Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Komunikasi merupakan aktivitas yang paling sering terjadi dalam kehidupan kita. Sejak
bangun tidur di pagi hari hingga kembali berangkat tidur di malam hari, rata-rata manusia
menghabiskan sekitar 70% dari waktunya untuk berkomunikasi. (Arwani 2012).
Para ahli komunikasi bahkan mensinyalir bahwa berkat komunikasi manusia mampu
mengembangkan kualitas kemanusiaannya. Seorang bayi dapat tumbuh dan berkembang
menjadi manusia dewasa yang mampu melahirkan ide-ide baru berkat proses komunikasi
yang berlangsung secara terus-menerus dengan orang-orang di sekitarnya. Sebaliknya, terasa
sulit dibayangkan bahwa seorang bayi yang dibesarkan dalam lingkungan yang sepi dan bisu
menjadi manusia dewasa yang normal. (Arwani 2012).
Komunikasi adalah usaha menyalurkan pesan atau pengertian. Komunikasi dikatakan
sempurna apabila penerima (receiver) dapat menangkap pesan atau pengertian sesuai dengan
yang dimaksudkan oleh pengirim (sender). Namun perlu dicatat bahwa komunikasi tidak
boleh dirancukan dengan kesepakatan-kesepakatan. Dalam komunikasi seorang penerima
pesan dapat saja menolak atau tidak sependapat dengan isi pesan yang diterimanya. Jadi yang
dipentingkan dalam komunikasi adalah penyampaian dan pemahaman isi pesan yang
disalurkan. (Arwani 2012).
Dari pengertian di atas, komunikasi tidaklah semata-mata menyangkut seorang
pembicara atau pendengar. Komunikasi memiliki kompleksitas yang dapat ditelusuri
berdasarkan jenis-jenisnya, yakni: verbal - nonverbal, lisan - tertulis, resmi - takresmi, sadar -
taksadar, manusiawi - mesin. (Arwani 2012).
Masing-masing individu adalah unik. Karenanya setiap individu akan membuat asosiasi,
mengartikan dan mempersepsikan setiap pesan dalam komunikasi secara berbeda-beda pula.
Misalnya gambar ligkungan akan dipersepsikan si A sebagai telur edangkan si B mengartikan
sebagai “onde-onde”. Begitu juga mengerutkan dahi dapat pula menimbulkan penafsiran
yang bermacam-macam. Satu orang mungkin mengartikan sebagai perasaan tidak senang
(Unhappiness), tetapi orang lain bisa saja mengartikannya sebagai menahan rasa nyeri.
Kenapa demikian? (Arwani 2012).

1
1.2.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat di rumuskan dari latar belakang diatas adalah sebagai
berikut :
1. Apa saja Faktor-faktor yang mempengaruhi proses komunikasi berhubungan dengan
elemen proses komunikasi?
2. Apa saja factor-faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam pelayanan keperawatan?
3. Bagaimana upaya-upaya yang dapat di lakukan untuk mengatasi hambatan dalam
komunikasi?

1.3.Tujuan Penulisan
1. Mengidentifikasi factor-faktor yang mempengaruhi proses komunikasi berhubungan
dengan elemen proses komunikasi
2. Mengidentifikasikan factor-faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam pelayanan
keperawatan
3. Mengidentifikasi upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam
komunikasi

1.4.Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan tambahan pembelajaran sehingga kedepannya dalam proses keperawatan
dapat menjalankan atau mempraktekan komunikasi antara pasien dan perawat dengan
baik
2. Bagi Institusi
Sebagai sumber tambahan informasi agar kepedannya proses belajar mengajar dapat
berjalan dengan lebih baik

