Laporan Pendahuluan Thypoid

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SDRA. N DENGAN GANGGUAN

SISTEM PENCERNAAN : TYPHOID

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas PKM

Di Ruang Penyakit Dalam I RSU Kuningan Medical Center

Oleh :

SHANTI DEWI SUSANTI

CKR0160233

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN KUNINGAN

KUNINGAN

2020
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SDR. N DENGAN TYPHOID

A. Definisi

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan

infeksi Salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang

sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi

kuman Salmonella (Smeltzer, 2014).


Typhus abdominalis atau demam typhoid adalah penyakit infeksi akut yang

biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebihdari 7 hari, gangguan

pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anakusia 12

– 13 tahun( 70% - 80% ), padausia 30 - 40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas usia pada anak

12-13 tahun sebanyak (5%-10%) (Arief, 2010).


Demam typhoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram negatif

Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi dalam sel

fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah.

(Darmowandowo, 2006).
B. Anatomi dan Fisiologi

1. Usus Halus (Usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak

di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang

mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus

melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan

pecahan-pecahan makanan yang dicerna).

2. Usus Dua Belas Jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak

setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus

dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo

duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz. Usus dua belas jari merupakan organ

retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus

dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari

terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.

3. Usus Kosong (Jejenum)

Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian

kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus

penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8
meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan

digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.

4. Usus Penyerapan (illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada

sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah

duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara

7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-

garam empedu. Diagram ileum dan organ-organ yang berhubungan.

5. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu

dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.

6. Usus Buntu (sekum)

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi

adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon

menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa

jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan

karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya

digantikan oleh umbai cacing.

7. Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi

pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah

dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga

abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).

8. Rektum dan Anus


Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah

ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di

anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya

rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada

kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum,

maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Anus merupakan lubang di

ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar

C. Etiologi

Penyebab utama thypoid adalah bakteri salmonella thypi. Bakteri salmonella thypi

berupa basil gram negative, bergerak rambut getar, tidak berspora, dan mempunyai tiga

antigen yaitu O ( Somatik yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H

(flagella), dan antigen VI. Dalam serum penderita terdapat zat (agglutinin) terhadap

ketiga macam antigen tersebut. Kuman tubuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob

pada suhu 15-41 oc (optimum 37oc) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus lainnya

adalah lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin, makanan atau minuman yang

terkontaminasi, fomitus dan lain sebagainya.


Penyebab penyakit thypoid adalah kuman salmonella thyposa salmonella

parathypi A,B, dan C memasuki saluran pencernaan. Penularan salmonella thypi dapat

ditularkan berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari

tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.

Penyebab lain dari penyakit thypoid adalah :

1. Makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri salmonella thypi


2. Makanan mentah atau belum masak
3. Kurangnya sanitasi dan higienitas
4. Daya tahan tubuh yang menurus
D. Tanda dan Gejala

Menurut (Nanda NIC-NOC. 2013) tanda dan gejala dari demam thypoid adalah

sebagai berikut :
1. Gejala pada anak : Inkubasi anatara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari.
2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan

menyebabkan shock, Stupor dan koma.


4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selam 2-3 hari
5. Nyeri kepala, nyeri perut
6. Kembung
7. Mual muntah
8. Diare, konstipasi
9. Nyeri otot
10. Epistaksis
11. Bradikardi
12. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor)
13. Hepatomegali, splenomegali
14. Meteroismus
15. Gangguan mental berupa samnolen
16. Delirium atau psikosis

E. Komplikasi

Komplikasi menurut (Sudoyo, 2010) pada thypoid dapat dibagi dalam dua macam

yaitu :

1. Komplikasi Intestinal

a. Perdarahan usus

b. Perforasi usus

c. Ileus paralitik

2. Komplikasi ekstra intestinal

a. Kardiovaskuler : Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan sepsis) miokarditis,

trombosis, dan tromboflebitie

b. Darah : Anemia hemotitik, tromboritopenia, sindrom uremia hemolitik

c. Paru : Pneumonia, empiema, pleuritis


d. Hepar dan kandung empedu : Hipertitis dan kolesistitis

e. Ginjal : Glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis

f. Tulang : oeteomielitis, periostitis, epondilitis, dan arthritis.

g. Neuropsikiatrik : delirium, sindrom Guillan-Barre, psikosis dan

sindrom katatonia.

Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang

terjadi. Komplikasi sering terjadi pada keadaan tokremia berat dan kelemahan

umum, terutama bila perawatan pasien kurang sempurna.

F. Patofisiologi

Penularan salmonella typi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal

dengan 5f yaitu : food (makanan), fingers (jari tangan/kuku), fomitus (muntah), fly

(lalat), dan melalui feses. Feses dan muntah pada penderita thypoid dapat menularkan

kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui

perantara lalat dimana lalat akan hinggap di makanan yang akan di makan oleh

orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya

seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke

tubuh orang yang sehat melalui mulut. Sebagian kuman akan di musnahkan oleh asam

lambung, sebagian masuk ke usus halus, jaringan limfoid dan berkembangbiak

menyerang vulli usus halus. Kemudian kuman masuk keperedaran darah (bakteremia

primer) dan mencapai sel-sel retikuloendoteal,hati,limpa, dan organ lain.


Proses ini terjadi pada masa tunas dan berakhir saat sel-sel retukuloendoteal

melepaskan kuman kedalam peredaran darah dan menimbulkan bakteremia untuk kedua

kali. Kemudian kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh terutama limp, usus

dan kandung empedu


Pada minggu I, terjadi hyperplasia plaks player pada kelenjar limfoid usus halus.

Minggu II terjadi nekrosis. Minggu III terjadi ulserasi plaks player. Minggu IV terjadi

penyembuhan dengan menimbulkan sikatrik, ulkus dapat menyebabkan perdarahan

sampai perforasi usus, hepar, kelenjar mesenterikal dan limpa membesar. Gejala demam

disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala saluran cerna karena kelainan pada usus

halus (Price, 2006).


Berikut ini adalah pathway pada typhoid :

Bakteri Salmonella typhi


Masuk ke saluran
gastrointestinal
Lolos dari asam lambung Malaise, perasaan
tidak enak badan,
Bakteri masuk usus halus nyeri abdomen

Komplikasi intestinal :
Masuk retikulo endothelial Perdarahan usus,
Peredaran
Pembuluh darah
limfe Inflamasi
(RES) terutama hati dan perforasi usus (bag. distal
(bakteremia primer) limfa ileum), peritonituis
Rongga usus pada kel.
Limfoid halus Terjadi kerusakan sel
Inflamasi pada hati dan Empedu Masuk ke aliran
Merangsang darah
melepas
Nyeri tekanlimfa
→ nyeri (bakteremia sekunder)
zat epirogen oleh
akut Hepatomegali Pembesaran limfa leukosit pusat
Mempengaruhi
Lase plak peyer thermoregulator di
Penurunan mobilitas
Splenomegali hipotalamus
Erosi Ketidakefektifan
usus
Terjadi demam
termoregulasi

Penurunan
Rongga peristaltik
usus pada kel.
usus Endotoksin
Limfoid halus

Terjadi kerusakan sel


Hepatomegali Pembesaran limfa
(Sumber: Aplikasi asuhan keperawatan & NANDA NIC-NOC,
Merangsang 2015)
melepas
Nyeri tekan→ nyeri akut Splenomegali
Konstipasi zatPeningkatan
epirogen oleh
asam
leukosit
lambung
G. Pemeriksaan Penunjang
Resiko kekurangan Anoreksia mual
volume cairan muntah
Menurut Samekto (2001) pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada
Ketidakseimbangan
Perdarahan masif Nyeri
pasien dengan demam tifoid adalah : nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Komplikasi perforasi dan
1. Pemeriksaan
perdarahan ususdarah perifer lengkap

Konstipasi Peningkatan asam


lambung
Ketidakseimbangan
Resiko kekurangan nutrisi kurang dari
Perdarahan masif Nyeri
volume cairan kebutuhan tubuh
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal.

Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Dapat pula

ditemukan anemia ringan dan trombositopeni. Pemeriksaan hitung jenis leukosit

dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopeni. Laju endap darah dapat meningkat.

2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh.

Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus.

3. Pemeriksaan uji widal

Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri

Salmonella Thypi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen

bakteri Salmonella Thypi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Uji widal

dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita

tersangka demam tifoid. Akibat adanya infeksi oleh kuman Salmonella Typhi

maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu: Aglutinin O, Aglutinin H,

Aglutinin Vi. Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang

digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar

kemungkinan menderita demam tifoid.

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan thypoid secara medis dan keperawatan menurut Widodo (2007),

Samekto( 2001), Mansjoer(2000) sebagai berikut:


1. Penatalaksanaan Medis
Pemberian antibiotik untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman.

Antibiotik yang dapat digunakan:

a) Cloramfenikol: Obat ini digunakan untuk menekan fungsi sumsum


tulang, sehingga tidak boleh diberikan pada penderita dengan

gangguan fungsi sumsum tulang belakang.

b) Tiamfenikol: Efektifitasnya hampir sama dengan kloramfenikol, tetapi

komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia

aplastik lebih rendah.

c) Kotrimoksazol.

d) Ampisillin/ Amoksilin: Diberikan selama dua minggu. Kemampuan

obat ini menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan

kloramfenikol.

e) Sefalosporin generasi ketiga: Golongan sefalosporin generasi ke tiga

yang terbukti efektif untuk demam tifoid adalah Ceftriaxone.

f) Golongan Fluorokuinolon: Norfloksasin , Siprofloksasin, Ofloksasin,

Pefloksasin, Fleroksasin.

g) Kombinasi antibiotik: Pemakaian kombinasi 2 antibiotik atau lebih

hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik,

peritonitis atau peforasi, syok septik.

h) Kortikosteroid: Penggunaan steroid hanya diindikasikan pada toksik

tifoid atau demam tifoid yang mengalami syok septik.

2. Keperawatan
Pencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring

absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.

Mobilisasi dilakukan tahap sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Dalam

perawatan perlu sekali dijaga higine perseorangan, kebersihan tempat tidur,

pakaian dan peralatan yang dipakai oleh pasien. Pasien dengan kesadaran menurun

posisinya perlu diubah- ubah untuk mencegah dekubitus dan pneumonia

hipostatik, defekasi dan buang air perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi

konstipasi dan retensi urine.


I. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

Menurut Mutaqin & Kumala (2011),diagnose keperawatan yang dapat muncul pada

penyakit demam typhoid adalah :

1. Ketidakefektifan termogulasi berhubungan dengan infeksi

2. Nyeri akut berhubungan dengan saluran gastrointestinal.

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kekurangan asupan nutrisi.

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake yang tidak adekuat.

5. Diare berhubungan dengan proses infeksi.

6. Konstipasi berhubungan dengan asupan cairan yang tidak mencukupi.

7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan suhu dan lingkungan sekitar.

J. Rencana Keperawatan

Menurut (NANDA NIC-NOC. 2012), dalam rencana keperawatan pada pasien

dengan demam typhoid adalah :

1. Ketidakefektifan termogulasi berhubungan dengan proses penyakit (infeksi).

Tujuan : suhu tubuh dalam batas normal

Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam rentang normal (36,5-37,5°C), nadi dan respirasi

dalam rentang normal, tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada keluhan

pusing

Intervensi :

a. Monitor suhu tubuh minimal tiap 2 jam

b. Monitor TD, nadi, dan RR

c. Monitor suhu kulit dan warna


d. Monito tanda – tanda hipertermi dan hipotermi

e. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

f. Ajarkan pasien cara mencegah keletihan akibat panas

g. Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan

h. Kolaborasi dengan dokter pemberian antipiretik

2. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi

Tujuan : nyeri berkurang atau hilang.

Intervensi :

Kriteria hasil : ekspresi wajah rileks, nyeri hilang, skala nyeri menurun

a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,

durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor presipitasi.

b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

c. Berikan lingkungan yang kondusif.

d. Kurangi faktor presipitasi nyeri.

e. Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri (teknik nafas dalam)

f. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kekurangan asupan cairan.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Intervensi :

Kriteria hasil : Turgor baik , wajah tidak nampak pucat, suhu 36,5- 37,5°C, TD :

120/80 mmHg, urin out put 1-2 cc/kg BB/jam.

a. Kaji intake dan output pasien.

b. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat.

c. Monitor vital sign.

d. Monitor status nutrisi.


e. Kolaborasi pemberian cairan IV.

f. Dorong masukan oral.

4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake yang tidak adekuat.

Tujuan : kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi

Intervensi :

Kriteria hasil : Nafsu makan meningkat, pasien mampu menghabiskan makanan

sesuai dengan porsi yang diberikan.

a. Kaji adanya alergi makanan

b. Monitor intake output pasien

c. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang

di butuhkan pasien.

d. Berikan makanan yang sudah di konsultasikan dengan ahli gizi.

e. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.

f. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang di butuhkan.

5. Diare berhubungan dengan proses infeksi

Tujuan : diare dapat dikendalikan atau dihilangkan

Intervensi :

Kriteria hasil :

a. Ajarkan pada orang tua mengenai perawatan anak, pemberian makanan dan

minuman.

b. Keseimbangan elektrolit dalam batas normal.

c. Jelaskan obat-obatan yang di berikan, efek samping dan kegunaannya.

d. Tingkatkan keseimbangan cairan.

e. Anjurkan banyak minum air.


f. Biasakan cuci tangan dengan sabun dan air tiap kali sesudah buang air besar

atau kecil dan sebelum menyiapkan makanan.

6. Kontipasi berhubungan dengan asupan cairan yang tidak mencukupi.

Tujuan : konstipasi menurun

Intervensi :

Kriteria hasil : klien dapat BAB secara rutin yaitu 1x sehari seperti biasa, feses

lunak.

a. Mempertahankan pola eliminasi defekasi yang teratur.

b. Manajemen kontipasi/inpakasi

c. Manajemen cairan : tingkatkan keseimbangan cairan dan cegah

d. Komplikasi akibat kadar cairan yang tidak normal atau tidak diinginkan.

e. Konsultasi dengan ahli gizi untuk meningkatkan serat dan cairan dalam diet.
Daftar Pustaka

Carpenito, L. J. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Jakarta : EGC.

Deswani. 2009. Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis. Jakarta:

Salemba Medika

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan

Kebidanan.

Jakarta. Salemba Medika

Internasional, NANDA,(2012). Diagnosis Keperawatan Difinisi dan

Klasifikasi(2012- 2014). Jakarta : EGC

Maharani, Sabrina, 2012, Hingga Pertengahan Februari 485 Warga Jepara

Terkena Demam Tifoid, Diakses pada Tanggal 23 Februari 2015,

http://rlisafmjepara.com/2015/02.html.

Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, Jakarta: EGC

Nurarif. A.H. & Kusuma. H. 2015. Aplikasi NANDA NIC-NOC. Jilid 1, 2 dan

3.

Yogyakarta. Media Action.

Nursalam, R. S. & Utami, S. 2008,Asuhan Keperawtan Bayi dan Anak ( Untuk

Perawatan dan Anak), Jakarta:Salemba Medika

Potter & Perry. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4. EGC,

jakarta.
Ranuh, IG.N. Gde, 2013, Beberapa Catatan Kesehatan Anak, Jakarta: CV

Sagung Seto Rekam Medik RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan Pekalongan.

Data Prevalensi

Soedarto, 2009, Penyakit Menular di Indonesia, Jakarta: CV Sagung Seto

Suriadi & Yuliani, R., 2006, Asuhan Keperawatan Pada Anak,Jakarta: PT.

Percetakan Penebar Swadaya.

Anda mungkin juga menyukai