Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PNDAHULUAN

TUBERCULOSIS
DI RUANG LAVENDER
RSUD Dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA

Disusun Oleh :
AYU LAYLA SARI
(P1337420217020)
TINGKAT 2A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN PURWOKERTO
2018

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
mikobakterium tuberculosis. Penyakit ini ditandai dengan batuk selama
3minggu berturut-turut tanpa berhenti dan demam pada malam hari.
Menurut laporan WHO angka kesakitan dan kematian akibat kuman
mikobakterium tuberkulosis masih tinggi pada saat ini.
Tercatat pada tahun 2009 jumlah penderita yang meninggal karena
TBC sebanyak 1,7 juta orang. Sebagian besar penderita TB adalah usia
produktif (15-55 tahun). Dinegara-negara miskin kematian akibat
tuberkulosis menempatkan 25% dari seluruh kematian yang terjadi. WHO
merelomendasikan strategi DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse chemotherapy) untuk menangani kasus TBC, dan strategi ini
harus dilakukan dengan sungguh-sungguh oleh pihak-pihak terkait
misalkan pelayanan kesehatan (Depkes, 2009)
Di Asia Tenggara jumlah penderita TBC sekitar 38% (5.472.000)
dari kasus tuberkulosis di dunia. Di Indonesia berdasarkan data dari WHO
pada tahun 2009 jumlah penderita tuberkulosis menurun ke peringkat lima
dunia dengan jumlah penderita 429.000 orang. Di Jawa tengah kasus TB
baru BTA (+) pada tahun 2008 tercatat sekitar 45,16%. Sedang pada tahun
2009, penemuan kasus TB baru BTA 2 (+) mengalami peningkatan yaitu
48,16% Diperkirakan pada tahun 2012 temuan kasus TB baru BTA (+)
akan mengalami peningkatan 57,16% (www.dinkesjateng.go.id). Menurut
Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban Walikota Surakarta tahun 2011
upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit meliputi penyakit
menular dan penyakit tidak menular. Penanggulangan penyakit menular,
antara lain penanggulangan penyakit TBC mampu meningkatkan angka
kesembuhan penderita TBC dari 90% menjadi 96,46%

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari TBC.?
2. Bagaimana etiologi dari TBC
3. Bagaimana manifestasi klinis TBC
4. Bagaimana patofisiologi TBC?
5. Bagaimana pathway dari TBC?
6. Apa saja komplikasi pada TBC?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk TBC?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada TBC?
9. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien TBC?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi TBC.
2. Untuk mengetahui etiologi TBC.
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala TBC.
4. Untuk mengetahui patofisiologi TBC.
5. Untuk mengetahui pathway TBC.
6. Untuk mengetahui komplikasi pada TBC.
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang TBC.
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan TBC.
9. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan
TBC.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Tuberkulosis atau TB merupakan penyakit bakteri menular yang
disebabkan oleh Mycrobacterium Tuberculosis yang paling sering
mempengaruhi paru-paru. Pada tahun 2014, sebanyak 9.6 juta jiwa
terdeteksi menderita TB dan 1.5 juta jiwa meninggal dunia akibat penyakit
tersebut. Sebanyak 95% kematian akibat TB terjadi pada negara- negara
berkembang dan penyakit ini termasuk dalam 5 penyakit penyebab
kematian tertinggi pada perumpuan usia 15 – 44 tahun (World Health
Organization, 2015).
Tuberkulosis paru menurut Djojodibroto (2007) merupakan
peradangan yang terjadi pada parenkim paru yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Mycrobacterium Tuberculosis, tuberculosis paru mencakup 80%
dari keseluruhan kejadian penyakit tuberculosis dan 20% merupakan
tuberculosis ekstrapulmonar.

B. Etiologi
Mycrobacterium Tuberculosis merupakan bakteri yang berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1.4 mm dan tebal 0.3-0.6 mm. Komponen
dari bakteri ini sebagian besar merupakan lemak atau lipid sehingga
bakteri ini dapat tahan terhadap asam serta tahan terhadap zat kimia dan
faktor fisik. Mycrobacterium Tuberculosis merupakan bakteri yang
bersifat aerob yaitu bakteri yang menyukai daerah yang memiliki
kandungan oksigen tinggi karena bakteri ini memperoleh energi dari
oksidasi beberapa senyawa karbon sederhana. Bakteri ini mudah menyebar
dari orang yang terinfeksi ke orang lain. Seseorang dapat mendapatkan TB
dengan menghirup tetesan udara dari batuk atau bersin dari orang yang
terinfeksi (Somantri, 2007).

