Anda di halaman 1dari 4

Sekilas Biografi Agus Safari, S.

Pd

Agus Safari lahir pada 5 Mei 1969 di Lingkungan Singomayan, Kelurahan


Singonegaran, Banyuwangi. Ia terlahir dari pasangan Moh. Kahfi dan Sapiyah. Ayahnya
adalah seorang pensiunan prajurit TNI AD yang bertugas di Batalyon 510 Macan Putih,
ibunya adalah seorang ibu rumah tangga biasa. Agus adalah anak kedelapan dari
sembilan bersaudara.
Agus menjalani pendidikannya mulai di bangku SD Negeri 3 Singonegaran,
kemudian melanjutkan SMP dan SMA Islam Al-Khairiyah, Banyuwangi. Pada usia 9
tahun, Agus sudah ditinggalkan ayahnya yang meninggal pada usia 65 tahun, disusul
setahun kemudian, ibunya meninggal dunia. Kondisi ini memaksa Agus untuk berupaya
keras membiayai kebutuhan pendidikannya dengan berjualan pisang goreng keliling
kampung. Di usia SMP, Agus ikut orang lain untuk bekerja sebagai pembantu rumah
tangga, hal ini dilakukan untuk membiayai kebutuhan hidup dan sekolahnya. Hingga
menginjak SMA, Agus menjalani pekerjaan sebagai “pembantu umum” di SD Islam Al-
Khairiyah. Sejak itulah, Agus mulai berkecimpung dalam dunia pendidikan. Sebagai
pembantu umum, Agus harus melakukan aktivitasnya tiap pagi, bangun subuh dan
membersihkan halaman-ruangan kantor dan kelas. Pekerjaan ini dijalaninya untuk
memenuhi kebutuhan sekolahnya di SMA.
Lulus dari SMA (1987-1988), Agus Safari merantau selama empat tahun di
Jakarta sebagai kenek (kernet) sebuah bus kota yang disebut PPD (Perusahaan
Penumpang Djakarta) dengan trayek Rawamangun-Blok M. Selama empat tahun itulah,
Agus ditempa kehidupan yang keras di jalanan dan menghabiskan malam-malamnya di
terminal Rawamangun, Jakarta. Sepulang dari merantau di Jakarta (1992), Agus
memutuskan diri untuk pulang ke kota kelahirannya di Banyuwangi. Sejak tahun 1992,
Agus mulai peka melihat kenyataan sosial di tengah-tengah masyarakat Banyuwangi.
Dengan hasil uang sebagai kenek PPD di Jakarta, Agus melanjutkan kuliah di IKIP
PGRI Banyuwangi (1992), jurusan sejarah. Dalam perjalanan pendidikannya di
perguruan tinggi, Agus Safari pernah menjabat Sekretaris Senat Mahasiswa IKIP PGRI
Banyuwangi (1993). Semasa itu, ia aktif sebagai aktivis mahasiswa yang tampil di
tengah-tengah ketimpangan masyarakat, di mana rezim Orba masih berkuasa.
Pada 1995, Agus menjabat sebagai Presidium Senat Mahasiswa se-Jawa Timur di
Universitas Bangkalan, Madura (sekarang Universitas Trunojoyo). Agus memimpin
sidang Senat Mahasiswa se-Jawa Timur dalam rangka menghadirkan Sri Bintang
Pamungkas dan Adnan Buyung Nasution dalam sebuah kegiatan ilmiah mahasiswa
dalam kampus. Ia juga pernah ditahan selama 10 hari di Polda Jatim atas tuduhan
melakukan aksi mahasiswa yang menghadirkan dua tokoh kontroversial di masa Orba
itu tanpa ijin dari aparat keamanan.
Sejak SMA, Agus Safari adalah aktivis sejumlah organisasi kepemudaan, di
antaranya AMPI, FKPPI (1989-1991), dan Kepramukaan (1986 sampai sekarang).
Agus menyelesaikan kuliahnya pada tahun 1997. Selepas mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan, Agus mengabdikan diri pada sejumlah sekolah swasta SD, SMP,
dan SMA Islam Al-Khairiyah, SMP PGRI I, STM PGRI I, STM Pradana, SMP Al-
Irsyad Banyuwangi.
Karena kecenderungan Agus pada wilayah politik, maka Agus Safari berhenti
mengajar selama dua tahun. Dalam waktu dua tahun itu, Agus pernah aktif di lembaga
underbouw sebuah partai politik, PPP, ia terpilih sebagai ketua GPK (Gerakan Pemuda
Ka’bah) pada tahun 1998 sampai 2002. Pergumulannya di dunia politik, membawa
Agus menjabat ajudan Calon Gubernur Jatim, Brigjend (Purn) TNI AD, Abdul Kahfi-Ir.
H. Ridwan Hisyam yang dicalonkan dari PKB pada tahun 2002. Setelah kegagalan
Calon Gubernur Jatim tersebut, Agus kembali ke Banyuwangi dan menekuni sebuah
lembaga swadaya masyarakat, yakni Lembaga Kajian Kebijakan Publik dan Politik
Lokal Banyuwangi. Agus Safari aktif melakukan kajian dan analisa kebijakan publik
dan politik lokal Banyuwangi. Tulisan-tulisannya dimuat di Radar Banyuwangi. Pada
akhir tahun 2003, Agus Safari mengikuti tes CPNS daerah di Banyuwangi, pada Sabtu
22 Nopember 2003, dan lulus tahap pertama ujian tulis. Pada tanggal 3 Desember 2003,
Agus mengikuti ujian Psikotes, dan dinyatakan lulus kembali. Pada 19 Januari 2004,
berdasarkan SK Bupati, Agus dinyatakan resmi sebagai CPNS Pangkat Penata Muda
Golongan III/a untuk melaksanakan tugas sebagai guru Bahasa Indonesia di SMP
Negeri 1 Giri. Empat bulan kemudian, Agus Safari ditarik atau diberi tugas di kantor
Pemda pada Bagian Umum sebagai Ajudan Bupati Banyuwangi, Ir. H. Samsul Hadi
(2004-2005).
Pada tahun 2006, Agus kembali melaksanakan tugas sebagai Guru Madya di SMP
Negeri I Giri, terhitung sejak 2 Januari 2006. Sejak itu pula, Agus kembali menekuni
dan berkonsentrasi pada dunia pendidikan dengan segala dinamikanya.
Agus menikah pada tahun 1997 di usia 28 tahun. Agus menikahi seorang gadis
lulusan Pondok Pesantren, Denanyar, Jombang, bernama Ilmi Nafi’ah. Empat tahun
setelah pernikahannya tersebut, pada tahun 2001, Agus Safari dikaruniai seorang anak
laki-laki bernama Muhammad Farodis Azhari. Setahun kemudian, dia kembali
dikarunia anak perempuan diberi nama Nila Ayu Rahmani.
Kini Agus tinggal di Banyuwangi dan terus aktif dalam dunia pendidikan di
Banyuwangi.
Biografi dr Soetomo

