Anda di halaman 1dari 25

Tugas Individu

Pengantar Ilmu Hukum

Hukum Lingkungan

Farasian F Marbun

19.021.111.047

Universitas Darma Agung

Fakultas Hukum

2020

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

A.Hukum Lingkungan di Indonesia

B. Macam macam lingkungan

C. Sarana Penegakan Hukum Lingkungan

D. Kendala Dalam Penegakan Hukum Lingkungan

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lingkungan hidup sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa kepada rakyat dan
bangsa Indonesia merupakan ruang bagi kehidupan dalam segala aspek dan sesuai dengan
kehidupan wawasan Nusantara. Dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk
memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan
untuk mencapai kebahagian hidup berdasarkan Pancasila. Oleh Sebab itu, perlu dilaksanakan
pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup, berdasarkan
kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh dengan memperhitungkan kebutuhan
generasi masa kini dan generasi masa depan. Untuk itu dipandang perlu melaksanakan
pengelolaan lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang guna menunjang
terlaksananya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.

Penegakan hukum lingkungan menurut Hamzah dikatakan bahwa penegakan hukum


lingkungan menurut Nottie Handhaving Milieurecht (1981) ialah pengawasan dan penerapan
atau ancaman, penggunaan instrument administratif, kepidanaan atau keperdataan dicapailah
penataan ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku umum dan individual. Pengawasan
(controle) berarti pengawasan pemerintah untuk ditaatinya pemberian peraturan yang sejajar
dengan penyidikan hukum pidana.

Lingkungan hidup yang terganggu keseimbangannya perlu dikembalikan fungsinya sebagai


kehidupan dan memberi manfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan keadilan antar generasi
dengan cara meningkatkan pembinaan dan penegakan hukum.

3
Selama tahun 1984-1997 saja misalnya laju kerusakan hutan sudah mencapai 16,57 juta
hektar pertahun. Ini berarti bahwa setiap tahun ada sekitar 2.586.500 hektar hutan yang rusak.
Selain itu kebakaran dan pembakaran hutan selang 1997-1998 telah menghabiskan kurang
lebih 10 juta hektar hutan. Belum lagi soal kasus kehutanan (illegal logging), penambangan
emas tanpa izin, pencemaran industri oleh perusahaan, perusakan hutan bakau,pencemaran
limbah rumah tangga, pertambangan liar dan masih banyak lagi yang mengakibatkan
kerusakan lingkungan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apa maksud hukum lingkungan?

2. Bagaimana sarana penegakan hukum lingkungan ?

3. Apa saja kendala dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian hukum lingkungan

2. Untuk mengetahui bagaimana sarana penegakan hukum lingkungan

3. Untuk mengetahui apa saja kendala dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hukum Lingkungan di Indonesia

Kepentingan Nasional adalah suatu cita-cita, sasaran yang bersifat umum dan abadi yang
digunakan sebagai landasan suatu bangsa untuk bertindak. Dalam kaitan dengan pengelolaan
hukum lingkungan, maka kepentingan nasional tercantum dalam pasal 33 ayat (2) dan ayat
(3) Undang-Undang Dasar 1945, yakni :

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh Negara.

(3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dalam pengelolaan cabang-cabang produksi,


bumi, air dan kekayaan alam oleh Negara maka diperlukan strategi pengelolaan lingkungan
tersebut agar tidak memberikan dampak terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan
hidup sehingga kelestarian lingkungan hidup tetap terjadi untuk kepentingan generasi saat ini
dan masa depan.

Hak Negara untuk mengatur kekayaan Negara yang terkandung didalamnya ini dijabarkan
dalam UU No.4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
5
Hidup ( UULH ) sebagaimana diubah dengan UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup ( UUPLH ) dan diubah lagi dengan UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Hukum Acara Lingkungan adalah hukum yang menetapkan dan mengatur tata cara atau
prosedur pelaksanaan hak dan kewajiban yang timbul karena adanya perkara lingkungan
(sebagai akibat terjadinya perusakan dan atau pencemaran lingkungan). Didalam UU No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan dalam
BAB XII Pasal 84 ayat (1), (2) dan (3), Pasal 85 ayat (1), (2) dan (3), Pasal 86 ayat (1), (2)
dan (3), Pasal 87 ayat (1), (2), (3) dan (4), yang pengaturannya secara konkrit akan ditetapkan
lebih lanjut dengan peraturan perundang undangan.

Hukum Perdata Lingkungan merupakan hukum antar perorangan yang merupakan hak dan
kewajiban orang satu terhadap yang lain, maupun kepada Negara, khususnya dalam peran
sertanya bagi pelestarian kemampuan lingkungan dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur didalam BAB X tentang Hak,
Kewajiban dan Larangan Pasal 65 Ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6), Pasal 66, Pasal 67,
Pasal 68, Pasal 69 ayat (1) dan (2), dan BAB XI tentang Peran Masyarakat Pasal 70 ayat (1),
(2) dan (3).

Hukum Pidana Lingkungan menentukan perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dalam


kaitannya dengan Lingkungan Hidup, siapa sajakah yang dapat dipidana dan menetapkan
sanksi-sanksi tentang pelanggaranya. Didalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup diatur dalam BAB XV tentang Ketentuan Pidana yaitu
Pasal 97, Pasal 98 ayat (1), (2) dan (3), Pasal 99 ayat (1), (2) dan (3), Pasal 100 ayat (1) dan
(2), Pasal 100 ayat (1) dan (2), Pasal 101, Pasal 102, Pasal Untuk menjamin pelestarian
fungsi lingkungan hidup, setiap Perusahaan yang bergerak dalam berbagai bidang kegiatan,
diwajibkan melakukan hal-hal berikut ini.

a. Perusahaan wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup ( Pasal 22


ayat (1),dan (2), Pasal 23 ayat (1) dan (2), Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26 ayat (1), (2), (3) dan
(4), Pasal 27, Pasal 28 (1), (2), (3) dan (4), Pasal 29 ayat (1), (2) dan (3), Pasal 30 ayat (1), (2)
dan (3), Pasal 31, Pasal 32 (1), (2) dan (3) dan pasal 33 UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ). Analisis mengenai dampak lingkungan
hidup adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan / atau kegiatan yang
6
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaran usaha dan atau kegiatan ( Pasal 1 angka 11 UU No. 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ). Hal-hal yang dianalisis meliputi:

1) Iklim dan Kualitas Udara.

