Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN


GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI

A. PENGERTIAN
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna
mempertahankan kesehatannya (Aziz Alimul, 2014, hlm 179). Mobilisasi merupakan suatu
kebutuhan dasar manusia yang diperlukan oleh individu untuk melakukan aktivitas sehari-
hari yang berupa pergerakan sendi, sikap, gaya berjalan, latihan maupun kemampuan
aktivitas (Perry dan Potter, 2010, hlm 485). Manusia harus mobilisasi untuk dapat
memperoleh makanan dan minuman, melindungi diri dari trauma, memenuhi kebutuhan
dasarnya, dan melakukan fungsi normal sehari-hari. Kemampuan melakukan mobilisasi
mempengaruhi harga diri dan gambaran diri seseorang. Kedua hal ini merupakan komponen
dari konsep diri. Selain itu, individu menggunakan mobilisasi untuk berbagai tujuan
(misalnya ekspresi emosi atau kepuasan terhadap kebutuhan dasar disertai isyarat non
verbal). Mobilisasi juga digunakan untuk menunjukkan pertahanan diri, melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari, dan berpartisipasi dalam aktivitas rekreasi (Kozier, 1995, hlm 966;
Perry dan Potter, 2010, hlm 468).
Imobilisasi atau imobilitas merupakan keadaan ketika seseorang tidak dapat bergerak
secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami
trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ektremitas, dan sebagainya
(Aziz Alimul, 2014, hlm 180). Imobilisasi atau tirah baring sering menyebabkan respons
emosional dan perilaku, perubahan sensoris, dan perubahan koping. Saat seorang laki-laki
sehat dan normal, yang merupakan bagian dari studi National Aeronautics and Space
Administration (NASA), tirah baring selama beberapa minggu; mereka menunjukkan
tanda-tanda penurunan sensorik, gangguan pola tidur dan meningkatnya ansietas secara
signifikan, permusuhan dan depresi (Fletcher, 2005). Perubahan perilaku akibat imobilisasi
sangat bervariasi. Perubahan perilaku yang umum meliputi permusuhan, perasaan pusing,
takut dan ansietas. Imobilitas jangka panjang atau tirah baring juga sering mempengaruhi
koping dan menyebabkan perubahan pola tidur-bangun karena perubahan rutinitas atau
lingkungan. Selain itu, imobilisasi dapat menyebabkan depresi karena perubahan peran dan
konsep diri (Perry dan Potter, 2010, hlm 482).
Mobilisasi ditunjukkan pada kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas
dan imobilisasi ditunjukkan pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas.
(Perry dan Potter, 2010, hlm 476).

B. KLASIFIKASI
Menurut Aziz Alimul, mobilitas atau mobilisasi di bedakan menjadi 2 jenis :
 Mobilitas penuh
Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan
bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sahari-hari.
Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunter dan sensoris untuk
dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
 Mobilitas sebagian
Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh
gangguan saraf motorik dan sensoris pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai
pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Mobilitas sebagian
dibagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut.
a. Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal, contohnya adalah adanya
dislokasi sendi dan tulang.
b. Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya
sistem saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke,
paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomielitis karena terganggunya
sistem saraf motorik dan sensoris. (Aziz Alimul, 2014, hlm 179-180).

Sedangkan imobilitas atau imobilisasi dibagi menjadi beberapa jenis yaitu sebagai berikut.
 Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan
hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga
tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
 Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan
daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otot akibat suatu penyakit.
 Imobilitas emosional, keadaan ketika sesorang mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam penyesuaian diri.
Sebagian contoh, keadaan stres berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika
seseorang mengalami kehilangan sebagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu
yang paling dicintai.
 Imobilitas sosial, merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat memengaruhi
perannya dalam kehidupan sosial.

C. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILISASI


Menurut Kozier (1995), faktor-faktor yang mempengaruhi pasien untuk melakukan
mobilisasi adalah gaya hidup, proses penyakit/cedera, tingkat energi, usia dan
perkembangan. Potter dan Perry (2010) menyatakan bahwa ada faktor patologi yang
mempengaruhi mobilisasi seperti abnormalitas postur, gangguan perkembangan otot,
kerusakan pada sistem saraf sentral, dan trauma langsung pada sistem muskuloskeletal.
(Kozier, 1995, hlm 969; Perry dan Potter, 2010, hlm 473-475).
Menurut Aziz Alimul (Aziz Alimul, 2014, hlm 180), mobilitas seseorang dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya sebagai berikut.
1. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas seseorang karena
gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari.
2. Proses Penyakit / Cedera
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat
mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita fraktur
femur akan mengalami keterbatasan pergerakan pada ekstremitas bagian bawah.
3. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi kebudayaan. Sebagai contoh,
orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilitas yang
kuat; sebaliknya ada orang yang mengalami gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan
budaya tertentu dilarang untuk beraktivitas.
4. Tingkat Energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat melakukan
mobilitas dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup.

5. Usia dan Status Perkembangan


Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda. Hal ini
dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan
perkembangan usia.

D. BATASAN KARAKTERISTIK (MAYOR DAN MINOR)

MAYOR (80%-100%) :
 Penurunan kemampuan untuk bergerak dengan sengaja dalam lingkungan
(misal,mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi.
 Keterbatasan rentang gerak.

MINOR (50%-80%):
 Pembatasan pergerakan yang dipaksakan.
 Enggan untuk bergerak.

E. GEJALA DAN TANDA


Tanda dan gejala dari mobilitas yang terganggu
1. Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal, mengingat
imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme dalam tubuh. Hal ini
dapat di tandai dengan menurunnya basal metabolism rate (BMR) yang menyebabkan
berkurangnya energi untuk perbaikan sel-sel tubuh, sehingga dapat memengaruhi
gangguan oksigenasi sel. Perubahan metabolisme imobilitas dapat mengakibatkan proses
anabolisme menurun dan katabolisme meningkat. Keadaan ini dapat berisiko
meningkatkan gangguan metabolisme. Proses imobilitas dapat juga menyebabkan
penurunan ekskresi urine dan peningkatan nitrogen. Beberapa dampak perubahan
metabolisme, di antaranya adalah pengurangan jumlah metabolisme, atropi kelenjar dan
katabolisme protein, ketidakseimbangan cairan elektrolit, demineralisasi tulang,
gangguan dalam mengubah zat gizi, dan gangguan gastrointestinal.

2. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit


Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari imobilitas akan
mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsentrasi protein serum berkurang
sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Disamping itu, berkurangnya
perpindahan cairan dari intravaskular ke interstisial dapat menyebabkan edema sehingga
terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Imobilitas juga dapat menyebabkan
demineralisasi tulang akibat menurunnya aktivitas otot, sedangkan meningkatnya
demineralisasi tulang dapat mengakibatkan reabsorbsi kalium.

3. Gangguan Pengubahan Zat Gizi


Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya pemasukan protein dan
kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel menurun, yaitu
sel tidak lagi menerima glukosa, asam amino, lemak, dan oksigen dalam jumlah yang
cukup untuk melaksanakan aktivitas metabolisme.

4. Gangguan Fungsi Gastrointestinal


Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal. Hal ini disebabkan
karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna, sehingga penurunan
jumlah masukan yang cukup dapat menyebabkan keluhan, seperti perut kembung, mual
dan nyeri lambung yang dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi.

5. Gangguan Sistem Pernapasan


Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat imobilitas,
kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot yang
dapat menyebabkan proses metabolisme terganggu. Terjadinya penurunan kadar
hemoglobin dapat menyebabkan penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan,
sehingga mengakibatkan anemia. Penurunan ekspansi paru dapat terjadi karena tekanan
yang meningkat oleh permukaan paru.

6. Perubahan Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas antara lain dapat berupa hipotensi
ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan trombus. Terjadinya
hipotensi ortostatik dapat disebabkan oleh menurunnya kemampuan saraf otonom. Pada
posisi yang tetap dan lama, refleks neurovaskular akan menurun dan menyebabkan
vasokonstriksi, kemudian darah terkumpul pada vena bagian bawah sehingga aliran darah
ke sistem sirkulasi pusat terhambat. Meningkatnya kerja jantung dapat disebabkan karena
imobilitas dengan posisi horizontal. Dalam keadaan normal, darah yang terkumpul pada
ekstremitas bawah bergerak dan meningkatkan aliran vena kembali ke jantung dan
akhirnya jantung akan meningkatkan kerjanya. Terjadinya trombus juga disebabkan oleh
meningkatnya vena statis yang merupakan hasil penurunan kontraksi muskular sehingga
meningkatkan arus balik vena.

