Anda di halaman 1dari 1

Nama : Nyimas

Kelas :7
No. Absen : 5

Kantin Kejujuran
Beberapa bulan lalu, jalan menunju tempat kerja kami diperbaiki,sehingga jalan jadi macet. Terpaksa saya
mengambil jalan pintas lewat kampung. Saya sering melewati sebuah sekolah SD. Di dinding sekolahnya
terbentang sebuah spanduk bertajuk Kantin Kejujuran. Saya tak paham apa maksudnya. Mungkin kantin
sekolah tersebut bernama kejujuran. Ataukah ada makanan baru bernama Kejujuran?

Makna kantin kejujuran baru saya pahami minggu lalu dalam sebuah ibadah. Pengkhotbah bercerita tentang
sebuah sekolah SMA di daerah Tanjung priuk tahun 1985. Kepala sekolah SMA tsb memutus para penyewa
kantin sekolah dan menyediakan dana untuk membeli makanan. Yang berbeda, tidak ada penjaga makanan di
kantin tersebut. Para siswa diminta untuk menruh sendiri uang di laci sesuai harga kue yang diambil.

Pada minggu pertama, makanan ludes semua tapi tidak ada uang di laci.Minggu kedua juga begitu. Tapi kepala
sekolah tetap menyediakan dana untuk pengadaan kue karena ingin mengajarkan makna kejujuran kepada
murid-muridnya. Minggu ketiga mulai ada yang menaruh uang. Setelah satu bulan berlalu,uang di laci sudah
sesuai dengan jumlah kue yang terjual. Para siswa umumnya sudah memiliki kesdaran untuk membayar sesuai
kue yang diambilnya. Bila ada siswa yang mencoba mengambil kue sambil pura-pura lupa bayar, maka teman-
temannya akan meneriaki .”maliiiinggg…”, sehingga diapun merasa malu.

Kisah inspiratif Kantin kejujuran di atas mengajarkan kita beberapa hal. Pertama, untuk mencapai suatu
masyarakat atau lingkungan jujur dan adil, diperlukan pemimpin yang memiliki Visi untuk tercapainya tujuan
tersebut. Sang pemimpin juga harus memiliki kesabaran dan mau berkorban untuk tercapainya visi tersebut.
Dibutuhkan waktu yang tidak singkat agar tujuan tersebut bisa terlaksana. Kepala Sekolah tersebut telah
menjalankan Visinya dan mampu bersabar hungga siswa-siswanya mau bertindak jujur dalam membayar kue
yang diambilnya.

Kedua, dibutuhkan peran serta aktif lingkungan sekitar sebagai kontrol untuk tercapainya visi tersebut. Siswa-
siswa yang sudah memiliki kesadaran mau menegur teman-temannya yang mengambil kue tapi tidak
membayar. Kontrol sosial seperti inilah justru sering lebih efektif untuk mencegah orang melakukan hal-hal
yang yang dilarang secara hukum maupun etika.

Di tengah-tengah maraknya kasus korupsi yang berkembang saat ini, barangkali ide kantin kejujuran ini bisa
dikembangkan kembali. Tak perlulah kita berharap yang muluk-muluk bahwa kasus-kasus korupsi di
lingkungan pemerintahan akan bisa menurun drastis dengan implementasi Kantin kejujuran ini. Cukup
dilaksanakan di lingkungan terdekat kita sudah sangat baik. Apalagi bila dilaksanakan dengan konsisten di
lingkungan sekolah, maka kita bisa berharap 20-30 tahun lagi jika mereka menjadi pemimpin negeri ini,
mereka akan terdorong untuk menerapkannya di lingkungan kerja mereka. Semoga.

Anda mungkin juga menyukai