Anda di halaman 1dari 10

TEKSTUR & KLASIFIKASI

BAB.III. TEKSTUR DAN KLASIFIKASI BAT SEDIMEN

III.1. Tinjauan umum

Pada gambar I.2, siklus batuan, tentang terbentuknya batuan sedimen, adalah karena adanya proses pelapukan
(batuan asal/ parent rock di daerah tinggian/ uplift), dan proses sedimentasi, pd kondisi temperatur & tekanan yg
relatif rendah. Perbedaan proses pada daur batuan tersebutkan akan terekspresikan oleh aspek: komposisi, tekstur,
dan struktur. Aspek tekstur pada bat sedimen akan berbeda dengan tekstur pada batuan yang dibentuk karena
proses peleburan dan proses kristalisasi, atau batuan yang dibentuk karena proses deformasi dan rekristalisasi pada
tekanan dan temperatur relatif tinggi.

Gr
i
ff
it
hs(

61)me
nye
but
kana
da5 indikasi atau aspek sebagai petunjuk keberadaan tekstur batuan sedimen yi:
1) Komposisi, 2) Ukuran butir, 3) bentuk butir, 4) Orintasi butiran, 5) kemas atau packing dari butiran. Aspek lain
sebagai pentunjuk akan keberadaan batuan sedimen, yi: 6) aspek pembundaran (roundness), dan 7) sphericity.

Tekstur sangat penting untuk memahami proses pelapukan, transportasi, sedimentasi, dan litifikasi (diagenesa).
Dalam aplikasinya, tekstur batuan sedimen (khususnya sedimen detritus/ klastik) merupakan aspek yang
fundamental untuk mengetahui kualitas & kuantitas: porositas, permeabilitas , bulk densitas, konduktifitas arus listrik,
transmissibilitas gelombang suara, dari batuan. Tekstur juga berkaitan dng tingkat kedewasaan (maturity) batuan.

Ada beberapa metoda untuk mengetahui kondisi butiran penyusun batuan sedimen, salah satunya adalah
analisa besar butir (granulometri). Dari metoda ini dapat dianalisa tentang distribusi butir penyusun batuan sedimen,
sehingga dapat diinterpretasikan tentang mekanisme transportasi, dan lingkungan pengendapannya. (Lihat SAP
Praktikum Granulometri).

III.2. Pengertian-pengertian
Butiran Tekstur adalah: aspek geometri dari partikel-partikel komponen suatu batuan
(Pettiyohn, 54). Kerangka penyusun batuan sedimen yi: butiran (grains), &
matrik atau semen. (Gb III.1).

Matrik
Semen Butiran (grain): adalah partikel-partikel penyusun batuan. Butiran dapat
Butiran bersifat klastik dan non-klastik.
Gb. III. 1. Skets a batuan yg dis usun Matrik: material lebih halus daripada butiran/ fragmen, terjadi sebelum
oleh b utiran, matrik (but iran yg
u ku rann ya lebih k ecil ) dan semen
sedimentasi, terjadi akibat infiltrasi lempung setelah deposisi hasil ubahan
butiran yang ada selama diagenesis.
Semen: material hablur, akibat kompaksi, overgrowth, atau rekristalisasi
matriks.

Sedimentologi 1
TEKSTUR & KLASIFIKASI

Klastik adalah: butir/ partikel yg pernah lepas-lepas (akibat pelapukan) kemudian beragregasi menjadi batuan,
secara mekanis. Jadi Batuan sedimen klastik umumnya memperlihatkan proses sedimentasi mekanis. Di dalam
batuan klastik tersebut, butirannya bisa berupa detritus, dan non detritus, atau non-fragmen klastik.
Detritus adalah butiran hasil disintegrasi karena pengikisan secara mekanis dari batuan yang sebelumnya
ada, atau hasil dari residu pelapukan dari daerah sedimentasi. Detritus sering disebut juga sedimen terrigen
(terrigenneous sediment).
Butiran non detritus adalah butiran/ fragmen yang merupakan pecahan dari bahan/ batuan yang terbentuk di daerah
sedimentasi (non terrigen).
Fragmen non klastik yi butiran yg dibentuk dari pengendapan non-klastik spt oolite, lumps,

