LAPORAN PENDAHULUAN REAL GGN Mobilisasi
LAPORAN PENDAHULUAN REAL GGN Mobilisasi
A. PENGERTIAN
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna
mempertahankan kesehatannya (Aziz Alimul, 2014, hlm 179). Mobilisasi merupakan suatu
kebutuhan dasar manusia yang diperlukan oleh individu untuk melakukan aktivitas sehari-
hari yang berupa pergerakan sendi, sikap, gaya berjalan, latihan maupun kemampuan
aktivitas (Perry dan Potter, 2010, hlm 485). Manusia harus mobilisasi untuk dapat
memperoleh makanan dan minuman, melindungi diri dari trauma, memenuhi kebutuhan
dasarnya, dan melakukan fungsi normal sehari-hari. Kemampuan melakukan mobilisasi
mempengaruhi harga diri dan gambaran diri seseorang. Kedua hal ini merupakan komponen
dari konsep diri. Selain itu, individu menggunakan mobilisasi untuk berbagai tujuan
(misalnya ekspresi emosi atau kepuasan terhadap kebutuhan dasar disertai isyarat non
verbal). Mobilisasi juga digunakan untuk menunjukkan pertahanan diri, melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari, dan berpartisipasi dalam aktivitas rekreasi (Kozier, 1995, hlm 966;
Perry dan Potter, 2010, hlm 468).
Imobilisasi atau imobilitas merupakan keadaan ketika seseorang tidak dapat bergerak
secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami
trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ektremitas, dan sebagainya
(Aziz Alimul, 2014, hlm 180). Imobilisasi atau tirah baring sering menyebabkan respons
emosional dan perilaku, perubahan sensoris, dan perubahan koping. Saat seorang laki-laki
sehat dan normal, yang merupakan bagian dari studi National Aeronautics and Space
Administration (NASA), tirah baring selama beberapa minggu; mereka menunjukkan
tanda-tanda penurunan sensorik, gangguan pola tidur dan meningkatnya ansietas secara
signifikan, permusuhan dan depresi (Fletcher, 2005). Perubahan perilaku akibat imobilisasi
sangat bervariasi. Perubahan perilaku yang umum meliputi permusuhan, perasaan pusing,
takut dan ansietas. Imobilitas jangka panjang atau tirah baring juga sering mempengaruhi
koping dan menyebabkan perubahan pola tidur-bangun karena perubahan rutinitas atau
lingkungan. Selain itu, imobilisasi dapat menyebabkan depresi karena perubahan peran dan
konsep diri (Perry dan Potter, 2010, hlm 482).
Mobilisasi ditunjukkan pada kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas
dan imobilisasi ditunjukkan pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas.
(Perry dan Potter, 2010, hlm 476).
B. KLASIFIKASI
Menurut Aziz Alimul, mobilitas atau mobilisasi di bedakan menjadi 2 jenis :
Mobilitas penuh
Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan
bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sahari-hari.
Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunter dan sensoris untuk
dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
Mobilitas sebagian
Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh
gangguan saraf motorik dan sensoris pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai
pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Mobilitas sebagian
dibagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut.
a. Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal, contohnya adalah adanya
dislokasi sendi dan tulang.
b. Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya
sistem saraf yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke,
paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomielitis karena terganggunya
sistem saraf motorik dan sensoris. (Aziz Alimul, 2014, hlm 179-180).
Sedangkan imobilitas atau imobilisasi dibagi menjadi beberapa jenis yaitu sebagai berikut.
Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan
hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga
tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan
daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otot akibat suatu penyakit.
Imobilitas emosional, keadaan ketika sesorang mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam penyesuaian diri.
Sebagian contoh, keadaan stres berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika
seseorang mengalami kehilangan sebagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu
yang paling dicintai.
Imobilitas sosial, merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat memengaruhi
perannya dalam kehidupan sosial.
MAYOR (80%-100%) :
Penurunan kemampuan untuk bergerak dengan sengaja dalam lingkungan
(misal,mobilitas di tempat tidur, berpindah, ambulasi.
Keterbatasan rentang gerak.
MINOR (50%-80%):
Pembatasan pergerakan yang dipaksakan.
Enggan untuk bergerak.