2) Fisiologi dan Geologi.

3) Hidrologi dan kualitas air.

4) Ruang, lahan dan tanah.

5) Flora dan Fauna.

6) Sosial ( Demografi, Ekonomi, Sosial Budaya ) dan Kesehatan Masyarakat.

b. Setiap usaha dan / atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib Amdal,
wajib memiliki Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup yang disebut UKL-UPL ( Pasal 34 ayat (1) dan (2), Pasal 35 ayat (1), (2) dan (3) UU
No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ).

c. Perusahaan wajib melakukan pengelolaan bahan berbahaya dan beracun. Pengelolaan


bahan berbahaya dan beracun meliputi: Menghasilkan, Mengangkut, Mengedarkan,
Menyimpan, Menggunakan dan atau Membuang BAB VII tentang Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun serta Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun ( Pasal 58 ayat (1) dan
(2), Pasal 59 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6) dan (7) UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ).

Disamping kewajiban itu, perusahaan juga dilarang:

a. Melanggar Baku Mutu dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup ( Pasal 20 ayat (1),
(2), (3), (4) dan (5), Pasal 21 ayat (1), (2), (3) dan (4) UU No. 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup ).

Adapun Peraturan-Peraturan yang berkaitan dengan Hukum Lingkungan Indonesia antara


lain adalah sebagai berikut:

1. UU No. 4 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.

7
2. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Alam Hayati dan Ekosistemnya.

3. UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

4. UU No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.

5. UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

6. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

7. PP No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

8. PP No. 4 Tahun 2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan atau Pencemaran


Lingkungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan atau Lahan.

9. PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara

10. Dan masih banyak lagi peraturan yang berkaitan dengan Hukum Lingkungan.

B. Sarana Penegakan Hukum Lingkungan

1. Administrasi

Sarana administratif merupakan tindakan hukum yang pertama diberikan terhadap


perusahaan yang melakukan pencemaran dan perusakan lingkungan, Sanksi administratif
mempunyai fungsi instrumental, yaitu pencegahan dan penanggulangan perbuatan terlarang
dan terutama ditujukan terhadap perlindungan kepentingan yang dijaga oleh ketentuan hukum
yang dilanggar tersebut.

Penegakan hukum represif dilaksanakan dalam hal perbuatan melanggar peraturan dan
bertujuan untuk mengakhiri secara langsung perbuatan terlarang itu.Dalam hal ini Gubernur
yang berwenang melakukanya atau melalui Peraruran Daerah, Wewenang ini dapat
diserahkan oleh Gubernur kepada Bupati / Walikota. Dan apabila ada pelanggaran tertentu
yaitu seperti ada warga yang ternganggu kesehatannya akibat pencemaran dan atau perusakan
lingkungan hidup maka Kepala Daerah atau pihak yang berkepentigan dapat mengajukan
usul pencabutan izin usaha kepada pejabat yang berwenang.

UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 76
ayat ( 2 ) Sanksi administratif terdiri atas :

8
a. Teguran tertulis.

b. Paksaan Pemerintah.

c. Pembekuan izin lingkungan.

d. Pencabutan izin lingkungan.

Disamping pengawasan administratif, kepada pengusaha hendaknya ditanamkan konsep


pencegahan pencemaran menguntungkan ( Polition Provention Pays ). Konsep ini yaitu
menekankan kepada upaya pencegahan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup dalam
proses produksi dengan penerapkan teknologi lebih bersih sehingga tercapai peningkatan
efisiensi dan efektifitas produksi yang kemudian meningkatkan keuntungan perusahaan
disamping ikut menjaga lingkungan hidup.

2.Sarana Perdata

Sarana perdata merupakan tindakan hukum yang kedua yang diberikan terhadap perusahaan
yang melakukan pencemaran dan perusakan lingkungan. Terhadap penyelesaian sengketa
lingkungan hidup untuk menggugat ganti kerugian dan atau biaya pemulihan lingkungan
hidup, terdapat dua jalur ( Pasal 84 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup ) yaitu :

a. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan.

b. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui pengadilan.

Penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan menurut Pasal 85 dan Pasal 86
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
menyatakan bahwa penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan
diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian
dan / mengenai tindakan tertentu guna menjamin tidak terjadinya atau terulangnya dampak
negative terhadap lingkungan hidup. Hal ini dilakukan secara sukarela oleh pihak yang
berkepentingan, yaitu pihak yang dirugikan dan yang mengakibatkan kerugian, instansi

9
pemerintah yang terkait serta dapat pula melibatkan pihak yang mempunyai kepedulian
terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Penyelesaian melalui cara ini dilakukan dengan cara
mediasi lingkungan, akibat hukum mediasi lingkungan yang oleh para pihak biasanya
dituangkan dalam bentuk persetujuan mediasi tertulis yang dianggap berkekuatan hukum
sebagai kontrak yang tunduk pada ketentuan BW.

3. Sarana Pidana

Sarana pidana merupakan aspek tindakan hukum yang terakhir. Sanksi pidana diberikan
terhadap perusahaan yang melakukan pencemaran dan perusakan lingkungan, mempunyai
fungsi untuk mendidik perusahaan sehubungan dengan perbuatan yang dilakukan, terutama
ditujukan terhadap perlindungan kepentingan umum yang dijaga oleh ketentuan hukum yang
dilanggar tersebut. Selain itu fungsinya juga untuk mencegah atau menghalangi pelaku
pontensial agar tidak melakukan perilaku yang tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan
hidup.

