Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah persalinan selesai
sampai 6 minggu atau 42 hari. Selama masa nifas, organ reproduksi secara
perlahan akan mengalami perubahan seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan
organ reproduksi ini disebut involusi (Maritalia, 2014: 11).Angka kematian ibu dan
angka kematian perinatal di Indonesia masih tergolong sangat tinggi. Menurut
defines WHO ( World Health Organization) “ Kematian maternal ialah kematian
seorang wanita waktu hamil atau dalam 42 hari sesudah bersalin. Akhirnya
kehamilan oleh sebab apapun”. Angka Kematian Ibu (AKI) sebagai salah satu
indikator kesehatan ibu. Penyebab kematian ibu tersebut adalah perdarahan 28%,
infeksi 11%, persalinan macet/ distosia 5%, eklamsi 24%, komplikasi masa
puerperium 8%, abortus 5%, emboli obat 3% (Depkes RI, 2015).
Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia (PKBI) mencatat Angka Kematian Ibu (AKI) ketika melahirkan di
Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan laporan Survey
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) mencatat tentang AKI tahun 2007 yaitu
228 kematian (132-323) per 1000.000 kelahiran hidup. Tetapi lima tahun kemudia
atau pada tahun 2012, AKI meningkat menjadi 359 (239-478) per 1000.0000
kelahiran hidup. Kondisi inilah yang membuat Indonesia disebutnya belum
memenuhi harapan target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015,
yang seharusnya AKI ditargetkan turun menjadi 112 per 100 ribu kelahiran hidup.
Faktanya AKI justru meningkat dan kini menjadi 359 kematian per 100 ribu
kelahiran hidup. Sementara itu, kepada badan penelitian dan pengembangan
kesehatan Kementrian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia mengatakan, penyebab
tertinggi kematian ibu setelah melahirkan salah satunya adalah pada ibu yang
perdarahan post partum 20,3 persen (Profil PKBI, 2015).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk melakukan asuhan kebidanan sesuai dengan format
dokumentasi SOAP Pada Ny. H Umur 36 Tahun P2A0 Post Partum Normal
hari tiga puluh di Puskesmas Wonorejo Samarinda.
2. Tujuan Khusus
a. Melaksanakan pengumpulan data dan analisis data dasar Pada Ny. H
Umur 36 Tahun P2A0 Post Partum Normal hari ketujuh di Puskesmas
Wonorejo Samarinda.Melaksanakan perumusan diagnosa/masalah Pada
Ny. H Umur 36 Tahun P2A0 Post Partum Normal hari 30 di Puskesmas
Wonorejo Samarinda.
b. Melaksanakan perumusan diagnosa/masalah potensial Pada Ny. H Umur
36 Tahun P2A0 Post Partum Normal hari ke 30 di Puskesmas Wonorejo
Samarinda.
c. Melaksanakan rencana tindakan asuhan kebidanan sesuai dengan Pada
Ny. H Umur 36 Tahun P2A0 Post Partum Normal hari ke 30 di Puskesmas
Wonorejo Samarinda.
d. Melaksanakan tindakan asuhan kebidanan Pada Ny. H Umur 36 Tahun
P2A0 Post Partum Normal hari ke 30 di Puskesmas Wonorejo Samarinda.
e. Melaksanakan evaluasi tindakan asuhan kebidanan Pada Ny. H Umur 36
Tahun P2A0 Post Partum Normal hari ke 30 di Puskesmas Wonorejo
Samarinda.
f. Melaksanakan pendokumentasikan semua temuan dan tindakan dalam
asuhan kebidanan yang telah di laksanakan Pada Ny. H Umur 36 Tahun
P2A0Post Partum Normal hari ke 30 di Puskesmas Wonorejo Samarinda.

C. Manfaat
1. Bagi penulis
Dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam penerapan
Asuhan Kebidanan Pada ibu Post Partum Normal..
2. Manfaat bagi institusi
Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan dalam penerapan
proses asuhan kebidanan pada Ibu Post Partum Normal khususnya di
ITKES Wiyata Husada Samarinda.
3. Manfaat ilmiah
Sebagai bahan informasi bagi tenaga bidan di dalam menangani Ibu
Post Partum Normal.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Masa Nifas
1. Pengertian masa nifas
Masa nifas atau masa puerperium atau masa postpartum adalah mulai
setelah partus selesai, dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu. Akan tetapi,
seluruh otot genitalia baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan
dalam waktu 3 bulan (Astutik, 2015: 2).Masa nifas (puerperium) adalah masa
dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-
kira 6 minggu (Roito H, dkk, 2013: 1).

