Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

PEMBENTUKAN SIKAP

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK
1. Ni Kadek Risna Surastini (P07120016063)
2. Ni Luh Putu Ayu Puspita Wangi (P07120016064)
3. I Ketut Suwiyanto (P07120016066)

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
2016/2017

i
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan
Yang Maha Esa, karena atas asungkerta wara nugraha-Nyalah penulisan Makalah
Pembentukan sikap ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini berisikan pembentukan sikap perawat di Indonesia yang dibuat
dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah psikologi.
Makalah ini disusun bukan semata-mata karena petunjuk untuk mendapatkan
nilai, namun di latarbelakangi pula untuk memperluas wawasan khususnya tentang
sikap dan karakter perawat di Indonesia.Untuk itu penulis berusaha menyusun makalah
ini dengan sebaik-baiknya.Makalah ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan, untuk
itu diharapkan kritik dan saran yang objektif yang bersifat membangun guna
tercapainya kesempurnaan yang diinginkan.
Penata sepenuhnya menyadari, tanpa bantuan dan kerjasama dari pihak yang
terkait, Makalah pembentukan sikap ini tidak akan sesuai dengan harapan. Untuk itu
pada kesempatan yang baik ini tidak lupa kami sampaikan terima kasih dan
penghargaan kepada bapak I Wayan Candra selaku dosen mata kuliah Psikologi yang
selalu meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan tuntunan dalam
pembuatan makalah pembentukan sikap di Indonesia.

Denpasar,November 2016

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................ 2
1.3 Tujuan Penulisan .......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian sikap............................................................................................................ 3
2.2 Struktur sikap................................................................................................................ 4
2.3 Fungsi sikap .................................................................................................................. 6
2.4 Tingkatan sikap ............................................................................................................ 7
2.5 Determinan sikap .......................................................................................................... 9
2.6 Ciri sikap ..................................................................................................................... 10
2.7 Faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perubahan sikap ................................ 10
2.8 Pembentukan sikap ...................................................................................................... 11

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .................................................................................................................. 31
3.2 Saran ............................................................................................................................ 31

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................3

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sikap atau “Attiude” pada awalnya digunakan untuk
menunjukan status mental individu. Sikap diarahkan pada suatu hal
atau obyek tertentu dan masih bersifat tertutup, sehingga sikap tidak
dapat dilihat langsung tetapi dapat ditafsirkan dari perilaku. Selain
tertutup sikap juga bersifat sosial dalam arti sikap sebaiknya dapat
beradaptasi dengan orang lain. Individu memiliki sikap beragam
terhadap bermacam-macam obyek,bisa benda,
peristiwa,pemandangan,norma,nilai,dan lainnya. Sikap juga
mencerminkan perilaku seseorang dalam melakukan tindakan atau
sesuatu yang mencerminkan dirinya. Dengan belajar dari diri sendiri
tentang karakter diri sendiri maka kita akan lebih tahu bagaimana
sikap kita dengan berbagai proses yang telah dilakukan. Sikap itu
belum tentu kesediaan atau kesiapan untuk bertindak dalam kata
lain sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas, tetapi
merupakan suatu kecendrungan untuk bertindak terhadap objek di
lingkungan tertentu sebagai suatu pengahayatan terhadap objek
tersebut.
Menjadi seorang perawat yang professional perlu memiliki
karakter yang baik,sehingga dapat melayani masyarakat secara
nyaman dan tanpa adanya ketimpangan sosial. Sikap itu
mengekspresikan nilai yang ada dalam diri individu.
Dalam kehidupan masyarakat seringkali terdapat sikap yang masih
menyimpang dari norma-norma agama maupun nilai-nilai moral yang
ada. Maka dari itu dengan pembentukan sikap yang baik akan
merubah karakter seseorang kearah yang lebih baik. Kenyataan

4
dilapangan masih banyak keluhan dari masyarakat atau pasien
terhadap kulaitas pelayanan perawat dirumah sakit. Salah satu hal
yang banyak disorot adalah kemampuan perawat dalam menangani
pasien secara tepat dan cepat tanpa memandang status sosial
ekonomi pasien. Hal ini penting karena perawat terkadang terlalu
procedural sehingga pasien tidak ditangani secara baik. Oleh karena
itu dibutuhkan suatu sikap yang professional dalam diri perawat.
Untuk melahirkan perawat-perawat professional diperlukan suatu
sistem pendidikan yang bermutu,yang berorientasi pada
perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan masyarakat.
Sistem pendidikan sebaiknya dapat melahirkan perawat-perawat
professional yang banyak memiliki kemampuan intelektual, tetapi
juga memiliki kemampuan dalam hal emosianal,spritualdan
psikimotor (skill).
1.2.Rumusan Masalah
1) Apa saja sikap yang mencerminkan menjadi seorang
perawat ?
2) Bagaimana cara menghadapi sikap perawat yang masih
menyimpang ?
1.3.Tujuan
 Agar dapat mengetahui struktur sikap.
 Agar dapat mengetahui fungsi dan tingkatan sikap .
 Agar dapat mengetahui determinan dan cirri sikap.
 Agar dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi
pembentukan dan perubahan sikap.
 Agar dapat mengetahui sikap yang mencerminkan
seorang perawat.

