalaman positif

2. Menyelidiki diri; Membantu klien menyelidiki diri

Prinsip Rasional Tindakan


Bantu klien menerima Dengan 1. Motivasi klien mengekspresikan
perasaan dan menunjukkan emosi, keyakinan perilaku dan
pikirannya sikap menerima pikirannya
perasaan dan 2. Gunakan komunikasi terapeutik dan
pikiran klien, empati
maka klien akan
3. Catat pikiran yang logis, observasi
melakukan hal respon emosi
yang sama
Menolong klien Keterbukaan 4. Tumbuhkan persepsi klien terhadap
menjelaskan konsep persepsi diri kekuatan dan kelemahannya
dirinya dan adalah awal untuk
5. Bantu klien menurunkan self
hubungannya dengan merubah suasana idealnya
orang lain secara sepi dan dapat6. Bantu klien menjelaskan
terbuka mengurangi hubungannya dengan orang lain
ansietas
Menyadari dan Kesadaran diri7. Sadari perasaan sendiri baik perasaan
mengontrol perasaan akan membantu negative dan positif dalam
perawat penampilan berhubungan
model perilaku
dan membatasi
efek negative
dalam
berhubungan
dengan orang lain
Empati pada klien, Rasa empati 8. Gunakan respon empati dan
tekankan bahwa dapat observasi apakah perasaan perawat
kekuatan untuk menguatkan simpati atau empati
berubah ada pada klien pandangan klien
9. Jelaskan bahwa klien berguna dalam
memahami memecahkan masalahnya
perasaan orang10. Libatkan keluarga dan kelompok
lain menyelidiki diri klien
11. Bantu klien mengenal konflik dan
koping maladaptive

3. Mengevaluasi diri; Mambantu klien mengevaluasi diri

Prinsip Rasional Tindakan

Membantu klien Setelah 1. bersama klien identifikasi


mengidentifikasi masalahnya mengetahui stressor dan bagaimana
secara jelas masalah dengan penilaiannya
jelas alternative2. Jelaskan bahwa keyakinan
pemecahan dapat klien mempengaruhi perasaan
dibuat klien dan perilakunya

Kaji respon koping adaptif dan Dengan 3. Bersama klien


maladaptif klien terhadap mengetahui koping mengidentifikasi
masalah yang dihadapi yang dipilih klien
4. Keyakinan, ilusi, tujuan yang
dapat tidak realistic
mengevaluasi 5. Identifikasi kekuatan klien
konsekwensi 6. Tunjukkan konsep sukses dan
positif dan negatif gagal dalam persepsi yang
cocok
7. Teliti sumber koping yang
digunakan klien
8. Uraikan pada klein bahwa
respon koping dapat dipilih
dengan bebas dan mempunyai
dampak positif maupun
negative
9. Bersama klien
mengidentifikasi respon
koping yang maladaptif
10. Komunikasi yang
memfasilitasi konfrontasi
yang mendukung
11. Kalrifikasi peran

4. Membuat perencanaan yang realistik; Membantu klien membuat rencana


yang realistik

Prinsip Rasional Tindakan


Bantu klien mengidentifikasi Jika semua 1. Jelaskan bahwa yang dapat merubah
pemecahan masalah alternative dirinya adalah klien bukan orang lain
sudah 2. Bantu keyakinan dan ide klien ke
dievaluasi, dalam kenyataan
perubahan 3. Gunakan lingkungan membantu
menjadi efektif keyakinan klien jadi konsisten
Bantu klien mengkonsep Dengan tujuan
4. Bantu klien merumuskan tujuan
tujuan yang realistik yang jelas dapat
5. Bantu klien untuk menetapkan
merubah perubahan yang diinginkan
harapan yang6. Anjurkan klien menggunakan
diinginkan pengalaman baru untuk
mengembangkan potensinya
7. Gunakan role model, role play,
visualisasi dan redemonstrasi yang
sesuai

5. Bertanggung jawab dalam bertindak


Prinsip Rasional Tindakan

Mengeksplorasi koping adaptif Sangat penting 1. Beri kesempatan klien untuk


dan maladaptif klien dalam bagi klien memilih koping yang ingin
memecahkan masalahnya mengetahui koping digunakan dan konsekwensinya
yang digunakan2. Bantu klien mengidentifikasi
dalam pemecahan keuntungan kerugian mekanisme
masalahnya baik koping yang dipilih
yang negative 3. Diskusikan bila klien memilih
maupun yang mekanisme koping negative
poitif berikut konsekwensinya
4. Berikan dukungan positif untuk
mempertahankan kemajuannya

Untuk meningkatkan penerimaan klien secara unuk di dalam keluarga, diperlukan pendidikan
kesehatan mental yang dapat dilihat pada table berikut ini
Pendidikan kesehatan mental bagi keluarga
Tujuan Kegiatan Instruksional Evaluasi
Menegaskan Diskusikan keunikan masing 1. Klien dapat
konsep keunikan – masing anggota keluarga. mengidentifikasi fungsi
anggota keluarga Bantu klien keluarga
mengidentifikasikan tingkat
kemampuannya di antar
anggota keluarga
Uraikan Analisa tipe dan pola 1. Klien menguraikan
karakteristik hubungan dalam keluarga. pola hubungan dalam
perpaduan emosi Gunakan kertas dan pensil keluarga
untuk menggambarkan pola 2. Klien mengidentifikasi
keluarga peran dan perilakunya

Diskusikan Sintesa dinamika keluarga 1. Klien menyadari


pembentukan dan dan manifestasi stress pasien, kontribusi keluarga
pelaksanaan peran akan mendorong komunikasi terhadap stress masing
dalam keluarga dalam keluarga – masing anggota

D. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Pada makalah ini akan diuraikan tindakan keperawatan pada 2 ( dua ) diagnosa, yaitu :

1. Perubahan penampilan peran berhubungan dengan harga diri rendah


2. Gangguan harga diri : harga diri rendah berhubungan dengan gangguan citra tubuh

Rencana Tindakan Keperawatan pada :


1. Diagnosa : Perubahan penampilan perab berhubungan dengan harga diri rendah

1. Tujuan Umum :
1. Klien dapat melanjutkan peran sesuai dengan tanggung jawabnya
2. Tujuan Khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat


2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3. Klian dapat menilai kemampuan yang dapat dilakukan
4. Klien dapat menetapkan ( merencanakan ) kegiatan sesuai kemampuan yang
dimiliki
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kondisi sakit dan kemampuan
6. Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada
3. Tindakan Keperawatan

1. Bina hubungan saling percaya


1. Salam terapeutik
2. Perkenalkan diri
3. Jelaskan tujuan interaksi
4. Ciptakan lingkungan yang tenang
5. Buat kontrak yang jelas (apa yang akan dilakukan/dibicarakan, waktu)
1. Beri kesemapatan untuk mengungkapkan perasaannya tentang
penyakit yang diderita
2. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
3. Katakan pada klien bahwa ia adalah seseorang yang berharga
dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri
2. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien. Dapat dimulai
dari bagian tubuh yang masih berfungsi dengan baik, kemampuan lain yang
dimiliki oleh klien, aspek positif ( keluarga, lingkungan ) yang dimiliki klien.
Jika klien tidak mampu mengidentifikasi, maka dimulai oleh perawat memberi
“ reinforcement “ ( pujian terhadap aspek positif klien
3. Setiap bertemu klien, hindarkan memberi penilaian negative. Utamakan
memberi pujian yang realistik
4. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama
sakit. Misalnya : penampilan klien dalam “self-care”, latihan fisik dan
ambulasi secara aspek asuhan terkait dengan gangguan fisik yang dialami
klien
5. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan pengguanaannya setelah
pulang sesuai dengan kondisi sakit klien.
6. Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap kemampuan :
kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan sebagian, kegiatan yang
membutuhkan bantuan total
7. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
8. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan ( sering klien
takut melaksanakannya )
9. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
10. Beri pujian atas keberhasilan klien
11. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
12. Berikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien harga
diri rendah
13. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
14. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
4. Hasil Yang Diharapkan :

1. Klien mengungkapkan perasaannya terhadap penyakit yang diderita


2. Klien menyebutkan aspek positif dan kemampuan dirinya ( fisik, intelektual,
system pendukung )
3. Klien berperan serta dalam perawatan dirinya
4. Percaya diri klien dengan menetapkan keinginan atau tujuan yang realistis

2. Diagnosa : Gangguan harga diri : harga diri rendah berhubungan dengan gangguan citra
tubuh

1. Tujuan Umum
1. Klien menunjukkan pengingkatan harga diri
2. Tujuan Khusus :

1. Klien dapat meningkatkan keterbukaan dan hubungan saling percaya


2. Klien dapat mengidentifikasi perubahan citra tubuh
3. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
4. Klien dapat menerima realita perubahan struktur, bentuk atau fungsi tubuh
5. Klien dapat menyusun rencana cara – cara menyelesaikan masalah yang
dihadapi
6. Klien dapat melakukan tindakan pengembalian integritas tubuh
3. Tindakan keperawatan :

1. Bina hubungan saling percaya


1. Salam terapeutik
2. Komunikasi terbuka, jujur, empati
3. Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan klien terhadap
perubahan tubuh.
4. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
5. Lakukan kontrak untuk program asuhan keperawatan ( pendidikan
kesehatan, dukungan, konseling dan rujukan )
2. Diskusikan perubahan struktur, bentuk atau fungsi tubuh
3. Observasi ekspresi klien pada saat diskusi
4. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien ( tubuh,
intelektual, keluarga ) oleh klien di luar perubahan yang terjadi
5. Setiap bertemu klien, hindarkan memberi penilaian negative. Utamakan
memberi pujian yang realistik
6. Beri pujian atas aspek posirtif dan kemampuan yang masih dimiliki klien
7. Dorong klien untuk merawat diri dan berperan serta dalam asuhan klien secara
bertahap
8. Libatkan klien dalam kelompok klien dengan masalah gangguan citra tubuh
9. Tingkatkan dukungan keluarga pada klien terutama pasangan
10. Diskusikan cara – cara ( booklet, leaflet sebagai sumber informasi ) yang
dapat dilakukan untuk mengurangi dampak perubahan struktur, bentuk atau
fungsi tubuh
11. Dorong klien memilih cara sesuai bagi klien
12. Bantu klien melakukan cara yang dipilih
13. Membantu klien mengurangi perubahan citra tubuh. Misalnya : protesa untuk
bagian tubuh tertentu, tongkat
14. Rehabilitasi bertahap bagi klien
15. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama
sakit. Misalnya : penampilan klien dalam “self-care”, latihan fisik dan
ambulasi secara aspek asuhan terkait dengan gangguan fisik yang dialami
klien
16. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan pengguanaannya setelah
pulang sesuai dengan kondisi sakit klien.
17. Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap kemampuan :
kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan sebagian, kegiatan yang
membutuhkan bantuan total
18. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
19. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan ( sering klien
takut melaksanakannya )
20. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan
21. Beri pujian atas keberhasilan klien
22. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
23. Berikan pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien harga
diri rendah
24. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
25. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
4. Hasil Yang Diharapkan :

1. Klien menerima perubahan tubuh yang terjadi


2. Klien memilih beberapa cara mengatasi perubahan yang terjadi
3. Klien adaptasi dengan cara – cara yang dipilih dan digunakan
4. 1. GANGGUAN ISOLASI DIRI

A. Pengkajian

1. Faktor Predisposisi

1.1Faktor perkembangan

Secara teori, kurangnya stimulasi, kasih sayang dan kehangatan dari


ibu(pengasuh) pada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya.
1.2 Faktor biologis

Genetik merupakan salah satu faktor pendudkung gangguan jiwa.