7. Perubahan Sistem Muskuloskeletal


Perubahan yang terjadi dalam sistem muskuloskeletal sebagai dampak dari imobilitas
adalah sebagai berikut.

a. Gangguan Muskular
Menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas dapat menyebabkan turunnya
kekuatan otot secara langsung. Menurunnya fungsi kapasitas otot di tandai dengan
menurunnya stabilitas. Kondisi berkurangnya massa otot dapat menyebabkan atropi
pada otot. Sebagai contoh, otot betis seseorang yang telah dirawat lebih dari enam
minggu ukurannya akan lebih kecil selain menunjukkan tanda lemah atau lesu.
b. Gangguan Skeletal
Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skeletal, misalnya akan mudah
terjadinya kontraktur sendi dan osteoporosis. Kontraktur merupakan kondisi yang
abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan fiksasi yang disebabkan atropi dan
memendeknya otot. Terjadinya kontraktur dapat menyebabkan sendi dalam
kedudukan yang tidak berfungsi. Osteoporosis terjadi karena reabsorbsi tulang
semakin besar, sehingga yang menyebabkan jumlah kalsium ke dalam darah menurun
dan jumlah kalsium yang dikeluarkan melalui urine semakin besar.

8. Perubahan Sistem Intergumen


Perubahan sistem intergumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena
menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas dan terjadinya iskemia serta nekrosis
jaringan superfisial dengan adanya luka dikubitus sebagai akibat tekanan kulit yang kuat
dan sirkulasi yang menurun ke jaringan.

9. Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya penurunan jumlah urine yang mungkin disebabkan
oleh berkurangnya asupan dan penurunan curah jantung sehingga aliran
darah renal urine berkurang.

10. Perubahan perilaku


Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya rasa bermusuhan,
bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus tidur, dan menurunnya
koping mekanisme. Terjadinya perubahan perilaku tersebut merupakan dampak
imobilitas karena selama proses imobilitas seseorang akan mengalami perubahan peran,
konsep diri, kecemasan dan lain-lain.
F. PATOFISIOLOGI
Banyak keadaan patologis yang mempengaruhi mobilisasi, berikut diantaranya.
1. Abnormalitas Postur
Abnormalitas postur kongenital atau yang dapat memengaruhi efesiensi sistem
muskuloskeletal, kesejajaran, keseimbangan, dan penampilan tubuh. Postur yang
abnormal dapat menyebabkan nyeri, ketidaksejajaran dan imobilisasi atau keduanya.
Beberapa postur yang abnormal membatasi rentang gerak (Perry dan Potter, 2010, hlm
473).

2. Gangguan Perkembangan Otot


Cedera dan penyakit menyebabkan beberapa gangguan pada fungsi muskuloskeletal.
Distrofi otot, misalnya adalah sekelompok gangguan yang diturunkan yang dapat
menyebabkan degenerasi serat otot rangka. Distrofi otot merupakan penyakit otot yang
paling sering dialami pada masa kanak-kanak. Distrofi otot ditandai dengan mengalami
kelemahan progresif, kelemahan yang simetris, dan menyia-nyiakan sekelompok otot
rangka, dimana akan meningkatkan ketidakmampuan dan deformitas (McCance dan
Huether, 2005 dalam Perry dan Potter, 2010, hlm 473)

3. Kerusakan pada Sistem Saraf Sentral


Kerusakan pada beberapa komponen sistem saraf pusat meregulasi gerakan volunter
yang menyebabkan gangguan kesejajaran tubuh, keseimbangan, dan mobilisasi. Trauma
akibat cedera kepala, iskemia akibat stroke atau cedera otak (cerebrovascular accident /
CVA), atau infeksi bakteri seperti meningitis dapat merusak serebelum atau strip
motorik pada korteks serebral. Kerusakan pada serebelum menyebabkan masalah pada
keseimbangan dan gangguan motorik yang dihubungkan langsung dengan jumlah
kerusakan strip motorik. Trauma pada korda spinalis juga dapat merusak mobilisasi.