5
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sikap


Sikap atau “Attitude” pada awalnya digunakan untuk
menunjukan status mental individu. Sikap diarahkan pada suatu hal
atau objek tertentu dan masih bersifat tertutup, sehingga tidak dapat
dilihat langsung tapi dapat ditafsirkan dari perilaku. Selain tertutup
sikap juga bersifat sosial dalam arti sikap sebaiknya dapat
beradaptasi dengan orang lain. Individu memiliki sikap beragam
terhadap bermacam-macam obyek, bisa benda, orang, peristiwa,
pemandangan, norma, nilai, dan lainnya. Sikap belum tentu
merupakan kesediaan atau kesiapan untuk bertindak dalam kata lain
sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas, tetapi merupakan
suatu kecendrungan untuk bertindak objek di lingkungan tertentu
sebagai suatu penghayatan terhadap objek tersebut. Sikap
merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau obyek (Notoatmodjo, 1997). Sikap
merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai
objek atau situasi yang relatif ajeg yang disertai adanya perasaan
tertentu dan memberikan dasar pada orang tersebut untuk membuat
respons atau berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya (
Walgito, 2010). Di lain pihak sikap adalah kesiapan merespons yang
sifatnya positif atau negative terhadap suatu objek atau situasi
secara konsisten. Menurut Gerungan (1996) sikap diartikan sebagai
sikap terhadap objek tertentu, yang dapat yang merupakan
pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap tersebut disertai oleh
kecendrungan untuk bertindak sesuai dengan objek tadi. Ahli lain

6
Secord dan Backman menyatakan sikap adalah keteraturan tertentu
dalam hal perasaan ( afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi
tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan
sekitarnya (Azwar, 1995). Selain itu sikap adalah organisasi yang
relatif menetap dari suatu perasaan-perasaan, keyakinan-keyakinan
dan kecendrungan prilaku terhadap orang lain, kelompok, ide-ide
atau obyek-obyek tertentu (Fishbein & Ajzen, 1975). Dari pengertian
ini ada tiga hal penting yang terkandung di dalam sikap, yaitu aspek
afeksi, aspek kognisi dan aspek perilaku.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari beberapa pengertian di
atas, sikap adalah evaluasi dari individu yang meliputi afeksi, kognisi,
dan konasi berupa respons tertutup terhadap suatu stimulasi
ataupun objek tertentu. Sikap itu tergantung subyektivitas individu
yang bersangkutan.
2.2 Struktur Sikap
Menurut Azwar (1995) struktur sikap mengikuti skema triadik
terdiri atas tiga komponen yang saling mendukung yaitu, komponen
kognitif, afektif, dan konatif berisi persepsi, kepercayaan, dan
streotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali
komponen kognitif ini dapat disamakan dengan pandangan (opini),
terutama jika menyangkut masalah isu atau masalah yang
controversial. Komponen afektif merupakan persaan individu
terhadap objek sikap dan berkaitan dengan masalah emosi. Aspek
emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai
komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan
terhadap pengaruh yang bisa saja mengubah sikap seseorang.
Komponen prilaku berisi tendensi atau kecendrungan untuk
bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara tertentu.
Berikut diuraikan lebih lanjut ketiga aspek sikap tersebut dengan
member contoh pada obyek sikapnya masing-masing. Komponen

7
kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenain sesuatu atau
benar bagi obyek sikap. Contoh isu mengenai poligami sebagai
suatu obyek sikap. Dalam hal ini komponen kognitif sikap terhadap
poligami adalah segala sesuatu yang dipercaya seseorang mengenai
pernikahan masal tersebut. Dalam isu seperti ini sesuatu yang
dipercaya oleh seseorang merupakan stereotipe atau sesuatu yang
telah terpolakan dalam kognitifnya. Sesuatu yang telah terpolakan
dalam pikirannya bahwa poligami adalah sesuatu yang buruk, maka
poligami akan membawa asosiasi pikiran seperti itu juga, terlepas
dari maksud dan tujuan orang berpoligami. Sekali kepercayaan itu
telah terbentuk, akan menjadi dasar pengetahuan seseorang akan
harapannya pada obyek tersebut. Tanpa adanya sesuatu yang
dipercaya maka fenomena di dunia sekitar kita pasti menjadi terlalu
kompleks untuk dihayati dan sulit menafsirkan artinya.
Kepercayaanlah yang menyederhanakan dan mengatur suatu yang
di lihat dan ditemui. Tentu saja, kepercayaan sebagai komponen
kognitif tidak selalu akurat, terkadang kepercayaan itu terbentuk
karena kurangnya informasi yanhg lengkap dan benar tentang obyek
yang dihadapi ( Azwar, 1995).
Komponen afektif menunjuk pada dimensi emosional subyektif
individu terhadap objek siap, baik yang positif( rasa senang )
maupun negatif ( rasa tidak senang). Reaksi emosional banyak
dipengaruhi oleh sesuatu yang dipercaya sebagai sesuatu yang
benar terhadap objek sikap tersebut. Contoh : individu merasa
senang terhadap profesi keperawatan, masyarakat umunya tidak
senang terhadap tindakan kekerasan, perjudian,pelacuran dan
kejahatan. Komponen koginitif disebut juga sebagai komponen
perilaku yaitu komponen sikap yang berkaitan dengan predisposisi
atau kecendrungan untuk bertindak terhadap objek sikap yang
dihadapinya. Contoh : individu mengetahui bahwa profesi

8
keperawatan adalah pekerjaan yang mulia dan menjanjikan masa
depan yang baik maka banyak lulusan SLTA masuk ke Akademi
Keperawatan atau memilih profesu keperawatan.