Untuk bisa menjatuhkan pidana untuk kasus lingkungan pada perusahaan maka juga berlaku
peraturan-peraturan seperti kasus pidana lainnya yaitu asas legalitas maksudnya harus
berdasarkan hukum yang ada pada saat perbuatan itu dilakukan dan harus terbukti
kesalahannya.

Ancaman pidana sebagaimana tercantum dalam pasal-pasal UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolan Lingkungan Hidup adalah pidana penjara dan denda. Selain itu
ada pidana tambahan atau tindakan tata tertib terhadap badan usaha Pasal 119 UU No.32
Tahun 2009 berupa :

1. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana.

2. Penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan / atau kegiatan.

3. Perbaikan akibat tindak pidana.

4. Pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak.

5. Penempatan Perusahaan dibawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.

10
C. Kendala dalam Penegakan Hukum di Indonesia

Faktor kendala dan hambatan penegakan hukum lingkungan hidup mengakibatkan tidak
efektivitasnya faktor pendukung dalam penegakan hukum lingkungan. Banyak peraturan-
peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, namun pelaksanaanya dilapangan masih
banyak kendala dan hambatan yang ditemui. Kendala dan hambatan itu terletak pada faktor,
yaitu :

1. Sarana Hukum

Sarana hukum merupakan faktor kendala dan hambatan dalam penegakan hukum lingkungan.
Berbagai kebijakan operasional yang dikeluarkan seringkali tidak konsisten dengan prinsip-
prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup didalam UU No. 32 Tahun 2009
maupun UU yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup lainnya. Bahwa dalam
upaya penegakan hukum lingkungan, faktor manusia sebagai pelaksanannya akan lebih
banyak membentuk keberhasilan penegakan hukum dibandingkan dengan faktor hukum itu
sendiri.

2. Aparat Penegak Hukum

Banyak kasus-kasus lingkungan terkendala dikarenakan jumlah aparat penegak hukum


profesional yang mampu menangani kasus-kasus lingkungan masih sangat terbatas.
Disamping itu adalah mustahil kiranya kita mengharapkan para penegak hukum itu dapat
menguasai berbagai aspek lingkungan. Karena lingkungan hidup mencakup aspek yang
sangat luas dan kompleks yang berkenaan dengan berbagai disiplin ilmu. Keterbatasan
pengetahuan dan pemahaman aspek-aspek lingkungan oleh penegak hukum menjadi faktor
kendala yang sangat dominan dalam upaya untuk menciptakan kesamaan presepsi
penanganan perkara lingkungan.

3. Fasilitas dan Sarana

Fasilitas dan sarana adalah alat untuk mencapai tujuan penegakan hukum lingkungan.
Ketiadaan atau keterbatasan fasilitas dan sarana penunjang (termasuk dana), akan sangat
mempengaruhi keberhasilan penegakan hukum lingkungan. Bahwa kenyataan menunjukan
dalam penanganan kasus-kasus lingkungan akan melibatkan berbagai perangkat berteknologi

11
canggih (peralatan laboratorium), yang untuk kepentingan operasionalisasinya memerlukan
tenaga ahli dan biaya cukup mahal.

4. Perizinan

Perizinan mememang menjadi salah satu masalah yang lebih banyak memberi peluang bagi
berkembangnya masalah lingkungan ketimbang membatasinya. Sebab Pasal 36 UU No. 32
Tahun 2009 masih bisa dilewati begitu saja oleh pengusaha, apalagi jika izin yang dimaksud
adalah izin yang diberikan oleh Departemen Perindustrian, setelah sebuah perusahaan siap
berproduksi.

5. Sistem AMDAL

Dalam prakteknya, AMDAL lebih mengarah pada penonjolan pemenuhan ketentuan


administratif daripada subtantifnya. Artinya pesatnya permintaan akan AMDAL merupakan
mata rantai kewajiban dalam urusan perizinan dalam suatu usaha atau dipandang sebagai
performa untuk mendapatkan akad kredit atau izin investasi.

6. Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Lingkungan

Kepatutan dan ketaatan kepada ketentuan hukum (lingkungan), merupakan indikator


kesadaran hukum masyarakat. Peranserta masyarakat, menurut undang-undang pengelolaan
lingkungan hidup merupakan komponen utama, disamping keberadaan penegak hukum,
untuk tercapainya tujuan hukum melalui sarana penegakan hukum, dengan cara melakukan
penegakan hukum lingkungan hidup.

Kesadaran hukum lingkungan suatu masyarakat berawal-mula pada citra masyarakat terhadap
lingkungan hidupnya. Bila citra lingkungan seseorang negatif, dalam arti tidak memahami
dan menghayati betapa pentingnya kelestarian lingkungan hidup bagi kelangsungan hidup
dan kehidupan, maka cenderung bersikap masa bodoh terhadap lingkungan. Masih
terbatasnya kesadaran hukum masyarakat terhadap lingkungan disebabkan keawaman
masyarakat terhadap aspek lingkungan dan tidak mengetahui akibat yang akan timbul bila
melakukan pencemaran dan perusakan lingkungan.

Citra masyarakat terhadap lingkungan dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan dapat
dibina dan ditingkatkan melalui usaha-usaha seperti penyuluhan, bimbingan, teladan dan
keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan masalah lingkungan. Untuk itu, peningkatan
12
kegiatan penegakan hukum yang berdimensi edukatif-persuasif dan preventif perlu
ditingkatkan dan digalakan lagi.