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Proses Komunikasi


Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi baik sebagai factor pendukung maupun
penghambat terjadinya komunikasi yang efektif, tidak lepas dari unsur-unsur yang terdapat
dalam proses komunikasi itu sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses komunikasi
ialah :
1. Kredibilitas
Kredibilitas (credibility) berkaitan dengan hubungan saling percaya antara
komunikator dan komunikan. Komunikator perlu memiliki kredibilitas dimata
komunikan, misalnya dalam hal tingkat keahliannya dalam bidang yang bersangkutan
dengan pesan/ informasi yang disampaikan. (Kariyoso 1994).
Kredibiilitas terdapat dan berpengaruh pada sumber (komunukator) dalam
keberhasilan proses komunikasi , karena hal ini mempengaruhi tingkat kepercayaan
sasaran terhadap pesan yang disampaikan. (Mundakir 2006).
Sebagai seorang professional (perawat), sumber pesan/informasi adalah sangat
penting. Kualitas tidaknya komunikasi sesorang bisa dilihat dari sumber informasi/pesan
yang disampaikan. (Mundakir 2006).
2. Isi Pesan
Pesan yang disampaikan hendaknya mengandung isi yang bermanfaat bagi
kebutuhan klien atau yang dapat memecahkan masalah klien. Pesan yang disampaikan
komunikator dapat menimbulkan ketertarikan atau sebaliknyakepada komunikan.
Informasi atau pesan akan diminati bahkan “dikejar” apabila pesan tersebut sesuai
dengan kebutuhan atau yang diinginkan komunikan. Bila pesan yang disampaikan dirasa
tidak perlu dan tidak bermanfaat bagi komunikan, maka proses komunikasi yang
berlangsung akan cenderung pasif dan tidak berkembang. (Mundakir 2006).
Penyampaian pesan yang terlalu banyak dapat mempengaruhi proses komunikasi.
Komunikan akan merasa kelelahan dan bosan terhadap pesan yang disampaikan.
Disamping itu bila pesan disampaikan secara melebar, akan jauh dari tujuan pesan
semula sehingga komunikasi yang dilakukan tidak efektif. (Mundakir 2006).

3
3. Kesesuaian dengan Isi Pesan
Jika setelah memeriksa perilaku seseorang dengan menggunakan pernyataan
hubungan, ternyata orang tersebt dengan datar menyangkal emosi yang ditanyakan tetapi
secara non-verbal jelas mengirim pesan tersebut melalui ungkapan raut wajahnya, sikap
atau postur tubuh, maka terdapat ketidakcocokkan antara apa yang tampak nyata secara
non-verbal dan apa yang ia katakana. Ini adalah sebuah keridak sesuaian dan dapat terjadi
karena berbagai alas an berikut : (Ellis 2000)
a. Kepalsuan atau penipuan seperti yang digambarkan oleh Carl Rogers (Rogers 1961
dalam Ellis 2000) dimana seseorang dengan sadar berusaha menyangkal emosi
tersebut. Salah satu contohnya adalah ketika seorang mahasiswa perawat mengamati
seorang staf perawat yang sedang menjalankan sebuah prosedur menurutnya sudah
kentinggalan jaman, tetapi tidak ingin menunjukan perasaannya dan tidak akan
mengungkapkannya
b. Penyangkalan, dimana respon dimotivasi secara tidak sadar. Penyangkalan adalah
salah satu mekanisme pertahanan diri. Terdapat hamper dua puluh mekanisme
pertahan diri, tetapi menurut Emselie mereka semua mempunyai karakteristik yang
sama. Karakteristik ini adalah :
1) Harga diri dipertahankan
2) Kecemasan dan rasa bersalah dkurangi
3) Terdapat pembebasan tidak langsung dari ungkapan naluriah melalui cara yang
tidak disadari (Emslie 1979 dalam Ellis 2000)
Sementara seseorang dapat sangat pandai mengendalikan komunikasi verbal ketika
berusaha menipu orang lain, tetapi perilaku non-verbal tidak terlalu mudah untuk
disembunyikan. Ekspresi wajah dan postur tubuh kadang-kadang dapat dimanipulasi
untuk disesuaikan dengan pesan verbal, tetapi gerakan tungkai, kaki, dan tangan, dapat
menunjukan ketidaksesuaian atau ketidak tulusan. Alas an dari mengapa orang bertindak
tidak tulus adalah karena keinginan untuk diterima oleh orang lain, tidak ingin
mengganggu stabilitas, atau ditertawakan. Sayangnya jika perilaku tidak tulus ini
diterima oleh orang lain, maka ia diharapkan akan diulang dalam situasi-situasi lain yang
mirip. Jika orang lain menyadari bahwa orang tersebut bersikap tidak tulus, maka
penolakan yang ia takuti itu justru akan terjadi. (Ellis 2000)