1.3 Faktor sosiokultural

Isoloasi sosial dapat terjadi, salah satunya pada tuntutan lingkungan


yang terlalu tinggi.

2. Faktor Presipitasi

Stressor psikologis seperti intensitas kecemasan yang ekstrim dan


memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi
masalah diyakini akan menimbulkan berbagai masalah kerusakan hubungan
sosial menarik dri

3. Prilaku

Tingkah laku klien menarik diri:

a. Kurang spontan

b. Apatis(acuh terhadap lingkungan)

c. Ekspresi wajah kurang berseri

d. Afek tumpul

e. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri

f. Komunukasi verbal menurun/tidak ada

g. Mengisolasi diri

h. Kurang sadar dengan lingkungan sekitar

i. Pemasukan makanan dan minuman terganggu


j. Retensi urine dan feses

k. Aktivitas menurun

l. Kurang energi(tenaga)

m. Harga diri rendah

n. Menolak berhubungan dengan orang lain.

4. Fisik

ADL (Aktiviti Daily Life)

Masalah nutrisi, kebersihan diri, tidak amampu berpartisipasi dalam kegiatan


aktivitas fisik yang menurun akan muncul pada klien dengan menarik diri.

5. Status emosi

Afek tidak sesuai merasa bersalah dan malu, sikap negatif yang curiga,rendah
diri dan kecemasan berat.

6. Status sosial

Menarik diri dan tidak percaya pada orang lain.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan menarik diri.

1. resiko tinggi melakukan kekerasan sehubungan dengan alusinasi


pendengaran

2. perubahan sensor persepsi halusinasi pendengaran b/d menarik diri.

3. kerusakan interaksi sosial; menarik diri b/d harga diri rendah kronis
4. sindrom defisit perawatan diri b/d intoleransi aktivitas

5. ketegangan peran memberi perawatan b/d ketidakmampuan keluarga


merawat pasien dirumah.

C. Perencanaan Keperawatan

a.Diagnosa keperawatan 1

Resiko tinggi terhadap tindakan kekerasan yang diarahkan kepada orang lain
pada diri sendiri dan lingkungan b/d alusinasi pendengaran.

b.Tujuan

-TUM: klien dapat mengendalikan alusinasinya

-TUK 1: klien dapat membina hubungan saling percaya.

*Intervensi :

 bina hubungan saling percaya

 salam terafentik, perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi,


ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak y6ang jelas,
tepati waktu.

 dorong dan beri kesempatan klien mengungkapkan


perasaannya.

 dengarkan ungkapan klien dengan empati

*Rasional:

1. hubunagn saling percaya seagai dasar interaksi yang terapeutik perawat


klien
2. ungkapan perasaan klien terhadap perawat sebagai bukti bahwa klien
mulai mempercayai perawat

3. rasa empati akan meningkatkan hubungan saling percaya.

*Evaluasi

Klien dapat mengungkapkan perasaan dan keadaannya saat ini secara verbal.

-TUK 2 : klien dapat mengenal alusinasinya

*Intervensi

1. adakan kontrak sering dan singkat secara bertahap 5 menit setiap 1 jam, 10
menit setiap satu jam, atau 15 menit setiap satu jam

2. observasi tingkah laku verbal / non verbal yang berhubungan dengan


halusinasi bicara sendiri, yaitu : isi bicara, mata melotot, tiba-tiba melotot,
tiba-tiba pergi, tertawa tiba-tiba

3. gambarkan tingkah laku alusinasi pada klien “apa yang terdenganr aatau
dilihat “.

4. terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien, tapi tidak bagi perawat
(tidak membenarkan dan tidak menunjang)

5. bersama klien mengidentifikasi aktivitas yang menimbulkan dan tidak


menimbulkan halusinasi beserta sifat, isi,waktu, dan frekuensi halusinasi.

6. bersama klien menentukan faktor pencetus halusinasi, (apa yang terjadi


sebelum alusinasi?)

7. dorong klien mengungkapkan perasaannya ketika sedang berhalusinasi


*Evaluasi

5. klien dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata setelah 3-4
kali pertemuan dengan menceritakan hal-hal yang nyata.
6. klien dapat menyebutkan situasi yang menimbulkan halusinasi: sifat, isi,
waktu, frekuensi alusinasi, setelah 3x pertemuan.

-TUK 3 : klien dapat mengontrol halusinasinya


*Intervensi:

1. identifikasi bersama klien tindakan apa yang dilakukan bila sedang berhalusinasi
2. beri pujian terhadap ungkapan klien tentang tindakannya
3. diskusikan cara memutuskan halusinasi
4. dorong klien untuk menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasi
5. beri pujian atas upaya klien

*Rasional
1. tindakan yang bisa dilakukan klien merupakan upaya mengatasi halusinasi
2. memberikan hal yang positif atau pengakuan akan meningkatkan harga diri klien
3. dengn halusinsi yang terkontrol untuk klien maka waham curiga tidak terjadi
4. pengulangan hasil diskusi yang dapat dilakukan klien merupakan suatu tanda konsentrasi pikir
dapat difokuskan
5. pujian meruoakan pengakuan yang dapat meningkatkan motivasi dan harga diri klien

Evaluasi
1. klien dapat menyebutkan tindakan yang bila sedang berhalusinasi setelah 3 x pertemuan
2. klien dapat menyebutkan 3 dari 4 cara memutuskan halusinasi

TUK 4 klien dapat memanfaatkan obat untuk mengontrol halusinasinya


Intervensi
1. diskusikan dengan klien tentang obat mengontrol halusinasi
2. bantu klien untuk memastikan klien telah minum obat secara teratur untuk menontrol
halusinasinya

Rasional
1. meningkatkan pengetahuan dan motivasi klien untuk minum obat secara teratur
2. memastikan bahwa klien minum obat secara teratur

Evaluasi
klien minum obat secara teratur sesuai aturan minum obat setelah 3 x pertemuan
TUK 5 : klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Intervensi
1. dorong klien untuk memberitahu keluarga ketika timbul halusinasi
2. lakukan kunjungan keluarga, kenalkan pada halusinasi klien bantu dalam memutuskan
tindakan untuk mengontrol halusinasi klien, ajarkan cara merawat klien dirumah,
informasikan cara memotifikasi lingkungan agar mendukung realitas dan dorong keluarga
memanfaatkan fasilitas kesehatan dalam mengontrol halusinasi klien.
Rasional
1. sebagai upaya latihan klien sebelum berada di rumah
2. keluarga yang mampu merawat klien dengan halusinasi paling efektif mendukung kesembuhan
klien dengan masalah halusinasi
Evaluasi
Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol halusinasi setelah dirumah
Diagnosa keperawatan 2
Perubahan sensasi presepsi ; b/d keruskan interaksi sosial;menarik diri
TUM :klien dapat berhubungan dengan orang lain dan lingkungan sehingga halusinasi dapat
dicegah
TUK 1 klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Intervensi
Bina hubungan saling percaya :
- sikap terbuka dan empati
- terima klien apa adanya
- sapa klien dengan ramah
- tepati janji
- jelaskan tujuan pertemuan
- pertahankan kontak mata selama interaksi
- penuhi kebutuhan dasar klien saat itu

Rasional
Kejujuran, kesediaan dan penerimaan, meningkatkan kepercayaan hubungan antara klien
dengan perawat
Evaluasi
Setelah 2 x pertemuan klien dapat menerima kehadiran perawat
TUK 2 : klien dapat mengenal perasaan yang menyatakan perilaku menarik diri
Intervensi
1. kaji pengetahuan klien tentang menarik diri
2. beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab menarik diri
3. diskusikan bersama klien tentang prilaku menarik dirinya
4. beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkannya

Rasional
1. mengetahui sejauh mana pengetahuan klien yang menarik diri sehingga perawat dapat
merencanakan tindakan selanjutnya
2. untuk mengetahui alasan klien menarik diri
3. meningkatkan pengetahuan klien dan mencari pemecahan bersama tentang masalah klien
4. meningkatkan harga diri klien berani bergaul denngan lingkungan sosialnya

Evalusi
Setelah satu kali pertemuan klien dapat menyebutkan penyebab/alasan menarik daripada
dirinya
TUK 3 : klien dapat mengetahui keuntungan berhubungan dengan orang lain
Intervensi
1. diskusikan tentang manfaat berhubungan dengan orang lain
2. dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain
3. beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan manfaat berhubungan dengan
orang lain
Rasional
1. meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya berhubungan dengan orang lain
2. untuk mengetahui tingkat permohonan klien terhadap informasi yang telah diberikan
3. reinfocemet positif dapat meningkatkan harga diri klien

Evaluasi
Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 manfaat berhubungan denngan orang lain
- mendapat teman
- mengungkapkan perasaan
- membantu pemecahan masalah

TUK 4 : klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap


Intervensi
1. dorong klien untuk menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain
2. dorong dan bantu klien berhubungan dengan orang lain secara bertahap antara lain:
- klien – perawat
- klien – perawat – perawat lain
- klien – perawat – klien lain
- klien – kecil (TAK)
- klien – keluarga
3. libatkan klien dalam kegiatan TAK dan ADL ruangan
4. reinforcement positif atas keberhasilan yang telah dicapai klien

Rasional
1. untuk mengetahui pemahaman klien terhadap informasi yang telah diberikan
2. klien mungkin mengalami perasaan tidak nyaman, malu dalam berhubungan sehingga perlu
dilatih secara bertahap dalam berhubungan dengan orang lain
3. membantu klien dalam mempertahankan hubungan interpersonal
4. reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien

Evaluasi
Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain, misalnya :
- mmembalas sapaan perawat
- menatap mata
- mau berinteraksi

TUK 5 : klien mendapatkan dukungan keluarga dan berhubungan dengan orang lain
Intervensi
1. diskusikan tentang manfaat berhubungan denga anggota keluarga
2. dorong klien untuk mengemukakan perasaan tentang keluarga
3. beri brenforrcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasanya, manfaat
berhubungan dengan orang lain

Rasional
1. untuk mengetahui sejauh mana klien merasakan amanfaat dari berhubungan dengan orang lain
2. mengidentifikasi hambatan yang dirasakan oleh klien dalam berhubungan dengan orang lain
3. reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien

evaluasi
klien dapat mengungkapkan perasaanya setelah berhubungan dengan orang lain untuk :
- diri sendiri
- orang lain

Diagnosa keperawatan 3
Kerusakan interaksi sosial ; menarik diri b/d harga diri rendah
Tujuan
TUM : klien mampu berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri
TUK 1 : klien dapat memperkuat kesadaran diri
Intervensi
1. diskusikan dengan klien kelebihan yang dimilikinya
2. diskusikan kelemahan yang dimilikinya
3. beritahu klien bahwa tidak ada manusi yang sempurna, semua memiliki kelebihan dan
kekurangan
4. beritahu klien bahwa kekurangan bisa dimiliki dengan kelebihan yang dimiliki
5. anjurkan klien untuk lebih meningkatkan kelebihan yang dimiliki
6. beritahu klien bahwa ada hikmah dibalik kekurangan yang dimiliki

Rasional
1. mengidentifikasi hal-hal positif yang masih dimiliki klien
2. mengingatkan klien bahwa klien manusia biasa yang mempunyai kekurangan
3. menghadirkan realita pada klien
4. memberikan garapan pada klien
5. memberikan kesempatan berhasil lebih tinggi
6. agar klien tidak merasa putus asa

Evaluasi
1. klien dapat menyebutkan kemampuan yang ada pada diri setelah 1 x pertemuan
2. klien dapat menyebutkan kelemahan yang dimiliki dan tidak menjadi halangan dalam
mencapai keberhasilan

TUK 2
Klien dapat menyelidiki dirinya
Intervensi :
1. diskusikan denga klien ideal dirinya apa harapan selama di RS
2. bantu klien mengembangkan antara keinginan dan kemampuan yang dimilikinya
3. beri kesempatan klien untuk berhasil
4. beri Reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
rasional
1. untuk mengetahui sampai dimana reaalistis dan harapan klien
2. membantu klien membentuk harapan yang realistis
3. meningkatkan percaya diri klien
4. memberi penghargaan terhadap perilaku yang positif

Evaluasi
Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan yang sesuai dengan kemampuan setelah 1 x
pertemuan
TUK 3
Klien dapat mengevalusi diri
Intervensi
1. bantu klien mengidentifikasikan kegiatan atau keinginan yang bakl dicapainya
2. kaji bagaimana perasaan klien dengan keberhasilan tersebut
3. bicarakan kegagalan yang pernah dialami klien dan seba-sebab kegagalan.
4. kaji bagaimana respon klien terhadap kegagalan tersebut dan cara mengatasinya
5. jelaskan pada klien bahwa kegagalan yang dialami dapat menjadi pelajaran untuk mengatasi
kesulitan yang mungkin terjadi di masa yang akan datang.

