Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS

INFEKSI MENULAR SEKSUAL (IMS) PADA REMAJA SISWA/I SAMA

Oleh :

1. Afliana Siang
2. Bella Putri S
3. Gabriella Eldista
4. Vivin Merlia Iskandar.

PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN


INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN & SAINS WIYATA HUSADA
SAMARINDA
TAHUN 2019/2020
Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan tugas Makalah ini alhamdulillah tepat

1
pada waktunya. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada rasul yang mulia,
Muhammad shallaullahu’alaihi wasallam.

Penyususan makalah ini dilakukan dengan mengambil referensi dari berbagai


sumber, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, karena
keterbatasan referensi baik dari buku, maupun dari internet.

Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk hasil
yang lebih baik. Harapan saya semoga makalah ini bermanfaat terutama bagi penulis dan
untuk semua yang membaca.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ 2

2
DAFTAR ISI....................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................................... 4
B. Tujuan............................................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Difinisi ......................................................................................................... 6
B. Metode penelitian .......................................................................................... 7
C. Hasil penelitian dan pembahasan .................................................................. 7
D. Hubungan umur dengan kejadian IMS ......................................................... 7
E. Hubungan pendidikan dengan kejadian IMS ................................................. 8
F. Hubunagn status pernikahan dengan IMS ....................................................... 8
G. Hubungan penggunaan kondom denagn IMS ................................................ 8
BAB III ANALISA JURNAL
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................... 14
B. Saran.............................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

3
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang ditularkan melalui
hubungan seksual baik secara vaginal, anal dan oral. IMS disebabkan oleh lebih dari
30 Bakteri, virus, parasit, jamur, yang berbeda dimana dapat disebarkan melalui
kontak seksual dan kebanyakan infeksi ini bersifat asimtomatik atau tidak
menunjukkan gejalanya sama sekali. IMS dapat dikelompokkan menjadi dua
berdasarkan penyembuhannya yaitu yang dapat disembuhkan seperti sifilis, gonore,
klamidia, dan trikomoniasis dan yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
diringankan melalui pengobatan seperti: hepatitis B, herpes, Human
immunodeficiency Virus/HIV, dan Human papiloma virus/HPV (WHO, 2013).
Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan berbagai infeksi yang dapat
menular dari satu orang ke orang yang lain melalui kontak seksual. Infeksi Menular
Seksual (IMS) lebih berisiko bila melakukan hubungan seksual dengan berganti-
ganti pasangan baik melalui vagina, oral maupun anal. IMS yang populer di
Indonesia antara lain gonore dan sifilis. Salah satu penyakit dari IMS yang belum
dapat disembuhkan adalah HIV/AIDS. Faktor terjadinya penyebaran HIV/AIDS
disebabkan karena perilaku seks bebas, merosotnya nilai agama, gaya hidup,
pekerjaan, dan gagalnya membina rumah tangga (Naila Kamila, 2009; Dewi
Rohkmah, 2014).
IMS termasuk diantara 5 kategori penyakit dewasa yang mencari pelayanan
kesehatan dan memiliki dampak besar pada kesehatan seksual dan reproduksi.
Angka kejadian paling tinggi tercatat di Asia Selatan dan Asia Tenggara, diikuti
Afrika bagian Sahara, Amerika Latin, dan Karibean. Prevalensi IMS di negara
berkembang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di negara maju. Pada
perempuan hamil di dunia, angka kejadian gonore 10 – 15 kali lebih tinggi, infeksi
klamidia 2 – 3 kali lebih tinggi, dan sifilis 10 – 100 kali lebih tinggi jika

4
dibandingkan dengan angka kejadiannya pada perempuan hamil di negara industri.
Pada usia remaja (15 – 24 tahun) merupakan 25% dari semua populasi yang aktif
secara seksual, memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus PMS baru
yang didapat. Kasus-kasus IMS yang terdeteksi hanya menggambarkan 50% - 80%
dari semua kasus IMS yang ada di Amerika. Ini mencerminkan keterbatasan
“screening” dan rendahnya pemberitaan akan IMS (Sarwono, 2011).
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui analisis faktor yang berhubungan dengan kejadian IMS dengan wanita
pekerja seksusal