2.3 Fungsi Sikap


Menurut Atkinson dkk (2012) adapun lima fungsi sikap :
1. Fungsi instrumental
Fungsi ini dikaitkan dengan alasan praktis atau manfaat, dan
menggambarkan keadaan dari suatu keinginan. Untuk
mencapai suau tujuan, diperlukan sarana yang disebut sikap
dapat membantu individu mencapai tujuan, individu akan
bersikap positif terhadap objek tersebut atau sebaliknya.
Contoh: sebagain besar masyarakat sangat menentang
kekerasan untuk menyelesaikan setiap masalah dan
mendukung setiap penyelesaian lewat jalur hukum. Disebut
fungsi manfaat (utility) yaitu sejauh mana manfaat obyek sikap
dalam pencapaian tujuan, misalnya sikap sangat setuju
terhadap kenaikan gaji PNS karena bermanfaat dalam
meringankan beban keluarga.
2. Fungsi pertahanan ego
Sikap dilakukan oleh individu dalam rangka melindungi diri
dari kecemasan atau ancaman harga dirinya. Contoh :
proyeksi yaitu si A sebenarnya benci sekali pada si B, tetapi
dikatakanlah bahwa si B lah yang membenci si A.
3. Fungsi nilai ekspresi
Sikap ini mengekspresikan nilai yang ada dalam individu.
Sistem nilai yang ada pada diri individu, dapat dilihat dari
sikap yang diambil oleh individu yang bersangkutan terhadap
nilai tertentu. Contoh: individu yang sudah menghayati
kebenaran ajaran agama maka sikapnya akan tercermin

9
dalam pikiran , tutur katanya ,dan perbuatan yang dibenarkan
oleh ajaran agamnya.
4. Fungi pengetahuan
Sikap ini membantu individu untuk memahami dunia yang
membawa keteraturan terhadap bermacam-macam informasi
yang perlu diasimilasikan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap
individu memiliki motif ingin tahu, ingin mengerti, dan ingin
banyak mendapat pengalaman dan pengetahua. Contoh :
sikap individu yang ingin mendalami bidang keperawatan
maka perilakunya akan ditunjukan pada hal tersebut.
5. Fungsi penyesuain sosial
Sikap ini membantu individu merasa menjadi bagian dari
masyarakat. Dalam hal ini, sikap yang diambil individu
tersebut akan dapat menyesuaikan dengan lingkungannya.
Contoh : sikap kita pada saat mengunjungi orang yang
terkena musibah, maka akan menunjukkan rasa empati yang
dalam.

2.4 Tingkatan Sikap


Menurut Notoatmodjo (1997) sikap memiliki 4 tingkatan dari yang
terendah hingga yang tertinggi yaitu :
1. Menerima (receiving)
Pada tingakatan ini individu ingin dan memperhatikan terus
suatu rangsangan ( stimulus) yang diberikan. Contoh : sikap
seorang ibu terhadap KB dapat dilihat dari kesediaan dan
perhatian ibu tersebut mengahadiri penyuluhan tentang KB.
Bagi ibu yang tidak peduli dengan KB tidak akan peduli
dengan penyuluhan tentang KB tersebut.
2. Merespons ( responding)

10
Pada tingkatan ini sikap individu dapat memberikan jawaban
apabila ditanya,mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang
diberikan. Contoh : seorang ibu yang merespons program KB.
Petugas kesehatan: “ Menurut ibu, apakah KB bermanfaat?”,
ibu menjawab “ sangat bermanfaat bagi kesehatan dan dapat
mengendalikan kelahiran”.
3. Mengahargai (valuing)
Pada tingkat ini sikap individu mengajak orang lain untuk
mengerjakan atau mendiskusikan sebuah masalah. Contoh :
seorang ibu nyang mengajak orang lain untuk pergi
menimbang putranya ke Posyandu atau mendiskusikan
tentang manfaat imunisasi.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Pada tingkat ini sikap individu akan bertanggung jawab dan
siap menanggung segala resiko atas segala sesuatu yang
telah dipilinya. Seorang ibu yakin bahwa KB sangat
bermanfaat bagi kesehatannya sehingga ia tetap menjadi
akseptor KB, walaupun mendapat tantangan dari orang lain.

2.5 Determinan sikap


Menurut Walgito(2010) ada 4 hal penting yang menjadi determinan (
faktor penentu) yaitu:
1. Faktor fisiologis
Faktor yang penting adalah umur dan kesehatan yang
menentukan sikap individu. Contoh: orang muda umumnya
bersikap kurang perhitungan dengan akal dibandingkan
dengan orang tua yng penuh dengan kehati-hatian. Orang
yang menderita sakit, memiliki sikap lebih sensitif
dibandingkan dengan orang sehat.
2. Faktor pengalaman langsung terhadap objek sikap

11
Pengalaman langsung yang dialami individu terhadap obyek
sikap bepengaruh terhadap sikap individu terhadap obyek
sikap tersebut. Contoh : individu yang pernah mengalami
peristiwa kerusuhan etnis akan bersikap negatif terhadap
kerusuhan. Pasien yang pernah dirawat dengan sangat baik
oleh seorang perawat akan menaruh sikap positif terhadap
perawat.
3. Faktor kerangka acuan
Kerangka acuan yang tidak sesuai dengan obyek sikap, akan
menimbulkan sikap yang negatif terhadap obyek tersebut.
Contoh : individu yang meyakini hubungan seksual dengan
pacar sebelum menikah adalah tidak sesuai dengan norma
masyarakat dan agama, oleh karena itu individu tersebut tidak
akan melakukan hal tersebut sebelum menikah.
4. Faktor komunikasi nasional
Informasi yang diterima individu akan dapat menyebabkan
perubahan sikap pada diri individu tersebut. Contoh : PNS
mendengar informasi dari TV bahwa mulai bulan depan gaji
akan naik 20% maka sikap PNS terhadap pemerintah positif.

2.6 Ciri sikap


Ciri sikap yang dikemukan oleh para ahli seperti Gerungan ( 1996),
Ahmadi (1999), Sarwono (2000), Walgito( 2001) pada hakikatnya
sama yaitu:
a. Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari (learnability)
dan dibentuk berdasarkan pengalaman dan latihan sepanjang
perkembangan individu dalam hubungan dengan obyek.
b. Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi
syarat sehingga dapat dipelajari.