Rasional
1. mengingatkan klien bahwa ia tidak selalu gagal
2. memberikan kesempatan klien untuk menilai dirinya sendiri
3. mengetahui apakah kegagalan tersebut mempengaruhi klien
4. mengetahui kuping yang selama ini digunakan oleh klien
5. memnerikan kekuatan pada klien bahwa kegagalan itu bukan merupakan akhir dari suatu usaha

Evaluasi
1. klien dapat mmenyebutkan keberhasilan yang pernah dialami setelah 1 x pertemuan
2. klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah dialami setelah 4 x pertemuan

TUK 4
Klien dapat membuat rencana realistis
Intervensi
1. bantu klien merumuskan tujuan yang ingin dicapai
2. diskusikan denngan klien tujuan yang ingin dicapai dengan kemampuan klien
3. bantu klien memilih perioritas tujuan yang mungkin dapat dicapainya
4. beri kesempatan klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih
5. tunjukkan keterampuilan atau keberhasilan yang telah dicapai klien
6. ikut saatukan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok
7. beri reinforcment positif bila klien mau mengikuti kegiatan kelompok

Rasional
1. Agar klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimilikinya
2. mempertahankan klien untuk tetap realistis
3. agar prioritas yang dipilih sesuai dengan kemampuan
4. menghargai keputusan yang telah di pilih klien
5. memberikan penghargaan atas keberhasilan yang telah dicapai
6. ikut sertakan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok

beri reinforcement bila klien mau mengikuti kegiatan kelompok


Evaluasi
1. klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai setelah 1 x pertemuan
2. klien dapat membuat keputusan dan mencapai tujuan setelah 1 x pertemuan

TUK 5
Klien dapat dukungan keluarga yang meningkatkan hanya dirinya
Intervensi
1. diskusikan dengan keluarga tanda-tanda harga diri rendah
2. tunjukkan setiap anggota keluarga untuk mengenal dan menghargai kemampuan tiap anggota
keluarga
3. Diskusikan dengan keluarga cara merespon terhadap klien dengan harga diri rendah seperti
menghargai klien tidak mengejek, tidak menjauhi
4. tunjukkan pada keluarga untun memberikan kesempatan berhasil pada klien
5. tunjukkan kepada keluarga untuk menerima klien apa adanya
6. anjurkan keluarga untuk melibatkan klien dalam setiap pertemuan keluarga

Rasional
1. mengatisipasi masalah yang timbul
2. menyiapkan suport sistem yang akurat
3. meningkatkan kemampuan keluarga dalam merawat klien dengan harga diri rendah seperti
menghargai klien, tidak mengejek, tidak menjauhi
4. memberikan kesempatan pada klien untuk sukses
5. membantu meningkatkan harga diri klien
6. meningkatkan interaksi klien dengan anggota kelurga

Evaluasi
1. - keluarga dapat menyebutkan tanda-tanda harga diri rendah
- mengatakan diri tidak berharga tidak berguna dan tidak
- pesimis
- menarik diri dan realita
2. keluarga dapat merespon dan memperlakukan klien dengan harga diri rendah secara tepat
setelah 2 x pertemuan

Diagnosa keperawatan 4
Sindrom defisit perawatan diri berhubungan dengan intrenon aktivitas
Tujuan
TUM : klien dapat mmelakukan perawatan diri
TUK 1 : klien mengetahui keuntungan melakukan perawatan diri
Intervensi
1. diskusikan tentang keuntungan melakukan perawatan diri
2. dorong klien untuk menyebutkan kembali keuntungan dalam melakukan perawatan diri
3. beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan keuntungan melakukan perawatan
diri

Rasional
1. untuk meningkatkan pengetahuan klien tentang perlunya perawatan diri
2. untuk mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yang telah diberikan
3. Reinforcement positif dapat menyenangkan hati klienEvaluasi
Klien dapat menyebutkan keuntungan dari melakukan perawatan diri seperti :
- memelihara kesehatan
- memberi rasa nyaman

TUK 2
Klien mengetahui kerugian jika tidak melakukan perawatan diri
Intervensi
1. diskusikan tentang kerugian tidak melakuakn perawatan diri
2. beri pujian terhadap kemampuan klien dalam menyebutkan kerugian tidak melakukan
perawatan diri

Rasional
1. untuk meningkatkan minat klien dalam melakukan perawatan diri
2. Reinforcement positif untuk menyenangkan hati klien
Evaluasi
klien dapat menyebutkan kerugian dari tidak melakukan perawatan diri seperti
- terkena penyakit
- sulit mmendapat teman

TUK 3 : klien berminat melakukan perawatan diri


Intervensi
1. dorong dan membantu klien dalam melakukan perawatan diri
2. beri pujian atas keberhasilan klien melakukan perawatan diri

Rasional
1. untuk meningkatkan minat klien dalam melakukan perawatan diri
2. reinforcement positif dapat menyenangkan hati klien dan meningkatkan minat klien untuk
melakukan perawatan diri

Evaluasi
Klien melakukan perawatan diri seperti :
Diagnosa keperawatan 5
Ketegangan peran memberi perawatan untuk berhubungan dengan ketidak mampuan
keluarga merawat pasien di Rumah
Tujuan
TUM:
Para pemberi perawatan akan mendemonstrasikan keterampilan memecahkan masalah yang
efektif dan membentuk mekanisme koping yang adaptip
TUK : Pemberian perawatan akan mendemonstrasikan pemahaman tentang cara-cara untuk
memudahkan peran memberi perawatan
Intervensi
1. kaji kemampuan pemberi perawatan sadar terhadap sistem pelayanan dimana mereka mencari
bantuan.
2. pastikan bahwa pemberi perawatan sadr terhadap sistem pelayanan kesehatan dimana mereka
dapat mencari bantuan
3. anjurkan pada para pemberi perawatan untuk mengekpresikan perasaanya terutama rasa marah
4. dorongan untuk berpartisipasi pada kelompok-kelompok pendukung yang berisi anggota-
anggota dengan situasi-situasi kehidupan yang sama
Rasional
1. para pemberi perawatan dapat tidak menyadari terhadap apa yang secara realistis dapat dicapai
oleh pasien mereka dapar tidak menyadari terhadap kemajuan alami dari penyakitnya
2. para pemberi perawatan memerlukan keinginan dari tekanan dan ketegangan setelah
memberikan perawatan 24 jam kepada mereka dapat mencari bantuan
3. pelepasan dari emosi-emosi ini dapat membantu mencegah fsikopatologi seperti defresi, atau
timbulnya kelainan fsikopatologis
4. mendengarkan orang lain mengalami masalah-masalah yang sama mendiskusikan cara-cara
yang telah mereka hadapi dapat membantu pemberi perawatan untuk mengadopsi strategi-
strategi yang lebih adaptif

Evaluasi
Para pemberi perawatan dapat mendemontrasikan keterampilan memecahkan
masalah yang efektif dan membentuk mekanisme koping yang adaptif.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Konsep diri secara fisiologis, emosional dan social dibentuk berdasarkan reaksi orang
lain terhadap seseorang dan kemudian oleh interpretasi individu tentang reaksi ini pada diri
sendiri. Komponen konsep diri adalah identitas, citra tubuh, harga diri dan peran yang dapat
dipengaruhi oleh peran kesehatan, pengalaman keluarga, social dan okupasi, serta aktivitas
intelektual dan kesenangan. Identitas adalah rasa konsisten dari berbagai individu yang
berbeda dari orang lain. Stresor identitas selama masa remaja dapat menimbulkan
kebingungan identitas. Citra tubuh adalah gambaran mental tubuh seseorang yang
dipengaruhi oleh pertumbuhan dan perkembangan, nilai dan sikap budaya dan social, dan
persepsi individu tantang tubuh. Stresor citra tubuh mencakup perubahan dalam penampilan
fisik, struktur atau fungsi tubuh. Harga diri bergantung pada persepsi seseorang tentang ideal
diri dan stresor harga diri meliputi perkembangan dan hubungan, penyakit, pembedahan serta
respon individu lain terhadap perubahan individu yang di akibatkan oleh kejadian ini.
Dalam penanganan masalah konsep diri dibutuhkan peran perawat sebagai orang yang
paling dekat dengan klien secara intensif. Untuk itu diperlukan hubungan antara perawat-
klien yang akan mempermudah dalam pemenuhan kebutuhan klien. Dalam hal ini
komunikasi terapeutik memegang peranan penting yang memiliki tujuan dan kegiatannya
dipusatkan untuk kesembuhan klien. Oleh karna itu perawat-klien dapat terlibat dalam
peningkatan kesadaran diri klien, mendorong eksplorasi diri klien, membantu klien dalam
evaluasi diri, membantu klien merumuskan tujuan dalam upaya adaptasi dan membantu klien
dalam mencapai tujuan yang telah direncanakan.
SARAN
1. Untuk memepermudah seorang perawat dalam pengaplikasian teori ini hendaknya
seorang perawat memahami dan mampu membangun konsep dirinya sendiri yang
positif
2. Untuk menambah wawasan pembaca dapat melihat reverensi yang lain.
DAFTAR PUSTAKA