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

5
A. Definisi
Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang ditularkan melalui
hubungan seksual baik secara vaginal, anal dan oral. IMS disebabkan oleh lebih
dari 30 Bakteri, virus, parasit, jamur, yang berbeda dimana dapat disebarkan
melalui kontak seksual dan kebanyakan infeksi ini bersifat asimtomatik atau
tidak menunjukkan gejalanya sama sekali. IMS dapat dikelompokkan menjadi
dua berdasarkan penyembuhannya yaitu yang dapat disembuhkan seperti sifilis,
gonore, klamidia, dan trikomoniasis dan yang tidak dapat disembuhkan tetapi
dapat diringankan melalui pengobatan seperti: hepatitis B, herpes, Human
immunodeficiency Virus/HIV, dan Human papiloma virus/HPV (WHO, 2013).
IMS termasuk diantara 5 kategori penyakit dewasa yang mencari pelayanan
kesehatan dan memiliki dampak besar pada kesehatan seksual dan reproduksi.
Angka kejadian paling tinggi tercatat di Asia Selatan dan Asia Tenggara, diikuti
Afrika bagian Sahara, Amerika Latin, dan Karibean. Prevalensi IMS di negara
berkembang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di negara maju. Pada
perempuan hamil di dunia, angka kejadian gonore 10 – 15 kali lebih tinggi,
infeksi klamidia 2 – 3 kali lebih tinggi, dan sifilis 10 – 100 kali lebih tinggi jika
dibandingkan dengan angka kejadiannya pada perempuan hamil di negara
industri. Pada usia remaja (15 – 24 tahun) merupakan 25% dari semua populasi
yang aktif secara seksual, memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus
PMS baru yang didapat. Kasus-kasus IMS yang terdeteksi hanya
menggambarkan 50% - 80% dari semua kasus IMS yang ada di Amerika. Ini
mencerminkan keterbatasan “screening” dan rendahnya pemberitaan akan IMS
(Sarwono, 2011).

B. Metodelogi Penelitian

6
Penelitian ini merupakan penelitian Kuantitatif dengan desain penelitian analitik
observasi dan pendekatan cross sectional, yaitu pendekatan dalam mempelajari
dinamika antara faktor resiko dan efek dengan cara observasi, wawancara dan
pengumpulan data sekaligus pada suatu saat. Populasi penelitian adalah seluruh
pasien rawat jalan sebanyak 150 orang dan sampel sebanyak 83 wanita pekerja
seksual di Klinik VCT Mobile Puskesmas Sukaraja Kota Bandar Lampung
Tahun 2016.
C. Hasil penelitian dan pembahasan
Digambarkan ada sebanyak 54 orang (65.1%) responden berusia yang
beresiko (< 24 tahun), jumlah WPS yang berpendidikan rendah ada 61 orang
(73.5%), jumlah WPS yang tidak menikah/cerai ada sebanyak 59 orang (71.1%),
jumlah WPS yang tidak konsisten menggunakan kondom 49 orang (59.0%),
jumlah kejadian IMS ada sebanyak 51 (61,4%).
Analisis multivariat menunjukkan terdapat 4 variabel yang berhubungan
dengan dengan kejadian IMS. Variabel yang paling dominan berhubungan
dengan kejadian IMS yaitu variabel penggunaan kondom (p=0,002 dan OR =
7.786).
D. Hubungan umur dengan kejadian IMS
Umur dalam penelitian ini adalah umur WPS saat penelitian berlangsung,
dikelompokkan menjadi umur beresiko (< 24 tahun) dan umur yang tidak
beresiko (> 24 tahun). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa sebanyak
beresiko ada 54 orang (65.1), dan umur tidak beresiko ada 29 orang (34.9).
Artinya secara proporsi responden penelitian ini lebih banyak yang berusia
beresiko. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan umur dengan Kejadian
IMS di Klinik IMS VCT Mobile Puskesmas Sukaraja Kota Bandar Lampung
Tahun 2017 diperoleh p-value sebesar 0,012 (< 0.05). Nilai OR = 3.683 (1.42-
9.5). WPS yang memasuki masa usia beresiko mempunyai peluang 3.68 kali
mengalami IMS dibanding umur yang tidak beresiko.