2. Tahapan Masa Nifas


Menurut Wahyuningsih (2018) tahapan masa nifas yaitu:
a. Periode Immediate Postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa
ini merupakan fase kritis, sering terjadi insiden perdarahan postpartum
karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan perlu melakukan pemantauan
secara kontinu, yang meliputi kontraksi uterus, pengeluaran lokia,
kandung kemih, tekanan darah dan suhu.
1) Periode Early Postpartum (>24 jam-1 minggu)
Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan
normal, tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, ibu cukup
mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui

2) Periode Late Postpartum (>1 minggu-6 minggu)


Pada periode ini bidan tetap melakukan asuhan dan
pemeriksaan sehari-hari serta konseling perencanaan KB.
3) Remote Puerperium
Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih
dan sehat terutama bila selama hamil atau bersalin memiliki penyulit
atau komplikasi.

3. Perubahan Fisiologi pada Masa Nifas


a. Involusi
Pengertian involusi adalah kembalinya uterus pada ukuran, tonus dan
posisi sebelum hamil. Mekanisme involusi uterus secara ringkas menurut
Wahyuningsih (2018) adalah sebagai berikut:
1). Iskemia miometrium, hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi
yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga
membuat uterus menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
2). Atrofi jaringan yang terjadi sebagai reaksi penghentian hormone
estrogen saat pelepasan plasenta
3). Autolisis, merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di
dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot
yang telah mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil
dan lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan.
Proses autolisis ini terjadi karena penurunan hormon estrogen dan
progesterone
4). Efek Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot
uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan
berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk
mengurangi suplai darah pada tempat implantasi plasenta serta
mengurangi perdarahan

b. Pengeluaran Darah Pervaginam/Lochea


Pelepasan lapisan desidua mengakibatakan keluarnya cairan
uterus melalui vagina selama masa nifas yang disebut lochea
(Wahyuningsih, 2018). Jenis Lochea menurut Sukma (2017) yakni:
1). Lochea Rubra (Cruenta), ini berisi darah segar dan sisa-sisa selaput
ketuban, sel-sel desidua (desidua, yakni selaput lendir Rahim dalam
keadaan hamil), verniks caseosa (yakni palit bayi, zat seperti salep
terdiri atas palit atau semacam noda dan sel-sel epitel, yang
menyelimuti kulit janin) lanugo, (yakni bulu halus pada anak yang
baru lahir), dan meconium (yakni isi usus janin cukup bulan yang
terdiri dari atas getah kelenjar usus dan air ketuban, berwarna hijau
kehitaman), selama 2 hari pasca persalinan.
2). Lochea Sanguinolenta: Warnanya merah kuning berisi darah dan
lendir. Ini terjadi pada hari ke 3-7 pasca persalinan.
3). Lochea Serosa: Berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi
pada hari ke 7-14 pasca persalinan.
4). Lochea Alba: Cairan putih yang terjadinya setelah 2 minggu.
5). Lochea Purulenta: Terjadi infeksi, keluar cairan nanah busuk.
6). Locheotosis: Lochia tidak lancar keluarnya.

c. Perubahan Tanda-Tanda Vital


Perubahan tanda- tanda vital yang terjadi masa nifas menurut
Sukma (2017) yakni:
1). Suhu badan
Dalam 24 jam postpartum, suhu badan akan meningkat sedikit
(37,5 – 38oC) sebagai akibat kerja keras sewaktu melahirkan,
kehilangan cairan dan kelelahan. Apabila dalam keadaan normal suhu
badan akan menjadi biasa. Biasanya pada hari ke-3 suhu badan naik
lagi karena adanya pembekuan ASI.

2). Nadi

Denyut nadi normal pada orang dewasa adalah 60-80 kali


permenit. Denyut nadi setelah melahirkan biasanya akan lebih cepat.
Setiap denyut nadi yang melebihi 100x/menit adalah abnormal dan hal
ini menunjukkan adanya kemungkinan infeksi.

3). Tekanan Darah

Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan tekanan


darah akan lebih rendah setelah ibu melahirkan karena adanya
perdarahan. Tekanan darah tinggi pada saat postpartum dapat
menandakan terjadinya preeklampsi postpartum.

