Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian kehamilan
Kehamilan adalah merupakan suatu proses merantai yang
berkesinambungan dan terdiri dari ovulasi pelepasan sel telur, migrasi
spermatozoa dan ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi
(implantasi) pada uterus, pembentukan plasenta, dan tumbuh kembang
hasil konsepsi sampai aterm (Manuaba, 2010). Kehamilan merupakan
proses alamiah (normal) dan bukan proses patologis, tetapi kondisi normal
dapat menjadi patologi. Menyadari hal tersebut dalam melakukan asuhan
tidak perlu melakukan intervensi-intervensi yang tidak perlu kecuali ada
indikasi. Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin.
Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari)
dihitung dari haid pertama haid terakhir.
Kehamilan dibagi dalam 3 triwulan pertama dimulai dari hasil konsepsi
sampai 3 bulan, triwulan kedua dimulai dari bulan keempat sampai 6 bulan,
triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai 9 bulan. Kehamilan adalah
proses alamiah yang dialami oleh setiap wanita dalam siklus reproduksi.
Kehamilan dimulai dari konsepsi dan berakhir dengan permulaan
persalinan. Selama kehamilan ini terjadi perubahan-perubahan, baik perut,
fisik maupun fsikologi ibu.
B. Anemia Kehamilan
1. Pengertian Anemia
Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam
darahnya kurang dari 12 gr%. Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah
kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I
dan III atau kadar < 10,5 gr% pada trimester II. Anemia dalam kehamilan
yang disebabkan karena kekurangan zat besi, jenis pengobatannya relatif
mudah bahkan murah. Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan
yang lazim disebut Hidremia atau Hipervolemia.
Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan
bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah.
Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut : plasma 30%, sel darah
18% dan haemoglobin 19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah
dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam
kehamilan antara 32 dan 36 minggu. Secara fisiologis, pengenceran darah
ini untuk membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan
adanya kehamilan. Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh
defisiensi besi dan perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling
berinteraksi.

Diketahui penyebab anemia pada umumnya adalah sebagai berikut :