4
C. Manifestasi Klinik
Secara umum, seseorang pada tahap primer dari penyakit
tuberculosis paru, tidak terdapat tanda dan gejala yang muncul
(asimptomatis). Gejala berkembang secara bertahap, sehingga gejala
tersebut tidak dikenali hingga penyakit tersebut masuk kedalam tahap yang
lebih lanjut (Asih & Effendy, 2004). Adapun tanda dan gejala yang dapat
muncul menurut National Institutes of Health (2014) antara lain :
1. Kesulitan bernapas
2. Nyeri dada
3. Batuk yang disertai lendir
4. Batuk dengan darah
5. Keringat yang berlebihan terutama pada malam hari
6. Kelelahan
7. Demam ringan yang biasa terjadi pada sore dan malam hari
8. Penurunan berat badan
9. Bunyi pernapasan wheezing (mengi)

D. Pathofisiologi
Menurut Somantri (2008), infeksi diawali karena seseorang
menghirup basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar melalui
jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk.
Perkembangan Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau
sampai ke area lain dari paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui
sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan
korteks serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem
kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi.
Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri),
sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil
dan jaringan normal. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10
minggu setelah terpapar bakteri.Interaksi antara Mycobacterium
tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi

5
membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma.
Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi
oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk
menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut 8
disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang
menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang berbentuk
seperti keju (necrotizing caseosa).Hal ini akan menjadi klasifikasi dan
akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri menjadi
nonaktif.
Menurut Widagdo (2011), setelah infeksi awaljika respons sistem
imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit
yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang
sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif, Pada kasus ini, ghon
tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di
dalam bronkus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan
membentuk jaringan parut.Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang,
mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan
seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses
ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam
sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh
limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan
jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan
memberikan respons berbeda kemudian pada akhirnya membentuk suatu
kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel. 9 5. Pathway Udara tercemar
Mycrobacterium dihirup induvidu rentan kurang informasi tuberculose
masuk paru reaksi inflamasi / peradangan penumpukan eksudat dalam
elveoli tuberkel produksi sekret berlebih meluas mengalami perkejuan
sekret susah dikeluarkan bersin penyebaran klasifikasi hematogen
limfogen peritoneum mengganggu perfusi & difusi O2 As. Lambung

6
Mual, anoreksia Gambar 2.1 Pathway Sumber : NANDA (2013) dan
Soemantri (2008)

E. Pathway

7
F. Komplikasi
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2006) menyatakan bahwa
beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien tuberculosis paru baik
sebelum pengobatan, selama masa pengobatan dan setelah masa
pengobatan antara lain :
1. Batuk darah
2. Pneumotorak
3. Luluh paru (destroyed lung)
4. Gagal napas
5. Gagal jantung
6. Efusi pleura

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat diberika pada pasien dengan
tuberculosis paru menurut PDPI (2006) dan NIH (2014) antara lain :
1. Pemeriksaan bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologi dilakukan untuk menemukan bakteri
tuberculosis. pemeriksaan ini mempunyai arti yang sangat penting
dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi
ini dapat berasal dari dahak (sputum), cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, feces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).
2. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA (postero anterior).
Pemeriksaan lain atas indikasi dapat dilakukan seperti foto lateral, top-
lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis
dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
3. Pemeriksaan khusus
a. Pemeriksaan BACTEC

8
Metode radiometric merupakan dasar dari teknik pemeriksaan
biakan dengan BACTEC.
Mycrobacterium tuberculosis memetabolisme asam lemak yang
kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth
indexnya oleh mesin ini.
b. Polymerase chain reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR merupakan teknologi canggih yang dapat
mendeteksi DNA, termasuk DNA Mycrobacterium
Tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini
adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup
banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam
pelaksanaannya.
c. Pemeriksaan serologi
1) Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi respons humoral berupa
proses antigen-antibodi yang terjadi.
2) Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis)
Uji ICT tuberculosis merupakan uji serologi untuk mendeteksi
antibodi Mycrobacterium Tuberculosis dalam serum.
3) Mycodot
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi antibodi antimikobakterial di
dalam tubuh manusia.
4) Uji serologi yang baru / IgG TB
Uji IgG merupakan salah satu pemeriksaan serologi dengan cara
mendeteksi antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk
Mycobacterium tuberculosis
4. Pemeriksaan penunjang lain
a. Analisis Cairan Pleura
b. Pemeriksaan histopatologi jaringan
c. Pemeriksaan darah
d. Uji tuberculin