4). Perubahan Sistem Perkemihan


Kandung kencing dalam masa nifas kurang sensitif dan
kapasitasnya akan bertambah, mencapai 3000 ml per hari pada 2 – 5
hari post partum. Hal ini akan mengakibatkan kandung kencing penuh.
Sisa urine dan trauma pada dinding kandung kencing waktu persalinan
memudahkan terjadinya infeksi (Sukma, 2017).

5). Musculoskleletal

Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah persalinan.


Pembuluh-pembuluh darah yang berada di antara anyaman otot-otot
uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah
plasenta dilahirkan. Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia
yang meregang pada waktu persalinan, secara berangsur-angsur
menjadi pulih kembali ke ukuran normal. Tidak jarang pula wanita
mengeluh kandungannya turun. Setelah melahirkan karena ligamen,
fasia, dan jaringan penunjang alat genitalia menjadi kendor.
Dianjurkan untuk melakukan latihan atau senam nifas, bias dilakukan
sejak 2 hari post partum (Wahyuningsih, 2018).

6). Endokrin

Hormon Plasenta menurun setelah persalinan. Pada hormon


pituitary prolaktin meningkat, pada wanita tidak menyusui menurun
dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH meningkat pada minggu ke- 3
Lamanya seorang wanita mendapatkan menstruasi juga dapat
dipengerahui oleh factor menyusui. Sering kali menstruasi pertama ini
bersifat anovulasi karena rendahnya kadar estrogen dan progesterone.
(Sukma, 2017).

7). Penurunan Berat Badan


Setelah melahirkan, ibu akan kehilangan 5-6 kg berat badannya
yang berasal dari bayi, plasenta dan air ketuban dan pengeluaran darah
saat persalinan, 2-3 kg lagi melalui air kencing sebagai usaha tubuh
untuk mengeluarkan timbunan cairan waktu hamil. Rata-rata ibu
kembali ke berat idealnya setelah 6 bulan, walaupun sebagian besar
mempunyai kecenderungan tetap akan lebih berat daripada
sebelumnya rata-rata 1,4 kg (Wahyuningsih, 2018).

8). Perubahan Payudara

Pada saat kehamilan payudara menjadi besar ukurannya bisa


mencapai 800 gr, keras dan menghitam pada areola mammae di sekitar
puting susu. Segera menyusui bayi segerai setelah melahirkan melalui
proses inisiasi menyusu dini (IMD), walaupun ASI belum keluar
lancar, namun sudah ada pengeluaran kolostrum. Proses IMD ini dapat
mencegah perdarahan dan merangsang produksi ASI. Setelah
melahirkan, kelenjar pituitary akan mengeluarkan hormon prolaktin
(hormon laktogenik). Ketika bayi menghisap putting, reflek saraf
merangsang kelenjar posterior hipofisis untuk mensekresi hormon
oksitosin (Wahyuningsih, 2018).

9). Perubahan Psikologis pada Masa Nifas

a) Taking in Period (Masa ketergantungan)