a. Kurang gizi / malnutrisi
b. Kurang zat besi dalam diit
c. Malabsopsi
d. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu,haid dan lain-
lain
e. Penyakit-penyakit kronik seperti: TBC, paru,cacing usus, malaria
2. Gejala Anemia pada ibu hamil
Gejala anemia pada kehamilan yaitu ibu mengeluh cepat lelah ,sering
pusing,mata berkunang- kunang,malaise, lidah luka, nafsu makan turun
(anoreksia),konsentrasi hilang, nafas pendek (pada anemia parah) dan
keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda
Klasifikasi Anemia dalam kehamilan sebagai berikut :
a. Anemia defisiensi besi
Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam
darah.pengobatannya yaitu, keperluan zat besi untuk wanita hamil,tidak
hamil dan dalam laktasi yang dianjurkan adalah pemberian tablet besi.
1) Pengobatan oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu fero
sulfat, fero glukonat atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat
60mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr%/bulan.saat ini
program nasional menganjurkan kombinasi 60mg besi dan 50
nanogram asam folat untuk profilaksis anemia.
2) Pengobatan melalui suntikan baru diperlukan apabila penderita tidak
tahan akan zat besi per oral,dan adanya gangguan penyerapan, untuk
penyakit saluran pencernaan atau masa kehamilannya tua. Untuk
menegakan diagnosa Anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan
anamnesa. Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering
pusing,mata berkunang-kunang dan keluhan mual muntah lebih hebat
pada hamil muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat
dilakukan dengan menggunakan alat Sachli, dilakukan minimal 2 kali
selama kehamilan yaitu trimester I dan III.
Hasil pemeriksaan Hb dengan sachli dapat digolongkan sebagai berikut :
a) Hb 11 gr% : Tidak anemia
b) Hb 9 – 10 gr% : Anemia ringan
c) Hb 7 – 8 gr% : Anemia sedang
d) Hb < 7 gr% : Anemia berat
Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekati 800
mg.Kebutuhan ini terdiri dari, sekitar 300 mg diperlukan untuk janin dan
plasenta 500 mg lagi digunakan untuk meningkatkan masa haemoglobin
maternal. Kurang lebih 200 mg lebih akan diekskresikan lewat usus, urin
dan kulit. Makanan ibu hamil setiap 100 kalori akan menghasilkan sekitar
8- 10 mg zat besi. Perhitungan makan 3 kali dengan 2500 kalori akan
menghasilkan sekitar 20-25 mg zat besi perhari. Selama kehamilan dengan
perhitungan 288 hari, ibu hamil akan menghasilkan zat besi sebanyak 100
mg sehingga kebutuhan zat besi masih kekurangan untuk wanita hamil.
b. Anemia Megaloblastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh karena kekurangan asam folik,
jarang sekali karena kekurangan vitamin B 12.
Pengobatannya:
1. Asam folik ? 15 -30 mg /hari
2. Vitamin B12 ? 3×1 tablet/hari
3. Sulfas ferosus ? 3×1 tablet/hari
4. Pada kasus berat dan pengobatan peroral hasilnya lamban sehingga dapat
diberikan tranfusi darah.
c. Anemia Hipoplastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang untuk
membentuk sel darah merah baru. Untuk diagnosis diperlukan
pemeriksaan- pemeriksaan diantaranya adalah darah tepi lengkap,
pemeriksaan pungsi ekternal dan pemeriksaan retikulosi.
d. Anemia Hemolitik
Adalah anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah
merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Gejala utama adalah anemia
dengan kelainan – kelainan gambaran darah, kelemahan, serta gejala
kompliksai bila terjadi kelainan pada organ vital. Pengobatannya
tergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila
disebabkan oleh infeksi maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-
obat penambah darah. Namun pada beberapa jenis obat-obatan,hal ini tidak
member hasil.Sehingga tranfusi darah berulang dapat membantu penderita
ini.
3. Efek Anemia Pada Ibu Hamil,Bersalin dan Nifas
Anemia dapat terjadi pada ibu hamil,karena itulah kejadian ini harus
selalu diwaspadai.anemia yang terjadi saat ibu hamil Trimester I akan
dapat mengakibatkan Abortus ( keguguran) dan kelainan kongenital.
Anemia pada kehamilan trimester II dapat menyebabkan : persalinan
premature,perdarahan antepartum,gangguan pertumbuhan janin dalam
rahim,asfiksia intrauterin sampai kematian, Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR),gestosis dan mudah terkena infeksi, IQ rendah dan bahkan bisa
mengakibatkan kematian. Saat inpartu, anemia dapat menimbulkan
gangguan his baik primer maupun sekunder, janin akan lahir dengan
anemia,dan persalinan dengan tindakan yang disebabkan karena ibu cepat
lelah. Saat pasca melahirkan anemia dapat menyebabkan : atonia uteri
,retensio plasenta,perlukaan sukar sembuh,mudah terjadinya febris
puerpuralis dan gangguan involusi uteri.
Kejadian anemia pada ibu hamil harus selalu diwaspadai mengingat
anemia dapat meningkatkan risiko kematian ibu, angka prematuritas,BBLR
dan angka kematian bayi.Untuk mengenali kejadian anemia pada
kehamilan, seorang ibu harus mengetahui gejala anemia pada ibu hamil ,
yaitu cepat lelah,sering pusing,mata berkunang-kunang, malaise,lidah
luka,nafsu makan turun (anoreksia),konsentrasi hilang, nafas pendek (pada
anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada kehamilan muda.
C. Hiperemesis Gravidarum
1. Pengertian Hiperemesis gravidarum
Hiperemesis gravidarum adalah kondisi morning sickness yang ekstrem
pada masa kehamilan dan ditandai dengan mual dan muntah yang parah.
Kondisi ini menyebabkan dehidrasi, gangguan elektrolit dan keton dalam
darah, serta penurunan berat badan yang signifikan. Kondisi ini harus
segera mendapatkan penanganan untuk menghindari dampak buruk yang
dapat menimpa ibu hamil dan janin. Pengidap hiperemesis gravidarum
dianjurkan untuk dirawat di rumah sakit, karena komplikasinya yang
berakibat pada ginjal, sistem saraf, dan hati.
2. Faktor Risiko Hiperemesis Gravidarum
Beberapa faktor risiko hiperemesis gravidarum, antara lain:
a. Hamil pada usia yang sangat muda.
b. Kehamilan pertama.
c. Kelebihan berat badan (obesitas).
d. Memiliki keluarga dekat (misalnya ibu, kakak, atau adik) yang pernah
mengidap hiperemesis gravidarum.
e. Mengidap mola hidatidosa (hamil anggur).
f. Mengandung anak perempuan atau anak kembar.
g. Pernah mengalami hiperemesis gravidarum pada kehamilan sebelumnya.
3. Penyebab dan Gejala Hiperemesis Gravidarum
Penyebab pasti dari hiperemesis gravidarum belum diketahui hingga
saat ini. Dugaan utama adalah akibat perubahan hormon, seperti hormon
glikoprotein atau Human Chorionic Gonadotropin (hCG) dalam darah.