Hukum Lingkungan Modern alam hukum lingkungan modern, ditetapkan ketentuan dan
norma-norma guna mengatur tindak perbuatan manusia dengan tujuan untuk melindungi
lingkungan dari kerusakan dan kemerosotan mutunya untuk menjamin kelestariannya agar
dapat secara langsung terus-menerus digunakan oleh generasi sekarang maupun generasi-
generasi mendatang. Hukum Lingkungan modern berorientasi pada lingkungan, sehingga
sifat dan waktunya juga mengikuti sifat dan watak dari lingkungan itu sendiri dan dengan
demikian lebih banyak berguru kepada ekologi. Dengan orientasi kepada lingkungan ini,
maka Hukum Lingkungan Modern memiliki sifat utuh menyeluruh atau komprehensif
integral, selalu berada dalam dinamika dengan sifat dan wataknya yang luwes.

Hukum Lingkungan Klasik

Sebaliknya Hukum Lingkungan Klasik menetapkan ketentuan dan norma-norma dengan


tujuan terutama sekali untuk menjamin penggunaan dan eksploitasi sumber-sumber daya
lingkungan dengan berbagai akal dan kepandaian manusia guna mencapai hasil semaksimal
mungkin, dan dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya. Hukum Lingkungan Klasik
bersifat sektoral, serta kaku dan sukar berubah. Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan,
bahwa sistem pendekatan terpadu atau utuh harus diterapkan oleh hukum untuk mampu
mengatur lingkungan hidup manusia secara tepat dan baik, sistem pendekatan ini telah
melandasi perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia. Drupsteen mengemukakan,
bahwa Hukum Lingkungan (Millieu recht) adalah hukum yang berhubungan dengan
lingkungan alam (Naturalijk milleu) dalam arti seluas-luasnya. Ruang lingkupnya berkaitan
dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Mengingat pengelolaan
lingkungan dilakukan terutama oleh Pemerintah, maka Hukum Lingkungan sebagian besar
terdiri atas Hukum Pemerintahan (bestuursrecht).

Hukum Lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi pengelolaan lingkungan hidup,


dengan demikian hukum lingkungan pada hakekatnya merupakan suatu bidang hukum yang
terutama sekali dikuasai oleh kaidah-kaidah hukum tata usaha negara atau hukum
pemerintahan. Untuk itu dalam pelaksanaannya aparat pemerintah perlu memperhatikan

13
“Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik” (Algemene Beginselen van Behoorlijk
Bestuur/General Principles of Good Administration). Hal ini dimaksudkan agar dalam
pelaksanaan kebijaksanaannya tidak menyimpang dari tujuan pengelolaan lingkungan hidup.

Sesuai dengan Undang – undang No.32 tahun 2009 yang di maksud dengan Lingkungan
hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan
perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Tujuan dibentuknya Undang-undang tersebut adalah untuk menciptakan Lingkungan Hidup


yang baik dan sehat bagi seluruh warga negara Indonesia, karena saat ini kualitas lingkungan
hidup yang ada sudah semakin menurun dan mengancam kelangsungan hidup manusia
kedepannya, serta dikarenakan lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah merupakan salah
satu hak asasi manusia yang wajib dilindungi oleh negara Indonesia.

Dalam Undang- undang Lingkungan Hidup adala beberapa hal yang sangat perlu mendapat
perhatian dari para pelaku usaha yaitu, adanya ketentuan pidana yang harus dipatuhi oleh
semua perusahaan di Indonesia.

Berikut beberapa jenis tindak pidana Lingkungan Hidup yang mengancam perusahaan yang
diatur dalam UU No.32 tahun 2009 adalah sebagai berikut :

1). Pelaku Usaha yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu
udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup, 2). Pelanggaran terhadap baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu
gangguan, 3). Pelepasan dan/atau mengedarkan produk rekayasa genetik ke media
lingkungan hidup, 4). Pengelolaan limbah B3 tanpa izin atau Pelaku Usaha yang
menghasilkan Limbah B3 namun tidak melakukan pengelolaan limbah tersebut, 5). Dumping
limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin, 6). Memasukkan limbah
dan/atau Limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tanpa memenuhi
izin dan persyaratan, 7). Melakukan Pembakaran Lahan, 8). Melakukan usaha dan/atau
14
kegiatan tertentu tanpa memiliki izin lingkungan, 9). Menyusun amdal tanpa memiliki
sertifikat kompetensi penyusun amdal, 10). Memberikan informasi palsu, menyesatkan,
menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar
yang diperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum yang berkaitan
dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, 11). Mencegah, menghalang-
halangi, atau menggagalkan pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau
pejabat penyidik pegawai negeri sipil.

Apabila tindak pidana lingkungan hidup diatas dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan
usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha dan/atau kepada
orang yang memberi perintah untukmelakukan tindak pidana tersebut atau orang yang
bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut.

Dan jika tindak pidana diatas dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau
berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana
dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dan usaha tersebut. ketentuan ini
mengharusnkan para pemimpin atau direksi perusahaan untuk bersunguh-sungguh
memastikan karyawanya untuk tidak melanggar ketentuan pidana lingkungan hidup yang
diatur dalam Undang-undang No.32 tahun 2009 tersebut.

kepentingan lingkungan yang bermacam-macam dapat dibedakan bagian-bagian hukum


lingkungan yaitu:

1. Hukum Bencana (Rampenrecht);

2. Hukum Kesehatan Lingkungan (MIlieuhygienerecht);

3. Hukum tentang Sumber Daya Alam atau Konvercasi (Recht betreffende naturuulijke
rijkdommen);

4. Hukum Tata Ruang (Recht betreffende de verdeliong van het ruimtegebruik);

5. Hukum Perlindungan Lingkungan (Milieubeschermingsrecht).

15
Dengan memperhatikan perkembangan akhir-akhir ini, Koesnadi Hardjasoemantri
berpendapat bahwa, hukum lingkungan dapat meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1. Hukum Tata Lingkungan

2. Hukum Perlindungan Lingkungan

3. Hukum Kesehatan Lingkungan

4. Hukum Pencemaran Lingkungan

5. Hukum lingkungan Internasional

6. Hukum Perselisihan Lingkungan

Hukum Tata Lingkungan merupakan hukum tata penelenggaran tugas (hak dan
kewajiban)kekuasaan negara berikut alat kelengkapannya dalam mengatur pengelolaan
lingkungan hidup.

Hukum Perlindungan Lingkungan tidak mengenal satu bidang kebijaksanaan, akan tetapi
merupakan kumpulan dari peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkungan
hidup yang berkaitan dengan lingkungan biotik sampai batas tertentu juga dengan
lingkungan antrophogen. Sedang kalau wujud structural hukum perlindungan lingkungan
meli[uti perlindungan hayati, non hayati, buatan termasuk cagar budaya seperti Nampak pada
UU No.5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya.

Hukum Kesehatan Lingkungan adalah hukum yang berhubungan dengan kebijaksanaan di


bidang kesehatan lingkungan dan wujud strukturalnya meliputi pemeliharaan kondisi air,
tanah, dan udara seperti pada PP No.35 Tahun 1991 tentang Sungai.

Hukum Pencemaran Lingkungan merupakan hukum yang memiliki pengaturan terhadap


pencegahan dan penanggulangan pencemaran. Wujud pola hukum pencemaran lingkungan
ini meliputi pencemaran air, udara, tanah seperti PP No.12 Tahun 1995 tentang Pengelolaan
Limbah B3.

Hukum lingkungan Internasional merupakan instrument yuridis dalam pengaturan hubungan


hukum mengenai sengketa lingkungan perdata internasional dan hukum lingkungan pidana

16
internasional seperti yang terdapat pada UU No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup.

Hukum Perselisihan Lingkungan merupakan hukum yang mengatur prosedur pelaksanaan


hak dan kewajiban karena adanya perkara lingkungan seperti yang diatur di UU No.23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Sejarah Hukum Lingkungan Hidup

Untuk memperdalam mengenai masalah hukum, khususnya hukum lingkungan hidup


manusia, diadakanlah seminar Segi-Segi Hukum dari Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
diselenggarakan bersama oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional pada tanggal 25-27 Maret
1976 di Lembang. Dalam seminar tersebut telah diajukan usul kepada pemerintah agar
dibentuk menteri khusus yang menangani lingkungan hidup. Kemudian pada tahun 1978,
resmi dibentuk menteri lingkungan hidup dengan sebutan “ Menteri Negara Pengawasan
Pembangunan dan Lingkungan Hidup (MNPPLH) yang dijabat oleh Prof. Dr. Emil Salim
sesuai dengan Keppres Nomor 59/M tahun 1978

Lingkungan merupakan daerah atau tempat dimana terdapat berbagai aktivitas kehidupan di
dalamnya seperti lingkungan hidup, lingkungan alam dan lain sebagainya, Dalam Buku ini
menjelaskan bahwa Lingkungan ialah habitat bagi makhluk hidup, maka tidak heran apabila
lingkungan memiliki peraturan atau perundang-undangan guna menjaga kestabilan alam.
Lingkungan tentu berkaitan langsung dengan alam, Kita dapat memahami maksud akan
Hukum Lingkungan dalam Buku ini karena memiliki Bahasa yang mudah di pahami oleh
setiap kalangaan. Dalam Bab 1, buku ini menjelaskan tentang Pengertian dan Pengaturan
Hukum Lingkungan, Apakah itu Hukum Lingkungan? Menurut buku ini dijelaskan bahwaa
Hukum Lingkungan dalam pengertian yang sederhana adalah Hukum yang menatur tatanan
lingkungan (lingkungan hidup) (Munadjat,1980: 105). Buku ini mempunyai pendapat bahwa
istilah hukum lingkungan merupakan konsepsi baru dalam Ilmu Hukum.

Bab 1 buku Hukum Lingkungan menjelaskan informasi akan pengelolaan lingkungan,


Lingkungan dikelola oleh pemerintah. Maka dari itu Hukum Lingkungan dikelola oleh
pemerintah, menyebabkan hukum lingkungan sebagian besar terdiri atas Hukum
Pemerintahan, tidak hanya itu. Buku ini menjelaskan bahwa terdapat pula Hukum
Lingkungan Keperdataan, Hukum Lingkugaan Ketatanegaraan, Hukum Lingkungan

17
Kepidanaan. Buku ini menceritakan mengapa hukum diperlukan dalam pengelolaan
lingkungan, Penulis menjelaskan bahwa manusia hanya menjadikan Lingkunan/alam sebagai
objek saja. Manusia belum begitu sadar sekalipun membayangkan bahwa manusia dan
lingkungan mempunyai kedudukan yang sama. Hal ini yang mungkin menjadi latar
belakangnya lahir akan aturan tentang pengelolaan lingkungan hidup. Hukum lingkungan
yang ditetapkan oleh suatu Negara disebut Hukum Lingkungan Nasional.

Bab I membahas juga akan undang-undang apa saja yang berlaku dalam Hukum Lingkungan
antara lain, Undang-undang nomor 4 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kemudian Undang-undang tersebut diganti dengan Undang-
undang nomor 23 tahun 1997. Dan kemudian diganti lagi menjadi Undang-undang Nomor 32
Taahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Buku ini
menjelaskan maksud perubahan-perubahan undang undang tersebut dikarenakan adanya
pembaharuan, dan penguatan prinsip pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada
tata kelola pemerintahan yang baik. Undang-undang tersebut menjadi paying bagi penyusun
peraturan perundang-undangan lainnya.

Dalam Bab II, Buku ini membahas akan Kebijaakan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Ternyata apabila dibandingkan UU no. 23 tahun 1997 dengan UU no. 32 tahun 2009 jauh
mengalami kemajuan, dikarenakan UU no. 23 tersebut sederhana sekali. Maka dari itu Kini
kebijakan pengelolaan lingkunan telat tertuang melalui Undang-undang nomor 32 tahun 2009
oleh karena itu Indonesia sebagai Negara yang berkembang yang saat ini sedang
melaksanakan pembangunaan di segala bidang juga harus berorientasi pada pembangunan
lingkungan hidup. Bab II ini membahas tentang pembangunan berkelanjutan menurut pasal 1
ayat 3 UU nomor 32 tahun 2009 yang berbunyi “ Pembangunan berkelanjutan adalah upaya
sadar dan terencaaanaa, yang memadukan aspek lingkungan hidup, social dan ekonomi ke
dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan,
kemampuaan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Penulis berpendapat bahwa Undang-undang no. 32 tahun 2009 menggariskan bahwa pola
pembangunan Indoesia dalam konteks pengelolaan lingkungan hidup adalah pembangunan
berkelanjutaan, yaitu upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup
serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini.

18
Penulis menjelaskan dalam Bab II bahwa pembangunan yang bekelanjutan memiliki ciri-ciri
sebagai berikut : a. Memberikan kemungkinan kepada kelangsungan hidup dengan jalaan
melestarikan fungsi-fungsi dan kemampuan ekosistem yang mendukungnya. 2.
Memanfaatkan sumber daya alam yang banyak atau teknolgi pengelolaan yang mampu
menghasilkan secara lestari. 3. Memberikan kesempatan kepada sector dan kegiatan lainnya
untuk berkembang secara bersama-sama baik daerah dan kurun waktu yang berbda secara
sambung menyambung. 4. Meningkatkan dan melestarikan kemampuan dan fungsi ekosistem
untuk memasok sumber daya alam dan melindungi serta mendukung perikehidupan secara
terus menerus. 5. Menggunakan prosedur dan tata cara yang memperlihatkan kelestarian
fungsi dan kemampuan ekosistem untuk mendukung perikehidupan baik masa kini maupun
masa yang akan datang. Penulis juga memaparkan konsep pembangunan berkelanjutan
menurut Ahmad Santosa: a. Prinsip keadilan antar generasi, Prinsip keadilan satu generasi,
Prinsip pencegahan dini, Prinsip perlindungan keanekaan hayati dan Internalisasi biaya
lingkungan dan mekanisme intensif.

buku Hukum Lingkungan kembali lagi penulis menegaskan bahwa pembangunan


berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukaan aspek lingkungan hidup,
social dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhaan lingkungan
hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan
generasi masa depan. Penulis berpendapat bahwa perlunya pembangunan lingkungan
dikarenakan lingkungan tidak bisa lagi dibiarkan seperti masa lalu yang dengan sendirinya
berada pada kondisi baik dan sehat akibat kegiatan manusia atau kegiatan pembangunan.
Dengan demikian konsep perlindungan dan pengelolaaan lingkungan adalah upaya sistematis
terpadu untuk melestarikan fungsi linkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan seperti: a.
Perencanaan, b. Pemanfaatan, c. Pengendalian. d Pemeliharaan, e. Pengawaasan dan
Penegakan hukum. Dalam buku imi juga menjelaskan bahwa perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu system yang terpadu berupa suatu
kebijakaan nasional perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan
secara taat asas dan konsekuen dari pusar sampai ke daerah.

Perlu kita ketahui bahwa penulis menerapkan adanya perbedaan mendasar antara undang-
undang nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup dengan UU nomr 32
tahun 2009 ini adalah adanya penguatan tentang prinsip-prisip perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam
19
setiap proses perumusan dan penerapan instrument pencegahan pencemaran dan atay
kerusaaka lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan
pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas dan keadilan. Buku ini
menjelaskan bahwa undang-undang nomor 32 tahun 2009 memberikan kewenangan luas
kepada Menteri untuk melaksanakan seluruh kewenangan pemerintah di bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup serta melakukan koordinasi dengan instansi lain. Melalui
undang-undang ini, pemerintah pusat juga memberikan kewenangan yang sangat luas kepada
pemerintah daerah dalam melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di
daerah masing-masing yang tidak diatur dalam Undang-undang nomor 23 tahun 1997 tentang
pengelolaan lingkungan hidup. Penulis berpendapat akan lembagaa yang mempunyai beban
kerja berdasarkan UU nomor 32 tahun 2009 ini tidak cukup hanya suatu organisasi yang
menetapkan dan melakukan koordinasi pelaksanaaan kebijaakan, tetapi dibutuhkan suatu
organisasi dengan portofolio menetapkan, melaksanakan dan mengawasi kebijakan
perlindungaan dan pengelolaaaan lingkungan hidup. Selain itu, lembaga ini diharapkan juga
mempunyai ruang lingkup wewenang untuk mengawasi sumber daya alam untuk kepentingan
konservasi.

penulis membahas tentang Media Lingkungan seperti Tanah, Air dan Udara. Dalam
kaitannya dengan Pengelolaan Lingkungan Hidup penulis berpendapat bahwa Tanah ialah
bagian lingkungan yang sangat vital bagi kehidupan manusia karena tanah mendukung
kehidupan tumbuhan dengan menyediakan hara daan air sekaligus sebagai penopang akar.
Oleh sebab itu peranan tanah dalam pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana dijelaskan
dalam buku ini menjadi sangat penting. Tanah sebagaimanaa diketahui memegang peranan
penting sebagai penyimpan air dan menekan erosi, meskipun tanah sendiri jugaa dapat
tererosi. Komposisi tanah berbeda-beda pada satu lokasi dengan lokasi yang lain. Air dan
udara merupakan bagian dari tanah.Namun, ternyata pencemaran Tanah di Indonesia masih
juga banyak. Oleh karena itu, dengan PP no. 150 Tahun 2000 ini dimaksudkan untuk
mengendalikan kerusakan tanah untuk produksi biomassa. Pengendalian kerusakan tanah
tersebut menyangkut tiga hal, sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1 ayat 6 bahwa
pengendalian kerusakan tanah adalah upaya pencegahan dan penanggulangan kerusakan
tanah serta pemulihan kerusakaan tanah. Pencegahan dan penanggulangan merupakan dua
tindakan yang tidak bisa dipisah-pisaahkan dalam arti biasanya kedua tindakan yang tidak
dapat dipisah-pisahkan dalam arti biasanya kedua tindakan ini dilakukan untuk saling

20
menunjang, apabila tindakan pencegahan sudah tidak dapat dilakukan maka dilakukan
langkah tindakan penanggulangan.Dalam buku ini penulis membahas akan Media
Lingkungan kedua yaitu air. Penulis mengatakan air merupakan sumber daya alam yang
penting bagi manusia maupun hewan apalagi tumbuh-tumbuhan. Menurut pasal 6 ayat(1)
Undang-undang no. 7 tahun 2004 menyatakan bahwa sumber daya air dikuasai oleh Negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Jadi penulis berpendapat
bahwa mengelola sumber daya air sebaagai kekayaan Negara yang bertujuan untuk
kesejahteraan rakyat. Penulis mengutip pendapat menurut Koesnadi Hadrjosoemantri bahwa
pengaturan hukum terkait perlindungan dan pengendalian pemanfaatan air bumi(air tanah)
hendaknya ditingkatkan kualitasnya terutama kejelasan pengaturan tentang wewenang
pemerintah agar sumber air yang besar tersebut tidak rusak akan tetapi dapat dikelola secaral
lestari. Pengelolaan sumber daya air ternyata dapat melibatkan berbagai institusi mulai dari
pemerintah pusat samapai kepada pemerintah daerah yang juga melibatakan pihak swasta dan
perorangan. Hukum Lingkungan menjelaskan pengelolaan sumber daya ar mempunyaai
persoalan tersendiri terkait asas hukum yang melandasi wewenang Pemerintah Pusat dan
Pemerintah daerah sehubungan dengan penyelengggaraa urusan pemerintahan bidang sumber
daya air di daerah. Naniek Suparmi menjelaskan diperlukan wewenang pemeintah dalam
pengaturan pengelolaan sumber daya air sehubungan dengan meningkatnya kebutuhaan akan
air bersih karena pertumbuhan berbagai jenis industry, usaha pertanian yaitu irigasi,
kebutuhan air bersih di perkotaan.

Dalam buku Hukum Lingkungan memberikan gambaran akan udara, Udara bisa kita
katakana sebagai hal yang semu, tidak bisa kita lihat tapi bisa di rasa. Udara adalah sumber
kehidupan makhluk hidup dalam setiap aspek. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan hidup
perlu mendapatkan perhatian yang serius. Udara memang punya batasan namun hal itu tidak
sedimikian detail seperti tanah dan air Lingkungan Udara sebagai salah satu elemen dalam
media lingkungan yang berfungsi sebagai modal pembangunan juga memiliki fungsi yang
sangat vital dalam menopang kehidupan manusia. Manusia ditugaskan untuk menjaga
ekosistem udara ini, sebab apabila terdapat ketidakseimbangan ekosistem dapat berakibat
tidak berjalaannyaa system dengan baik atau dapat menimbulkan pencemaran.

Penulis mulai menyinggung media lingkungan Udara melalui UU no. 32 tahun 2009,
pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkanya makhluk hidup, zat, energy
dan komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui
21
baku mutu lingkungan hidup yang ditetapkan. Penulis menjelaskan terkait Pencemaran Udara
melalui pendapat Salim yang merupakan kutipan oleh Utami (2005) pencemaran udara
diartikan sebagaai keaadaan atmosfir, dimana satu atau lebih bahan-bahan polusi yang jumlah
dan konsentrasinya dapat membahayakan kesehatan makhluk hidup, merusak property,
mengurangi kenyamanan di udara. Berdasarkan kutipan ini penulis mendapatkan bahwa
segala bahan padat, gas dan cair yang ada di udara yang dapat menimbulkan rasa tidak
nyaman disebut polutan udara. Penulis berpendapat akan Pencemaran Udara dibedakan
menjadi dua macam yaitu Pencemaran udara primer dan pencemaran udara sekunder.
Pencemaraan udara primer adalah substansi pencemaran yang ditimbulkan langsung dari
sumber pencemaran udara seperti karbon monoksida karena karbon monoksida merupakan
hasil pembakaran. Sedangkan Pencemaran udara sekunder adalah substansi pencemaran yang
terbentuk dari reaksi pencemaran-pencemaran primer di atmosfer seperti pembentukan ozon.
Penulis berpendapat bahwa pencebab pencemaran udara ada dua macam yaitu oleh factor
alam dan factor manusia. Penulis menyinggung akan factor alam yaitu seperti debu akibat
tiupan angina, debu letusan gunung berapi dan proses pembusukan sampah organic.
Sedangkan factor buatan seperti hasil pembakaran bahan bakar fosil, debu dari kegiatan
industry dan pemakaian zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara. Perlu kita ketahui bahwa
pencemaran udara dapat memberikan dampak negative bagi makhluk hidup, manusia, hewan
dan tumbuh-tumbuhan. Faktor alam yang disebutkan penulis seperti gunung meletus
menyebabkan banyaknya hewan-hewan yang kehilangan habitatnya adapun yang mati
hingga mengalami kepunahan. Mekanisme ini terjadi karena abu vulkanik mengandung gas
beracun yang membahayakan mekanisme pernapasan pada hewan maupun tumbuh-
tumbuhan. Untuk itu udara atau oksigen diperlukan sekali dalam menjaga ekosistem media
lingkungan Udara. Dengan adanya peraturan perundang-perundangan diharapkan sebagai
manusia dapat menjaga dan bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada alam baik di udara,
air maupun tanah. Ketiga elemen ini penulis mengkategorikan sebagai peranan penting yang
baik bagi keberlangsungan pengelolaan lingkungan hidup. Penulis menyebutkan akan adanya
pencemaran udara yang membahayakan seperti Hujan asam, Penipisan Lapisan Ozon,
Pemanasan Global dan Proses terjadinya efek rumah kaca. Keempat hal tersebut tentu sangat
berbahaya dan dapat menjadikan ekosistem bumi mengancam akan keanekaragaman hayati.
Pencemaran lingkungan perlu diatasi dengan baik dan dilakukan.

22
Dalam Buku Hukum Lingkungan membahas akan Penegakan Hukum Lingkungan. Seberapa
pentingnya kah penegakan Hukum Lingkungan? Penulis membahas menurut pendapat para
ahli diantaranya mengutip dari Koesnadi Hardjasoemantri bahwa ada beberapa pendapat yang
keliru akan hukum lingkungan. Dikatakan bahwa penegakan hukum hanyalah melalui proses
di pengadilan. Perlu diperhatikan bahwa penegakan hukum dapat dijalankan dengan berbagai
jalur dengan berbagai sanksinya, seperti sanksi administrative, sanksi perdata dan saksi
perdata. Penegakan Hukum merupakan kewajiban dari seluruh masyarakat dan untuk ini
pemahaman akan Penegakan Hukum Lingkungan menjadi hal yang mutlak. Penegakan
hukum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga
masyarakat terhadap peraturan yang berlaku, yang meliputi tiga bidang hukum yaitu
administraasi, pidana dan perdata. Banyak pendapat bahwa Penegakan Hukum Lingkungan
merupakan penting namun ada juga yang berpendapat bahwa tidak terlalu penting karena
sudah menjadi aparat Negara untuk menjaga kestabilan lingkungan. Penulis berpendapat
bahwa penegakan hukum lingkungan merupakan upaya untuk mencapai ketaatan peraturan
dan persyaratan dalam ketentuan yang berlaku secara umum dan individual, melalui
pengawasan dan peneraapan sanksi administrative, kepidanaan dan keperdataan. Dalam Buku
ini dapat kita ketahui akan Penegakan Hukum Lingkungan Administratif dapat dilakukan
oleh Upaya Prevntif, Upaya Represif. Adapun melalui Penegakan Hukum Lingkungan
Perdata, Penegakan Hukum Lingkungan Pidana.

Lingkungan, buku ini bisa dikatakan sebagai buku pengantar saja walaupun didalam buku ini
juga dijelaskan akan undang-undang yang berlaku mengenai Penegakan Hukum Lingkungan.
Buku ini

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hukum lingkungan adalah keseluruhan peraturan yang mengatur tentang tingkah laku orang
tentang apa yang seharusnya dilakukan terhadap lingkungan, yang pelaksanaan peraturan
tersebut dapat dipaksakan dengan suatu sanksi oleh pihak yang berwenang.

Sarana penegakan hukum yang diberikan terhadap perusahaan yang melakukan pencemaran
dan perusakan lingkungan terdiri dari aspek administrasi, aspek perdata, aspek pidana.

UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 76
ayat (2) Sanksi administratif terdiri atas : Teguran tertulis., Paksaan Pemerintah, Pembekuan
izin lingkungan, Pencabutan izin lingkungan. Terhadap penyelesaian sengketa lingkungan
hidup untuk menggugat ganti kerugian dan atau biaya pemulihan lingkungan hidup, terdapat
dua jalur (Pasal 84) yaitu : Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan,
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui pengadilan. Apabila tindak pidana
lingkungan hidup dilakukan oleh atas nama badan usaha atau perusahaan maka tuntutan
pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha atau orang yang memberi perintah
untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin
kegiatan dalam tindak pidana tersebut (Pasal 116 ayat (1) dan (2)). Ancaman pidana
sebagaimana tercantum dalam pasal-pasal adalah pidana penjara dan denda. Selain itu ada
pidana tambahan atau tindakan tata tertib terhadap badan usaha Pasal 119 UU No.32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Faktor kendala dan hambatan dalam penegakan hukum terdiri dari beberapa faktor yaitu :
Sarana Hukum, Aparat Penegak Hukum, Fasilitas dan Sarana, Perizinan, Sistem AMDAL,
Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Lingkungan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Ali Azar,2007.Upaya penegakan hukum terhadap Kerusakan lingkungan Hidup

A`an Efendi,SH, MH , Penyelesaian Sengketa Lingkungan ,CV. Mandar Maju,2012


Bandung,

Aguw, Yauloa. 2009. Pengaruh Pengajaran Hukum Berwawasan Lingkungan Terhadap


Peningkatan Kesadaran Hukum Lingkungan di Kalangan Mahasiswa. Dikutip dari
http://www.ubb.ac.id/.

Danusaputro, Munadjat. Hukum Lingkungan, Buku I Umum, Binacipta, Bandung. 1981,

R.M. Gatot P. Soemartono. Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1996

Rina Suliastini,2009.Perbandingan UU No 23/1997 dengan UU No 32 /2009

Undang-undang No 8 tahun 1981 tentang KUHAP

Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup.

Buku Pengetahuan dan Hukum Lingkungan PTIK,2007

Artikel hukum

Hukum online.com

25

Anda mungkin juga menyukai