Terjadi pada 1-2 hari setelah persalinan, ibu masih pasif
dan sangat bergantung pada orang lain, fokus perhatian
terhadap tubuhnya, ibu lebih mengingat pengalaman
melahirkan dan persalinan yang dialami.
b) Taking hold period
Berlangsung 3-4 hari postpartum, ibu lebih
berkonsentrasi pada kemampuannya dalam menerima tanggung
jawab sepenuhnya terhadap perawatan bayi. Pada masa ini ibu
menjadi sangat sensitif, sehingga membutuhkan bimbingan dan
dorongan perawat untuk mengatasi kritikan yang dialami ibu.
c) Leting go period
Dialami setelah tiba di rumah. Ibu mulai secara penuh
menerima tanggung jawab sebagai “ibu” dan menyadari atau
merasa kebutuhan bayi sangat bergantung padanya.
4. Kebutuhan Masa Nifas
a. Nutrisi dan cairan
Nutrisi dan cairan sangat penting pada masa postpartum karena
berpengaruh pada proses laktasi dan involusi. Makan dengan diet
seimbang, tambahan kalori 500-800 kal/ hari. Makan-makanan bergizi
untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang cukup. Minum
sedikitnya 3 liter/ hari, pil zat besi (Fe) diminum untuk menambah zat
besi setidaknya selama 40 hari selama persalinan (Sukma, 2017).
Menurut Wahyuningsih (2018) vitamin A, digunakan untuk pertumbuhan
sel, jaringan, gigi dan tulang, perkembangan saraf penglihatan,
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Sumber vitamin A
seperti sayur-sayuran, wortel, kacang-kacangan. Ibu juga mendapat
tambahan kapsul vitamin A (200.000 IU).
b. Eliminasi
Menurut Waryuningsih (2018) adalah sebagai berikut:
1). BAK
Seorang ibu nifas dalam keadaan normal dapat buang air kecil spontan
setiap 3-4 jam. Sebaiknya BAK dilakukan oleh ibu sendiri secara spontan.
Bila tidak dapat BAK secara spontan, dilakukan tindakan dirangsang
dengan mengalirkan air kran di dekat klien dan mengompres air hangat di
atas simpisis. Apabila tindakan di atas tidak berhasil, yaitu selama selang
waktu 6 jam tidak berhasil, maka dilakukan kateterisasi. Namun dari
tindakan ini perlu diperhatikan risiko infeksi saluran kencing.
2). BAB
Agar BAB dapat dilakukan secara teratur dapat dilakukan dengan diet
teratur, pemberian cairan banyak, makanan yang cukup serat dan olah
raga. Jika sampai 3 hari nifas ibu belum bisa BAB, maka perlu diberikan
supositoria dan minum air hangat.
c. Istirahat
Seorang ibu nifas biasanya mengalami sulit tidur, karena adanya
perasaan ambivalensi tentang kemampuan merawat bayinya. Merasa
karena beban kerja bertambah karena merasa memiliki tanggung jawab
terhadap bayinya. Anjurkan ibu untuk istirahat cukup untuk mencegah
kelelahan. Ibu dapat mulai melakukan kegiatan rumah tangga secara
perlahan-lahan, dan ibu pergunakan waktu istirahat dengan tidur di siang
hari. Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal antara
lain mengurangi jumlah ASI yang diproduksi, memperlambat proses
involusi uteri dan memperbanyak perdarahan, menyebabkan depresi
ketidakmampuan untuk merawat bayi sendiri dan dirinya (Wahyuningsih,
2018).
d. Ambulasi
Segera mungkin membimbing klien keluar dan turun dari tempat tidur,
tergantung kepada keadaan klien, namun dianjurkan pada persalinan
normal klien dapat melakukan mobilisasi 2 jam postpartum. Mobilisasi
pada ibu berdampak positif bagi, ibu merasa lebih sehat dan kuat, Faal
usus dan kandung kemih lebih baik, Ibu juga dapat merawat anaknya
(Sukma, 2017)
e. Personal Hygiene
Ibu nifas dianjurkan untuk menjaga kebersihan dirinya dengan
membiasakan mencuci tangan dengan sabun pada air yang mengalir
sebelum dan sesudah membersihkan genetalianya, mengganti pembalut
minimal 2 kali per hari atau saat pembalut mulai kotor dan tampak basah
sertamenggunakan pakaian dalam yang bersih. Hendaknya mandi 2 kali
per hari. Pada ibu nifas normal, ibu dapar mandi setelah 2 jam postpartum
(Sumiaty, 2018).
f. Keluarga Berencana
Ibu nifas dianjurkan untuk menunda kehamilannya minimal selama 2
tahun, agar bayi memperoleh ASI selama 2 tahun. Penjarangan kehamilan
ibu juga bermanfaat untuk kesehatan ibu. Perencanaan keluarga
berencana dapat ditentukan oleh pasangan suami istri (Sumiaty, 2018).
g. Kunjungan Masa Nifas
Kebijakan program Nasional masa nifas menetapkan sedikitnya 4 kali
melakukan kunjungan pada masa nifas yang bertujuan untuk menilai
kondisi ibu, mencegah penyulit dan komplikasi, mendeteksi penyulit dan
komplikasi dan menangani penyulit dan komplikasi (Handayani, 2016).