7
E. Hubungan pendidikan dengan kejadian IMS
Pendidikan dalam penelitian ini adalah pendidikan formal tertinggi yang
pernah dimiliki pada WPS, pendidikan tertinggi dibagi dua yaitu pendidikan
rendah kurang dari SMA dan perguruan tinggi. Berdasarkan penelitian diperoleh
bahwa pendidikan rendah ada sebanyak 61 orang (73,5%) dan pendidikan yang
tinggi 22 orang (26,5%). artinya status pendidikan yang paling banyak yaitu
pendidikan rendah. Hasil penelitian menunjukan ada hubungan pendidikan
dengan kejadian IMS di klinik IMSVCT Mobile di puskesmas sukaraja kota
bandar lampung tahun 2016 deperoleh p-value sebesar 0,040 (<0,05). nilai OR =
3.193 (1.16-8.74) menunjukan bahwa WPS yang berpendidikan rendah
mempunyai peluang 3.19 kali mengalami IMS dibandingkan pendidikan yang
tinggi.
F. Hubungan status pernikahan dengan IMS
Status pernikahan adalah status menikah yang sah pada saat penelitian
dilakukan dibagi 2 yaitu status tidak menikah atau cerai dan status yang sudah
menikah. Berdasarkan penelitian diperoleh bahwa wanita pekerja seksual yang
mempunyai status menikah dan cerai ada sebanyak 59 orang (71,1%) dan yang
menikah ada sebanyak 24 orang (28,9%). hal ini sesuai dengan teori IMS yang
tinggi terjadi bagi orang yang belum menikah dan bercerai yang terpisah dari
keluarganya bila dibandingkan dengan orang yang sudah menikah karna
pemenuhan kebutuha seksualnya terpenuhi (Setyawulan, 2007). hasil statistik
menunjukan ada hubungan status pernikahan dengan kejadian IMS di klinik
IMSVCT Mobile puskesmas sukaraja kota bandar lampung tahun 2016 di
peroleh p-value sebesar 0,035 )<0,05). nilai OR=3.189 (1.1-8.5) menunjukan
bahwa WPS yang tidak menikah atau cerai mempunyai peluang sebesar 3.18 kali
mengalami IMS dibandinhkan yang menikah.
G. Hubungan penggunaan kondom dengan IMS
Kondom yang terbuat dari lateks, ketika digunakan dengan konsistensi
yang benar dapat menurunkan resiko penularan IMS, termasuk penularan

8
penyakit melalui sekresi genetal. Penggunaan kondom dapat dapat menurunkan
resiko infeksi HPV pada genetal dan HPV yang berhubungan dengan kanker
serviks. Kondom dapat melindungi dari beberapa penyakit infeksi menular
seksual secara langsung dimana penularan infeksi menular seksual terjadi. Hal ini
dikarenakan kondom membok transmisi IMS melalui pencegahan kontak
diantara kndom yang digunakan pada penis dengan kulit dari partner seks,
mukosa, dan sekresi genetal. Kondom dapat mencegah penularan IMS.
(Kepmenkes, 2009).
Berdasarkan penelitian diperoleh wanita pekerja seksual yang
berhubungan tidak selalu menggunakan kondom sebanyak 49 orang (59.0%) dan
yang menggunakan kondom sebanyak 34 orang (41,0%). hasil uji statistik
menunjukan adanya hubungan penggunaan kondom dengan kejadian IMS di
Klinik VCT Mobile Puskesmas Sukaraja Kota Bandar Lampung tahun 2016
diperoleh p-value sebesar 0,001 (<0,05). nilai OR=5.580 (2.1-14.6) menunjukan
bahwa WPS yang tidak menggunakan kondom mempunyai peluang 5.58 kali
mengalami IMS dibandingkan yang menggunakan kondom.

9
BAB III
ANALISA JURNAL

JUDUL PENELITIAN PERTAMA.