12
c. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan dengan
obyek sikap.
d. Sikap dapat tertuju pada satu obyek ataupun dapat tertuju
pada suatu kumpulan obyek sikap.
e. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar.
f. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi sehingga
dapat membedakan dengan pengetahuan.
2.7 Faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perubahan sikap

Menurut Suryano (2004), sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi


dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman individu sepanjang
perkembangan selama hidupnya. Sebagai mahluk sosial,
pembentukan sikap manusia tidak lepas dari pengaruh interaksi
manusia satu dengan yang lain. Disamping itu manusia juga sebagai
makhluk individu sehingga sesuatu yang datang dari dalam dirinya
yang juga mempengaruhi pembentukan sikap.

1.Faktor internal
Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu. Dalam hal
ini individu menerima, mengolah, dan memilah segala sesuatu
yang datang dari luar, serta menentukan yang akan diterima dan
yang tidak. Hal yang diterima maupun tidak sangat berkaitan erat
dengan sesuatu yang ada dalam diri individu. Faktor individu
merupakan faktor penentu dalam pembentukan sikap.
2.Faktor eksternal
Faktor ini berasal dari luar individu, berupa stimulus untuk
membentuk dan mengubah sikap. Stimulus tersebut dapat bersifat
langsung, dapat juga bersifat tidak langsung yaitu melalui
perantara seperti : alat komunikasi dan media massa baik
elektronik maupun non elektronik. Contoh pengalaman yang
diperoleh individu, situasi yang dihadapi individu, norma dalam

13
masyarakat, hambatan, dan pendorong yang dihadapi individu
dalam masyarakat.

2.8 Pembentukan Sikap

Menurut Sarwono (2000) ada beberapa cara untuk membentuk


atau mengubah sikap individu yaitu :

1. Adopsi
Pembentukan sikap yang terjadi karena proses yang berulang-
ulang dan terus-menerus sehingga lama kelamaan secara
bertahap hal tersebut akan diserap oleh individu dan akan
mempengaruhi pembentukan serta perubahan sikap individu.
Contoh individu yang dibesarkan dalam keluarga yang sejak
kecil ditanamkan cara demokratis kemungkinan besar ia akan
bersikap menghargai perbedaan dan mengendapkan
musyawarah dalam menyelesaikan masalah.
2. Diferensiasi
Diferensiasi adalah cara pembentukan dan perubahan sikap
karena sudah dimilikinya pengetahuan, pengalaman,
intelegensi, dan bertambahnya umur. Contoh seorang anak
yang pada mulanya takut terhadap semua orang yang buykan
dari keluarganya berangsur-angsur akan menilai orang yang
baik dan orang yang jahat sehingga mulai dapat bermain
dengan orang yang disukainya.
3. Integrasi
Integrasi merupakan suatu cara pembentukan dan perubahan
sikap yang terjadi secara bertahap diawali dengan bermacam-
macam pengetahuan dan pengalamannya yang berhubungan
dengan obyek sikap tertentu sehingga pada akhirnya akan
terbentuk sikap terhadap obyek tersebut. Contoh ibu yang

14
sering mengikuti penyuluhan KB, sering membaca surat kabar,
dan majalah tentang KB lama kelamaan ia akan bersikap
positif terhadap KB.
4. Trauma
Trauma adalah cara pembentukan dan perubahan sikap
karena kejadian secara tiba-tiba dan mengejutkan sehingga
meninggalkan kesan mendalam dalam diri individu tersebut.
Kejadian tersebut akan membentuk dan merubah sikap
individu terhadap kejadian sejenis.
5. Generalisasi
Generalisasi adalah suatu cara pembentukan dan perubahan
sikap karena pengalaman traumatik pada diri individu terhadap
hal tertentu, dapat menimbulkan sikap negatif terhadap semua
hal yang sejenis dan sebaliknya. Contoh pengalaman seorang
pasien yang mendapat perawatan yang tidak baik dari seorang
perawat maka sikap pasien tersebut akan negatif terhadap
semua perawat.
Perubahan sikap

Ada beberapa metode untuk mengubah sikap, namun harus

dicatat bahwa banyak perubahan sikap terjadi tanpa ada intervensi

dari atau oleh seseorang. Dinamikanya mungkin tidak jauh berbeda

dengan perubahan yang tidak disengaja. Menurut Azwar (1995) cara

yang sering dilakukan untuk mengubah sikap.

1. Komunikasi persuasive

Komunikasi sebagai salah satu bagian terpenting dalam

interaksi sosial tentunya juga akan menimbulkan pengaruh-

pengaruh sosial. Salah satu dari pengaruh sosial tersebut adalah

15
perubahan sikap, terutama bagi penerima informasi. Tidak setiap

komunikasi bisa menimbulkan perubahan sikap. Untuk bisa

mengubah sikap, masalah mendasar yang harus ada adalah

penerimaan isi komunikasi. Secara keseluruhan faktor-faktor

yang mempengaruhi keberhasilan komunikasi, terutama

komunikasi persuasif adalah komunikator, isi komunikasi dan

situasi, serta penerima.

Hal penting dari komunikator yang harus diperhatikan adalah

karakteristik komunikator, makin tinggi kredibilitasnya makin besar

kemungkinannya dapat mengubah sikap. Kredibilitas komunikator

ditentukan oleh.

a. Tingkatan keahlian (level of expertise).

Kompetensi dan keahlian menambah nilai dari

komunikator, sebab pesan yang disampaikan biasanya lebih

nalar.

b. Motivasi dan intensi komunikator


Contoh pelawak yang menyerukan "sukseskan pemilu"

terasa kurang bermotivasi dan bersungguh-sungguh dari pada

bila hal serupa disampaikan oleh pihak berwenang.

c. Daya tarik

16
Orang yang memiliki daya tarik tinggi biasanya makin

disukai. Orang yang disukai oleh audience akan lebih mudah

mengubah sikap. Di samping itu, orang yang menarik cenderung

diimitasi, termasuk juga sikap-sikapnya. Konsep ini banyak

digunakan dalam bidang politik dan periklanan.