Dr Soetomo, sang pelopor pergerakan nasional Indonesia, tokoh pejuang


kemerdekaan sekaligus inspirator perjuangan melalui lobi-lobi internasional dan jalur
politik. Beliau lahir di Nganjuk Jawa timur tanggal 20 Juli 1888 dan wafat di Surabaya
30 Mei 1938. Domakamkan di Surabaya. Pemerintah mengapresiasi Jasa besarnya
dalam perjuangan Indonesia Merdeka dengan gelar pahlawan kemerdekaan nasional
berdasarkan SK presiden RI No 657/1961.
Dr Soetomo terlahir dengan nama Soebroto. Sewaktu masih menjadi mahasiswa
STOVIA, beliau sering bertukar pikiran dengan rekan-rekan sesama pelajar sehingga
atas dorongan dr Wahidin, ia bersama rekan-rekan mendirikan organisasi Boedi Utomo
yang menjadi organisasi modern pertama di Indonesia. Boedi Utomo bertujuan
memajukan kebudayaan dan bersifat sosial. Setelah lulus pada tahun 1911, ia bekerja
sebagai dokter pemerintah di berbagai daerah di Jawa dan Sumatra. Pada tahun 1917,
Soetomo menikah dengan seorang perawat Belanda. Pada tahun 1919 sampai 1923,
Soetomo melanjutkan studi kedokteran di Belanda.
Boedi Utomo kemudian ikut terjun dalam dunia politik tahun 1929 dengan
bergabung dalam Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI). Sebelumnya
tahun 1924 Soetomo juga mendirikan Indonesiche Studie Club (ISC) yang kemudian
berubah menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Tahun 1935 PBI digabungkan
dengan Boedi Utomo menjadi Partai Indonesia Raya (Parindra) yang tujuan utamanya
memperjuangan Kemerdekaan Indonesia. Selain berbagai organisasi tersebut, Soetomo
juga membentuk organisasi kewanitaan yang diberi nama Putri Mardika dan
menerbitkan surat kabar Darmo Kondo.

Anda mungkin juga menyukai