PERILAKU PENCEGAHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL PADA WANITA


PEKERJA SEKSUAL KABUPATEN TEGAL

PENELITI

Dessi Aryani, Mardiana, Dina Nur Anggraini Ningrum

RINGKASAN JURNAL

Infeksi Menular Seksual (IMS) merupakan berbagai infeksi yang dapatmenular dari satu
orang ke orang yang lain melalui kontak seksual. Infeksi Menular Seksual (IMS) lebih
berisiko bila melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui
vagina, oral maupun anal. IMS yang populer di Indonesia antara lain gonore dan sifilis.
Salah satu penyakit dari IMS yang belum dapat disembuhkan adalah HIV/AIDS. Faktor
terjadinya penyebaran HIV/AIDS disebabkan karena perilaku seks bebas, merosotnya nilai
agama, gaya hidup, pekerjaan, dan gagalnya membina rumah tangga (Naila Kamila, 2009;
Dewi Rohkmah, 2014).

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku WPS dalam upaya
pencegahan IMS di Lokalisasi Peleman.

Problem

10
Jenis penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengambilan
informan snowball sampling. Informan berjumlah 6 WPS, 6 teman WPS, 6 mucikari dan 1
petugas kesehatan Puskesmas Jatibogor. Teknik pengambilan data berupa wawancara
mendalam dan observasi. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan disajikan dalam
bentuk narasi.Penelitian ini dilakukan tahun 2014.

Intervention

Jenis penelitian ini adalah studi observasional dengan pendekatan kualitatif. Bogdan
(1975:5), penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Desain yang
digunakan dalam penelitian ini adalah fenomenologi.

Comperation

Jurnal “PERILAKU PENCEGAHAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL PADA WANITA


PEKERJA SEKSUAL KABUPATEN TEGAL.”

Hasil : Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh informasi bahwa WPS cukup baik
dalam mengakses informasi IMS melalui media cetak, petugas kesehatan maupun teman
sesama WPS sehingga dapat meningkatkan pengetahuan tentang IMS. WPS belum cukup
berhasil dalam bernegosiasi dengan pelanggan, sehingga perilaku pencegahan IMS melalui
penggunaan kondom belum dapat terlaksanadengan baik. Penggunaan kondom yang benar
sudah dilakukan WPS dengan baik, namun tidak konsistennya penggunaan kondom dalam
setiap hubungan seksual dapat meningkatkan risiko IMS serta mengurangi keberhasilan
upaya pencegahan IMS berupa penggunaan kondom dengan benar. Perilaku WPS di
Lokalisasi Peleman dalam upaya pencegahan IMS melalui vaginal higiene belum baik
karena masih terdapat kekeliruan informasi mengenai cara menjaga alat kelamin.WPS di
Lokalisasi Peleman beresiko tinggi terkena IMS, baik ditimbulkan dari tidak memakai
kondom saat melayani pelanggan maupun perilaku WPS dalam menjaga kebersihan
kelamin.

11
Outcome

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku WPS dalam upaya
pencegahan IMS di Lokalisasi Peleman.

JURNAL KEDUA.

Jurnal Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Menular Seksual pada
Wanita Pekerja Seksual

Peneliti : Linda Pespita

Abstrak :

Infeksi Menular Seksual (IMS) ditularkan melalui koitus, pada 5 kategori penyakit dewasa
yang memiliki dampak besok pada kesehatan seksual. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui analisis faktor yang berhubung dengan kejadian IMS pada wanita pekerja
seksual. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan desain analitik
dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah WPS di klinik
VCT mobile Puskesmas sukaraja kota bandar lampung sebanyak 83 sampel dengan
menggunakan teknik simple random sampling. Analisis data yang digunakan analisis
univariate,bivariate chi square dan multivariate regresi logistic. Hasil penelitian
menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara umur (p=0,012, OR =3,6), status
pernikahan (p=0,035, OR=3,1), penggunaan kondom (p=0,001, OR=5,5). Hasil analisis
multivariate menunjukan bahwa penggunaan kondom merupakan variable yang paling
dominan berhubungan dengan IMS pada WPS di klinik VCT moile Puskesmas Sukaraja
dengan p value (p=0,002 dan OR=7,7). Petugas kesehatan disarankan dapat meningkatan
intensitas VCT mobile,meningkatkan penyuluhan kesehatan pencegahan IMS.
Meningkatkan sosialisasi kondom, dan menyediakan tempat dan waktu untuk penyuluhan
kesehatan bagi WPS.