5. Tanda-Tanda Bahaya Masa Nifas


Tanda dan bahaya yang perlu diperhatikan pada masa nifas :
1. Demam tinggi hingga melebihi 38’c
Suhu tubuh ibu mungkin mengalami peningkatan pada hari pertama
setelah melahirkan. Ini merupakan hal yang wajar dan mungkin
disebabkan oleh dehidrasi selama proses persalinan, usahakan untuk
memperebanyak minum air untuk mengganti cairaan yang hilang. Namun
apabila terjadi peningkatan melebihi 38’c beturut-turut selama 2 hari
kemungkinan terjadi infeksi. Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup
semua peradangan alat-alat genetalia dalam masa nifas (Rustam
Mochtar,2002).
Apabila setelah 24 jam suhu ibu tetap mengalami penigkatan, maka
bisa jadi ini merupakan tanda bahaya pada masa nifas yang menunjukan
adanya infeksi setelah persalinan.
Penanganan :
a. Istirahat baring
b. Rehidrasi peroral atau infuse
c. Kompres atau kipas untuk menurunkan suhu
2. Perdarahan pervagina
Merupakan perdarahan yang terjadi dengan jumlah darah melebihi 500
ml setelah baayi lahir. Menurut waktu dibagi menjadi 2 yaitu perdarahan
primer yang terjadidalam 24 jam setelah bayi lahir, dan perdarahan sekunder
yang terjadi setelah 24 jam bayi lahir, perdarahan skunder ini ditemukan
kurang dari 1% dari semua persalinan. Sebab terjadinya adanya subinvolusi,
kelainan kongenital uterus, inversio uteri, miomauteri submukosum, dan
penghentian obat estrogen untuk menghentikan laktasi. Terapidapat dimulai
dngan pemberian 0, 5mg ergotrin intramaskular, yang dapat diulangi dalam 4
jam atau kurang.
Yang menyebabkan perdarahan setelah melahirkan adalahatonia uteri
atau rahim tidak berkontraksi, perlukaan jalan lahir, dan tertinggalnyasisa-sisa
plasenta dalam Rahim :
a. Nyeri perut hebat/ rasa sakit dibagian bawah abdomen atau punggung, serta
ulu hatid
b. Sakit kepala parah atau terus menerus dan pandangan kabur
c. Pembengkakan pada wajah dan daerah ektremitasf
d. Rasa sakit, merah atau bengkak dibagian betis atau kaki
e. Payudara membengkak, kemerahan, lunak disertai demam
f. Putting payudara berdarah atau merekah sehingga sulit untuk menyusui
g. Tubuh lemas dan terasa seperti mau pingsan, merasa sangat letih dan nafas
terengah-engah
h. Kehilangan nafsu makan dalam waktu lamak
i. Tidak bisa buang air besar selama tiga hari atau rasa sakit waktu buang air
kecill
j. Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh bayinya atau dirinya
sendiri

Macam-macam Kunjungan Masa Nifas :

a. Kunjungan masa nifas pertama dilakukan 6-8 jam sesudah persalinan,yang


bertujuan untuk mencegah perdarahan masa nifas,mengajarkan pemberian
ASI awal,menjaga suhu tubuh bayi tetap stabil agar tidak terjadi hypotermi

b. Kunjungan masa nifas ke Dua dilakukan 6 hari setelah persalinan,yang


bertujuan untuk memastikan involusi uterus berjalan normal,menilai apakah
ada tanda-tanda infeksi atau perdarahan abnormal,memastikan ibu menyusui
dengan baik,memberikan konseling pada ibu mengenai perawatan kepada bayi
dan tali pusat.

c. Kunjungan masa nifas ke Tiga dilakukan 2 minggu setelah persainan,yang


bertujuan untuk memastikan involusi uterus berjalannormal ,menilai apakah
ada tanda-tanda infeksi atau perdarahan abnormal,memastikan ibu menyusui
bayinya dengan baik,memberikan konseling pada ibu mnengenai perawatan
kepada bayi dan tali pusat.
d. Kunjungan masa nifas ke Empat dilakukan pada 6 minngu setelan persalinan
yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada penyilit yang dialami ibu atau
bayinya,dan memberikan konseling mengenai KB

6. Teknik Menyusui yang Benar


Adalah cara memberikan ASI kepada bayi dengan perlekatan dan
posisi ibu dan bayi dengan benar (Suradi dan Hesti, 2014,)

a. Faktor-Faktor yang mempengaruhi pemberian ASI

1. Perubahan Sosial Budaya

a). Ibu bekerja atau kesibukan sosial lainnya Kenaikan tingkat partisipasi
wanita dalam angkatan kerja dan adanya emansipasi wanita dalam hal segala
bidang kerja dan kebutuhan yang semakin meningkat, sehingga ketersediaan
menyusui untuk bayinya berkurang.

b). Meniru teman, tetangga atau orang yang sangat berpengaruh dengan
memberrikan susu botol kepada bayinya. Bahkan ada yang berpandangan
bahwa susu botol sangat cocok untuk bayi.

c). Merasa ketinggalan zaman jika masih menyusui bayinya.