9
H. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis pada klien dengan tuberculosis paru dapat
dibagi menjadi tiga bagian menurut Muttaqin (2008) yaitu pencegahan,
pengobatan dan penemuan penderita (active case finding).
a. Pencegahan
- Melakukan pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita tuberculosis paru BTA positif.
- Pemeriksaan missal terhadap kelompok-kelompok populasi
tertentu seperti karyawan rumah sakit/puskesmas/balai kesehatan,
penghuni rumah tahanan, dll.
- Melakukan vaksinasi BCG.
- Kemoprofilaksis selama 6-12 bulan pada bayi yang menyusu pada
ibu positif tuberculosis paru BTA positif.
- Komunikasi, informasi dan edukasi pada masyarakat tentang
penyakit tuberculosis yang dilakukan oleh petugas kesehatan baik
di puskesmas ataupun Rumah Sakit serta LSM.
b. Pengobatan
Tujuan pada pengobatan TB paru adalah untuk mengobati,
mencegah kematian, kekambuhan, resistensi terhadap OAT dan
memutus rantai penularan. Pengobatan TB Paru terbagi atas dua fase
yaitu fase intensif (2 sampai 3 bulan) dan fase lanjutan ( 4 sampai 7
bulan). Adapun jenis obat utama yang digunakan adalah Rifampisin,
Isoniazid, Pirazinamid, Streptomizin, dan Etambutol.
c. Penemuan penderita (Active Case Finding)
Active case finding merupakan penemuan penderita tuberculosis
paru dengan cara menjaring penderita dengan melibatkan peran
masyarakat

10
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Data pasien
Penyakit TB paru dapat menyerang manusia mulai anak hingga dewasa,
dengan perbandingan yang sama untuk jenis kelamin laki-laki dan
perempuan. Penyakit ini banyak ditemukan pada pasien yang berada
pada wilayah dengan tinggat kepadatan tinggi, sehingga masuknya
cahaya matahari dalam rumah sangat minim.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama : tuberculosis mempunyai banyak kemiripan dengan
penyakit lain yang juga menunjukkan gejala umum seperti lemah
dan demam. Pada sejumlah klien, gejala yang timbul bisa diabaikan
dan bahkan tidak terdapat gejala yang muncul.
b. Keluhan respiratoris
1) Batuk : perawat menanyakan keluhan batuk bersifat
nonproduktif/produktif atau sputum bercampur darah.
2) Batuk darah : perawat menanyakan berapa banyak darah yang
keluar atau apakah blood streak ( garis atau bercak darah)
3) Sesak napas : keluhan ini ditemukan jika kerusakan parenkim
paru sudah luas atau ada hal-hal lain seperti efusi pleura,
pneumothoraks, dll.
4) Nyeri dada : nyeri dada pada TB paru termasuk pleuritik ringan,
gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena TB.
c. Keluhan sistemis
1) Demam : keluhan dijumpai pada sore dan malam hari dan sering
hilang timbul.
2) Keluhan sistematis lain : keluhan yang sering timbul seperti
keringat malam, penurunan berat badan, anoreksia, sianosis dan
malaise.

11
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan keadaan umum dan tanda-tanda vital
a. Breathing
1) Inspeksi : bentuk dada, gerakan pernapasan, batuk dan sputum.
2) Palpasi : trakea, gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi
pernapasan, getaran suara(fremitus vocal).
3) Perkusi : pada TB paru tanpa komplikasi ditemukan bunyi sonor
atau resonan pada seluruh lapang paru
4) Auskultasi : pada TB paru ditemukan bunyi tambahan ronkhi
pada sisi yang sakit.
b. Blood
1) Inspeksi : adanya parut atau keluhan kelemahan fisik
2) Palpasi : denyut nadi perifer melemah.
3) Perkusi : batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru
dengan efusi pleura masih mendorong ke sisi sehat.
4) Auskultasi : tekanan darah biasanya normal dan bunyi tambahan
tidak didapatkan.
c. Brain
Perawat melakukan pemeriksaan kesadaran pada klien (pada
umumnya composmentis), pemeriksaan objective seperti melihat
apakah pasien meringis, menangis, menggeliat, dll.
d. Bladder
Perawat melakukan pengukuran volume output urine
berhubungan dengan intake cairan dan memberikan informasi
kepada klien tentang warna urine yang berwarna jingga pekat dan
berbau sebagai tanda bahwa fungsi ginjal masih normal, hal itu
terjadi akibat ekskresi OAT terutama Rifampisin
e. Bowel
Klien biasanya mengalami mua, muntah, penurunan nafsu
makan dan penurunan berat badan.