 Romdzati, S.kep., Ns.,2011,Panduan Blok IDK 3,Yogyakarta;UMY


 Sloane, Ethel, 2003, Anatomi dan Fisiologi, Jakarta;EGC.
 Gulton dan Hall, 2007, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Jakarta:EGC.
 Astuti,Yoni, 2010, Hormon, Yogyakarta:UMY
 Ganong,Wiliam,F.2002.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed.20. Jakarta:EGC
http://ayoemeong.blogspot.com/2012/07/makalah-gangguan-jiwa-konsep-diri.html
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gangguan Jiwa
1. Pengertian gangguan jiwa
Gangguan jiwa atau mental illness adalah kesulitan yang harus
dihadapi oleh seseorang karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan
karena persepsinya tentang kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya
sendiri-sendiri (Djamaludin, 2001). Gangguan jiwa adalah gangguan
dalam cara berpikir (cognitive), kemauan (volition),emosi (affective),
tindakan (psychomotor) (Yosep, 2007).
Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan
pada fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa,
yang menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam
melaksanakan peran social.
Menurut Townsend (1996) mental illness adalah respon
maladaptive terhadap stressor dari lingkungan dalam/luar ditunjukkan
dengan pikiran, perasaan, dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan
norma lokal dan kultural dan mengganggu fungsi sosial, kerja, dan fisik
individu.
Konsep gangguan jiwa dari PPDGJ II yang merujuk ke DSM-III
adalah sindrom atau pola perilaku, atau psikologi seseorang, yang secara
klinik cukup bermakna, dan yang secara khas berkaitan dengan suatu
gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment/disability) di dalam
satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia (Maslim, 2002).
Menurut American Psychiatric Association (1994), gangguan
mental adalah gejala atau pola dari tingkah laku psikologi yang tampak
secara klinis yang terjadi pada seseorang dari berhubungan dengan
keadaan distress (gejala yang menyakitkan) atau ketidakmampuan
(gangguan pada satu area atau lebih dari fungsi-fungsi penting) yang
meningkatkan risiko terhadap kematian, nyeri, ketidakmampuan atau
8
9
kehilangan kebebasan yang penting dan tidak jarang respon tersebut dapat
diterima pada kondisi tertentu.
2. Penyebab timbulnya gangguan jiwa
Penyebab gangguan jiwa itu bermacam-macam ada yang
bersumber dari berhubungan dengan orang lain yang tidak memuaskan
seperti diperlakukan tidak adil, diperlakukan semena-mena, cinta tidak
terbatas, kehilangan seseorang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, dan
lain-lain. Selain itu ada juga gangguan jiwa yang disebabkan faktor
organik, kelainan saraf dan gangguan pada otak (Djamaludin, 2001).
Para ahli psikologi berbeda pendapat tentang sebab-sebab
terjadinya gangguan jiwa. Menurut pendapat Sigmund Freud dalam
Maslim (2002), gangguan jiwa terjadi karena tidak dapat dimainkan
tuntutan id (dorongan instinctive yang sifatnya seksual) dengan tuntutan
super ego (tuntutan normal social). Orang ingin berbuat sesuatu yang dapat
memberikan kepuasan diri, tetapi perbuatan tersebut akan mendapat
celaan masyarakat. Konflik yang tidak terselesaikan antara keinginan diri
dan tuntutan masyarakat ini akhirnya akan mengantarkan orang pada
gangguan jiwa.
Terjadinya gangguan jiwa dikarenakan orang tidak memuaskan
macam-macam kebutuhan jiwa mereka. Beberapa contoh dari kebutuhan
tersebut diantaranya adalah pertama kebutuhan untuk afiliasi, yaitu
kebutuhan akan kasih sayang dan diterima oleh orang lain dalam
kelompok. Kedua, kebutuhan untuk otonomi, yaitu ingin bebas dari
pengaruh orang lain. Ketiga, kebutuhan untuk berprestasi, yang muncul
dalam keinginan untuk sukses mengerjakan sesuatu dan lain-lain. Ada lagi
pendapat Alfred Adler yang mengungkapkan bahwa terjadinya gangguan
jiwa disebabkan oleh tekanan dari perasaan rendah diri (infioryty complex)
yang berlebih-lebihan. Sebab-sebab timbulnya rendah diri adalah
kegagalan di dalam mencapai superioritas di dalam hidup. Kegagalan yang
terus-menerus ini akan menyebabkan kecemasan dan ketegangan emosi.
(http://www.link.pdf.com/download/dl/askep-gangguan-jiwa-pdf).
10
J.P Caplin dalam Kartini Kartono (2000) mengartikan bahwa
kebutuhan ialah alat substansi sekuler. Dorongan hewani atau motif
fisiologis dan psikologis yang harus dipenuhi atau dipuaskan oleh
organisme, binatang atau manusia, supaya mereka bias sehat sejahtera dan
mampu melakukan fungsinya.
Dari berbagai pendapat mengenai penyebab terjadinya gangguan
jiwa seperti yang dikemukakan diatas disimpulkan bahwa gangguan jiwa
disebabkan oleh karena ketidak mampuan manusia untuk mengatasi
konflik dalam diri, tidak terpenuhinya kebutuhan hidup, perasaan kurang
diperhatikan (kurang dicintai) dan perasaan rendah diri. (Djamaludin dan
Kartini, 2001).
Menurut Sigmund Freud dalam Santrock (1999) adanya gangguan
tugas perkembangan pada masa anak terutama dalam hal berhubungan
dengan orang lain sering menyebabkan frustasi, konflik, dan perasaan
takut, respon orang tua yang mal adaptif pada anak akan meningkatkan
stress, sedangkan frustasi dan rasa tidak percaya yang berlangsung terusmenerus
dapat menyebabkan regresi dan withdral.
Disamping hal tersebut di atas banyak faktor yang mendukung
timbulnya gangguan jiwa yang merupakan perpaduan dari beberapa aspek
yang saling mendukung yang meliputi Biologis, psikologis, sosial,
lingkungan. Tidak seperti pada penyakit jasmaniah, sebab-sebab gangguan
jiwa adalah kompleks. Pada seseorang dapat terjadi penyebab satu atau
beberapa faktor dan biasanya jarang berdiri sendiri. Mengetahui sebabsebab
gangguan jiwa penting untuk mencegah dan mengobatinya.
Umumnya sebab-sebab gangguan jiwa menurut Santrock (1999)
dibedakan atas :
a. Sebab-sebab jasmaniah/ biologic
1) Keturunan
Peran yang pasti sebagai penyebab belum jelas, mungkin
terbatas dalam mengakibatkan kepekaan untuk mengalami
11
gangguan jiwa tapi hal tersebut sangat ditunjang dengan faktor
lingkungan kejiwaan yang tidak sehat.
2) Jasmaniah
Beberapa penyelidik berpendapat bentuk tubuh seorang
berhubungan dengan gangguan jiwa tertentu, Misalnya yang
bertubuh gemuk / endoform cenderung menderita psikosa manik
depresif, sedang yang kurus/ ectoform cenderung menjadi
skizofrenia.
3) Temperamen
Orang yang terlalu peka/ sensitif biasanya mempunyai
masalah kejiwaan dan ketegangan yang memiliki kecenderungan
mengalami gangguan jiwa.
4) Penyakit dan cedera tubuh
Penyakit-penyakit tertentu misalnya penyakit jantung,
kanker dan sebagainya, mungkin menyebabkan merasa murung
dan sedih. Demikian pula cedera/cacat tubuh tertentu dapat
menyebabkan rasa rendah diri.
b. Sebab Psikologik
Bermacam pengalaman frustasi, kegagalan dan keberhasilan
yang dialami akan mewarnai sikap, kebiasaan dan sifatnya dikemudian
hari. Hidup seorang manusia dapat dibagi atas 7 masa dan pada
keadaan tertentu dapat mendukung terjadinya gangguan jiwa.
1) Masa bayi
Yang dimaksud masa bayi adalah menjelang usia 2 – 3
tahun, dasar perkembangan yang dibentuk pada masa tersebut
adalah sosialisasi dan pada masa ini. Cinta dan kasih sayang ibu
akan memberikan rasa hangat/ aman bagi bayi dan dikemudian hari
menyebabkan kepribadian yang hangat, terbuka dan bersahabat.
Sebaliknya, sikap ibu yang dingin acuh tak acuh bahkan menolak
dikemudian hari akan berkembang kepribadian yang bersifat
menolak dan menentang terhadap lingkungan.
12
Sebaiknya dilakukan dengan tenang, hangat yang akan
memberi rasa aman dan terlindungi, sebaliknya, pemberian yang
kaku, keras dan tergesa-gesa akan menimbulkan rasa cemas dan
tekanan.
2) Masa anak pra sekolah (antara 2 sampai 7 tahun)
Pada usia ini sosialisasi mulai dijalankan dan telah tumbuh
disiplin dan otoritas. Penolakan orang tua pada masa ini, yang
mendalam atau ringan, akan menimbulkan rasa tidak aman dan ia
akan mengembangkan cara penyesuaian yang salah, dia mungkin
menurut, menarik diri atau malah menentang dan memberontak.
Anak yang tidak mendapat kasih sayang tidak dapat
menghayati disiplin tak ada panutan, pertengkaran dan keributan
membingungkan dan menimbulkan rasa cemas serta rasa tidak
aman. hal-hal ini merupakan dasar yang kuat untuk timbulnya
tuntutan tingkah laku dan gangguan kepribadian pada anak
dikemudian hari.
3) Masa Anak sekolah
Masa ini ditandai oleh pertumbuhan jasmaniah dan
intelektual yang pesat. Pada masa ini, anak mulai memperluas
lingkungan pergaulannya. Keluar dari batas-batas keluarga.
Kekurangan atau cacat jasmaniah dapat menimbulkan gangguan
penyesuaian diri. Dalam hal ini sikap lingkungan sangat
berpengaruh, anak mungkin menjadi rendah diri atau sebaliknya
melakukan kompensasi yang positif atau kompensasi negatif.
Sekolah adalah tempat yang baik untuk seorang anak
mengembangkan kemampuan bergaul dan memperluas sosialisasi,
menguji kemampuan, dituntut prestasi, mengekang atau
memaksakan kehendaknya meskipun tak disukai oleh si anak.
4) Masa Remaja
Secara jasmaniah, pada masa ini terjadi perubahanperubahan
yang penting yaitu timbulnya tanda-tanda sekunder
13
(ciri-ciri diri kewanitaan atau kelaki-lakian) Sedang secara
kejiwaan, pada masa ini terjadi pergolakan- pergolakan yang hebat.
pada masa ini, seorang remaja mulai dewasa mencoba
kemampuannya, di suatu pihak ia merasa sudah dewasa (hak-hak
seperti orang dewasa), sedang di lain pihak belum sanggup dan
belum ingin menerima tanggung jawab atas semua perbuatannya.
Egosentris bersifat menentang terhadap otoritas, senang
berkelompok, idealis adalah sifat-sifat yang sering terlihat. Suatu
lingkungan yang baik dan penuh pengertian akan sangat membantu
proses kematangan kepribadian di usia remaja.
5) Masa Dewasa muda
Seorang yang melalui masa-masa sebelumnya dengan aman
dan bahagia akan cukup memiliki kesanggupan dan kepercayaan
diri dan umumnya ia akan berhasil mengatasi kesulitan-kesulitan
pada masa ini. Sebaliknya yang mengalami banyak gangguan pada
masa sebelumnya, bila mengalami masalah pada masa ini mungkin
akan mengalami gangguan jiwa.
6) Masa dewasa tua
Sebagai patokan masa ini dicapai kalau status pekerjaan
dan sosial seseorang sudah mantap. Sebagian orang berpendapat
perubahan ini sebagai masalah ringan seperti rendah diri. pesimis.
Keluhan psikomatik sampai berat seperti murung, kesedihan yang
mendalam disertai kegelisahan hebat dan mungkin usaha bunuh
diri.
7) Masa Tua
Ada dua hal yang penting yang perlu diperhatikan pada
masa ini Berkurangnya daya tanggap, daya ingat, berkurangnya
daya belajar, kemampuan jasmaniah dan kemampuan sosial
ekonomi menimbulkan rasa cemas dan rasa tidak aman serta sering
mengakibatkan kesalah pahaman orang tua terhadap orang di
lingkungannya. Perasaan terasing karena kehilangan teman sebaya
14
keterbatasan gerak dapat menimbulkan kesulitan emosional yang
cukup hebat.
c. Sebab Sosio Kultural
Kebudayaan secara teknis adalah ide atau tingkah laku yang
dapat dilihat maupun yang tidak terlihat. Faktor budaya bukan