2. Faktor Fisik Ibu


Alasan yang cukup sering bagi ibu untuk menyusui adalah karena ibu
sakit, baik sebentar maupun lama. Tetapi sebenarnya jarang sekali ada
penyakit yang mengharuskan berhenti menyusui. Dari jauh lebih berbahaya
untuk mulai memberi bayi makanan buatan daripada membiarkan bayi
menyusu dari ibunya yang sakit.

3. Meningkatnya promosi susu formula sebagai pengganti ASI

4. Kurang/Salah Informasi
Banyak ibu yang merasa bahwa susu formula itu sama baiknya atau malah
lebih baik dari ASI sehingga cepat menambah susu formula bila merasa ASI
kurang. Petugas kesehatan masih banyak yang tidak memberikan informasi
pada saat pemeriksaan kehamilan atau saat memulangkan bayinya.

7. Cara Menyusui Yang Benar

a. Posisi Badan Ibu dan Badan Bayi (DepKes RI, 2015, p.31)

1) Ibu duduk atau berbaring dengan santai

2) Pegang bayi pada belakang bahunya, tidak pada dasar kepala

3) Rapatkan dada bayi dengan dada ibu atau bagian bawah payudara

4) Tempelkan dagu bayi pada payudara ibu

5) Dengan posisi seperti ini telinga bayi akan berada dalam satu garis
dengan leher dan lengan bayi

6) Jauhkan hidung bayi dari payudara ibu dengan cara menekan pantat bayi
dengan lengan ibu.

b. Posisi Mulut Bayi dan Putting Susu Ibu (DepKes RI, 2015, pp.26-32)

1) Payudara dipegang dengan ibu jari diatas jari yang lain menopang dibawah
(bentuk C) atau dengan menjepit payudara dengan jari telunjuk dan jari
tengah (bentuk gunting), dibelakang areola (kalang payudara)

2) Bayi diberi rangsangan agar membuka mulut (rooting reflek) dengan cara
menyentuh puting susu, menyentuh sisi mulut puting susu.

3) Tunggu samapi bayi bereaksi dengan membuka mulutnya lebar dan lidah
ke bawah
4) Dengan cepat dekatkan bayi ke payudara ibu dengan cara menekan bahu
belakang bayi bukan bagian belakang kepala

5) Posisikan puting susu diatas bibir atas bayi dan berhadapan- hadapan
dengan hidung bayi

6) Kemudian masukkan puting susu ibu menelusuri langit- langit mulut bayi
7) Usahakan sebagian aerola (kalang payudara) masuk ke mulut bayi,
sehingga puting susu berada diantara pertemuan langit- langit yang keras
(palatum durum) dan langit- langit lunak (palatum molle)

8) Lidah bayi akan menekan dinding bawah payudara dengan gerakan


memerah sehingga ASI akan keluar dari sinus lactiferous yang terletak
dibawah kalang payudara

9) Setelah bayi menyusu atau menghisap payudara dengan baik, payudara


tidak perlu dipegang atau disangga lagi

10) Beberapa ibu sering meletakkan jarinya pada payudara dengan hidung
bayi dengan maksud untuk memudahkan bayi bernafas. Hal itu tidak perlu
karena hidung bayi telah dijauhkan dari payudara dengan cara menekan pantat
bayi dengan lengan ibu

11) Dianjurkan tangan ibu yang bebas dipergunakan untuk mengelus- elus
bayi

c. Cara Menyendawakan Bay

1) Letakkan bayi tegak lurus bersandar pada bahu ibu dan perlahan-lahan diusap
punggung belakang sampai bersendawa

2) Kalau bayi tertidur, baringkan miring ke kanan atau tengkurap. Udara akan
keluar dengan sendirinya
d. Lama dan Frekuensi Menyusui (Purwanti, 2014, p.51)

1) Menyusui bayi tidak perlu di jadwal, sehingga tindakan menyusui bayi


dilakukan setiap saat bayi membutuhkan.

2) Asi dalam lambung bayi kosong dalam 2 jam.

3) Bayi yang sehat akan menyusu dan mengogongkan payudara selama 5-7 menit.

8. Perawatan Tali Pusat

Perawatan tali pusat adalah perbuatan merawat atau memelihara pada


tali pusat bayi setelah tali pusat dipotong atau sebelum puput (Paisal, 2018).
Perawatan tali pusat adalah pengobatan dan pengikatan tali pusat yang
menyebabkan pemisahan fisik terakhir antara ibu bayi, kemudian tali pusat
dirawat dalam keadaan steril, bersih, kering, puput dan terhindar dari infeksi
tali pusat (Hidayat,2015).