Tabe l III.1. Klasifikasi skala uk uran butir menurut be berapa ahli : LGPN-LIPI, be rdasarkan
je nis ukuran me sh, diame te r /bukaan dan satuan Phi, skala yang se ring digunakan
dalam Engine ering (E), skala Atterberg (A), dan Skala Udde n-Wentworth (U-W)

Klasifikasi ukuran butir menurut Nama Nama


U-W
Zeta

E A ( butir batuan
Phi

Lab Sedimen ’
mm)
LGPN-LIPI 4096 Sgt kasar
-3 2000 2048

Bongkah

Konglomerat(klastik membulat)
Kasar

atau breksi ( klastik menyudut)


1024
Bongkah
BOULDERS

Sedang
512
Kecil
Bukaan ayakan (mm)

GRAVEL
-8 256
-2 200 Kerakal Kasar
Mesh (ayakanno:)

-7
10 inch 128
Kerakal

Sedang
COB
BLLE

3inch -6
64 Sgt kasar
-5
GRAVEL

32
Kerikil

Kasar
-4 -1 20
16
Phi

Sedang
Kerikil

-3
Halus
4 4.760 -2.3 8
-2
COARSE

6 3.360 -1.7
SAND

8 2.380 -1.2 4 Sgt halus


-1 Grit
12 1.680 -0.7 0 2
16 1.190 -0.3 2 Sgt kasar
FINES FINE SAND MEDIUM

Pasir kasar
SAND

20 0.840 +0.2 0
30 0.590 +0.7 1
Kasar
Batupasir
Pasir

+1
Batupasir

40 0.420 +1.2
50 0.297 +1.7 Sedang
60 0.250 +2.0 +2 ½ =(0. 5)
65 0.208 +2.3 +1 0.2
100 1/ 4=(0.2 5) Halus
+3.0
Pasir halus

120 0.125 +3
150 0.104 +3.3
Sgt halus
230 0.062 1/8=(0. 125)
270 0.053 +4.2
+4
325 0.004 +4.5
(Mudrocks =mudstone)
Batulanau

Sisa +5 1/ 16=(0 .062 5)


+2 0.02
Lanau

Batulumpur

1/32=(0 .031 )
Lumpur

+6 shale
marl
Lanau

+7 1/64=(0 .015 6)
slate
+8 1/128=(0 .00 78)
Btlempung
Le

0.002 1/256=(0 .00 39)


m

+9
pu

Lempung
ng

Sedimentologi 2
TEKSTUR & KLASIFIKASI

III.3. 1. Ukuran butir.

III.3.1.1.Klasifikasi/ skala besar butir


Klasifikasi ukuran butir yg sering digunakan yi skala Udden - Wentworth (1922), yg membagi skala dr < 1/256
mm (0,0039 mm) hingga >256 mm, yg kemudian dibagi menjadi 4 katagori ukuran butir yi dari ukuran lempung,
lanau, pasir, dan kerakal .(Tabel III-1)

Selain dengan satuan meter (mm - > 40 cm) & inci, skala ukuran butir diberi satuan phi (), hal ini bertujuan
untuk memudahkan perhitungan statistik, dan pengeplotan dalam kurva-kurva grafik. Konversi skala dengan satuan
meter ke phi () = - log2 d . (d = diameter butiran dalam millimeter). Dalam tabel III-1, nampak bahwa semakin
negatif phi (phi = -1  phi = - 8) semakin kasar ukuran butirnya, dan sebaliknya.

III.3.1.2. Metoda pengukuran besar butir


Sedimen klastik yg berasal dari rombakan batuan asal, selama perjalanannya (transportasi–
sedimentasi) akan
mengalami beragam proses (mekanisme, media & alternatif lingkungan butiran di endapkan). Hal ini tentu
menghasilkan populasi besar butir yang berbeda.