4
Salah satu batu landasan untuk menjalin hubungan dengan orang lain adalah
dengan bersikap jujur atau tulus dengan mereka (Rogers 1980 dalam Ellis 2000).
Ketulusan ini berarti aka nada saat-saat ketika seseorang tidak setuju dengan orang lain,
tetapi mengetahui bahwa dengan berlaku jujur kepada orang lain berarti selalu berlaku
jujur pada dirinya sendiri, akan membantu terbentuknya suatu cara pendekatan konflik
yang lebih positif. (Ellis 2000)
Menurut Smith (1992), seorang perawat yang menunjukan ketidak sesuaian kepada
pasien melalui ketidakcocokan verbal dengan tanda-tanda non-verbal atau dengan
mengatakan sesuatu yang tampak palsu, akan menyebabkan pasien menjadi bingung dan
curiga. Diatas segalannya, pasien akan mempertanyakan kredibilitas perawat tersebut dan
pasien dapat merasa sulit untuk mempertahankan hubungan dengannya. Seorang perawat
yang tulus kemungkinan besar akan di terima oleh pasien sebagai orang yang dapat
dipercaya dan mampu mendapat kepercayaan dirinya. (Smith 1992 dalam Ellis 2000)
4. Kejelasan Pesan
Kejelasan isi pesan juga dapat menjamin keefektifan komunikasi yang dilakukan.
Pesan yang disampaikan dengan jelas dan mudah diterima oleh komunikan akan lebih
Nampak hasilnya dan efektifnya proses komunikasi. Kejelasan isi pesan ini dapat berupa
jelas bahasa yang digunakan, jelas maksud yang diharapkan, dan jelas bentuk pesannya
(bila pesan dalam bentuk tulisan). Kejelasan disini juga dimaksud agar pesan yang
disampaikan dengan kejujuran dan keterbukaan, tidak ada maksud tersembunyi dari
tujuan awal. (Mundakir 2006).
5. Kesinambungan dan Konsistensi
Agar pesan yang disampaikan bisa konsisten dan brkesinambungan, seorang
perawat perlu membuat perencanaan yang matang sebelum melakukan intervensi atau
berkomunikasi dengan klien. Disamping itu perlu adanya pemahaman yang sama antara
tenaga kesehatan yang tergabung dalam tim agar informasi yang diberikan kepada klien
sama atau konsisten agar terjadi perubahan perilaku klien. (Mundakir 2006).
6. Saluran
Dalam komunikasi, penggunaan media atau saluran sangatlah menentukan
kelangsungan komunikasi. (Mundakir 2006). Media atau saluran yang langsung terlibat