Berikut adalah beberapa gejala ketika seseorang mengidap hiperemesis


gravidarum:
a. Mual dan muntah, yang parah dan berkepanjangan.
b. Berat badan menurun.
c. Dehidrasi.
d. Jantung berdebar.
e. Konstipasi.
f. Mengeluarkan air liur secara berlebihan.
g. Pusing dan nyeri kepala.
h. Sangat sensitif terhadap aroma.
i. Sulit menelan makanan atau minuman.
j. Hipotensi atau tekanan darah rendah.
k. Berat badan bayi rendah.
l. Masalah psikologis, seperti stres, bingung, cemas, bahkan putus asa.
4. Diagnosis Hiperemesis Gravidarum
Dokter akan melakukan beberapa langkah diagnosis hiperemesis
gravidarum dengan melalui wawancara medis, pemeriksaan fisik, serta
beberapa pemeriksaan penunjang, seperti: pemeriksaan laboratorium darah,
urine, dan elektrolit untuk memastikan pengidap benar-benar mengalami
hiperemesis gravidarum dan bukan kondisi lainnya.
Beberapa komplikasi hiperemesis gravidarum, antara lain:
a. Dehidrasi akibat kekurangan asupan cairan.
b. Perdarahan pada kerongkongan akibat muntah berkepanjangan
c. Bayi lahir dengan berat badan rendah.
5. Pencegahan Hiperemesis Gravidarum
Beberapa pengobatan yang umum diberikan dokter pada pengidap
hiperemesis gravidarum, antara lain: pemberian obat-obatan lewat
suntikan, seperti vitamin B6, pemasangan cairan infus, vitamin B12, serta
antiemetik atau antimual, untuk meringankan gejala hiperemesis
gravidarum.
Perubahan kebiasaan dan lingkungan, seperti banyak istirahat dan
kurangi gerak, menggunakan pakaian longgar, menghindari aroma-aroma,
suara bising, dan kedipan cahaya berlebih yang dapat memicu mual. Selain
itu, konsumsi kudapan kering (misalnya biskuit) secara berkala, konsumsi
makanan tinggi karbohidrat tapi rendah lemak, serta minum air jahe ketika
merasa mual.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah hiperemesis gravidarum
adalah dengan berkonsultasi dengan dokter saat merencanakan kehamilan
dan menghindari faktor-faktor yang dapat menjadi pemicunya.

D. Pendarahan Hamil Muda


1. Abortus
a. Pengertian Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
di luar rahim, sebagai batasan yaitu kehamilan kurang dari 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram. Abortus adalah pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan (Rustam muchtar,
2012).

b. Klasifikasi
Berdasarkan kejadiannya abortus dapat dibagi menjadi dua golongan
yaitu :
1) Abortus spontan
Menurut Nanda (2013), Abortus spontan adalah abortus yang
terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis ataupun
medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor alamiah.
2) Abortus Imminens
Menurut M, Kumaira (2012) Abortus imminens adalah peristiwa
terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa dilatasi
servik. Pada kejadian ini kehamilan masih mungkin berlanjut dan
dapat dipertahankan. Menurut Nanda (2013) Abortus imminens
adalah keguguran tingkat permulaan. Keguguran belum terjadi
sehingga kehamilan dapat dipertahankan dengan cara: tirah baring,
gunakan preparat progesterone, tidak berhubungan badan, USG untuk
melihat perkembangan janin. Sedangkan menurut Kusmiyati (2008)
Abortus imminens adalah abotrus yang mengancam, perdarahannya
bisa berlanjut beberapa hari atau dapat berulang. Dalam kondisi ini
kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan.