Middleton (1976) berpendapat bahwa analisa butiran, dapat untuk membedakan proses-proses sedimen
butiran, dan berdasarkan adanya perbedaan tsb, dapat diinterpretasikan lingkungan, fasies, serta mekanisme
arusnya. Friedmen, (1979) juga berpendapat bahwa interpretasi lingkungan pengendapan berdasarkan penyebaran
besar butir, adalah sama pentingnya dng metoda lainnya. Hal ini juga sudah dilakukan oleh beberapa ahli
p
end
ahu
lu,
spt
Ric
h(‘
51)
,I
nma
n(‘
52)
,Fo
lk(

62)
,Ge
ss(

65)
,dl
l

Ada beberapa metoda untuk mengukur besar butir, yi untuk partikel/ butiran yg terkonsolidasi atau butir lepas.
(Tabel III-.2). Untuk butiran pasir halus hingga pasir sangat halus, sering digunakan metoda kecepatan pengendap-
an butiran (settling velocity of partikel). Untuk butir pasir kasar, sering digunakan analisa granulometri yg ideal untuk
butiran pasir lepas. Sedangkan untuk yg berukuran kerikil - bongkah sering digunakan jangka sorong untuk me-
ngetahui scr langsung ukuran butir. Untuk butiran yg sudah terkonsolidasikan digunakan sayatan tipis (Thin-section).

Tab el III.2. Beberap a metoda peng ukuran besar butir


Tipe Tipe Metoda analisa
Butir Ukuran butir Metoda analisa Butir Ukuran butir
(Boulders)
terlitifikasi

Bongkah (Boulders) Secara manual Bongkah Secara man ual


Lepas
Butir

Kerakal (Cobbles) Diukur per individu btrn Kerakal (Cobbles)


Butir

Kerikil (Pebbles) Kerikil (Pebbles)


Ayak an, an
ali
sa“
set
t
li
ngt
ube, Pasir (Sand) Sayatan tipis, & analisa Image
Pasir (Sand)
analisa Image Lanau (Silt) Electron microscope (SEM)
La nau (Silt) Anal isa pipet, Sedimentation Balances Lempung (Clay)
Lempung (Clay) photohydrometer, sedigraph, lasser-
diffractometer, electro-resistance
(coulter counter)

Sedimentologi 3
TEKSTUR & KLASIFIKASI

III.3.1.3. Rumusan dan tampilan dalam analisa ukuran butir


Rumus-rumus dimaksud untuk menyederhanakan tampilan data shg mempermudah interpretasi adalah dng
perhitungan secara statistik & ploting pada grafik. Ada beberapa tampilannya al: histogram, kurva frekuensi, kurva
kumulatif. Presentasi grafik, merupakan hasil ploting suatu persamaan matematik pd sumbu X & Y, yg mempunyai
2 variabel (bebas =harga diameter butir, dalam satuan mm atau phi, & tak bebas = frekuensi berat butir dalam %)

40
40
A B
Gambar III.2. memperlihatkan tampilan ploting data
% berat

30 30
20 20 dengan penyebaran butiran. (A) adalah grafik histo-
10
10 gram (ploting pd kertas aritmatik, dimana jarak inter-
0 0
-2 -1 0 1 2 3 -2 -1 0 1 2 3 valnya sama). Penyebaran besaran butir digambarkan
Skala phi
D
dengan empat-persegi panjang (bar) yang turun naik.
C 99
1 00 95
% berat

90
80

60 50 Bentuk histogram dapat monomodal (mempunyai 1


40 10
5 harga maksimum), bimodal (2 harga maksimum), tri-
20
1
0
-2 -1 0 1 2 3
modal (3 harga maksimum), dan polimodal (lebih dari 3
-2 -1 0 1 2 3
Skala p hi
Gambar III.2. Grafik dan kurva den gan penyebaran besar harga maksimum). (B) adalah kurva frekuensi, yi me-
’butirnor mal diplotpadaA( hi
st
ogram monomodal )
,
B (kurva fre kue nsi), C (kurva kumulatif pada kertas rupakan hasil limit dari histogram, dimana selang kelas

Aritmat i
k),D( kur vak umulatifpadak er tass
emi l
og)
dari histogram ini diperkecil terus menerus sampai
mencapai nol.