4. Trauma Langsung pada Sistem Muskuloskeletal


Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal menyebabkan memar, kontusio, keseleo,
dan fraktur. Fraktur adalah terganggunya kontinuitas jaringan tulang. Fraktur sering
terjadi karena trauma eksternal langsung tetapi dapat juga disebabkan karena
serangkaian beberapa deformitas tulang (misalnya fraktur patologis pada osteoporosis,
penyakit paget, atau osteogenesis imperfekta). Anak muda biasanya mampu membentuk
tulang yang baru dengan mudah daripada orang dewasa, oleh karena itu mereka
memiliki risiko yang rendah terhadap komplikasi setelah fraktur. Terapi biasanya
meliputi memosisikan tulang yang fraktur pada kesejajaran yang tepat dan
mengimobilisasikan tulang tersebut untuk meningkatkan penyembuhan dan
meningkatkan fungsi. Walaupun demikian, imobilisasi sementara ini dapat menyebabkan
atrofi otot, kehilangan tonus otot, atau kekuatan sendi.
G. PATHWAY

Kesejajaran tubuh,
keseimbangan dan
penampilan
Kelainan Postur

Efisiensi sistem
muskuloskeletal

Degenerasi serat otot skelet

Gangguan Perkembangan
Otak
Kelemahan simetris dari
kelompok otot skelet, dengan
peningkatan ketidakmampuan
dan deformitas

Trauma medulla spinalis


Gangguan Mobilisasi karena kecelakaan
menyelam, mobil atau
tertembak, atau luka tusuk
pada leher dan punggung,
iskemia karena cedera
Kerusakan Sistem Saraf serebrovaskular (stroke),
Sentral atau infeksi bakteri karena
meningitis

Gangguan kesejajaran tubuh


dan mobilisasi

Terjadi karena trauma


langsung eksternal, dan
deformitas tulang (misalnya,
fraktur patologis karena
Trauma Langsung pada osteoporosis)
Sistem Muskuloskeletal

Memar, kontusio, salah urat,


fraktur.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 Sinar X tulang
Menggambarkan kepadatan tulang, tekstur dan perbuatan hubungan tulang.
 Laboratorium
Darah rutin, faktor pembekuan darah golongan darah crostet dan analisa.
 Radiologis
1) Dua gambar, anterior posterior (AP) dan lateral
2) Memuat 2 sendi diroksimal dan distol fraktur
3) Memuat gambar foto 2 ekstremitas, yaitu ekstremitas yang kena cidera dan
ekstremitas yang tidak terkena cidera (pada anak dilakukan 2 kali yaitu sebelum
tindakan dan sesudah tindakan)

I. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan Medis yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut.


1) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien

Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan


untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-posisi
tersebut, yaitu :
 Posisi fowler (setengah duduk)
 Posisi sim
 Posisi trendelenburg (kepala lebih rendah dari kaki)
 Posisi dorsal recumbent
 Posisi litotomi
 Posisi genu pectoral
2) Ambulasi dini

Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular. Tindakan ini bisa dilakukan
dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke
kursi roda, dan lain-lain.
3) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri

Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk melatih


kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta meningkatkan fungsi
kardiovaskular.
4) Latihan isotonik dan isometrik

Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan ketahanan otot
dengan cara mengangkat beban ringan, lalu beban yang berat. Latihan isotonik (dynamic
exercise) dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan latihan
isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkan curah jantung dan
denyut nadi.
5) Latihan ROM Pasif dan Aktif

Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan untuk
mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.
Latihan-latihan itu, yaitu :
a) Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
b) Fleksi dan ekstensi siku
c) Pronasi dan supinasi lengan bawah
d) Pronasi fleksi bahu
e) Abduksi dan adduksi
f) Rotasi bahu
g) Fleksi dan ekstensi jari-jari
h) Infersi dan efersi kaki
i) Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
j) Fleksi dan ekstensi lutut
k) Rotasi pangkal paha
l) Abduksi dan adduksi pangkal paha
J. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan
- Riwayat Keperawatan Sekarang
Pengkajian riwayat klien saat ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan
terjadi keluhan/ gangguan dalam mobilisasi atau imobilisasi, seprti adanya
nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat mobilitas dan imobilitas, daerah
terganggunya mobilitas dan imobilitas, dan lamanya terjadinya gangguan
mobilitas.
- Riwayat Keperawatan Penyakit yang Pernah Diderita
Pengkajian riwayat penyakit di masa lalu yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan mobilitas.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga, misalnya tentang ada atau tidaknya
riwayat alergi, stroke, penyakit jantung, diabetes melitus.

b. Kemampuan Fungsi Motorik


Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri, kaki kanan dan
kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan atau spatis.

c. Kemampuan Mobilitas
Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah tanpa
bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut.

Tingkat Aktivitas / Mobilitas Kategori


Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan peralatan
Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan
d. Kemampuan Rentang Gerak
Pengkajian rentang gerak (range of motion- ROM) dilakukan pada daerah seperti bahu,
siku, lengan, panggul, dan kaki.

Gerak Sendi Derajat Rentang


Normal
Bahu
Adduksi : gerakan lengan ke lateral dari posisi samping ke atas 180
kepala, telapak tangan menghadap ke posisi yang paling jauh.
Siku
Fleksi : angkat lengan bawah ke arah depan dan ke arah atas menuju bahu. 150
Pergelangan Tangan
Fleksi : tekuk jari-jari tangan ke arah bagian dalam lengan bawah. 80 – 90
Ekstensi : luruskan pergelangan tangan dari fleksi 80 – 90
Hiperekstensi : tekuk jari-jari tangan ke arah belakang sejauh mungkin. 70 – 90
Abduksi : tekuk pergelangan tangan ke sisi ibu jari ketika telapak tangan menghadap ke atas. 0 – 20
Adduksi : tekuk pergelangan tangan ke arah kelingking, telapak 30 – 50
tangan menghadap ke atas.
Tangan dan Jari
Fleksi : buat kepalan tangan 90
Ekstensi : luruskan jari 90
Hiperekstensi : tekuk jari-jari tangan ke arah belakang sejauh mungkin. 30
Abduksi : kembangkan jari tangan 20
Adduksi : rapatkan jari-jari tangan dari posisi abduksi. 20

e. Perubahan Intoleransi Aktivitas


Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan perubahan pada sistem
pernapasan, antara lain suara napas, analisis gas darah, gerakan dinding toraks, adanya
mukus, batuk yang produktif diikuti panas, dan nyeri saat respirasi. Pengkajian
intoleransi aktivitas terhadap perubahan sistem kardiovaskular, seperti nadi dan tekanan
darah, gangguan sirkulasi perifer, adanya trombus, serta perubahan tanda vital setelah
melakukan aktivitas atau perubahan posisi.

f. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi


Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau tidak.
Derajat kekuatan otot dapat ditentukan dengan, sebagai berikut.
Skala Persentase Karakteristik
Kekuatan Normal
0 0 Paralisis sempurna

1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat dipalpasi atau dilihat

2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan

3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi

4 75 Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan melawan


tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan gravitasi
dan tahanan penuh

g. Perubahan Psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan
mobilitas dan imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi,
perubahan dalam mekanisme koping, dan lain-lain.

K. ANALISIS DIAGNOSIS KEPERAWATAN


Diagnosis keperawatan yang kemungkinan terjadi pada masalah kebutuhan mobilisasi
dan imobilisasi sebagaimana NANDA - Internasional 2012-2014 yaitu sebagai berikut.