2. Kehamilan Ektopik
a. Pengertian Kehamilan Ektopik
Ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari
bahasa Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat
diartikan “berada di luar tempat yang semestinya”. Apabila pada
kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah, dalam hal ini dapat
berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut
kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya bagi
seorang wanita yang dapat menyebabkan kondisi yang gawat bagi wanita
tersebut. Keadaan gawat ini dapat menyebabkan suatu kehamilan ektopik
terganggu.
Hal yang perlu diingat adalah bahwa pada setiap wanita dalam masa
reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai
dengan nyeri perut bagian bawah dapat mengalami kehamilan ektopik
terganggu. kehamilan ektopik dapat menyebabkan berbagai komplikasi
yang dapat berakhir dengan kematian.
Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin
yang sekarang masih banyak dipakai. Diantara kehamilan-kehamilan
ektopik, yang terbanyak terjadi di daerah tuba, khususnya di ampulla dan
isthmus. Pada kasus yang jarang, kehamilan ektopik disebabkan oleh
terjadinya perpindahan sel telur dari indung telur sisi yang satu, masuk
ke saluran telur sisi seberangnya.
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.
Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan dengan
menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan
umum penderita terus diperbaiki dan darah dalam rongga perut sebanyak
mungkin dikeluarkan. Dalam tindakan demikian, beberapa hal yang
harus dipertimbangkan yaitu: kondisi penderita pada saat itu, keinginan
penderita akan fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik. Hasil ini
menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi (pemotongan bagian
tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba. Dilakukan pemantauan
terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG yang
berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang
belum terangkat. Penanganan pada kehamilan ektopik dapat pula dengan
infuse, oksigen, atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga
antibiotika dan anti inflamasi. Sisa-sisa darah dikeluarkan dan
dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan lebih cepat dan harus
dirawat inap di rumah sakit.
Kehamilan ektopik terjadi karena hambatan pada perjalanan sel telur
dari indung telur (ovarium) ke rahim (uterus)
b. Penyebabnya adalah :
1) Infeksi saluran telur (salpingitis), dapat menimbulkan gangguan
pada motilitas saluran telur
2) Riwayat operasi tuba.
3) Cacat bawaan pada tuba, seperti tuba sangat panjang.
4) Kehamilan ektopik sebelumnya.
5) Aborsi tuba dan pemakaian IUD.
6) Kelainan zigot, yaitu kelainan kromosom.
7) Bekas radang pada tuba; disini radang menyebabkan perubahan-
perubahan pada endosalping, sehingga walaupun fertilisasi dapat
terjadi, gerakan ovum ke uterus terlambat.
8) Operasi plastik pada tuba.
9) Abortus buatan
3. Mola Hidatisodasa
a. Pengertian Mola Hidatidosa
Ialah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak
ditemukan janin dan hampir seluruh villi korialis mengalami perubahan
hidropik. Gambaran klinis pada kehamilan akan terlihat normal awalnya,
walaupun pada sekitar sepertiga sampai setengah wanita yang
mengalami mola komplit, uterus akan membesar lebih dari massa gestasi
yang diperkirakan.
Perdarahan merupakan gejala yang umum terjadi dan dapat
bervariasi dari perdarahan bercak-bercak merah kecoklatan sampai
perdarahan hebat berwarna merah segar. Muntah yang berlebihan dan
parah akan muncul pada tahap awal. Denyut jantung janin tidak
terdengar walaupun terdapat tanda-tanda kehamilan yang lain.
Preeklampsia dapat terjadi sebelum gestasi minggu yang ke-20. Wanita
yang mengalami mola hidatidosa sebagian biasanya memiliki diagnosis
klinis aborsi spontan missed abortion. Vesikel akan terlihat pada rabas
vagina saat terjadinya abortus.
Kadar β – hCG darah atau urine akan sangat positif (sangat
meningkat saat dibandingkan dengan kadarnya pada kehamilan yang
normal). Pada kehamilan mola, kadar β – hCG serum masih sangat tinggi
dalam seratus hari setelah menstruasi terakhir, ketika kadarnya
seharusnya telah mengalami penurunan. Walaupun demikian, nilai ini
juga harus dievaluasi dengan cermat, karena kadar yang sangat tinggi
juga dapat dikaitkan dengan gestasi multipel dengan lebih dari satu
plasenta. Kadar hCG awal mungkin relatif pada pasien yang mengalami
mola sebagian daripada pasien yang mengalami mola komplit.
b. Faktor yang dapat menyebabkan mola hidatidosa antara lain:
1) Faktor ovum: ovum patologik sehingga mati dan terlambat
dikeluarkan
2) Imunoselektif dari trofoblas
3) Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
4) Paritas tinggi
5) Kekurangan protein
6) Infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas
c. Tanda dan gejala pada mola dilihat dari keluhan dan beberapa
pemeriksaan khusus obstetri yang dilakukan pada penderita:
1) Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih
nyata dari kehamilan biasa.
2) Kadang kala ada tanda toksemia gravidarum.
3) Terdapat pendarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur,
warna tengguli tua atau kecoklatan seperti bumbu rujak.
4) Pembesaran uterus tidak sesuai (lebih besar) dengan tua
kehamilan seharusnya.
5) Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak
selalu ada), yang merupakan diagnosa pasti.
6) Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-
kuningan, yang disebut muka mola (mola face).
7) Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen, juga gerakan
janin.
8) Adanya fenomena harmonika: darah dan gelembung mola keluar,
dan fundus uteri turun; lalu naik lagi karena terkumpulnya darah baru.
9) Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin.
10) Terdengar bising dan bunyi khas.
11) Perdarahan tidak teratur.
12) Penurunan berat badan yang berlebihan. (Purwanin
b. Terapi mola hidatidosa ada 3 tahapan yaitu:
1. Perbaikan keadaan umum
Perbaikan keadaan umum pada pasien mola hidatidosa, yaitu :
a) Koreksi dehidrasi
b) Transfusi darah bila ada anemia (Hb 8 ggr % atau kurang)
c) Bila ada gejala pre eklampsia dan hiperemesis gravidarum diobati sesuai
dengan protokol penanganan di bagian obstetrik dan ginekologi
d) Bila ada gejala-gejala tirotoksikosis, dikonsultasikan ke bagian penyakit
dalam