12
f. Bone
Aktivitas sehari-hari berkurang pada klien TB paru, gejala
yang muncul seperti kelelahan, kelemahan, insomnia dan pola hidup
menetap.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien tuberculosis
paru antara lain :
1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
2. Hipertermia behubungan dengan dehidrasi
3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi pada jalan napas.
4. Resiko penyebaran infeksipada orang lain berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman pathogen.
5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru, hipertensi
pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan
penurunan curah jantung.
6. Resiko penyebaran infeksi pada diri sendiri berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman pathogen
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan
yang menurun

C. Rencana/ Intervensi Keperawatan


1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan defisiensi pengetahuan teratasi.
Kriteria hasil :
a. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis, dan program pengobatan

13
b. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
c. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat
Intervensi ( NIC ) Rasional:
Berikan penilaian tentang tingkat mengetahui tingkat pengetahuan
pengetahuan pasien tentang proses pasien dan keluarga
penyakit yang spesifik
Jelaskan patofisiologi dari agar keluarga mengetahui jalan
penyakit dan bagaimana hal ini terjadinya penyakit
berhubungan dengan anatomi
fisiologi, dengan cara yang tepat
Gambarkan tanda dan gejala yang keluarga mampu mengetahui
biasa muncul pada penyakit tanda gejala penyakitnya
Gambarkan proses penyakit keluarga mampu mengetahui
proses penyakitnya
Identifikasi kemungkinan keluarga mengetahui penyebab
penyebab penyakitnya
Sediakan informasi pada pasien agar pasien mengetahui kodisinya
tentang kondisinya saat ini

2. Hipertermia behubungan dengan dehidrasi


Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan masalah hipertermi teratasi
Kriteria hasil:
a. Suhu 360 -370 C
b. Tidak ada keluhan demam
c. Turgor kulit kembali > 2 detik
d. Tanda-tanda vital dalam rentang normal

14
Intervensi ( NIC ) Rasional:
Monitor tanda-tanda vita terutama untuk memantau peningkatan
suhu suhu tubuh pasien
Monitor intake dan output setiap untuk mengatasi dehidrasi
8jam
Berikan kompres hangat untuk menurunkan suhu tubuh
Anjurkan banyak minum untuk mengatasi dehidrasi
Kolaborasi pemberian cairan mengatasi dehidrasi dan
intravena dan antipiretik menurunkan suhu tubuh

3. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan


ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi pada jalan napas.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
bersihan jalan napas kembali normal.
Kriteria hasil :
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara napas yang bersih,
tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernapas dengan mudah, tidak ada pursed lips).
b. Menunjukkan jalan napas yang paten (klien tidak merasa tercekik,
irama dan frekuensi napas dalam rentang normal, tidak ada suara
napas abnormal).
c. Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat
menghambat jalan napas.
Intervensi ( NIC ) Rasional:
Buka jalan napas, gunakan teknik pasien bisa bernapas dengan lega
chin lift atau jaw trust bila perlu
Posisikan pasien untuk memudahkan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi bernapas
Identifikasi perlunya pemasangan dilakukan pemasangan alat jika
alat jalan napas buatan pasien kesulitan bernapas

15
Lakukan fisioterapi dada jika mengencerkan dan mengeluarkan
perlu sekret di jalan napas
Keluarkan secret dengan batuk mengeluarkan sekret agar jalan
efektif atau suction napas bersih
Auskultasi suara napas, catat mengetahui tipe pernapasan
adanya suara tambahan pasien
Monitor repirasi status O2 memantau kebutuhan oksigen
pasien