Diameter tali pusat antara 1cm - 2,5cm, dengan rentang panjang antara
30cm- 100cm, rata-rata 55cm, terdiri atas alantoin yang rudimenter, sisa-sisa
omfalo mesenterikus, dilapisi membran mukus yang tipis, selebihnya terisi
oleh zat seperti agar-agar sebagai jaringan penghubung mukoid yang disebut
jeli whartor. Setelah tali pusat lahir akan segera berhenti berdenyut, pembuluh
darah tali pusat akan menyempit tetapi belum obliterasi, karena itu tali pusat
harus segera dipotong dan diikat kuat-kuat supaya pembuluh darah tersebut
oklusi serta tidak perdarahan (Retniati, 2010;9).

Tujuan perawatan tali pusat adalah mencegah terjadinya penyakit


tetanus pada bayi baru lahir, agar tali pusat tetap bersih, kuman-kuman tidak
masuk sehingga tidak terjadi infeksi pada tali pusat bayi. Penyakit tetanus ini
disebabkan oleh clostridium tetani yaitu kuman yang mengeluarkan toksin
(Racun), yang masuk melalui luka tali pusat, karena perawatan atau tindakan
yang kurang bersih (Saifuddin, 2011).

9. KB (Usia 30-40 tahun)

Di usia ini, mungkin Anda berpikir untuk tidak lagi menambah anak.
Rutinitas kerja yang semakin padat daripada sebelumnya bisa jadi membuat
Anda memutuskan memilih metode pencegahan kehamilan yang lebih pasti:
metode praktis dan tidak perlu perhatian ekstra.

Beberapa metode KB yang bisa dipilih:

a. NuvaRing atau Ortho Evra. NuvaRing adalah cincin silikon fleksibel


berukuran sekitar lima sentimeter. Cincin ini mengeluarkan estrogen dan
progesteron, yang akan diserap oleh dinding vagina untuk mencegah
ovulasi. Sedangkan Ortho Evra juga mengeluarkan kedua hormon tersebut,
namun aplikasinya dengan ditempel di lengan, perut, atau punggung.

Keunggulan: Cara memasangnya mudah. Meski posisinya tidak tepat,


tetap saja bisa berfungsi efektif. Kebanyakan wanita tidak merasakan
cincin ini setelah dipasang. Kemungkinan suami menyadari keberadaan
cincin ini ketika berhubungan seksual juga kecil. Selain itu, Anda tidak
perlu mengonsumsi pil. Kalau berubah pikiran dan ingin menambah
momongan, tinggal copot, Anda subur kembali.

Kekurangan: Harganya dua kali lebih mahal dibandingkan dengan pil KB,
dan memiliki risiko penyumbatan darah sama seperti menggunakan pil. Di
samping itu, efek sampingannya bisa membuat pusing atau mual. Dua
metode ini tidak direkomendasi untuk wanita berusia di atas 35 tahun yang
merokok atau obesitas.

b. IUD (spiral). Intrauterine Devices(IUD) atau di Indonesia populer dengan


sebutan “spiral” sudah dikemabangkan sejak 1970. Alat berbentuk huruf T ini
dimasukkan ke dalam rahim. Cara kerjanya mengganggu lingkungan rahim,
menghalangi terjadinya pembuahan maupun implantasi. Ada yang berbahan
dasar hormon, dengan melepaskan progesteron sehingga menghambat ovulasi.
Ada IUD yang melepaskan tembaga, menempel di sperma dan menghambat
pergerakannya, sehingga mencegah masuk sel telur. IUD bisa digunakan
selama 5-10 tahun.

Keunggulan: IUD sangat nyaman, dan mungkin ini alasan mengapa IUD
merupakan salah satu jenis kontrasepsi paling diminati di seluruh dunia. IUD
yang melepaskan hormon bisa menghambat siklus menstruasi, sementara yang
melepaskan tembaga tidak. Selain itu, kesuburan langsung bisa kembali
seketika Anda melepas alat ini.

Kekurangan: Anda bisa mengalami pendarahan selama beberapa bulan


pertama. IUD tidak direkomendasikan bagi wanita yang memiliki riwayat
hamil etopik (hamil anggur), atau mengalami infeksi saluran kemih.

c. Implanon (Susuk KB). Alat sebesar korek api lidi ini dimasukkan ke dalam
tubuh Anda, yaitu di bagian lengan bagian atas. Alat tersebut akan
mengeluarkan hormon progesteron selama tiga tahun.