2. Pengeluaran jaringan mola dengan cara kuretase dan histerektomi


a) Kuretase pada pasien mola hidatidosa:
1) Dilakukan setelah pemeriksaan persiapan selesai (pemeriksaan darah
rutin, kadar
2) beta HCG dan foto toraks) kecuali bila jaringan mola sudah keluar
spontan.
3) Bila kanalis servikalis belum terbuka maka dilakukan pemasangan
laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam kemudian.
4) Sebelum melakukan kuretase, sediakan darah 500 cc dan pasang infuse
dengan tetesan oksitosin 10 IU dalam 500 cc dekstrose 5%.
5) Kuretase dilakukan 2 kali dengan interval minimal 1 minggu.
6) Seluruh jaringan hasil kerokan dikirim ke laboratorium PA.
b) Histerektomi. Syarat melakukan histerektomi adalah :
1) Umur ibu 35 tahun atau lebih.
2) Sudah memiliki anak hidup 3 orang atau lebih.
1) Lama pengawasan 1-2 tahun.
2) Selama pengawasan, pasien dianjurkan untuk memakai kontrasepsi
kondom, pil kombinasi atau diafragma. Pemeriksaan fisik dilakukan
setiap kali pasien datang untuk kontrol.
3) Pemeriksaan kadar beta HCG dilakukan setiap minggu sampai
ditemukan kadarnya yang normal 3 kali berturut-turut.
4) Setelah itu pemeriksaan dilanjutkan setiap bulan sampai ditemukan
kadarnya yang normal 6 kali berturut-turut.

c ) Pemeriksaan tindak lanjut


Menurut Sujiyatini, 2009 pemeriksaan tindak lanjut pada pasien mola
hidatidosa meliputi :
5) Bila telah terjadi remisi spontan (kadar beta HCG, pemeriksaan
fisik, dan foto toraks semuanya normal) setelah 1 tahun maka pasien
tersebut dapat berhenti menggunakan kontraasepsi dan dapat hamil
kembali.
6) Bila selama masa observasi, kadar beta HCG tetap atau meningkat
dan pada pemeriksaan foto toraks ditemukan adanya tanda-tanda
metastasis maka pasien harus dievaluasi dan dimulai pemberian
kemoterapi.

Anda mungkin juga menyukai