(C) adalah kurva kumulatif, dimana sumbu Y merupakan frekuensi dari presentase berat yang mempunyai skala 0%
- 100%, diplot pada kertas aritmatik dan (D) adalah kurva kumulatif yang digambarkan pada kertas semilog.

Besaran (dr perhitungan statistik) yang diplot dlm grafik maupun kurva adalah besaran spt: mode ( harga pada
puncak maksimal dr populasi ukuran butir), mean (X)(harga rata-rata ukuran butir dalam sampel), standard deviasi
() (harga sampai sejauh mana ukuran butir suatu populasi menyimpang dari harga rata-rata), skwenes (3 =
Sk)(harga kesimetrian/ kecondongan populasi ukuran butir), kurtosis. (2) (harga ke condongan terhadap populasi
ukuran butir yang normal).
Mean fm (1) Histogram dan kurva frekuensi secara visual lebih baik, karena
(moment I) = n
Standard deviasi ( fm- ) 2 (2) besaran mode, mean, standard deviasi, skwenes, kurtosis. akan
(moment II) 100 langsung dapat dilihat. Namun untuk perhitungan statistik, kurva
( fm- )3 (3)
Skweness Sk
100 3 kumulatif lebih mudah, karena nilai didapat secara langsung dari bacaan
(moment III)
Kurtosisi K
( fm- ) 4 (4)
100 4 grafik.
(moment IV)

Rumus-rumus yg digunakan untuk menentukan harga besaran tersebut adalah rumus statistik (spt; rumus
Inman, Folk, Ward, dll). Friedman (1979) menghitung besaran tsb, berdasarkan metoda momen terhadap mean.
Berikut salah satu rumus besaran mode, mean, standard deviasi, skwenes, kurtosis, berdasarkan metoda moment,
dimana f = frekuensi persen berat butir, m =h
arg
ate
nga
huk
ura
nbu
ti
rdl
mph
i,‘
n = jumlah sampel.

Sedimentologi 4
TEKSTUR & KLASIFIKASI

III.3.1.4. Makna tampilan grafik dan kurva


Makna tampilan grafik dan kurva populasi ukuran butir suatu sampel, sering dikaitkan dengan derajat
pemilahan besar butir (sortasi). Sortasi adalah keseragaman ukuran butir penyusun batuan sedimen.
Ada beberapa klasifikasi derajat p
emi
l
aha
nsp
t:Co
mpt
on(