Diagnosis Keperawatan Faktor yang Berhubungan Batasan Karakteristik


(Problem / P) (Data Subjektif / Objektif /
Symptoms / S)
Risiko Sindrom Disuse Adanya faktor yang berhubungan, Adanya faktor risiko.
(00040) seperti :
 Perubahan tingkat kesadaran
 Imobilisasi mekanis
 Paralisis
 Program imobilisasi
 Nyeri hebat
Hambatan Mobilitas di Adanya faktor yang berhubungan, Adanya batasan karakteristik
Tempat Tidur (00198) seperti : seperti :
 Gangguan kognitif  Hambatan kemampuan
 Fisik tidak bugar mengubah dari posisi duduk
 Kurang pengetahuan lama ke telentang
 Keterbatasan lingkungan  Hambatan kemampuan
 Kekuatan otot tidak memadai mengubah posisi telungkup

 Gangguan muskuloskeletal ke telentang

 Gangguan neuromuskular  Hambatan kemampuan

 Obesitas mengubah dari posisi

 Nyeri telentang ke duduk

 Obat sedasi  Hambatan kemampuan


mengubah posisi dari
telentang ke telungkup
 Hambatan kemampuan
mengubah posisi dari
telentang ke duduk
 Hambatan kemampuan
mengubah posisi sendiri di
tempat tidur
 Hambatan kemampuan untuk
miring kanan-kiri
Hambatan Mobilitas Fisik Adanya faktor yang berhubungan, Adanya batasan karakteristik
(00085) seperti : seperti :
 Intoleran aktivitas  Penurunan waktu reaksi
 Perubahan metabolisme  Kesulitan membolak-balik
seluler posisi
 Ansietas  Melakukan aktivitas lain
 Indeks massa tubuh diatas sebagai pengganti
persentil ke-75 sesuai usia pergerakan
 Gangguan kognitif  Dispnea setelah beraktivitas
 Kontraktur  Perubahan cara jalan
 Kepercayaan budaya tentang  Gerakan bergetar
aktivitas sesuai usia  Keterbatasan kemampuan
 Fisik tidak bugar melakukan keterampilan
motorik halus
 Penurunan ketahanan tubuh  Keterbatasan kemampuan
 Penurunan kendali otot melakukan keterampilan
 Penurunan massa otot motorik kasar
 Penurunan kekuatan otot  Keterbatasan rentang
 Kurang pengetahuan tentang pergerakan sendi
nilai aktivitas fisik  Tremor akibat pergerakan
 Keadaan mood depesif  Ketidakstabilan postur
 Keterlambatan perkembangan  Pergerakan lambat
 Disuse  Pergerakan tidak
 Kaku sendi terkoordinasi

 Kurang dukungan lingkungan


 Keterbatasan ketahanan
kardiovaskular
 Kerusakan integritas struktur
tulang.
 Malnutrisi
 Gangguan muskuloskeletal
 Gangguan neurovaskular
 Nyeri
 Agens obat
 Program pembatasan gerak
 Keinginan memulai
pergerakan
 Gaya hidup monoton
 Gangguan sensoriperseptual
Hambatan Mobilitas Berkursi Adanya faktor yang berhubungan, Adanya batasan karakteristik
Roda (00089) seperti : seperti :
 Gangguan kognitif  Hambatan kemampuan
 Fisik tidak bugar mengoperasikan kursi roda
 Defisiensi pengetahuan manual di jalan menurun
 Alam perasaan depresi  Hambatan kemampuan
 Keterbatasan lingkungan mengoperasikan kursi roda

 Gangguan pengelihatan manual di tepi jalan


 Kekuatan otot tidak memadai  Hambatan kemampuan
 Keterbatasan ketahanan tubuh mengoperasikan kursi roda
 Gangguan muskuloskeletal manual di permukaan yang
 Gangguan neurovaskular rata

 Obesitas  Hambatan kemampuan

 Nyeri mengoperasikan kursi roda


manual di permukaan yang
tidak rata
 Hambatan kemampuan
mengoperasikan kursi roda
otomatis di jalan menanjak
 Hambatan kemampuan
mengoperasikan kursi roda
otomatis di jalan menurun
 Hambatan kemampuan
mengoperasikan kursi roda
otomatis di tepi jalan
 Hambatan kemampuan
mengoperasikan kursi roda
otomatis di permukaan rata
 Hambatan kemampuan
mengoperasikan kursi roda
otomatis di permukaan tidak
rata
Hambatan Kemampuan Adanya faktor yang berhubungan, Adanya batasan karakteristik
Berpindah (00090) seperti : seperti :
 Gangguan kognitif  Ketidakmampuan berpindah
 Kondisi fisik tidak bugar di antara tingkat ketinggian
 Kendala lingkungan yang sama
 Gangguan keseimbangan  Ketidakmampuan berpindah
 Gangguan pengelihatan dari tempat tidur ke kursi

