PENDAHULUAN
Trauma adalah cedera mekanik yang disebabkan gaya eksternal. Setiap pasien
trauma memerlukan diagnosis dan penanganan yang segera oleh tim multidisiplin
yang didukung oleh peralatan yang memadai untuk mengurangi atau
mengeliminasi resiko kematian atau kecacatan. Salah satu jenis trauma yang
memiliki insiden yang cukup tinggi dan memerlukan penanganan khusus dan
intensif adalah luka bakar. 1
Luka bakar dapat disebabkan oleh cedera langsung oleh api, listrik, zat kimia yang
mengenai jaringan kulit, mukosa ataupun jaringan yang lebih dalam dengan
mekanisme cedera, penanganan dan prognosis yang berbeda-beda tergantung dari
penyebab dari luka bakar itu sendiri dengan atau tanpa komplikasi. Luka bakar
oleh karena api akan menyebabkan kerusakan jaringan melalui proses koagulasi
nekrosis sedangkan luka bakar oleh listrik dan zat kimia menyebabkan kerusakan
jaringan melalui proses destruksi membran sel.1,2
Luka bakar adalah suatu trauma yang membutuhkan perawatan yang intensif dan
multidisiplin karena luka bakar dapat menyebabkan kecacatan dan terutama
kematian pada penderita. Penyebab kematian pada pasien luka bakar dapat
diakibatkan oleh trauma inhalasi, sepsis,dan syok hipovolemik. Penyebab
kematian yang utama pada luka bakar adalah trauma inhalasi (12%) karena dapat
langsung menyebabkan gangguan perfusi oksigen ataupun sumbatan jalan nafas
yang berujung pada kematian selain tentunya karena kegagalan multiorgan dan
infeksi sekunder yang yang umumnya terjadi pada pasien dengan luka bakar yang
luas dan dengan pasien yang tidak mendapatkan perawatan yang adekuat.1,3,4
Setiap tahunnya di Amerika Serikat dilaporkan sekitar dua juta sampai tiga juta
penderita luka bakar dengan jumlah kematian lima ribu sampai enam ribu
kematian pertahun, sedangkan di Indonesia belum ada laporan tertulis tentang
insiden luka bakar. Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo Jakarta pada tahun 1998
1
di laporkan 107 kasus luka bakar yang dirawat, dengan angka kematian 37,38 %,
sedangkan di Rumah Sakit Dr.Soetomo Surabaya pada tahun 2000 dirawat 106
kasus luka bakar dengan angka kematian 26, 41 %. Oleh karena tingginya insiden
dari luka bakar,maka penanganan awal dan juga perawatan yang intensif saat di
rumah sakit akan sangat berperan dalan menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas yang disebabkan oleh luka bakar.5
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Trauma akut yang disebabkan oleh panas, arus listrik atau bahan kimia yang
mengenai kulit, mukosa dan jaringan lebih dalam.5
2.2. Epidemiologi
Berdasarkan penyebab luka bakar, luka bakar dibedakan atas beberapa jenis
penyebab, antara lain :
1. Luka bakar karena api
2. Luka bakar karena air panas
3. Luka bakar karena bahan kimia
4. Luka bakar karena listrik, petir dan radiasi
5. Luka bakar karena sengatan sinar matahari.
6. Luka bakar karena tungku panas/udara panas
7. Luka bakar karena ledakan bom.
3
2.4. Patofisiologi
Proses dasar yang terlibat dalam trauma luka bakar merupakan reaksi inflamatorik
lokal dan sistemik yang hasil akhirnya adalah perpindahan cairan intravaskuler ke
dalam ruang intersisial. Hal ini terjadi akibat perubahan permeabilitas kapiler
karena pelepasan mediator inflamasi seperti histamin, serotonin, prostaglandin,
produk platelet, komplemen. Proses ini terjadi pada area yang mengalami luka
bakar dan sebagian area di sekitarnya. Aktivasi dari neutrofil, makrofag dan
limfosit yang melepaskan mediator-mediator inflamasi tersebut yang
menyebabkan perubahan permeabilitas kapiler baik secara lokal maupun
sistemik.2
Pada pasien dengan luka bakar yang mencapai 15%-20% luas permukaan tubuh
pasien akan mengalami syok apabila pasien tidak mendapat resusitasi cairan yang
adekuat. 6-12 jam setelah terjadinya luka bakar permeabilitas kapiler akan mulai
pulih, hal ini menyebabkan berkurangnya kebutuhan pada resusitasi cairan yang
diimplementasikan dalam berbagai rumus resusitasi cairan pada pasien luka
bakar.2
Pada fase ini, secara teoritis pemberian adjuvan koloid untuk resusitasi akan
membantu mengurangi edema.
4
Gambar 1. Patofisiologi Gagal Multi Organ Pada Luka Bakar
Diutip dari : http://www. Artanto.com.
5
2.5. Klasifikasi Luka Bakar
6
Gambar 2. Klasifikasi Luka Bakar
Dikutip dari :http://www. EIDCP.com.
7
- Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak.
- Luka bakar derajat III 10 % atau lebih
2.6. Indikasi Perawatan Intensif pada Pasien dengan Luka Bakar 1,3,4
Pasien yang memenuhi kriteria dibawah ini juga dapat mendapat perawatan
di rumah sakit
Luka bakar derajat II yang kurang dari 10% dari luas permukaan
tubuh
Pasien dengan luka bakar pada area yang tidak beresiko tinggi
8
2.7. Penatalaksanaan Pasien dengan Luka Bakar
C. Bantuan Sirkulasi
9
Pada pasien dengan trauma inhalasi yang banyak menghirup CO2 dan
pasien dengan luka bakar akibat listrik diperlukan jumlah resusitasi
cairan yang lebih banyak dari jumlah resusitasi cairan pasien luka bakar
yang tidak disertai trauma inhalasi ataupun pasien luka bakar yang tidak
disebabkan oleh listrik.
2.7.3. Anamnesis
A. Penatalaksanaan awal
Bersihkan luka dengan gauze yang dibasahi dengan cairan fisiologis
Bersihkan kulit-kulit yang terkelupas
Berikan agen topikal (basitracin, gentamycin, silver sulfadiazine atau agen
topikal lainnya)
Tutup luka dengan dressing yang kering
Berikan tetanus profilaksis 1,5
10
B. Penatalaksanaan Khusus
Debridement luka dengan anastesi umum lalu diberi dressing tulle dengan
agen topikal silver sulfadiazine dan dibungkus dengan kasa steril yang
tebal lalu dibuka setelah 5 hari.
Escharotomi atau fasciotomi dengan pasien yang mengalami kompartemen
sindrom
Skin graft pada pasien dengan luka bakar yang berat dan pada area tubuh
yang terbuka 1,5
Pada pasien dengan luka bakar yang berat akan terjadi perubahan
permeabilitas kapiler yang akan diikuti dengan ekstravasasi cairan (plasma
protein dan elektrolit) dari intravaskuler ke jaringan intersisial mengakibatkan
terjadinya hipovolemik intravaskuler dan edema interstisial. Keseimbangan
tekanan hidrostatik dan onkotik terganggu sehingga sirkulasi kebagian distal
terhambat yang akan menyebabkan gangguan perfusi sel . 1,2,5
Pada luka bakar yang berat dengan perubahan permeabilitas kapiler yang
hampir menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial
menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami
defisit sehingga timbul gangguan proses transportasi oksigen ke jaringan.
Keadaan ini dikenal dengan sebutan syok. Syok yang timbul harus diatasi dalam
waktu singkat, untuk mencegah kerusakan sel dan organ bertambah parah, sebab
syok secara nyata bermakna memiliki korelasi dengan angka kematian. 2,5
11
laktat), hipotermi dipersingkat dan koagulatif diperkecil kemungkinannya,
ketiganya diketahui memiliki nilai prognostik terhadap angka mortalitas.5
Pada penanganan perbaikan sirkulasi pada luka bakar dikenal beberapa formula
berikut :
- Evans Formula
- Brooke Formula
- Baxter Formula 5
BAXTER formula
Hari Pertama :
Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24 jam
Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3
2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.
½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.
½ diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua
Dewasa : ½ hari I
Anak : diberi sesuai kebutuhan faali
12
Gambar 3. Rule of Nine
Obat – obatan:
Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam sejak kejadian.
Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman dan sesuai
hasil kultur.
Analgetik : penatalaksanaan nyeri pada pasien dengan luka bakar adalah
dengan pemberian analgetik golongan opioid dan NSAID
Antasida : pemberian antasida diperlukan untuk mengurangi stress
pada lambung akibat pemberian NSAID.
Antioksidan : vitamin C 66 mg/kgBB/jam dalam 24 jam pertama 2,6
13
2.7.8. Monitoring Penderita Luka Bakar 5
A. Survei primer : Pada waktu penderita datang ke Rumah sakit, harus dinilai
dan dilakukan penanganan untuk mengamankan jalan nafas, memberikan
bantuan nafas dan memberikan bantuan sirkulasi. Penderitaluka bakar dapat
pula mengalami trauma toraks atau mengalami pneumotoraks.
14
2. Vital sign
Monitoring dan pencatatan tekanan darah, respirasi, nadi, dan suhu tubuh
pasien untuk menilai keadaan fungsi vital pasien.
Analisis gas darah dilakukan untuk menilai keadaan asam basa pasien. Pada
pasien luka bakar khususnya dengan trauma inhalasi dapat ditemukan adanya
respirasi asidosis yang ditandai dengan penurunan pH, peningkatan pCO2, dan
peningkatan kadar HCO3- .
4. Perfusi perifer
5. Laboratorium
a. serum elektrolit
b. plasma albumin
c. darah lengkap
d. urine sodium
e. elektrolit
f. liver function test
g. renal function tes
h. total protein / albumin
i. pemeriksaan lain sesuai indikasi
6. Penilaian keadaan paru
Pemeriksaan kondisi paru perlu diobservasi tiap jam untuk mengetahui adanya
15
7. Penilaian gastrointestinal.
mengetahui bising usus dan pemeriksaan sekresi lambung. Adanya darah dan
pH kurang dari 5 merupakan tanda adanya Culing Ulcer.
Bila dilakukan perawatan tertutup, dinilai apakah kasa basah, ada cairan
berbau atau ada tanda-tanda pus maka kasa perlu diganti. Bila bersih
perawatan selanjutnya dilakukan 5 hari kemudian.
16
2.8.2. Gejala Klinis trauma Inhalasi 5,8-10
Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada penderita luka bakar bila kita
mendapati keadaan berikut :
1. Riwayat terjebak dalam rumah atau ruangan yang terbakar
2. Sputum tercampur arang
3. Luka bakar perioral, hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.
4. Penurunan kesadaran.
5. Tanda distress napas, rasa tercekik, tersedak, malas bernapas dan
adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokan
(iritasi mukosa)
6. Sesak atau tidak ada suara.
Pada fase awal → kerusakan saluran napas akibat efek toksik yang
langsung terhirup
Pada fase lanjut → edema paru dengan terjadinya hpoksemia progresif
→ARDS
17
2. Analisis Gas Darah
PaO2 yang rendah (kurang dari 10 kPa pada konsentrasi oksigen 50%, FiO2 =
0,5) mencurigakan adanya trauma inhalasi. PaO2 biasanya normal pada fase
awal, tetapi dapat meningkat pada fase lanjut.
Pada luka bakar yang luas atau trauma inhalasi dapat terjadi respiratori
asidosis yang ditandai dengan peningkatan pCO2 dan HCO3- dan penurunan
pH.
3. Foto toraks biasanya menunjukkan gambaran normal pada fase awal.
4. Bronkoskopi
Bila terdapat sputum berarang, edema mukosa, adanya bintik – bintik
pendarahan dan ulserasi memastikan adanya trauma inhalasi.
18
7. Pemeriksaan radiologik (foto toraks) dikerjakan bila ada masalah pada jalan
napas.
8. Pelaksanaan di ruang resusitasi gawat darurat
19
TINJAUAN PUSTAKA
3. Wolf SE, Herndon DN. Burn and Radiation Injury.In : Trauma E.Moore-
5th edition. NewYork.McGraw-Hill.2004.
20