5
dalam proses komunikasi disini sebagaimana yang disamkaikan oleh kariyosa adalah
alat/sarana yang dilalui oleh suara, antara lain :
a. Mata (penglihatan)
b. Hidung (penciuman)
c. Otak
d. Tangan
e. Telinga
(Kariyosa 1994)
Kerusakan yang terjadi pada salah satu indra tersebut diatas akan berpengarus
pada jalannya komunikasi. Pengaruh tersebut berupa persepsi yang salah, yang dapat
diakibatkan karena informasi/pesan tidak dapat dilihat, didengar, dirasakan dan
ditafsirkan dengan jelas karena adanya gangguan alat indra tersebut. (Mundakir 2006).
7. Kapasitas Sasaran
Kapabilitas sasaran terdapat pada komunikan dalam menerima pesan,
komunikator harus memeperhitungkan kemampuan sasaran dalam menerima pesan yang
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, sosial ekonomi, sosial budaya dan sebagainya.
Selain faktor-faktor diatas, faktor lain yang mempengaruhi komunikasi adalah :
a. Faktor psikologis seperti sikap, pengalaman hidup, motivasi, kepribadian dan konsep
diri.
b. Faktor Sosial, Seperti usia, jenis kelamin, kelas sosial, suku, bahasa, kekuasaan dan
peran sosial.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi dalam Pelayanan Keperawatan


Masing-masing individu adalah unik. Karenanya setiap individu akan membuat
asosiasi, mengartikan dan mempersepsikan setiap pesan dalam komunikasi secara berbeda-
beda pula. Misalnya gambar ligkungan akan dipersepsikan si A sebagai telur edangkan si B
mengartikan sebagai “onde-onde”. Begitu juga mengerutkan dahi dapat pula menimbulkan
penafsiran yang bermacam-macam. Satu orang mungkin mengartikan sebagai perasaan tidak
senang (Unhappiness), tetapi orang lain bisa saja mengartikannya sebagai menahan rasa
nyeri. Kenapa demikian? (Arwani 2012).

6
Ada banyak factor yang memengaruhi penafsiran dalam mengirim dan menerima pesan
dalam komunikasi (Arwani 2012). Potter & Perry (1987) mengidentifikasikan ada tujuh
factor yang dapat memengaruhi berlangsungnya proses komunikasi.
1. Persepsi
Persepsi merupakan “pantulan jiwa” seseorang terhadap suatu stimulus tertentu yang
terjadi dilingkungannya, baik yang ada dalam diri individu yang bersangkutan maupun
yang diluar dirinya atau dihadapannya (Potter & Perry 1987 dalam Arwani 2012 ).
Masing-masing orang akan merasakan, menginterpretasikan dan memahami
lingkungannya secara berbeda. Persepsi biasanya terbentuk melalui tujuan dan harapan
individu. Perbedaan persepsi dapat menjadi batu sandungan untuk mencapai komunikasi
yang efektif. Padahal persepsi seseorang sangat sulit untuk diubah terutama yang telah
mengakar lama dalam pikiran dan terjadi pada pengalaman yang sama. Persepsi sesorang
sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan yang dipunyai, budaya, social
ekonomi, ras, jenis kelamin dan juga pengalaman yang mereka alami sebelumnya.
(Arwani 2012).
2. Nilai
Nilai yaitu keyakinan seseorang tentang nilai suatu ide atau tingkah laku (Potter & Perry
1987 dalam Arwani 2012 ). Menilai suatu tingkah laku atau ide berarti menemukan
apakah itu semua cocok untuk orang lain atau tidak. Nilai yang dimiliki seseorang akan
mencerminkan kebutuhan atau keinginana yang dimiliki, termasuk pola hubungan atau
interaksi dengan orang lain. Nilai masing-masng orang sangat berfariasi dan akan
berubah dan berkembang setiap saat. Seseorang yang memiliki system nilai ang
berkembang baik akan mempermudah cara dia menentukan keputusan untuk suatu
tindakan tertentu. Nilai juga akan mencerminkan apa yang seseorang pertimbangkan
penting dalam hidupnya. Perbedaan pengalaman dan harapan akan membentuk nilai yang
beragam pula. Nilai akan mempengaruhi bagaimana seseorang mengekspresikan ide-
idenya dan juga bagaimana individu dapat menginterpretasikan ide-ide yang datang dari
orang lain. Sehingga konflik nilai bisa saja terjadi jika nilai yang dimiliki seseorang
menjadi berbeda dengan yang dimiliki orang lain. (Arwani 2012).