Dari isi komuniksai dan situasi, yang paling penting adalah

jarak antara komunikator dengan audience yang tercermin dalam

materi komunikator. Makin lebar jaraknya berarti menuntut

perubahan sikap yang makin drastis. Di lain pihak, bila isi komunikasi

dipaksakan maka akan terjadi efek bumerang yang pada akhirnya

akan terjadi penolakan. Jarak perbedaan sikap bisa dilihat dengan

pemahaman teori penilaian sosial, bahwa sikap seseorang tidak

pada satu titik tertentu tetapi pada satu rentangan. Makin beasr

rentangannya maka makin fleksibel orangnya. Faktor lain yang

sangat erat hubungannya dengan isi komunikasi adalah setting.

Suatu isi komunikasi akan lebih efektif bila disampaikan pada saat

yang tepat.

Dari Penerima pesan dapat diketahui bahwa orang yang

mempunyai harga diri dan kepercayaan diri- tinggi yang berlebihan

biasanya sulit diubah sikapnya karena menurutnya keputusan yang

diambil telah benar-benar sesuai dan tepat daripada mereka yang

memiliki harga diri rendah. Faktor lain yang harus diperhatikan

17
adalah mood penerima pesan. Dengan mood yang baik perubahan

sikap makin besar kemungkinan terjadi. Perhatian penerima pesan

pada saat berlangsung komunikasi juga amat penting. Dalam

keadaan terpecah perhatiannya komunikasi yang sederhana bisa

efektif sedangkan komunikasi yang rumit sama sekali tidak efektif.

2. Congrutity Theory

Teori ini berlaku apabila ada pernyataan dari sumber tentang suatu

obyek. Pernyataan yang dikemukakan bisa menggambarkan

associative bond (pernyataan positif, setuju) maupun dissociative

bond (menunjukkan ketidak sukaan atau pernyataan negatif). Suatu

keadaan dikatakan congruence (selaras) bila sumber dan konsep

dihubungkan oleh associative bond dan memiliki penilaian yang

sama, atau sebaliknya.

Konsistensi Sikap denga Perilaku

Sikap dinyatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respons

hanya akan timbul jika individu dihadapkan pada suatu stimulus yang

menghendaki adanya reaksi individual. Azwar (1995)

mengemukakan khususnya pada manusia dan pada berbagai

spesies hewan umumnya memang terdapat bentuk-bentuk perilaku

instinktif (species specific behavior) yang di dasari oleh kodrat untuk

mempertahankan kehidupan.

18
Dalam uraian mengenai konsistensi sikap dan perilaku, bentuk

perilaku instinktif yang demikian tidak dibicarakan. Beberapa bentuk

perilaku abnormal yang terjadi pada penderita abnormalitas ataupun

orang-orang yang sedang berada dalam ketidaksadaran akibat

pengaruh obat-obatan, minuman keras, situasi hypnosys, serta

situasi-situasi emosional yang sangat menekan. Sikap selalu

dihubungkan dengan perilaku yang berada dalam batas wajar dan

normal yang merupakan respons atau reaksi terhadap lingkungan

sosial. Telah dinyatakan bahwa sikap sebagai suatu respons

evaluatif yang berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai

sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu

yang memberikan kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai

baik-buruk, positif-negatif, menyenangkan-tidak menyenangkan yang

kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap.

Hasil penelitian menunjukkan adanya indikasi hubungan yang kuat

antara sikap dan perilaku, reviu Wicker (dalam Baron dan Byrne,

1991; Brannon et.al., 1973) dan DeFleur dan Westie (dalam Alle,

Guy, dan Edgley, 1980). Hasil penelitian lainnya menunjukkan

betapa lemahnya hubungan antara sikap dengan perilaku antara lain

LaPiere, Greenwald (dalam Baron dan Byrne, 1991). Di Indonesia

hasil penelitian Abdullah dan Sudjarwo menemukan bahwa para

siswa SMA di provinsi Lampung memiliki sikap yang positif terhadap

19
profesi guru akan tetapi ternyata mereka tidak berminat dan tidak

ingin bekerja sebagai guru (Abdullah dan Sudjarwo, 1993).

Hasil-hasil penelitian tentang hubungan antara sikap dan

perilaku memang belum konklusif. Disatu sisi ada hasil penelitian

yang menemukan adanya hubungan yang sangat lemah bahkan

negatif, sedangkan sebagian penelitian lainnya menemukan adanya

hubungan yang meyakinkan . Dalam hubungannya dengan hasil

penelitian yang kontradiktif ini Warner dan DeFleur (dalam Allen,

Guy, dan Edgley, 1980) menguraikan tiga postulat yaitu postulat

konsistensi (postulate of consistency), postulat variasi independen

(postulate of independent variation), dan postulat konsistensi

tergantung (postulate of contingent).

1.Postulat Konsistensi

Postulat konsistensi menyatakan sikap verbal merupakan

indikasi yang cukup akurat untuk memprediksi perilaku yang akan

dilakukan oleh seseorang jika dihadapkan pada obyek sikap.

Postulat konsistensi berasumsi adanya hubungan langsung antara

sikap dan perilaku. Bukti yang mendukung postulat konsistensi dapat

diketahui ada pola perilaku individu yang memiliki sikap ekstrim

cenderung berprilaku yang didominasi oleh keekstriman sikapnya itu,

20
sedangkan mereka yang sikapnya lebih moderat akan berperilaku

yang lebih didominasi oleh faktor-faktor tertentu:

Worchel dan Cooper (1983) akhirnya menyimpulkan bahwa

sikap dan perilaku bisa konsisten apabila ada kondisi sebagai berikut

A. Spesifikasi sikap dan perilaku

Sering terjadi pengukuran sikap terhadap suatu objek atau

topik yang spesifik dikenakan untuk memprediksi obyek

yang lebih luas. Misalnya pengukuran tentang sikap

terhadap alat kontrasepsi pil yang menunjukkan skor

tinggi tidak bisa untuk memprediksi prilakunya dalam

penggunaan berbagai jenis alat kontrasepsi. Sikap

tersebut hanya besar korelasinya dengan prilaku

penggunaan pil, tidak dengan alat kontrasepsi lain.