62)
,Le
wis(

84)
(Ga
mba
rII
I
.4)
,Fo
lk(

68)Beberapa
makna tampilan grafik dan kurfa hasil plot- ting data analisa besar butir al:
- Semakin banyak puncak bar pada grafik histogram,
Harga  DerajadSortasi Harga K  DerajadKurtosis
menunjukan semakin buruknya sortasi
> 0.35 Sortasi sgt bgs < 0.67 Sgtplatykurtik
0.35 __ 0.50 Sortasi bgs - Semakin kecil harga standar deviasi, menunjukan
0.67 -0.90 Platykurtik
0.50 0.70 Sortasibgs-sdg 0.90 - 1.11 Mesokurtik semakin baiknya sortasi (Tabel III.4 a)
0.70 _ 1.0 Sortasisdg 1.11 - 1.50 Leptokurtik
1.0 __ 2.0 Sortasibrk 1.50 - 3.0 Sgt leptokurtik - Skwenes positif mempunyai kecenderungan butir ke
2.0 4.0 Sortasisgt brk Ekstremleptokurtik
< 4.0 Sortasiekstrmbrk > 3.0
arah kasar, sebaliknya skwenes negatif, mempunyai
Harga Sk Derajadskwenes Tabel.III.4. kecenderungan ke arah halus. (Tabel III.4b, &
-1.0 - - 0.3 Skwenessgtnegatif Kisaran harga Standarddeviasi, gambar III.3)
-1.3- - 0.1 Skwenesnegatif skwenes&kurtosis,terhadap
-1.0 - + 1.0 Skwenessimetri - Semakin tinggi harga kurtosis, (grafik frekuensinya
+ 1.0 - +0.3 Skwenespositif derajad sortasi(pemilahan)
+ 3.0 - +1.3 Skwenessgt positif semakin mancung), menunjukan sortasi semakin
baik. (Gb III.4)
Harga standar deviasi tinggi, skwenes positif, dapat diinterpretasikan bahwa populasi butiran tersebut di endapkan
pada lingkungan sungai. Bila Harga standar deviasi rendah, skwenes nol (negatif), dapat diinterpretasikan bahwa
populasi butiran tsb di endapkan pada lingkungan pantai, dll

III.3.2. Bentuk butir


Paling tidak ada 3 hal yang mempengaruhi bentuk butir, yaitu morfologi permukaan butir, kebundaran
(Roudness) dan bentuk geometri mendekati bentuk bola (sphericity).

(1) Morfologi butiran (surface textur), umumnya hanya bisa diamati oleh mikroskope elektron (Scanning Electron
Microscope/ SEM). Sehingga berdasarkan pengamatan oleh SEM dapat diidentifikasi morfologi permukaan spt:
permukaan yang sudah terpoles (polished), atau berbintik spt ditutupi butiran gula (greasy) atau morfologinya
memperlihatkan tekstur kaca (frosting of grain). Metoda SEM dpt membedakan mekanisme pembentukan
butiran kuarsa.

(2) Roundness adalah suatu sifat dr bentuk partikel yg dihubungkan dng keruncingan atau kelengkungan yg
terdapat pd sudut-sudut sekeliling partikel tsb. (Wentworth)
Roundness : perbandingan rata-rata jari-jari pelengkungan bulatan terbesar pd butiran (Wadell, 1932).
ri = jari-jari sdt pelengkungan yg paling tajam
 R
=
ri R = 1/2 dr diameter terpanjang butiran
Roundness () menunjukan hub antara jari-jari dr masing-masing pojok & sudut (ri), jumlah dr sdt-sdt
(ri/N)
= yg diukur (N) dan jari-jari terbesar ygd
it
ar
ikp
dte
mpa
tpe
ngu
kur
an(
R)(
Fri
edma
n&Sa
nde
rs,
‘79
)
R

Sedimentologi 5
TEKSTUR & KLASIFIKASI

FREKUENSI BERAT BUTIR (%)


Sk = 0

FREKUENSI BERAT BUTIR (%)


Sk = (+) MODE Sk = (-)
MEDIAN
MEAN
40

MODE
30
20 MODE
10
0
Butir kasar Butir halus UKURAN BUTIR (PHI)
Gambar III.3. Grafik hubungan antara mod e Gambar III.4. Grafik frekuensi yang
Median, mean & skwenes(= 0, + , atau -) memper lihatka n sebaran harga kurtosis
High Low
COMPTON