7
3. Emosi
Emosi yang memengaruhi jalannya komunikasi dimaknai sebagai perasaan subjektif
seseorang tentang kejadian dan memengaruhi bagaimana individu menggunakan
kapasitas yang dimiliki dan bagaimana dia berhubungan dengan orang lain (Potter &
Perry 1987 dalam Arwani 2012 ). Dalam hal ini perawat harus mampu memfasilitasi
proses komunikasi sehingga emosi tidak akan bercampur dengan optimalisasi tindakan
keperawatan yang sedang diberikan, bagaimanapun perawat harus mampu meunjukan
empati. Biasanya dalam kasus ini jaringan pendukung komunikasi diperlukan antara
perawat dan pasien untuk mengekspresikan kemungkinan terjadinya gangguan emosi.
(Arwani 2012).
4. Latar belakang sosiobudaya
Budaya yang dipunyai seseorang akan membentuk pandangan umum dan persepsi yang
dimilikinya tentang dunia tempat mereka tinggal. Bahasa, Gerak-isyarat (gestur), dan
sikap seseorang akan mencerminkan budaya yang dimilikinya (Culture origins) (Potter &
Perry 1987 dalam Arwani 2012 ). Dalam kapasitas ini, seorang perawat harus mampu
menerima perbedaan latar latar belakang budaya pasien dan perawat harus mampu
bertukar kebudayaan yang dimilikinya dengan bentuk budaya yang melekat pada pasien
(Arwani 2012).
5. Pengetahuan
Pengetahuan seseorang yang juga sangat menentukan berhasil tidaknya suatu proses
komunikasi. (Potter & Perry 1987 dalam Arwani 2012 ). Perbedaan tingkat pengetahuan
membuat proses komunikasi semakin sulit. Pengetahuan merupakan hasil dari
perkembangan dan pendidikan. Oleh karena itu, wajar jika semakin tinggi perkembangan
dan pendidikan seseorang akan semakin kompleks pula bahasa yang dipakai dalam
proses komunikasi. Dalam kasus ini , pemakaian bahasa yang lasim digunakan sangat
membantu dalam mengomunikasikan atau menjembatani perbedaan yang terjadi.
(Arwani 2012).
6. Peran dan Pola Hubungan
Peran dan pola hubungan yang dipunyai seseorang (Potter & Perry 1987 dalam Arwani
2012 ). Ada seseorang yang berkomunikasi dengan orang lain menggunakan pola peran
dan hubungan yang tepat sesuai dengan peran dan pola hubungan yang dipunyai lawan

8
bicaranya. Akan tetapi dapat pula terjadi peran dan pola hubungan diantara mereka
sangat berbeda. Jika demikian keadaannya, konflik komunikasi kemungkinan besar bisa
terjadi. Karenanya beberapa strategi dapat digunakan untuk mengeliminasi perbedaan
tersebut misalnya dengan menentukan secara tepat kapan menggunakan komunikasi
secara formal dan kapan secara informal, misalnya dengan siapa kita bicara. Artinya kita
harus mampu mengidentifikasi peran dan pola hubungan seperti yang dimiliki lawan
bicara kita. Sehingga, komunikasi yang efektif dapat diciptakan ketika pelaku komunikasi
menyadari pola peran dan hubungan yang dimiliki masing-masing. (Arwani 2012).
7. Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan bisa berupa lingkungan fisik dan non-fisik atau mental-psikologi.
(Potter & Perry 1987 dalam Arwani 2012 ). Proses komunikasi akan menjadi lebih
efektif jika dilakukan pada kondisi yang nyaman dan kondusif. Kebisingan atau
gangguan dan pembatasan hak pribadi kemungkinan dapat menyebabkan kebingungan,
tekanan, dan ketidaknyamanan dalam komunikasi. Sehingga lingkungan yang
membingungkan akan jelas-jelas menggangu proses komunikasi (Arwani 2012).

C. Hambatan dalam Proses Komunikasi


Secara Umum hambatan yang terjadi selama komunikasi adalah sebagai berikut :
1. Kurangnya penggunaan sumber komunikasi yang tepat
2. Kurangnya perencanaan dalam komunikasi
3. Penampilan, sikap dan kecakapan yang kurang tepat selama berkomunikasi
4. Kurangnya pengetahuan
5. Perbedaan persepsi
6. Perbedaan harapan
7. Kondisi fisik dan mental yang kurang baik
8. Pesan yang tidak jelas
9. Prasangka yang buruk
10. Transmisi/media yang kurang baik
11. Penilaian yang premature
12. Tidak ada kepercayaan
13. Ada ancaman

9
14. Perbedaan status, pengetahuan dan bahasa
15. Distorsi (kesalahan informasi)
(Mundakir 2006)

D. Upaya-upaya untuk Mengatasi Hambatan dalam Proses Komunikasi


Untuk mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses komunikasi tersebut
dapat ditanggulangi dengan cara sebagai berikut :
1. Mengecek arti atau maksud yang disampaikan
2. Meminta penjelasan lebih lanjut
3. Mengecek umpan balik atau hasil
4. Mengulangi pesan yang disampaikan memperkuat dengan bahasa isyarat
5. Mengakrabkan antara pengirim dan penerima pesan
6. Membuat pesan secara singkat jelas dan tepat
7. Mengurangi informasi atau pesan yang meluas
8. Menggunakan orientasi penerima
(Mundakir 2006)
Secara umum kekurangan yang terjadi dalam proses komunikasi dapat diperbaiki dengan
cara sebagai berikut :
1. Meningkatkan kesadaran diri
2. Melatih keterampilan interpersonal
3. Meningkatkan pengetahuan tentang konsep
4. Memperjelas tujuan interaksi
(Mundakir 2006)

10
BAB III
PENUTUP
2.1.Kesimpulan
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses komunikasi adalah kredibilitas, isi pesan,
kesesuaian dengan isi pesan, kejelasan pesan, kesinambungan dan konsistensi, saluran, serta
kapabilitas sasaran. (Mundakir 2006)
Faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam pelayanan keperawatan adalah persepsi,
Nilai, emosi, latar belakang social budaya, pengetahuan, peran dan pola hubunga, dan
kondisi lingkungan (Potter & Perry 1987 dalam Arwani 2012 ).
Dalam berkomunikasi terdapat banyak hambata yang dapat terjadi selama proses
komunikasi berlangsung. Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut, semuanya
tergantung pada kemampuan komuniktor untuk mengatasi dan menyelesaikan hambatan-
hambatan yang terjadi selama proses komunikasi berlangsung sehingga komunitan dapat
menerima pesan dengan baik

2.2.Saran
Sebagai seorang perawat komunikasi sangat penting dalam menjalankan tuga dan
tanggung jawab sebagai seorang perawat. Oleh karenanya menjaga dan membangun
komunikasi yang baik dengan klien sangatlah diperlukan untuk setiap tindakan yang akan di
ambil setelahnya. Hal ini menyebabkan seorang perawat harus berwawasan luas, dapat
berkomunikasi dengan baik, dan memiliki rasa kepedulian yang tinggi untuk setiap orang
yang menjadi kliennya tak memandang status social, pendidikan, social budaya maupun
ekonomi Klien tersebut.

11
DAFTAR PUSTAKA

Arwani (2012). Komunikasi Dalam Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Ellis RB, Gates RJ, dan Kenworthy N (2000). Komunikasi Interpersonal dalam keperawatan.

Teori dan Praktek. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta

Kariyoso (1994). Pengantar Komunikasi Bagi Siswa Perawat. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jakarta

Mundakir (2006). Komunikasi Keperawatan Aplikasi Dalam Pelayanan. Penerbit Graha Ilmu.

Yogyakarta

12

Anda mungkin juga menyukai