B. Relevansi sikap terhadap perilaku

Di samping spesifikasi harus ada pula relevansi antara

sikap dengan perilaku. Adanya kejelasan relevansi antara

keduanya, sebab kalau hanya sekedar relevansi, dua hal

menjadi tampak relevan tetapi kadarnya rendah.

Ketiadaan dan rendahnya relevansi antara sikap dengan

21
perilaku sering menjadi penyebab ketidak konsistenan

sikap dengan prilaku.

C. Tekanan normative

Sikap yang positif terhadap pengguguran akan terhambat

muncul dalam bentuk perbuatan karena lingkungan sosial

menganggap bahwa perilaku tersebut menyimpang dari

norma. Di lain pihak dengan adanya legalisasi

pengguguran maka dapat diprediksi tidak akan

mengahambat perilaku tersebut.

D. Pengalaman.

Orang yang terlibat dalam suatu pengalaman tertentu

akan lebih mudah memahami segala persoalan. Dengan

adanya pemahaman tersebut ia akan segera mengambil

sikap yang paling sesuai dengan keadaannya, dan

operasionalisasi dari sikap tersebut dalam bentuk

perbuatan sudah ikut dalam membuat pertimbangan.

2. Postulat Variasi Independen

Postulat ini menyatakan tidak ada suatu alasan untuk

menyimpulkan bahwa sikap dan perilaku berhubungan secara

konsisten. Sikap dan perilaku merupakan dua elemen dalam diri

individu yang berdiri sendiri, terpisah, dan berbeda. Mengetahui

22
sikap bukanlah berarti dapat memprediksi perilaku seseorang. Hasil

studi klasik yang sangat terkenal yang dilakukan oleh LaPierre

(1934). la mengirim surat kepada banyak pemilik hotel dan restoran

yang ada di Amerika Serikat yang menanyakan: apakah mereka mau

menerima tamu orang Cina. Diantara mereka 91% mengatakan tidak

dan sisanya mengatakan belum tentu atau tergantung pada

keadaan. Setelah menerima balasan surat-suratnya, LaPaierre dan

sepasang suami-istri orang Cina bepergian keliling Amerika sejauh

kurang lebih 1600 kilo meter mendatangi 250 restoran dan hotel

yang ada.Ternyata dari kunjungannya itu LaPierre dan kedua orang

Cina tersebut hanya mengalami penolakan sekali saja. LaPierre

menganggap surat balasan pemilik restoran dan hotel sebagai

indikator sikap dan penerimaan atau penolakan sewaktu mereka

betul-betul datang sebagai indikator perilaku. Dapat disimpulkan

bahwa peristiwa itu menunjukkan adanya inkonsistensi antara sikap

dan perilaku. Penelitian LaPierre ini mendapat banyak kritik, tetapi

tetap merupakan penelitian perintis yang begitu penting artinya

dalam memberikan petunjuk tentang konsistensi sikap dan perilaku

3.Postulat Konsistensi Tergantung

Hubungan sikap dan perilaku sangat ditentukan oleh faktor-

faktor situasional tertentu. Norma, peranan, keanggotaan kelompok,

kebudayaan merupakan sejumlah kondisi ketergantungan yang

23
dapat mengubah hubungan sikap dan perilaku, oleh karena itu

prediksi perilaku dapat disandarkan pada sikap berbeda dari waktu

ke waktu dan dari satu keadaan ke keadaan lainnya. Postulat ini

merupakan postulat yang paling masuk akal dan paling berguna

dalam menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku. Kondisi,

waktu, dan situasi saat seseorang tersebut harus mengekspresikan

sikapnya merupakan sebagian dari determinan-determinan yang

sangat berpengaruh terhadap konsistensi antara sikap dengan

perilaku. Seseorang dalam keadaan yang betul-betul bebas dari

berbagai bentuk tekanan atau hambatan yang dapat mengganggu

ekspresi sikapnya maka dapat diharapkan bahwa bentuk perilaku

yang muncul merupakan ekspresi sikap yang sebenarnya.Sebaliknya

seseorang yang merasakan adanya hambatan yang dapat

mengganggu kebebasannya dalam menyatakan sikap yang

sesungguhnya atau jika individu merasakan adanya ancaman fisik

maupun ancaman mental yang dapat terjadi pada dirinya sebagai

akibat pernyataan sikap yang hendak dikemukakannya maka yang

diekspresikan oleh individu sebagai perilaku lisan atau perilaku itu

sangat rnungkin tidak sejalan dengan hati nuraninya, bahkan sangat

bertentangan dengan nilai yang dianutnya sebagai suatu keyakinan.

Contoh dalam bentuk perilaku sederhana, ketika ditawari minuman,

biasanya sikap suka atau tidak suka terhadap minuman tersebut

24
sudah bisa menjadi faktor penentu untuk mengatakan ya dan

menerima minuman itu atau mengatakan tidak jika kita tidak

menerimanya. Dalam situasi lingkungan agak berubah menjadi lebih

kompleks seperti saat sedang haus dan ditawari minuman yang

disukai seharusnya mengatakan ya dan menerima dengan senang

hati, namun disadari bahwa tawaran itu hanya sekedar basa basi

maka sangat mungkin menolak meskipun penolakan itu

bertentangan dengan sikapnya terhadap minuman tersebut. Dalam

keadaan demikian norma sub yektif lebih berperanan menentukan

bentuk perilaku dibandingkan dengan sikap yang dimiliki. Menarik

kesimpulan tentang sikap seseorang tidaklah mudah bahkan dapat

menyesatkan jika dilihat langsung dari bentuk perilakuyang kelihatan

saja. Infrensi tentang sikap harus didasarkan atas fenomena yang

dapat diamati, dicatat, dan diukur.