merupakan penyebab langsung menimbulkan gangguan jiwa, biasanya
terbatas menentukan “warna” gejala-gejala. Disamping mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan kepribadian seseorang misalnya
melalui aturan-aturan kebiasaan yang berlaku dalam kebudayaan
tersebut.
Menurut Santrock (1999) Beberapa faktor-faktor kebudayaan
tersebut :
1) Cara-cara membesarkan anak
Cara-cara membesarkan anak yang kaku dan otoriter ,
hubungan orang tua anak menjadi kaku dan tidak hangat. Anakanak
setelah dewasa mungkin bersifat sangat agresif atau pendiam
dan tidak suka bergaul atau justru menjadi penurut yang
berlebihan.
2) Sistem Nilai
Perbedaan sistem nilai moral dan etika antara kebudayaan
yang satu dengan yang lain, antara masa lalu dengan sekarang
sering menimbulkan masalah-masalah kejiwaan. Begitu pula
perbedaan moral yang diajarkan di rumah / sekolah dengan yang
dipraktekkan di masyarakat sehari-hari.
3) Kepincangan antar keinginan dengan kenyataan yang ada
Iklan-iklan di radio, televisi. Surat kabar, film dan lain-lain
menimbulkan bayangan-bayangan yang menyilaukan tentang
kehidupan modern yang mungkin jauh dari kenyataan hidup seharihari.
Akibat rasa kecewa yang timbul, seseorang mencoba
mengatasinya dengan khayalan atau melakukan sesuatu yang
merugikan masyarakat.
15
4) Ketegangan akibat faktor ekonomi dan kemajuan teknologi
Dalam masyarakat modern kebutuhan dan persaingan
makin meningkat dan makin ketat untuk meningkatkan ekonomi
hasil-hasil teknologi modern. Memacu orang untuk bekerja lebih
keras agar dapat memilikinya. Jumlah orang yang ingin bekerja
lebih besar dari kebutuhan sehingga pengangguran meningkat,
demikian pula urbanisasi meningkat, mengakibatkan upah menjadi
rendah. Faktor-faktor gaji yang rendah, perumahan yang buruk,
waktu istirahat dan berkumpul dengan keluarga sangat terbatas dan
sebagainya merupakan sebagian mengakibatkan perkembangan
kepribadian yang abnormal.
5) Perpindahan kesatuan keluarga
Khusus untuk anak yang sedang berkembang
kepribadiannya, perubahan-perubahan lingkungan (kebudayaan
dan pergaulan), sangat cukup mengganggu.
6) Masalah golongan minoritas
Tekanan-tekanan perasaan yang dialami golongan ini dari
lingkungan dapat mengakibatkan rasa pemberontakan yang
selanjutnya akan tampil dalam bentuk sikap acuh atau melakukan
tindakan-tindakan yang merugikan orang banyak.
3. Penggolongan gangguan jiwa
Penggolongan gangguan jiwa sangatlah beraneka ragam menurut
para ahli berbeda-beda dalam pengelompokannya, menurut Maslim (1994)
macam-macam gangguan jiwa dibedakan menjadi gangguan mental
organik dan simtomatik, skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan
waham, gangguan suasana perasaan, gangguan neurotik, gangguan
somatoform, sindrom perilaku yang berhubungan dengan gangguan
fisiologis dan faktor fisik, Gangguan kepribadian dan perilaku masa
dewasa, retardasi mental, gangguan perkembangan psikologis, gangguan
perilaku dan emosional dengan onset masa kanak dan remaja.
16
a. Skizofrenia
Merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan
menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia
juga merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai dimanamana
sejak dahulu kala. Meskipun demikian pengetahuan kita tentang
sebab-musabab dan patogenisanya sangat kurang (Maramis, 1994).
Dalam kasus berat, klien tidak mempunyai kontak dengan realitas,
sehingga pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini
secara bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa
timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan
spontan dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas
yang rusak “cacat”. ( http:// perawat psikiatri. blogspot. com/ mental
disorder. html)
b. Depresi
Merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya,
termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor,
konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan
bunuh diri (Kaplan, 1998). Depresi juga dapat diartikan sebagai salah
satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai
dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan
tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya (Hawari, 1997). Depresi
adalah suatu perasaan sedih dan yang berhubungan dengan
penderitaan. Dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri
atau perasaan marah yang mendalam (Nugroho, 2000). Depresi adalah
gangguan patologis terhadap mood mempunyai karakteristik berupa
bermacam-macam perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seseorang
hidup menyendiri, pesimis, putus asa, ketidakberdayaan, harga diri
rendah, bersalah, harapan yang negatif dan takut pada bahaya yang
akan datang. Depresi menyerupai kesedihan yang merupakan perasaan
normal yang muncul sebagai akibat dari situasi tertentu misalnya
17
kematian orang yang dicintai. .( http:// perawat psikiatri. blog. spot.
com/ mental disorder. html)
c. Kecemasan
Sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah
dialami oleh setiap orang dalam rangka memacu individu untuk
mengatasi masalah yang dihadapi sebaik-baiknya, Maslim (1991).
Suatu keadaan seseorang merasa khawatir dan takut sebagai bentuk
reaksi dari ancaman yang tidak spesifik (Rawlins 1993). Penyebabnya
maupun sumber biasanya tidak diketahui atau tidak dikenali. Intensitas
kecemasan dibedakan dari kecemasan tingkat ringan sampai tingkat
berat. Menurut Sundeen (1995) mengidentifikasi rentang respon
kecemasan kedalam empat tingkatan yang meliputi, kecemasan ringan,
sedang, berat dan kecemasan panik. .( http:// perawat psikiatri.
blogspot. com/ mental disorder. html).
d. Gangguan Kepribadian
Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian
(psikopatia) dan gejala-gejala neurosa berbentuk hampir sama pada
orang-orang dengan inteligensi tinggi ataupun rendah. Jadi boleh
dikatakan bahwa gangguan kepribadian, neurosa dan gangguan
inteligensi sebagian besar tidak tergantung pada satu dan lain atau
tidak berkorelasi. Klasifikasi gangguan kepribadian: kepribadian
paranoid, kepribadian afektif atau siklotemik, kepribadian skizoid,
kepribadian axplosif, kepribadian anankastik atau obsesif-kompulsif,
kepribadian histerik, kepribadian astenik, kepribadian antisosial,
Kepribadian pasif agresif, kepribadian inadequat. .( http:// perawat
psikiatri. blogspot. com/ mental disorder. html)
e. Gangguan Mental Organik
Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik
yang disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak (Maramis,1994).
Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit
badaniah yang terutama mengenai otak atau yang terutama diluar otak.
18
Bila bagian otak yang terganggu itu luas , maka gangguan dasar
mengenai fungsi mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit
yang menyebabkannya bila hanya bagian otak dengan fungsi tertentu
saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan
sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya. Pembagian menjadi
psikotik dan tidak psikotik lebih menunjukkan kepada berat gangguan
otak pada suatu penyakit tertentu daripada pembagian akut dan
menahun. ( http:// perawat psikiatri. blogspot. com/ mental disorder.
html).
f. Gangguan Psikosomatik
Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi
badaniah (Maramis, 1994). Sering terjadi perkembangan neurotik yang
memperlihatkan sebagian besar atau semata-mata karena gangguan
fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf vegetatif.
Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang dinamakan
dahulu neurosa organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang
terganggu, maka sering disebut juga gangguan psikofisiologik.
g. Retardasi Mental
Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang
terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya
hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga
berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya
kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan social. ( http:// perawat
psikiatri. blogspot. com/ mental disorder. html).
Sedangkan menurut Yosep (2007) penggolongan gangguan
jiwa dan dibedakan menjadi :
a. Neurosa
Neurosa ialah kondisi psikis dalam ketakutan dan
kecemasan yang kronis dimana tidak ada rangsangan yang spesifik
yang menyebabkan kecemasan tersebut.
19
b. Psikosa
Psikosis merupakan gangguan penilaian yang menyebabkan
ketidakmampuan seseorang menilai realita dengan fantasi dirinya.
Hasilnya, terdapat realita baru versi orang psikosis tersebut.
Psikosis dapat pula diartikan sebagai suatu kumpulan gejala atau
sindrom yang berhubungan gangguan psikiatri lainnya, tetapi
gejala tersebut bukan merupakan gejala spesifik penyakit tersebut.
4. Tanda dan gejala gangguan jiwa
Tanda dan gejala gangguan jiwa menurut Yosep (2007) adalah
sebagai berikut :
a. Ketegangan (tension), rasa putus asa dan murung, gelisah, cemas,
perbuatan-perbuatan yang terpaksa (convulsive), hysteria, rasa lemah,
tidak mampu mencapai tujuan, takut, pikiran-pikiran buruk.
b. Gangguan kognisi pada persepsi: merasa mendengar
(mempersepsikan) sesuatu bisikan yang menyuruh membunuh,
melempar, naik genting, membakar rumah, padahal orang di sekitarnya
tidak mendengarnya dan suara tersebut sebenarnya tidak ada hanya
muncul dari dalam diri individu sebagai bentuk kecemasan yang sangat
berat dia rasakan. Hal ini sering disebut halusinasi, klien bisa
mendengar sesuatu, melihat sesuatu atau merasakan sesuatu yang
sebenarnya tidak ada menurut orang lain.
c. Gangguan kemauan: klien memiliki kemauan yang lemah (abulia)
susah membuat keputusan atau memulai tingkah laku, susah sekali
bangun pagi, mandi, merawat diri sendiri sehingga terlihat kotor, bau
dan acak-acakan.
d. Gangguan emosi: klien merasa senang, gembira yang berlebihan
(Waham kebesaran). Klien merasa sebagai orang penting, sebagai raja,
pengusaha, orang kaya, titisan Bung karno tetapi di lain waktu ia bisa
merasa sangat sedih, menangis, tak berdaya (depresi) sampai ada ide
ingin mengakhiri hidupnya.
20
e. Gangguan psikomotor : Hiperaktivitas, klien melakukan pergerakan
yang berlebihan naik ke atas genting berlari, berjalan maju mundur,
meloncat-loncat, melakukan apa-apa yang tidak disuruh atau
menentang apa yang disuruh, diam lama tidak bergerak atau
melakukan gerakan aneh. (Yosep, 2007).
5. Penanganan Gangguan Jiwa
a. Terapi psikofarmaka
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja
secara selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek
utama terhadap aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi
gangguan psikiatrik yang berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup
klien (Hawari, 2001).
Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan,
diantaranya: antipsikosis, anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, antiinsomnia,
anti-panik, dan anti obsesif-kompulsif,. Pembagian lainnya
dari obat psikotropik antara lain: transquilizer, neuroleptic,
antidepressants dan psikomimetika (Hawari, 2001).
b. Terapi somatic
Terapi ini hanya dilakukan pada gejala yang ditimbulkan akibat
gangguan jiwa sehingga diharapkan tidak dapat mengganggu sistem
tubuh lain. Salah satu bentuk terapi ini adalah Electro Convulsive
Therapy.
Terapi elektrokonvulsif (ECT) merupakan suatu jenis
pengobatan somatik dimana arus listrik digunakan pada otak melalui
elektroda yang ditempatkan pada pelipis. Arus tersebut cukup
menimbulkan kejang grand mal, yang darinya diharapkan efek yang
terapeutik tercapai. Mekanisme kerja ECT sebenarnya tidak diketahui,
tetapi diperkirakan bahwa ECT menghasilkan perubahan-perubahan
biokimia di dalam otak (Peningkatan kadar norepinefrin dan serotinin)
mirip dengan obat anti depresan. (Townsend alih bahasa Daulima,
2006).
21
c. Terapi Modalitas
Terapi modalitas adalah suatu pendekatan penanganan klien
gangguan yang bervariasi yang bertujuan mengubah perilaku klien
gangguan jiwa dengan perilaku maladaptifnya menjadi perilaku yang
adaptif.
Ada beberapa jenis terapi modalitas, antara lain:
1) Terapi Individual
Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa
dengan pendekatan hubungan individual antara seorang terapis
dengan seorang klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang
terjalin antara perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien.
Hubungan yang dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan
tujuan terapi, dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur)
sehingga melalui hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di awal hubungan.
Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan
agar klien mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain
itu klien juga diharapkan mampu meredakan penderitaan (distress)
emosional, serta mengembangkan cara yang sesuai dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya.
2) Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata
lingkungan agar terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku
maladaptive menjadi perilaku adaptif. Perawat menggunakan
semua lingkungan rumah sakit dalam arti terapeutik. Bentuknya
adalah memberi kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah
perilaku dengan memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas
dan interaksi.
3) Terapi Kognitif
Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan
sikap yang mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses
22
yang diterapkan adalah membantu mempertimbangkan stressor dan
kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola berfikir dan
keyakinan yang tidak akurat tentang stressor tersebut. Gangguan
perilaku terjadi akibat klien mengalami pola keyakinan dan berfikir
yang tidak akurat. Untuk itu salah satu memodifikasi perilaku
adalah dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan tersebut.
Fokus asuhan adalah membantu klien untuk reevaluasi ide, nilai
yang diyakini, harapan-harapan, dan kemudian dilanjutkan dengan
menyusun perubahan kognitif.
4) Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada
seluruh anggota keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit).
Tujuan terapi keluarga adalah agar keluarga mampu melaksanakan
fungsinya. Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga
yang mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi
yang dituntut oleh anggotanya.
Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang
dirasakan diidentifikasi dan kontribusi dari masing-masing anggota
keluarga terhadap munculnya masalah tersebut digali. Dengan
demikian terlebih dahulu masing-masing anggota keluarga mawas
diri; apa masalah yang terjadi di keluarga, apa kontribusi masingmasing
terhadap timbulnya masalah, untuk kemudian mencari
solusi untuk mempertahankan keutuhan keluarga dan
meningkatkan atau mengembalikan fungsi keluarga seperti yang
seharusnya.
5) Terapi Kelompok
Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang
dibentuk dalam kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku
melalui media kelompok. Dalam terapi kelompok perawat
berinteraksi dengan sekelompok klien secara teratur. Tujuannya
23
adalah meningkatkan kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan
interpersonal, dan mengubah perilaku maladaptive.
Terapi Perilaku Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah
kenyataan bahwa perilaku timbul akibat proses pembelajaran.
Perilaku sehat oleh karenanya dapat dipelajari dan disubstitusi dari
perilaku yang tidak sehat. Teknik dasar yang digunakan dalam
terapi jenis ini adalah: Role model, Kondisioning operan,
Desensitisasi sistematis, Pengendalian diri dan Terapi aversi atau
rileks kondisi.
6) Terapi Bermain
Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar
bahwa anak-anak akan dapat berkomunikasi dengan baik melalui
permainan dari pada dengan ekspresi verbal. Dengan bermain
perawat dapat mengkaji tingkat perkembangan, status emosional
anak, hipotesa diagnostiknya, serta melakukan intervensi untuk
mengatasi masalah anak tersebut.
6. Rehabilitasi Gangguan Jiwa
a. Pengertian Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah segala tindakan fisik, penyesuaian
psikososial dan latihan vokasional sebagai usaha untuk memperoleh
fungsi dan penyesuaian diri yang optimal serta mempersiapkan klien
secara fisik, mental, sosial dan vokasional untuk suatu kehidupan
penuh sesuai dengan kemampuannya (Nasution, 2006).
b. Tujuan Rehabilitasi
Maksud dan tujuan rehabilitasi klien mental dalam psikiatri
yaitu mencapai perbaikan fisik dan mental sebesar-besarnya,
penyaluran dalam pekerjaan dengan kapasitas maksimal dan
penyesuaian diri dalam hubungan perseorangan dan sosial sehingga
bisa berfungsi sebagai anggota masyarakat yang mandiri dan berguna .
24
c. Tahapan Rehabilitasi
Upaya Rehabilitasi menurut Nasution (2006) terdiri dari 3
tahap yaitu ;
1) Tahap persiapan
a) Orientasi.
Selama fase orientasi klien akan memerlukan dan
mencari bimbingan seorang yang professional. Perawat
menolong klien untuk mengenali dan memahami masalahnya
dan menentukan apa yang diperlukannya.
b) Identifikasi
Perawat mengidentifikasi dan mengkaji perasaan klien
serta membantu klien seiring penyakit yang ia rasakan sebagai
sebuah pengalaman dan memberi orientasi positif akan
perasaan dan kepribadiannya serta memberi kebutuhan yang
diperlukan.
2) Tahap pelaksanaan
Perawat melakukan eksploitasi dimana selama fase ini klien
menerima secara penuh nilai-nilai yang ditawarkan kepadanya
melalui sebuah hubungan (Relationship). Tujuan baru yang akan
dicapai melalui usaha personal dapat diproyeksikan, dipindah dari
perawat ke klien ketika klien menunda rasa puasnya untuk
mencapai bentuk baru dari apa yang dirumuskan.
3) Tahap pengawasan
Tahap pengawasan perawat melakukan resolusi. Tujuan
baru dimunculkan dan secara bertahap tujuan lama dihilangkan. Ini
adalah proses dimana klien membebaskan dirinya dari
ketergantungan terhadap orang lain.
25
d. Jenis Kegiatan Rehabilitasi
Abroms dalam Stuart (2006) menekankan 4 keterampilan
penting psikososial pada klien gangguan jiwa yaitu:
1) Orientation
Orientaton adalah pencapaian tingkat orientasi dan
kesadaran terhadap realita yang lebih baik. Orientasi berhubungan
dengan pengetahuan dan pemahaman klien terhadap waktu, tempat
atau maksud/ tujuan, sedangkan kesadaran dapat dikuatkan melalui
interaksi dan aktifitas pada semua klien.
2) Assertion
Assertion yaitu kemampuan mengekspresikan perasaan
sendiri dengan tepat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
mendorong klien dalam mengekspresikan diri secara efektif dengan
tingkah laku yang dapat diterima masyarakat melalui kelompok
pelatihan asertif, kelompok klien dengan kemampuan fungsional
yang rendah atau kelompok interaksi klien.
3) Accuption
Accuption adalah kemampuan klien untuk dapat percaya
diri dan berprestasi melalui keterampilan membuat kerajinan
tangan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan aktifitas
klien dalam bentuk kegiatan sederhana seperti teka- teki (sebagai
aktivitas yang bertujuan) mengembangkan keterampilan fisik
seperti menyulam. Membuat bunga, melukis dan meningkatkan
manfaat interaksi sosial.
4) Recreation
Recreation adalah kemampuan menggunakan dan membuat
aktifitas yang menyenangkan dan relaksasi. Hal ini memberi
kesempatan pada klien untuk mengikuti bermacam reaksi dan
membantu klien menerapkan keterampilan yang telah ia pelajari
seperti: orientasi asertif, interaksi sosial, ketangkasan fisik. Contoh
aktifitas relaksasi seperti permainan kartu, menebak kata dan jalan26
jalan, memelihara binatang, memelihara tanaman, sosio- drama,
bermain musik dan lain-lain.
B. Persepsi
1. Pengertian Persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan (Rahmat, 2005).
Pendapat lain dikemukakan oleh Maramis (2004) persepsi adalah
daya mengenal barang, kualitas dan hubungan, dan perbedaan antara hal
ini melalui proses mengamati, mengetahui, atau mengartikan setelah panca
inderanya mendapat rangsangan.
Rachmat (2005) mendefinisikan persepsi sebagai pengalaman
tentang objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesannya. Persepsi ialah
memberikan makna pada stimulasi inderawi atau sensori stimulasi.
Menurut Walgito (2002) persepsi merupakan suatu proses yang oleh
penginderaan yaitu merupakan suatu proses diterimanya stimulus oleh
individu melalui responnya. Stimulus dilanjutkan ke susunan syaraf otak
dan terjadilah proses kognitif sehingga individu mengalami persepsi.
Sedangkan menurut Baihaqi, dkk. (2007) persepsi dapat diartikan
sebagai daya mengenal sesuatu yang hadir dalam sifatnya yang konkrit
jasmaniah, bukan yang sifatnya batiniah, seperti; benda, barang, kualitas
atau perbedaan antara dua hal atau lebih yang diperoleh melalui proses
melalui proses mengamati, mengetahui, dan mengartikan setelah panca
indera mendapat rangsang.
Melihat beberapa pendapat tentang persepsi tersebut dapat
disimpulkan bahwa persepsi adalah proses kognitif yang dialami setiap
orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya melalui panca
inderanya, dan tiap-tiap individu dapat memberikan arti atau tanggapannya
yang berbeda-beda. Persepsi adalah cara kita memandang dengan obyek,
27
menafsirkan sesuatu secara konkrit dan nyata dengan indera yang kita
miliki sebagai sesuatu rangsang.
2. Fungsi Persepsi
Ditinjau dari fungsinya, secara kognitif berfungsi untuk kontak
utama di manusia dan dunia. Secara emosional berfungsi untuk
membangkitkan perasaan dan merangsang tindakan-tindakan tertentu
(Baihaqi dkk, 2007)
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
Menurut Maramis (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi
persepsi adalah :
a. Kepercayaan
Kepercayaan memberikan perspektif pada manusia dalam
mempersepsi kenyataan, memberikan dasar bagi pengambilan
keputusan dan menentukan sikap bagi objek sikap. Bila orang percaya
bahwa orang gangguan jiwa itu menakutkan dan berbahaya bagi