12
Analisa PICO :

Problem :
populasi dari penelitian ini adalah WPS di Klinik VCT Mobile di Puskesmas Sukaraja kota
Bandar lampung sebanyak 83 sampel

Intervention :
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif menggunakan desain analitik dengan
pendekatan croos sectional. Yaitu pendekatan dalm mempelajari dinamika antara faktor
resiko dan efek dengan cara observasi, wawancara dan pengumpulan data sekaligus pada
suatu waktu.

Comperation :
Jurnal “ Analisis Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Infeksi Menular Seksual pada
Wanita Pekerja Seksual”

Hasil : Digambarkan ada sebanyak 54 orang (65.1%) responden berusia yang beresiko (<
24 tahun), jumlah WPS yang berpendidikan rendah ada 61 orang (73.5%), jumlah WPS
yang tidak menikah/cerai ada sebanyak 59 orang (71.1%), jumlah WPS yang tidak
konsisten menggunakan kondom 49 orang (59.0%), jumlah kejadian IMS ada sebanyak 51
(61,4%). Analisis multivariat menunjukkan terdapat 4 variabel yang berhubungan dengan
dengan kejadian IMS. Variabel yang paling dominan berhubungan dengan kejadian IMS
yaitu variabel penggunaan kondom (p=0,002 dan OR = 7.786).

Outcome :

Penelitian ini bertujuan Untuk mengetahui analisis faktor yang berhubungan dengan
kejadian IMS dengan wanita pekerja seksusal.

13
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakn diantaranya adalah jumlah
wanita pekerja seksual yang berumur beresiko sebanyak 54 orang (65.1%),
pendidikan yang rendah sebanyak 61 orang (73,5%), pengetahuan yang kurang
baik 47 orang (56,6%), jumlah pelanggan lebih dari 6 orang ada 61 orang (73,5),
status pernikahan tidak menikah atau bercerai sebanyak 59 orang (71,1%), tidak
memakai kondom ada 49 orang (59%),
Infeksi menular seksual berhubungan dengan umur (p-value =0,012 dan
OR=3,683), pendidikan (p-value=0,040 dan OR=0,035 dan OR=3.189), dn
penggunaan kondom (p-value=0.001 dan OR=5.580).
Penggunaaan kondom adalah variabel yang paling berpengaruh (dominan)
terhadap kejadian infeksi menular seksual dengan nilai p-value=0,002 dan
OR=7.789.
B. Saran
Kepada pihat petugas Klink IMS diharapkan dapat meningkatkan lagi
jadwal penyuluhan kesehatan secara rutin minimal sebulan sekali dan membuat
materi pesan di brosur tentang IMS dan kondom yang komunikatif dan mudah
dimengerti oleh PWS dengan pendidikan rendah.
Kerja sama yang baik sangat diperlukan antara pihak puskesmas, dinas
kesehatan kota dan pembuat kebijakan agar memasang pengumuman dilokalisasi
daerah wajib kondom.

14
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk. (2001). Kapeta Selekta Kedokteran, Jakarta : FKUI


Arikunto, Suharsimit, (2007). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Jakarta,
Rineka Cipta Yulica, Aridawani. (2014). Analisis Determinan Wanita Pekerja Seksual
dengan kejadian Infeksi Menular Seksual. Jurnal Obstetrika Scientia. Vol. 2 No. 1.
Diakses tanggal 27 maret 2016.
Febiyantin, Chiriyah. (2012). Faktor-Faktor yang berhubungan dengan kejadian infeksi
menular seksual (IMS) pada wanita pekerja seksual (WPS) usia 20-24 tahun di
resosialisasi argorejo Semarang (Tesis). Diakses tgl 15 februari 2016.

15

Anda mungkin juga menyukai