6. Perubahan Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas antara lain dapat berupa hipotensi
ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan trombus. Terjadinya
hipotensi ortostatik dapat disebabkan oleh menurunnya kemampuan saraf otonom. Pada
posisi yang tetap dan lama, refleks neurovaskular akan menurun dan menyebabkan
vasokonstriksi, kemudian darah terkumpul pada vena bagian bawah sehingga aliran darah
ke sistem sirkulasi pusat terhambat. Meningkatnya kerja jantung dapat disebabkan karena
imobilitas dengan posisi horizontal. Dalam keadaan normal, darah yang terkumpul pada
ekstremitas bawah bergerak dan meningkatkan aliran vena kembali ke jantung dan
akhirnya jantung akan meningkatkan kerjanya. Terjadinya trombus juga disebabkan oleh
meningkatnya vena statis yang merupakan hasil penurunan kontraksi muskular sehingga
meningkatkan arus balik vena.
a. Gangguan Muskular
Menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas dapat menyebabkan turunnya
kekuatan otot secara langsung. Menurunnya fungsi kapasitas otot di tandai dengan
menurunnya stabilitas. Kondisi berkurangnya massa otot dapat menyebabkan atropi
pada otot. Sebagai contoh, otot betis seseorang yang telah dirawat lebih dari enam
minggu ukurannya akan lebih kecil selain menunjukkan tanda lemah atau lesu.
b. Gangguan Skeletal
Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skeletal, misalnya akan mudah
terjadinya kontraktur sendi dan osteoporosis. Kontraktur merupakan kondisi yang
abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan fiksasi yang disebabkan atropi dan
memendeknya otot. Terjadinya kontraktur dapat menyebabkan sendi dalam
kedudukan yang tidak berfungsi. Osteoporosis terjadi karena reabsorbsi tulang
semakin besar, sehingga yang menyebabkan jumlah kalsium ke dalam darah menurun
dan jumlah kalsium yang dikeluarkan melalui urine semakin besar.
9. Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya penurunan jumlah urine yang mungkin disebabkan
oleh berkurangnya asupan dan penurunan curah jantung sehingga aliran
darah renal urine berkurang.
Kesejajaran tubuh,
keseimbangan dan
penampilan
Kelainan Postur
Efisiensi sistem
muskuloskeletal
Gangguan Perkembangan
Otak
Kelemahan simetris dari
kelompok otot skelet, dengan
peningkatan ketidakmampuan
dan deformitas
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular. Tindakan ini bisa dilakukan
dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke
kursi roda, dan lain-lain.
3) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan ketahanan otot
dengan cara mengangkat beban ringan, lalu beban yang berat. Latihan isotonik (dynamic
exercise) dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan latihan
isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkan curah jantung dan
denyut nadi.
5) Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan untuk
mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.
Latihan-latihan itu, yaitu :
a) Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
b) Fleksi dan ekstensi siku
c) Pronasi dan supinasi lengan bawah
d) Pronasi fleksi bahu
e) Abduksi dan adduksi
f) Rotasi bahu
g) Fleksi dan ekstensi jari-jari
h) Infersi dan efersi kaki
i) Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
j) Fleksi dan ekstensi lutut
k) Rotasi pangkal paha
l) Abduksi dan adduksi pangkal paha
J. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan
- Riwayat Keperawatan Sekarang
Pengkajian riwayat klien saat ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan
terjadi keluhan/ gangguan dalam mobilisasi atau imobilisasi, seprti adanya
nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat mobilitas dan imobilitas, daerah
terganggunya mobilitas dan imobilitas, dan lamanya terjadinya gangguan
mobilitas.
- Riwayat Keperawatan Penyakit yang Pernah Diderita
Pengkajian riwayat penyakit di masa lalu yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan mobilitas.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga, misalnya tentang ada atau tidaknya
riwayat alergi, stroke, penyakit jantung, diabetes melitus.
c. Kemampuan Mobilitas
Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah tanpa
bantuan. Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut.
g. Perubahan Psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan
mobilitas dan imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi,
perubahan dalam mekanisme koping, dan lain-lain.
L. INTERVENSI KEPERAWATAN
Tujuan dari intervensi adalah sebagai berikut:
1. Meningkatakan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi.
2. Meningkatkan fungsi kardiovaskular.
3. Meningkatkan fungsi respirasi
4. Meningkatkan fungsi gastrointestinal
5. Meningkatkan fungsi sistem perkemihan
6. Memperbaiki gangguan psikologis