Pengukuran Sikap

Upaya pengukuran sikap di dorong oleh suatu artikel yang

ditulis oleh Louis Thurstone di tahun 1928 yang berjudul Attitudes

can Be Measured dan sampai sekarang telah lebih dari 500 macam

metode pengukuran sikap yang ada (Fishbein dan Ajzen dalam

Brehm dan Kassin, 1990). Menurut Azwar (1995) ada beberapa

metode pengungkapan sikap yang secara historik telah dilakukan.

Merode tersebut diantaranya:

25
1. Observasi perilaku

Seseorang yang menampakkan perilaku yang konsisten

seperti seseorang yang tidak pernah mau diajak nonton film

Indonesia, bukankah boleh berkesimpulan bahwa ia tidak menyukai

film Indonesia? Orang lain yang selalu memakai baju berwarna

merah, bukankah menunjukkan sikapnya terhadap warna merah?

Untuk mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu dapat dengan

memperhatikan perilakunya karena perilaku merupakan satu

diantaranya indikator sikap seseorang, namun perilaku menjadi

indikator yang baik bagi sikap jika sikap berada dalam posisi ekstrim.

Perilaku tertentu bahkan terkadang sengaja ditampakkan untuk

menyembunyikan sikap yang sebenarnya.Seseorang yang

meneriakkan dukungan pada suatu golongan atau partai yang

sedang kampanye pemilu, jangan disangka bahwa ia pasti suka

pada golongan atau partai tersebut. la berperilaku seperti itu justru

hanya untuk menutupi rasa tidak sukanya pada golongan tersebut

dan menghindar dari kemungkinan dipukuli oleh peserta kampanye

yang sedang emosional. Jadi perilaku yang diamati dapat saja

menjadi indikator sikap dalam konteks situasional tertentu, akan

tetapi interpretasi sikap harus lebih hati-hati jika hanya didasarkan

dari pengamatan terhadap perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang

2.Penanyaan Langsung

26
Wajar jika banyak yang beranggapan bahwa sikap seseorang

dapat diketahui dengan menanyakan langsung pada yang

bersangkutan. Misalnya apakah anda suka film Indonesia?. Asumsi

yang mendasari metode penanyaanlangsung guna mengungkap

sikap, pertama adalah asumsi bahwa individu merupakan orang

yang paling tahu mengenai dirinya sendiri dan kedua adalah asumsi

keterusterangan bahwa manusia akan mengemukakan secara

terbuka sesuatu yang dirasakannya. Dalam metode ini jawaban yang

diberikan oleh mereka yang ditanya dijadikan indikator sikap mereka.

Edwards (1957) mengemukakan telaah mendalam dan hasil-hasil

penelitian telah merunruhkan asumsi tersebut. Temyata orang akan

mengemukakan pendapat dan jawaban yang sebenarnya secara

terbuka jika situasi dan kondisi memungkinkan. Ini berarti bahwa

situasi dan kondisi memungkinkannya untuk mengatakan hal yang

sebenarnya tanpa rasa takut terhadap konsekuensi langsung

maupun tidak langsung yang dapat terjadi. Dalam situasi tanpa

tekanan dan bebas dari rasa takut, serta tidak terlihat adanya

keuntungan untuk mengatakan lain, barulah seseorang cenderung

memberikan jawaban yang sebenarnya sesuai dengan yang

dirasakannya.

3. Pengungkapan Langsung

27
Versi metode penanyaan langsung adalah pengungkapan langsung

secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan aitem

tunggal maupun dengan menggunakan aitem ganda (Ajzen, 1988).

Prosedur pengungkapan langsung dengan aitem tunggal sangat

sederhana. Responden diminta menjawab langsung suatu

pernyataan sikap tertulis dengan memberi tanda seruju atau tidak

setuju. Penyajian dan pemberian responsnya yang dilakukan secara

tertulis memungkinkan individu untuk menyatakan sikap secara lebih

jujur bila ia tidak perlu menuliskan nama atau identitasnya.

Pengungkapan langsung dengan menggunakan aitem ganda adalah

teknik diferensi. Menurut Osgood dan Tannenbaum (1975) teknik

diferensi semantik dirancang untuk mengungkap afek atau perasaan

yang berkaitan dengan obyek sikap. Diantara banyak dimensi yang

berkaitan dengan sikap yang paling utama adalah dimensi evalusi,

dimensi potensi, dan dimensi aktivitas. Dimensi ini disajikan dengan

menggunakan sepasang kata sifat yang bertentangan satu sama

lain. Contoh pasangan kata sifat untuk dimensi evaluasi antara lain

baik-buruk , cantik-jelek, yang menekankan nilai kebaikan. Contoh

pasangan kata sifat untuk potensi antara lain adalah kuat-lemah,

berat-ringan. Contoh pasangan kata sifat untuk dimensi aktivitas

antara lain adalah cepat-lambat, aktif-pasif. Dengan memilih dimensi

dan kata sifat yang relevan dengan obyek sikap, kita dapat

28
meletakkan pasangan kata sifat itu pada suatu kontinum tujuh titik

sebagai berikut.

Menyenangkan :........:........:........:..............: menyusahkan

merugikan :........:........:........:.........: menguntungkan

buruk :........:.........:.......:.........:.......:.......: baik

bersih :........:.........:........:...............:.......: kotor

4. Skala Sikap

Metode pengungkapan sikap dalam bentuk self report yang hingga

kini dianggap sebagai paling dapat diandalkan adalah dengan

menggunakan daftar pernyataan-pernyataan yang harus di jawab

oleh individu yang disebut sebagai skala sikap. Respons subyek

pada setiap pernyataan itu kemudian dapat disimpulkan arah dan

intensitas sikap seseorang. Pada beberapa bentuk skala dapat pula

diungkap mengenai keleluasaan serta konsistensi sikap.