 Kekuatan otot tidak memadai  Ketidakmampuan berpindah

 Kurang pengetahuan dari tempat tidur ke berdiri

 Gangguan muskuloskeletal  Ketidakmampuan berpindah


 Gangguan neurovaskular dari mobil ke kursi
 Obesitas  Ketidakmampuan berpindah
 Nyeri dari kursi ke tempat tidur
 Ketidakmampuan berpindah
dari kursi ke mobil
 Ketidakmampuan berpindah
dari kursi ke lantai
 Ketidakmampuan berpindah
dari kursi ke posisi berdiri
 Ketidakmampuan berpindah
dari lantai ke kursi
 Ketidakmampuan berpindah
dari lantai ke berdiri
 Ketidakmampuan berpindah
dari berdiri ke tempat tidur
 Ketidakmampuan berpindah
dari berdiri ke kursi
 Ketidakmampuan berpindah
dari berdiri ke lantai
 Ketidakmampuan naik dan/
atau turun bath tub
 Ketidakmampuan berpindah
dari dan/ atau ke tempat
mandi pancur
 Ketidakmampuan naik dan/
atau turun kursi buang air
(commode)
 Ketidakmampuan naik dan/
atau turun toilet
Hambatan Berjalan (00088) Adanya faktor yang berhubungan, Adanya batasan karakteristik
seperti : seperti :
 Gangguan kognitif  Hambatan kemampuan
 Kondisi fisik tidak bugar menaiki tangga
 Hambatan kemampuan
 Kendala lingkungan menyusuri tepi jalan
 Takut jatuh  Hambatan kemampuan
 Gangguan keseimbangan berjalan di jalan menurun
 Gangguan pengelihatan  Hambatan kemampuan
 Kekuatan otot tidak memadai berjalan di jalan menanjak

 Kurang pengetahuan  Hambatan kemampuan

 Keterbatasan ketahanan tubuh berjalan dipermukaan tidak

 Gangguan muskuloskeletal rata

 Gangguan neuromuskular  Hambatan kemampuan

 Obesitas berjalan di dengan jarak


tertentu
 Nyeri
Resiko Cidera (00035) Adanya faktor risiko internal yang Adanya faktor risiko
berhubungan dengan :
 Fisik yaitu gangguan mobilitas
Risiko Jatuh (00155) Adanya faktor risiko fisiologis Adanya faktor risiko
yang berhubungan dengan :
 Gangguan keseimbangan
 Gangguan mobilitas fisik
 Kesulitan gaya berjalan
 Penurunan ekstremitas bawah
Intoleran aktivitas (00094) Adanya faktor yang berhubungan Adanya batasan karakteristik
dengan : seperti :
 Tirah baring  Respons tekanan darah
 Kelemahan umum abnormal terhadap aktivitas
 Ketidakseimbangan antara  Respons frekuensi jantung
suplai dan kebutuhan oksigen abnormal terhadap aktivitas
 Imobilitas  Perubahan EKG yang
 Gaya hidup monoton mencerminkan aritmia
 Perubahan EKG yang
mencerminkan iskemia
 Ketidaknyamanan setelah
beraktivitas
 Dispnea setelah beraktivitas
 Menyatakan merasa letih
 Menyatakan merasa lemah
Risiko Intoleran Aktivitas Adanya faktor risiko yang Adanya faktor risiko
(00094) berhubungan dengan :
 Status fisik kurang bugar
 Masalah sirkulasi
 Riwayat intoleran aktivitas
sebelumnya
 Tidak berpengalaman dengan
suatu aktivitas
 Masalah pernapasan

L. INTERVENSI KEPERAWATAN
Tujuan dari intervensi adalah sebagai berikut:
1. Meningkatakan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi.
2. Meningkatkan fungsi kardiovaskular.
3. Meningkatkan fungsi respirasi
4. Meningkatkan fungsi gastrointestinal
5. Meningkatkan fungsi sistem perkemihan
6. Memperbaiki gangguan psikologis