lingkungannya ,sikapnya masyarakat terhadap seorang penderita
gangguan jiwa akan negative ,dan masyarakat akan cenderung
menolak orang gangguan jiwa berada disekitar lingkungan tempat
tinggal.
b. Sikap
Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir,
dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi , atau nilai (Rahmat,
2000). Sikap merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan
cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Sikap menentukan apakah
seseorang akan pro atau kontra terhadap sesuatu; menentukan apa yang
disukai, diharapkan dan di inginkan; mengesampingkan apa yang tidak
diinginkan, apa yang harus dihindari. Bila seseorang menganggap
bahwa penderita gangguan jiwa itu menakutkan dan membahayakan,
maka ia akan setuju jika penderita gangguan jiwa itu di pasung,
berharap agar semua anggota keluarganya menjauhi penderita
gangguan jiwa.
28
c. Pendidikan (pengetahuan)
Pengetahuan membentuk kepercayaan (Rahmat, 2000)
pengetahuan berhubungan dengan jumlah informasi yang dimiliki
seseorang, dalam hal ini informasi tentang gangguan jiwa. Karena
minimnya pengetahuan tentang gangguan jiwa ini, tidak sedikit
masyarakat yang salah persepsi yang berakibat bertambah parahnya
sang penderita gangguan jiwa.
d. Pelayanan kesehatan
Masyarakat memerlukan pelayanan mengenai kesehatan jiwa,
yang bermanfaat bagi masyarakat itu sendiri, dengan begitu
masyarakat memahami apa itu gangguan jiwa sehingga masyarakat
tidak salah kaprah dalam mempersepsikan penderita gangguan jiwa
disekitarnya.
e. Lingkungan
Persepsi kita tentang sejauh mana lingkungan memuaskan atau
mengecewakan kita, kan mempengaruhi kita dalam lingkungan itu.
Lingkungan dalam persepsi lazim disebut sebagai iklim (Rahmat,
2000).
f. Budaya
Kebudayaan sangat berpengaruh terhadap bagaimana seseorang
berpersepsi terhadap suatu keadaan, di kalangan masyarakat banyak
sekali yang berpersepsi bahwa penderita gangguan jiwa itu sesuatu
yang tidak baik bahkan di suatu kalangan masyarakat ada yang
beranggapan bahwa gangguan jiwa merupakan suatu penyakit kutukan,
sehingga dari kebudayaan yang ada itu memperlambat kesembuhan
sang penderita gangguan jiwa
4. Proses terjadinya persepsi
Proses persepsi dimulai dari objek yang menimbulkan stimulus
yang mengenai alat indera atau reseptor, dimana proses ini dinamakan
proses kealaman (fisik). Stimulus yang diterima oleh alat indera
dilanjutkan oleh saraf sensorik ke otak. Proses ini dinamakan proses
29
fisiologi kemudian terjadi suatu proses di dalam otak sehingga individu
dapat menyadari sesuatu yang diterima dengan reseptor itu, sebagai akibat
dari stimulus yang diterima. Proses yang terjadi di otak atau pusat
kesadaran itulah yang dinamakan proses psikologis. Dengan demikian
taraf terakhir dari persepsi adalah individu menyadari tentang sesuatu yang
diterima melalui alat indera atau reseptor (Rakhmat, 2005; Sunaryo, 2004).
Menurut Walgito (1994) proses terjadinya persepsi melalui tiga
proses yaitu:
a. Proses fisik : Obyek menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai
alat indera atau reseptor.
b. Proses fisiologis : Stimulus yang diterima oleh indera dilanjutkan oleh
saraf sensoris ke otak.
c. Proses psikologis : Proses di dalam otak sehingga individu dapat
menyadari stimulus yang diterima.
5. Sifat Persepsi
Secara umum terdapat beberapa sifat persepsi menurut Baihaqi dkk
(2007), antara lain;
a. Bahwa persepsi timbul secara spontan pada manusia, yaitu ketika
seseorang berhadapan dengan dunia yang penuh dengan rangsang.
Indera manusia menerima rangsang kurang lebih 3 milyar per detik, 2
milyar diantaranya diterima oleh mata.
b. Persepsi merupakan sifat paling asli, merupakan titik tolak perbuatan
kesadaran manusia.
c. Dalam mempersepsikan tidak selalu dipersepsikan keseluruhan,
mungkin hanya sebagian, sedangkan yang lain cukup dibayangkan.
d. Persepsi tidak berdiri sendiri, tetap dipengaruhi atau tergantung pada
konteks dan pemahaman. Konteks berarti ciri dan objek yang
dipersepsi, sedangkan pengalaman berarti pengalaman-pengalaman
yang dimiliki dalam kehidupan sebelumnya.
e. Manusia sering tidak teliti sehingga sering keliru. Ini terjadi karena
sering ada penipuan dalam bidang persepsi. Suatu tampak nyata
30
padahal hanya bayangan misalnya, fatamorgana atau pembiasan
cahaya ketika melihat pensil dimasukkan kedalam gelas. Selain itu ada
juga yang disebut ilusi persepsi yaitu persepsi yang salah sehingga
keadaannya berbeda dengan yang sebenarnya.
f. Persepsi sebagian ada yang dipelajari dan sebagian ada yang bawaan.
Yang sifatnya dipelajari dibuktikan dengan kuatnya pengaruh
pengalaman terhadap persepsi misal, kita sulit membedakan sesuatu
dengan melihat bentuk, ukuran, atau permukaannya saja. Sedangkan
yang sifatnya bawaan dibuktikan dengan dimilikinya persepsi
ketinggian.
g. Dalam persepsi sifat benda yang dihayati biasanya bersifat permanen
dan stabil, tidak dipengaruhi oleh penerangan, posisi, dan jarak
(permanent shade).
h. Persepsi bersifat, prospektif artinya mengandung harapan.
i. Kesalahan persepsi bagi orang normal, ada cukup waktu untuk
mengoreksi, berbeda dengan terganggu jiwanya.
6. Macam-macam persepsi
Ada dua macam persepsi menurut Sunaryo (2004) yaitu:
a. External perception yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang
yang datang dari luar individu.
b. Self perception yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang
yang datang dari diri individu. Dalam hal ini yang menjadi obyek
adalah dirinya sendiri.
7. Syarat terjadinya persepsi
Agar individu dapat mengadakan persepsi diperlukan beberapa
syarat yang harus dipenuhi yaitu : (Walgito, 1994 dan Sunaryo, 2004).
a. Adanya obyek yang dipersepsi, obyek menimbulkan stimulus yang
mengenai alat indera atau reseptor.
b. Adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk mengadakan
persepsi.
c. Adanya alat indera atau reseptor sebagai penerima stimulus.
31
d. Saraf sensori sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak
kemudian dari otak dibawa melalui saraf motorik sebagai alat untuk
mengadakan respon.
C. Persepsi Masyarakat Tentang Gangguan Jiwa
Manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat dipisahkan dari
masyarakat. Untuk mempertahankan eksistensinya manusia perlu berada
bersama orang lain dan mengadakan interaksi sosial di dalam kelompoknya.
Kelompok ini dibedakan menjadi kelompok kecil (keluarga) dan kelompok
yang lebih luas (masyarakat). Masyarakat merupakan sekelompok orang yang
memiliki identitas sendiri dan mendiami wilayah atau daerah tertentu ,serta
mengembangkan norma-norma yang harus dipatuhi oleh para anggotanya.
Selain itu masyarakat juga terdiri dari arti masyarakat secara luas yang
mengartikan bahwa masyarakat merupakan kumpulan dari individu-individu
yang saling berinteraksi, yang mempunyai tujuan bersama dan yang
cenderung memiliki kepercayaan, sikap dan perilaku yang sama. (Sarwono,
2007).
Persepsi masyarakat terhadap kesehatan mental berbeda di setiap
kebudayaan. Dalam suatu budaya tertentu, orang-orang secara sukarela
mencari bantuan dari para profesional untuk menangani gangguan jiwanya.
Sebaliknya dalam kebudayaan yang lain, gangguan jiwa cenderung diabaikan
sehingga penanganan akan menjadi jelek, atau di sisi lain masyarakat kurang
antusias dalam mendapatkan bantuan untuk mengatasi gangguan jiwanya.
Bahkan gangguan jiwa dianggap memalukan atau membawa aib bagi
keluarga. Hal kedua inilah yang biasanya terjadi dikalangan masyarakat saat
ini. (http://rsjlawang.com/artikel_080512a.html).
Model kesehatan Barat memandang gangguan jiwa sebagai suatu hal
yang harus disembuhkan. Sehingga pelayanan kesehatan jiwa cenderung
berorientasi hanya pada gangguan jiwa yang menimpa orang tersebut dan
sering mengabaikan aspek-aspek yang berkaitan dengan kehidupan dan
kesejahteraan kliennya.
32
Sebaliknya di berbagai negara, gangguan jiwa dapat dipersepsi secara
holistik, dan memperhitungkan adanya kesulitan mental dan spiritual yang
dialami klien yang dapat menyebabkan gangguan jiwa. Apabila seseorang
tidak sampai pada tingkatan ini, mereka seringkali tidak berani mencari
bantuan sehingga diagnosanya akan menjadi jelek dan memperburuk
keadaannya.
Pada abad XX, kepercayaan bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh
kekuatan supranatural seperti roh atau arwah masih dijumpai, misalnya di
Meksiko dan Filipina. Demikian juga di negara-negara Afrika, Asia Tenggara,
India, Siberia, Haiti, bahkan di Amerika Serikat. Saat ini, di negara-negara
barat dapat dibedakan pandangan tentang terjadinya penyimpangan tingkah
laku, yang salah satunya adalah penjelasan magis yakni perilaku aneh atau
menyimpang karena kekuatan roh jahat (Gunawan 2002. http://www.tempo.
co.id /medika )
Dalam masyarakat kita, ada beberapa keadaan yang merupakan bentuk
persepsi untuk individu dengan gangguan jiwa menurut (Soewadi, 1997) yang
dikutip Mubin,(2008). Pertama, keyakinan atau kepercayaan bahwa gangguan
jiwa itu disebabkan oleh guna-guna, tempat keramat, roh jahat, setan, sesaji
yang salah, kutukan, banyak dosa, pusaka yang keramat, dan kekuatan gaib
atau supranatural. Kedua, keyakinan atau kepercayaan bahwa gangguan jiwa
merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Ketiga, keyakinan atau
kepercayaan bahwa gangguan jiwa merupakan penyakit yang bukan urusan
medis. Keempat, keyakinan atau kepercayaan bahwa gangguan jiwa
merupakan penyakit yang selalu diturunkan.
Menurut Rahmat (2004) persepsi dipengaruhi oleh pengalaman,
dimana seseorang yang telah mempunyai pengalaman tentang hak-hak tertentu
akan mempengaruhi kecermatan seseorang dalam memperbaiki persepsi.
Sedangkan menurut (Willis, 1976; Kolb & Brodie, 1982) pada zaman pra
sejarah masyarakat selalu beranggapan bahwasanya suatu penyakit itu
disebabkan oleh kekuatan supranatural.
33
Pada mulanya, masyarakat dengan dasar pengetahuan yang minim
sekali, ditambah dengan dasar kepercayaan dan keyakinan yang dimiliki,
menganggap bahwa penyakit yang menimpanya sebagai "murka dari Yang
Maha Kuasa". Oleh sebab itu, tidak jarang ditemukan masyarakat yang
melaksanakan hajatan dengan berbagai sajian untuk menyembuhkan orang
sakit (Jafar et al, 1990)
Persepsi yang timbul di masyarakat disebabkan oleh gejala-gejala yang
dianggap aneh dan berbeda dengan orang normal. Adanya persepsi ini juga
berkaitan dengan faktor tradisi atau kebudayaan dalam masyarakat yang masih
percaya takhayul dan tindakan-tindakan irrasional warisan nenek moyang.
Selain itu, persepsi tersebut muncul karena penyebab gangguan jiwa itu
sendiri dirasa sulit ditemukan. Bahkan, para ahli jiwa masih sering berdebat
tentang etiologi gangguan jiwa (Soewadi, 1997)
D. Kerangka Konsep
Penderita Gangguan Jiwa
Persepsi masyarakat tentang gangguan
jiwa
Pendapat masyarakat
tentang gangguan jiwa
Sikap masyarakat
terhadap penderita
gangguan jiwa
Perilaku masarakat
terhadap penderita
gangguan jiwa
Harapan masyarakat
terhadap penderita
gangguan jiwa