Penyusunan skala sikap sebagai instrumen pengungkapan sikap

individu atau kelompok bukanlah hal yang mudah. Sebesar apapun

usaha yang dicurahkan dalam penyusunan skala sikap, tetap saja

terdapat celah kelemahan yang menjadikan skala itu kurang

berfungsi semestinya sehingga tujuan pengungkapan sikap yang

diinginkan tidak seluruhnya tercapai. Sifat skala sikap adalah isi

29
pernyataannya yang dapat berupa pernyataan langsung yang jelas

tujuan ukurnya dan dapat pula berupa pernyataan tidak langsung

yang tampak kurang jelas tujuan ukurnya bagi responden.

Pernyataan sikap yang diperoleh dari suatu skala sikap merupakan

indikator sikap yang paling dapat diandalkan, namum tidak berarti

bahwa skala ini selalu dapat dipercaya sepenuhnya dan selalu dapat

dengan jitu mencerminkan sikap yang sebenarnya mengingat

adanya berbagai faktor yang menghambat penerjemahan sikap

individu yang sebenarnya ke dalam pernyataan-pernyataan yang

terdiri atas kalimat-kalimat

yang maknanya terbatas. Faktor itu diantaranya terbatasnya

keleluasaan individu dalam mengomunikasikan sikapnya, istilah yang

tidak mudah dicerna, tidak mampu mengungkap kompleksitas dari

sikap individu yang sebenarnya, adanya kekeliruan, subyektifitas

hasrat dan keinginan pribadi, dan situasi interviu. 5.Pengukuran

Terselubung

Metode pengukuran terselubung sebenarnya berorientasi

kembali ke metode observasi perilaku yang telah dikemukakan

sebelumnya, tetapi bedanya sebagai obyek pengamatan bukan lagi

perilaku yang tampak yang disadari atau sengaja dilakukan oleh

seseorang melainkan reaksi-reaksi fisiologis yang terjadi di luar

kendali orang yang bersangkutan. Sampai batas tertentu memang

30
kita dapat menafsirkan perasaan seseorang dari pengamatan atas

reaksi wajah, nada suara, gerak tubuh dan dari beberapa aspek

perilakunya. Sudah lama para peneliti mencoba mengungkap sikap

dari perilaku internal yang lebih sulit dikendalikan oleh individu

seperti keluarnya keringat (Rankin dan Campbell, 1965). Hasilnya

sama saja, reaksi demikian memang mencerminkan intensitas sikap

seseorang terhadap suatu obyek tetapi tidak menggambarkan arah

sikapnya positif atau negatif. John Cacioppo dan Richard petty

(dalam Brehm dan Kassin, 1990) menemukan teknik pengukuran

fisiologis yang lebih akurat yang disebut facial electromyograph

(EMG). Kontraksi otot-otot wajah sewaktu tersenyum berbeda

dengan sewaktu sedih atau marah. Dengan EMG dapat diketahui

kontraksi otot wajah sehingga dapat pula diketahui seseorang dalam

keadaan suka atau tidak. Kontraksi yang terjadi sewaktu seseorang

dihadapkan pada obyek sikap, dapat diketahui jika orang tersebut

bersikap positif atau negatif terhadap obyek tersebut. EMG tidak

hanya dapat merekam arah sikap tetapi dapat juga merekam

intensitas sikap seseorang.

31
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sikap atau attitude adalah evaluasi dari individu yang meliputi


afeksi, kognisi dan konasi berupa respons tertutup terhadap suatu
stimulasi ataupun obyek tertentu. Sikap itu tergantung subyektivitas
individu yang bersangkutan. Strukstur sikap terdiri dari tiga
komponen yaitu komponen kognitif, komponen afektif, dan
komponen konatif. Dalam sikap juga terdapat berbagai fungsi
seperti fungsi instrumental, fungsi pertahanan ego, fungsi nilai
ekspresi, fungsi pengetahuan, fungsi penyesuaian sosia. Sikap
juga terdiri dari beberapa tingakatan sikap,determinan sikap,ciri
sikap,faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perubahan
sikap,pembentukan sikap,perubahan sikap, konsistensi sikap dan
perilaku dan pengkuran sikap. Sikap yang dilakukan oleh setiap
individu sangatlah berpengaruh terhadap perilaku individu.
Pengaruh tersebut terletak pada individu sendiri terhadap respons
yang ditangkap, kecendrungan individu untuk melakukan tindakan
dipengaruhi oleh berbagai faktor bawaan dan lingkungan sehingga
menimbulkan tingkah laku.

3.2 Saran

semoga dengan adanya makalah ini yang membahas tentang sikap


bisa lebih mengontrol sikap yang ada dalam diri kita sendiri dan lebih
memahami karakter diri sendiri untuk menjadi diri yang lebih baik lagi
dari sebelumnya.

32
DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, R.L., Atkinson R.C, Smith E.E, dan Bem D.J. 2012.
Pengantar Psikologi. Jilid II. Edisi II. Batam Center : Interaksa

Azwar, Saifuddin.2009. Sikap Manusia Teori dan


Pengukurannya.Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Sri Utami Rahayuningsih.2008.Sikap (Attitude) (online)


http:/www.Attitude,Dunia Psikologi.com diakses 11 november
2016

Sari W.K.2014.Psikologi Keperawatan.Jakarta:CV Trans Info Medis

Suharyat Yayat, Nov 2010,” Hubungan antara sikap, minat dan


perilaku manusia”,ejournal-
unisma.Vol2,No1,http:www.ejournal-
unisma.net/ojs/index.php/regional/article/view/489,11
November 2016

33

Anda mungkin juga menyukai