Meningkatkan Kekuatan, Ketahanan Otot, dan Fleksibilitas Sendi


Meningkatkan kekuatan, dan ketahanan otot pada pasien dengan pemenuhan kebutuhan
mobilitas dan imobilitas dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1. Pengaturan posisi dengan cara mempertahankan posisi dalam postur tubuh yang benar. Cara
ini dapat dilakukan dengan membuat sebuah jadwal tentang perubahan posisi selama
kurang lebih setengah jam. Pelaksanaannya dilakukan secara bertahap agar kemampuan
kekuatan otot dan ketahanan dapat meningkat secara berangsur-angsur.
2. Ambulasi dini merupakan salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur,
turun dari tempat tidur, berdiri di samping tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan
seterusnya. Kegiatan ini dapat dilakukan secara berangsur-angsur.
3. Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri untuk melatih kekuatan dan ketahanan serta
kemampuan sendi agar mudah bergerak.
4. Latihan isotonik dan isometrik. Latihan ini juga dapat digunakan untuk melatih kekuatan
dan ketahanan otot dengan cara mengangkat beban yang ringan, kemudian beban yang
berat. Latihan isotonik (dynamic exercise) dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM)
secara aktif, sedangkan latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan
meningkatkan curah jantung ringan dan nadi.
5. Latihan ROM, baik secara aktif maupun pasif. ROM merupakan tindakan untuk
mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan pada otot.

Meningkatkan Fungsi Kardiovaskuler


Meningkatkan fungsi kardiovaskular sebagai dampak dari imobilitas dapat dilakukan
antara lain dengan cara ambulasi dini, latihan aktif, dan pelaksanaan aktivitas sehari-hari secara
mandiri. Hal tersebut dilakukan secara bertahap. Disamping itu, dapat pula dilakukan
pengukuran tekanan darah dan nadi setiap kali terjadi perubahan posisi. Untuk meningkatkan
sirkulasi vena perifer dapat dilakukan dengan cara mengangkat daerah kaki secara teratur.

Meningkatkan Fungsi Respirasi


Meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak dari imobilitas dapat dilakukan dengan
cara melatih pasien untuk mengambil napas dalam dan batuk efektif, mengubah posisi pasien
tiap 1-2 jam, melakukan postural drainage, perkusi dada, dan vibrasi.

Meningkatkan Fungsi Gastrointestinal


meningkatkan fungsi gastrointestinal dapat dilakukan dengan cara mengatur diet tinggi
kalori, protein, vitamin, dan mineral. Selain itu, untuk mencegah dampak dari imobilitas dapat
dilakukan dengan latihan ambulasi.

Meningkatkan Fungsi Sistem Kemih


Meningkatkan sistem kemih dapat dilakukan dengan latihan atau mengubah posisi serta
latihan mempertahankannya. Pasien dianjurkan untuk minum 2500cc per hari atau lebih, dan
menjaga kebersihan parietal. Apabila pasien tidak dapat buang air kecil secara normal, dapat
dilakukan kateterisasi. Disamping itu, untuk mencegah inkontinensia urine, dapat dilakukan
dengan cara minum banyak pada siang hari dan minum sedikit pada malam hari.
Memperbaiki Gangguan Psikologi
Meningkatkan kesehatan mental dan mengurangi emosi sebagai dampak dari imobilitas
dapat dilakukan dengan melakukan komunikasi secara terapiutik dengan berbagai perasaan,
membantu pasien untuk mengekspresikan kecemasannya, meningkatkan privasi pasien,
memberikan dukungan moril, mempertahankan citra diri, menganjurkan untuk melakukan
interaksi sosial, mengajak untuk berdiskusi tentang masalag yang dihadapi, dan seterusnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A. Aziz Alimul.2014. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia, Edisi 2 Buku 1. Jakarta:
Salemba Medika
Kozier, Barbara, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik, Edisi 7 Volume 1. Jakarta: EGC
Potter & Perry. 2010. Fundamental of Nursing Fundamental Keperawatan, Buku 3 Edisi 7.
Jakarta: Elsevier
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012 – 2014
oleh NANDA International. Jakarta: EGC
Carpenito, Linda Jual. 2012. Buku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai