Anda di halaman 1dari 4

BIOGRAFI

Abdul Wahid Hasyim lahir di Jombang Jawa Timur pada 1 Juni 1914, dari pasangan
K.H. Hasyim Asy`ari d an Nyai Nafiqah binti K Ilyas. Ayahnya merupakan pendiri dari
organisasi keagamaan Nahdlotul Ulama. Kecerdasan Wahid Hasyim sudah Nampak sejak
usianya masih sangat belia. Pada usia 7 tahun ia sudah khatam Al-Qur`an dengan mendapat
bimbingan langsung dari ayahnya. Pendidikan lainnya ia peroleh di Pesantren Tebu Ireng.
Pada usia 15 tahun ia sudah mengenal huruf latin, menguasai bahasa belanda dan Inggris
tanpa pernah mengenyam pendidikan dari sekolah colonial sedikitpun. Pada Buku Biografi
abdul Wahid Hasyim disebutkan bahwa pada usia 18 tahun ia menunaikan ibadah Haji
sekaligus bermukim selama 2 tahun di Makah untuk memperdalam ilmu agama.
Sepulang dari tanah suci, putra kelima dari K.H. Hasyim as`ari ini aktif diorganisasi
yang didirikan oleh Ayahnya. Pada tahun 1938 ia menjadi pengurus NU ranting Cukir dan
terus menanjak, pada tahun 1940 menjadi pengurus tingkat pusat PBNU dengan memimpin
Departemen Ma`arif yang membidangi pendidikan. Kepemimpinannya terus terasah, dan
terbukti dipercayanya beliau untuk menjadi ketua Majelis Syuro Muslimin Indonesia
(Masyumi) pada 24 Oktober 1943. Pada bidang pendidikan, belai mendirikan sekolah Tinggi
Islam di jakarta pada tahun 1944 yang pengelolaannya diserahkan kepada KH. A Kahar
Muzakkir. Dalam biografi Abdul Wahid Hasyim tercatat, bahwa menjelang kemerdekaan
pada tahun 1945, beliau menjadi anggota BPUPKI dan PPKI.
Ayah dari mendiang Presiden Republik Indonesia ke 4, K.H. Abdurrahman Wahid
atau Gus Dur ini merupakan seorang ulama yang dikenal moderat, substantive dan inklusif.
Rumusan teks pancasila sila pertama `` Ketuhanan Yang Maha Esa`` merupakan bagian dari
buah pemikirannya untuk menggantikan kalimat ``Kewajiban Menjalankan Syariat Islam
bagi Pemeluknya. `Membaca Biografi Abdul Wahid Hasyim, kita akan menemukan betapa
pada usia yang masih muda, beliau memiliki wawasan yang sangat luas mengenai pemikiran
agama, Negara, pendidikan, politik, kemasyarakatan dan tentunya pula tentang pesantren
yang menjadi basis dari NU.
Beliau merupakan anggota termuda dari 62 orang anggota BPUPKI. Beliau juga
tokoh termuda dari Sembilan tokoh nasional yang menandatangani piagam Djakarta, sebuah
kesepakatan yang membidani lahirnya proklamasi dan konstitusi Negara. Setelah
kemerdekaan, pada September 1945, beliau ditunjuk menjadi menteri Negara. Berlanjut pada
Kabinet Syahrir pada tahun 1946 beliau juga menjadi Menteri. Pada tahun 1950 dalam
Kabinet Hatta, Natsir dan Sukiman Beliau ditunjuk menjadi Menteri Agama. Perhatiannya
pada pendidikan sangatlah besar dan pada tahun 950 Beliau mengeluarkan peraturan
berdirinya Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAIN) yang menjadi cikal bakal IAIN atau
UIN.
Pada tahun 1953, tepatnya pada 18 April, Beliau melakukan perjalanan menuju
Sumedang untuk menghadiri rapat NU dengan ditemani puteranya Abdurrahman Wahid atau
Gus Dur. Sesampainya di Cimindi, mobil yang ditumpangi selip dan tidak dapat dikendalikan
oleh sopir hingga menabrak truk yang mengakibatkan K.H. Wahid Hasyim terlempar keluar.
Kecelakaan tersebut membuat beliau koma, dan akhirnya wafat pada 19 april 1953 dalam
usia yang masih muda 39 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Pesantren Tebu Ireng Jombang.

Anda mungkin juga menyukai