4. Resiko penyebaran infeksi orang lainberhubungan dengan kurangnya


pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman pathogen.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jan
diharapkan tidak terjadi penyebaran infeksi.
Kriteria hasil :
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Mendeskripsikan proses penularan infeksi, factor yang
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
c. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulmya infeksi -
Jumlah leukosit dalam batas normal
Intervensi ( NIC ) Rasional:
Monitor tanda dan gejala infeksi mengetahui tindakan yang akan
sistemik dan local dilakukan
Monitor kerentanan terhadap mencegah terjadinya penyebaran
infeksi infeksi
Pertahankan teknik asepsis pada menghindari kuman yang
pasien yang beresiko menyebar lewat udara
Pertahankan teknik isolasi mencegah penyebaran bakteri
oleh penderita
Dorong masukan nutrisi yang menurunkan risiko infeksi akibat
cukup mal nutrisi

16
Instruksikan pasien untuk engan minum antibiotik rutin,
meminum antibiotik sesuai resep membuat TB menjadi tidak
menular dalam waktu > 2 bulan
Ajarkan pasien dan keluarga keluarga mengetahui tanda dan
tanda dan gejala infeksi gejala infeksi

5. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru,


hipertensi pulmonal, penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis
laktat dan penurunan curah jantung.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,
diharapkan gangguan pertukaran gas teratasi
Kriteria hasil:
a. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan O2
b. Bebas dari gejala dan distress pernapasan
Intervensi ( NIC ) Rasional:
Kaji tipe pernapasan pasien TB menyebabkan efek luas pada
paru dari bagian kecil
ronkpneumonia sampai inflamasi
difus luas nekrosis efusi pleural
untuk fibrosis luas
Evaluasi tingkat kesadaran, pengaruh jalan napas dapat
adanya sianosis, dan perubahan menggnggu oksigen organ vital
warna kulit dan jaringan
Tingkatkan istirahat dan batasi menurunkan kebutuhan oksigen
aktivitas
Kolaborasi medis pemeriksaan mencegah pengeringan membran
ACP dan pemerian oksigen mukosa dan membantu
mengencerkan secret

17
6. Resiko penyebaran infeksi pada diri sendiri berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman pathogen
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam,
diharapkan risiko penyebaran infeksi terhadap diri sendiri tidak terjadi
Kriteria hasil: Pasien mampu mengidentifikasi intervensi untuk
mencegah atau menurunkan risiko penularan
Intervensi ( NIC ) Rasional:
Kaji patologi penyakit membantu pasien menyadari
pentingnya mematuhi pengobatan
untuk mencegah terjadinya
penyebaran infeksi
Tekanan pentingnya tidak periode singkat berakhir setelah 2-
mengehentikan terapi obat 3 hari setelah terapi awal, tetapi
risiko penyebaran infeksi dapat
berlanjut sampai 3 bulan
Anjurkan pasien untuk makan mencegah mal nutrisi, karenaa
sedikit tetapi sering dengan nutrisi mal nutrisi dapat meningkatkan
yang seimbang risiko penyebaran infeksi

7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan nafsu makan
yang menurun.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan nutrisi pada pasien terpenuhi.
Kriteris hasil :
a. Adanya peningkatan berat badan
b. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
c. Tidak ada tanda – tanda malnutrisi
d. Tidak ada penurunan berat badan yang berarti
Intervensi ( NIC ) Rasional:

18
Kaji adanya alergi makanan mengetahui jenis makanan yang
cocok untuk pasien
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diit yang tepat
menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
Anjurkan pasien untuk agar tubuh pasien tidak lemah
meningkatkan intake zat besi
Anjurkan pasien untuk agar tubuh pasien tidak lemah
meningkatkan protein dan vitamin
C
Berikan substansi gula sebagai pemenuhan energi tubuh
Monitor jumlah nutrisi dan memantau adekuatnya asupan
kandungan kalori nutrisi pada pasien

19
DAFTAR PUSTAKA

Asih, Y. N., & Effendy, C. (2004). Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan
Ganguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.

Djojodibroto, D. (2007). Respirologi. Jakarta: EGC.

Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

National Institutes of Health. (2014). Pulmonary Tuberculosic. Dipetik May 9,


2016, dari Medline Plus:
https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000077.htm

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2006). Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis


dan Penatalaksanaan di Indonesia. Dipetik May 9, 2016, dari Pehimpunan
Dokter Paru Indonesia: www.klikpdpi.com

Somantri, I. (2007). Keperawatan Medikal Bedah Asuhan Keperawatan Pada


Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.

World Health Organization. (2015). Media Center Tuberculosis. Dipetik Mei 9,


2016, dari World Health Organization:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs104/en/

20

Anda mungkin juga menyukai