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/116/jtptunimus-gdl-kharisatun-5764-2-babii.pdf
KESEHATAN MENTAL : GANGGUAN JIWA

OLEH : IRJASMIATI & SUNARTI

Gangguan Kejiwaan Serta


Penyebabnya

Dari hasil berbagai penyelidikan dapat dikatakan bahwa gangguan jiwa adalah kumpulan dari
keadaan-keadaan yang tidak normal, baik yang berhubungan dengan fisik, maupun dengan
mental.
Contoh dari gangguan jiwa yaitu :
1. Neurasthenia
Adalah salah satu gangguan jiwa yang sudah lama dikenal orang berbagai penyakit saraf,
yang dahulu disangka terjadi karena lemahnuya saraf, karena itu pengobatan-pengobatan
diwaktu itu dilakukan dengan jalan menyuruh pasien istirahat di tempat tidur, jauh dari
keributan dan cahaya, disamping memberikan obat-obat penguat dan penenang.

Ciri-ciri penyakit Neurasthenia:

Seluruh badan letih, tidak bersemangat, perasaan tidak enak, sebentar-bentar ingin marah,
mengeretu, tidak sanggup berpikir tentang sesuatu persoalan, sukar mengingat dan
memusatkan perhatian.

Penyebab penyakit Neurasthenia adalah ketidak tenangan jiwa, kegelisahan, tekanan dan
pertentangan batin serta persaingan.

2. Hysteria
Hysteria terjadi akibat ketidak mampuan seseorang menghadapi kesukaran-kesukaran,
tekanan perasaan, kegelisahan, kecemasan dan pertentangan batin.

Diantara gejala-gejalanya ada yang berhubungan dengan fisik dan ada pula yang
berhubungan dengan mental.

*Yang Termasuk Dalam Gejala-gejala Fisik Antara Lain*

a) Lumpuh Hysteria
Adalah lumpuhnya salah satu anggota fisik, akibat tekanan atau pertentangan batin yang tidak
dapat diatasi
b) Cramp husteri
Cramp hysteria di sebabkan oelh pula tekanan perasaan, yang sering kali terjadi penulis
mencari penghidupan dengan tulisan-tulisannya

c) Kejang hysteria
Badan seluruhnya menjadi kaku, tidak sadarkan diri, kadang-kadang sangat keras di sertai
dengan teriak-teriakkan dan kelebihan keluhan, tetapi air mata tidak keluar
d) Mutism (hilang kesanggupan berbicara)
Mutism itu ada dua macam pertama tidak sanggup bicara dengan suara keras kedua tidak
dapat bicara sama sekali biasanya gejala ini terjadi akibat tekanan prasaan kecemasan putus
asa, merasa hina, gagal dan sebagainya
Yang termasuk dalam gejala-gejala yang berhubungan dengan mental antara lain :
a) Hilang ingatan (Amnesia)
hilang mejala atau lupa akan kejadian-kejadian tertentu dalam hidup sangat erat hubungan
nya dengan emosi, orang yang hilang ingatan ia akan lupa segala sesuatu, akan semua orang
yang pernah dikenalnya bahkan lupa akan dirinya, namanya, rumahnya, pekerjaannya dsb
b) Kepribadian kembar (double personality)
adalah salah satu gejala hysteria yang disebabkan oleh kegelisaanyang amat sangat, dan
dijadikan cara untuk menghukum dirinya atau melepaskan diri dari ketegangan batin,
kecemasan atau konsflik yang dirasakannya.
c) Mengelana secara tidak sadar (Fugue)
Adalah gejala hiteria lain iyalah orang pergi mengelana berjalan tanpa tujuan, tidak tau
mengapa ia pergi dan kemana ia pergi
d) Jalan-jalan sedang tidur (somaagulism)
Orang yang diserang oleh gejala ini dikuasi oleh sejumlah pikiran dan kenang-kenangan yang
berhubungan satu sama lain.
3. Psyehasthenia
Adalah semacam gangguan jiwa yang bersifat paksaan yang berarti kurangnya kemampuan
jiwa untuk tetap dalam keadaan integrasi yang normal.
Gejala-gejala penyakit ini antara lain :

a. Phabia
Adalah rasa takut yang tidak masuk akal, atau yang ditakut tiadak seimbang dengan
ketakutan
b. Obsesi
Yaitu gejala gangguan jiwa dimana sisakit dikuasi oleh suatu pikiran yang tidak bisa di
hindarinya.
c. Kampul si.
Ialah gangguan jiwayang menyebabkan orang terpaksa melakukan sesuatu, baik masuk akal
ataupun tidak.

Gejala dati gangguan jiwa ini, antara lain :


Paksaan mengulangi pekerjaan (revetitive compulsive)
Paksaan mengikuti urutan-urutan tertentu (serial compulsive)
Paksaan atas aturan-aturan tertentu (compulsive orderlinese)
Compulsive social compulsive

http://bpi-uinsuskariau3.blogspot.com/2010/10/kesehatan-mental-ganguan-jiwa.html
Gangguann mental atau penyakit mental adalah pola psikologis atau perilaku yang pada
umumnya terkait dengan stress atau kelainan mental yang tidak dianggap sebagai bagian dari
perkembangan normal manusia. Gangguan tersebut didefinisikan sebagai kombinasi afektif,
perilaku, komponen kognitif atau persepsi, yang berhubungan dengan fungsi tertentu pada
daerah otak atau sistem saraf yang menjalankan fungsi sosial manusia. Penemuan dan
pengetahuan tentang kondisi kesehatan mental telah berubah sepanjang perubahan waktu dan
perubahan budaya, dan saat ini masih terdapat perbdaan tentang definisi, penilaan dan
klasifikasi, meskipun kriteria pedoman standar telah digunakan secara luas. Lebih dari
sepertiga orang di sebagian besar negara-negara melaporkan masalah pada satu waktu pada
hidup mereka yang memenuhi kriteria salah satu atau beberapa tipe umum dari kelainan
mental.

Penyebab gangguan mental bervariasi dan pada beberapa kasus tidak jelas, dan teori
terkadang menemukan penemuan yang rancu pada suatu ruang lingkup lapangan. Layanan
untk penyakit ini terpusat di Rumah Sakit Jiwa atau di masyarakat sosial, dan penilaian
diberikan oleh psikiater, psikolog klinik, dan terkadang psikolog pekerja sukarela,
menggunakan beberapa variasi metode tetapi sering bergantung pada observasi dan tanya
jawab. Perawatan klinik disediakan oleh banyak profesi kesehatan mental. Psikoterapi dan
pengobatan psikiatrik merupakan dua opsi pengobatan umum, seperti juga intervensi sosial,
dukungan lingkungan, dan pertolongan diri. Pada beberapa kasus terjadi penahanan paksa
atau pengobatan paksa dimana hukum membolehkan. Stigma atau diskriminasi dapat
menambah beban dan kecacatan yang berasosiasi dengan kelainan mental (atau terdiagnosa
kelainan mental atau dinilai memiliki kelainian mental), yang akan mengara ke berbagai
gerakan sosial dalam rangka untuk meningkatkan pemahanan dan mencegah pengucilan
sosial

definisi dan klasifikasi kelainan mental adalah kunci untuk peneliti sebagaimana juga
penyedia layanan dan mereka yang mungkin terdiagnosa. Sebagian besar dokumen klinik
internasional menggunakan istilah "Kelainan mental". Terdapat dua sistem yang
mengklasifikasikan kelainan mental ICD-10 Chapter V: Mental and behavioural disorders,
bagian dari International Classification of Diseases yang diterbitkan oleh World Health
Organization (WHO), dan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV)
diterbitkan oleh Psychiatric Association (APA).

kedua mendaftar kategori kelainan dan menyediakan standar kriteria untuk diagosis. Kedua
sistem ini telah merubah kode mereka pada revisi terakhir sehingga pedomannya dapat
dibandingkan, walaupun masih terdapat perbedaan signifikan. Skema klasifikasi lain
mungkin digunakan di budaya non-barat, dan panduan lain mungkin juga digunakan oleh
mereka yang menggunakan teori persuasi. Pada umumnya, kelainan mental diklasifikasikan
terpisah menjadi kelainan syaraf, ketidakmampuan belajar, atau kelainan mental.

Tidak seperti sistem di atas, beberapa pendekatan klasifikasi tidak menggunakan kategori
yang jelas atau pemisahan dikotomi yang digunakan untuk memisahkan antara yang tidak
normal dengan yang normal. Terdapat debat sains tentang beberapa kategori yang berbeda
berhubungan dengan kasus yang terkategori dengan kasus yang tidak terkategori, kemudian
mencakup sistem spektrum, dimensional, atau kontinyu

http://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit_kejiwaan
21
1.

Memperbaiki kebiasaan makan, bernafas, tidur, dan aktifitas sex.2.

Mengeluarkan dan membicarakan kesulitan3.

Menghindari kesulitan untuk sementara waktu4.

Tidak banyak konflik yang serius dan tidak banyak konflik denganlingkungan.5.

Menerima segala kritik dengan lapang dada.6.

Berbuat suatu kebaikan untuk orang lain dan memupuk sosialitas ataukesosialan7.

Menyalurkan kemarahan8.

Jangan menganggap diri terlalu super9.

Menyadari keterbatasan10.

Bersikap religiusMenurut penyelidikan para ahli (tunagrahita) dapat terjadi :1.

Prenatal (sebelum lahir)2.

Natal (waktu lahir)3.

Pos Natal (sesudah lahir)Karakteristik atau ciri-ciri anak tunagrahita dapat dilihat dari segi :4.

Fisik (Penampilan)5.

Intelektual6.

Sosial dan emosi


b.

Saran

22

23
DAFTAR PUSTAKA
Kartini Kartono, Patologi Sosial, jakarta, 2007.Departemen Kesehatan. Direktorat Jenderal
Pelayanan Medik. Pedomanpenggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia III.
Jakarta: DepartemenKesehatan; 1993.Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas
PPDGJ-III. Jakarta: PT NuhJaya; 2001.Yustinus Semiun. 2010, Kesehatan Mental 2.
Yogyakarta: Kanisiushttp://www.scribd.com/doc/55858510/Definisi-Gangguan-
Jiwa http://imron46.blogspot.com/2009/02/faktor-penyebab-gangguan-
jiwa.html http://fransiscakumala.wordpress.com/2010/02/09/definisi-klasifikasi-gangguan-
jiwa-dan-diagnosis-multiaksial/ http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/03/gangguan-
jiwa-atau-mental-disorder.html
http://ww8.yuwie.com/blog/entry.asp?id=932768&eid=602755

http://www.scribd.com/doc/94224456/MAKALAH-GANGGUAN-JIWA
Gangguan jiwa adalah suatu ketidakberesan kesehatan dengan manifestasi-manifestasi
psikologis atau perilaku terkait dengan penderitaan yang nyata dan kinerja yang buruk, dan
disebabkan oleh gangguan biologis, sosial, psikologis, genetik, fisis, atau kimiawi.
Gangguan jiwa mewakili suatu keadaan tidak beres yang berhakikatkan penyimpangan dari
suatu konsep normatif. Setiap jenis ketidakberesan kesehatan itu memiliki tanda-tanda dan
gejala-gejala yang khas.
Setiap gangguan jiwa dinamai dengan istilah yang tercantum dalam PPDGJ-IV (Pedoman
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi IV) atau DSM-IV-TR
(Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th edition with text revision).
Kendati demikian, terdapat pula beberapa istilah yang dapat digunakan untuk
mendeskripsikan gangguan jiwa :

Selengkapnya klik disini Pengertian Gangguan Jiwa

Kata kunci pencarian:

pengertian gangguan jiwa, definisi gangguan jiwa, pengertian gangguan mental, pengertian
sakit jiwa, pengertian gangguan psikologis, pengertian kesehatan jiwa, makalah gangguan
jiwa, definisi sakit jiwa, klasifikasi gangguan jiwa, gangguan psikologi, pengertian gangguan
psikologi, konsep gangguan jiwa, definisi gangguan mental, pengertian gangguan kejiwaan,
makalah gangguan mental, gangguan psikologis, penggolongan gangguan jiwa di indonesia,
definisi gangguan psikologi, psikologi gangguan jiwa, pengertian sehat jiwa

http://psikologi.or.id/psikologi-umum-pengantar/pengertian-definisi-gangguan-jiwa.htm

Anda mungkin juga menyukai