Keunggulan: Karena termasuk metode jangka panjang, dengan sekali


pemakaian untuk tiga tahun, susuk KB menjadi pilihan yang nyaman tanpa
banyak perawatan. Karena hanya mengandung hormon progesteron, cara ini
bisa menjadi pilihan untuk ibu menyusui (setelah bayi Anda berusia di atas 6
bulan). Implan juga tidak terlihat dari luar tubuh.

Kekurangannya: Pemasangan dan pelepasan implan harus dilakukan dokter.


Risiko dari prosedur pemasangan implan adalah komplikasi ringan, selain bekas
luka di kulit. Menstruasi bisa menjadi tidak teratur, dan wanita yang mengalami
obesitas mungkin harus mengganti implan setiap dua tahun sekali.
BAB IV

PEMBAHASAN

Data yang diambil dari studi kasus Ny “H” dengan Post Partum Normal.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum ibu baik, kesadaran composmentis,
tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 78x/menit, suhu 380C, penapasan 18x/menit, Tfu
tidak teraba, dan pengeluaran Lochea Alba. Hal ini sesuai dengan teori jenis lokhea
yang keluar adalah lokhea alba, yaitu cairan berwarna putih dan cairan ini tidak
berdarah lagi.

Pada tempat pengambilan kasus yaitu di Puskesmas Wonorejo Samarinda, ibu


nifas hari ke-30 seharusnya kita sebagai bidan memberikan penjelasan mengenai
tanda bahaya nifas, KIE tentang merawat bayi dan perawatan tali pusat, KIE tentang
menyusui bayinya secara baik dan benar, dan konseling perencanaan KB. Tetapi
ternyata yang diberikan hanya Tanda bahaya masa nifas,KIE merawat bayi dan
perawatan tali pusat, dan KIE menyusui yang baik dan benar.

Rencana tindakan yang telah disusun yaitu menyampaikan kepada ibu tentang
kondisinya sekarang bahwa ibu dalam keadaan baik, mengobservasi tanda tanda vital,
menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya secara baik dan benar dikedua
payudaranya secara bergantian. menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi sayuran
hijau dan makanan yang bergizi.
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan
1. Telah dilakukan pengumpulan data dasar pada Ny ”H” Post Partum Normal
Hari Ke 30 di Puskesmas Wonorejo Samarinda
2. Telah dilakukan perumusan diagnosa/ masalah aktual pada Ny ”H” di
Puskesmas Wonorejo Samarinda pengumpulan dari data subjektif, dan data
objektif sehingga didapatkan diagnosa kebidanan pada Ny “H” P6A0
dengan Post Partum Normal Hari ke 30
3. Telah dilaksanakan perumusan diagnosa/ masalah potensial pada Ny ”H”
dengan Post Partum Normal hari ke 30 di Puskesmas Wonorejo Samarinda
dengan hasil tidak ada masalah potensial yang terjadi pada ibu karna
diberikannya penanganan yang tepat.
4. Telah mengidentifikasi perlunya tindakan segera pada Ny ”N” di
Puskesmas Wonorejo Samarinda dengan hasil bahwa pada kasus ini tidak
dilakukan tindakan kolaborasi karena tidak adanya indikasi dan data yang
menunjang untuk dilakukannya tindakan tersebut.
5. Telah melaksanakan tindakan asuhan yang telah direncankan pada Ny ”H”
di Puskesmas Wonorejo Samarinda dengan hasil yaitu semua tindakan yang
telah direncanakan dapat dilaksanakan seluruhnya dengan baik tanpa
adanya hambatan.

B. Saran
1. Bagi Klien
Klien mendapat pelayanan Asuhan Kebidanan Post Partum yang
sesuai dengan standar pelayanan kebidanan dan meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan dalam perawatan masa nifas, serta keluarga berencana.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menjadi salah satu metode pengembangan pembelajaran klinik
yang berguna khususnya di kampus ITKES Wiyata Husada Samarinda .
3. Lahan Praktik
Dapat meningkatkan mutu pelayanan dan menambah wawasan dan
pengetahuan sesuai dengan evidance based Kebidanan.
4. Bagi Penulis
Dapat memeberikan pelayanan Asuhan Kebidanan pada ibu post
patum sehingga kesehatan ibu dan bayi dapat terpantau menjadi satu
kesatuan yang utuh.

Anda mungkin juga menyukai