Sphericity
LEWIS

WR
5
VWS WS

R
Nilai ukuran butir berdasarkan skala Wentworth,

1
dan nilai harga tengahnya

4
S.R
MS

3
WS 2

S.A
A 2
3

1
MS 4 PS

5 V.A
Gambar III.7. Klasifikasi derajat 0
Pe B en
pe orfolo an

nd tu

k e b un daran ,(
Po wer’53)
ar

r4
n
uk i
rm g

ek k
aa
nd

ata
bu

n
Ke

PS 6
M

r3

r1 Roudness ( )= (r1+r2+r3+...+r n) r =


n
Ben kata n

7
tuk
de
Pe n

r2 r5
VPS
Kebundaran

8 Gambar III.6. Metoda perhitungan derajat


Gambar III.5.
Der
a j
ats or
t
asi(D.WL e wis;
8 4&Co mpt
on’
62) kebundaran, d an hubungan hirarki antara
kebundaran butiran d an bentuk butir
WS=pemilahan baik, MS = Sedang, PS = Buruk,
VWS sangat baik VPS =pemilahan sangat buruk

Power, 1953 membagi derajad kebundaran butir menjadi enam kelas, yi : (Gambar III.7)
1. Sangat menyudut (VA), 0,0 –0,15
2. Menyudut (A) 0,15 –0,20
3. Menyudut tanggung (S.A) 0,20 –0,30
4. Membundar tanggung (S.R) 0,30 –0,40
5. Membundar (R) 0,40 –0,60
6. Membundar bagus (W.R) 0,40 –1,00

Sedimentologi 6
TEKSTUR & KLASIFIKASI

Sphericity () adalah derajad atau tingkat bagaimana suatu partikel mendekati bentuk bola. Secara teoritis ()
adalah perbandingan antara luas permukaan par tikel (P) dng luas permukaan bola yg
O 

P VP
= =
S VCS mempunyai volume sama dengan volume partikel (S) Pada prakteknya luas
permukaan partikel yg bentuknya tidak beraturan mk sulit mengukur luas permukaan,
shg lebih mudah dilakukan pengukuran volume. (Vp = volume partikel, V CS = volume bola terkecil yang melingkupi
partikel).

Obla te Equ ant


(disk) Berdasarkan perbandingan unsur/ sumbu dI/dL (b/a) &
0.8
dS/dI (c/b), Zingg (1935) membagi bentuk butir menjadi
2/3 4 klas: (Gambar III.8)
0 .6
1. Oblate (Tabular/ discoidal), bentuk butir seperti
d i/ d L

Bladed Prolate
(Roller)
cakram (b/a > 2/3, c/b < 2/3)
0 .4
2. Equiaxial (equant/sperical) bentuk butir seperti
kubus hingga bola (b/a > 2/3)
0.2
0.2 0.4 0.6 0.8
3. Triaxial (Bladed), bentuk butir lempeng memanjang
=d S/ d I 2/3 (b/a < 2/3, c/b < 2/3)
Ga
mba
rII
I.
8. Kl
asi
fi
k asi be
ntukb uti
r,(Zingg’
3 5).L=s u mbup an ja
ng ,
I= sumbu intermediate, S = diameter/sumbu pendek, atau 4. Prolate (Rodshape) bentuk prismatik hingga bulat.
a = panjang, b = lebar, dan c = tinggi

Tidak Belum de wa sa Dewasa Sangat dewasa


Dewasa
Kaya material lempung Miskin
buruk Sortasi baik
Tida k membulat butiran Membulat
ort
komplit

transp
r
Te
ng
ya ah n
pil rka
da
sedimentasi

r
ng

te n
bu
pu

ng Ter
em

ya
Proses

ng
us
ial l

ya
rt it n
ter

De tira
ma

menengah

Bu
Rendah

tinggi

ekstrem
awal

Ener gi kin etik


Yg mem pengar uh iny a

GambarI
II
-9.Kons
epk
edewasaan(
mature range)t
ekst
ur(
Fol
k’
51)
Fo
lk(

51) berdasarkan kehadiran material lempung, kebundaran butir, & derajad pemilah-an, membagi tingkat
kedewasaan tekstur batu-an sedimen menjadi 4 yi: (Gambar III.9)
1. Immature, Tingkat ini umumnya kaya material lempung, butiran relatif tidak membulat, pemilahan butirannya
tidak baik, di endapkan dengan mekanisme energi yang rendah, atau awal dari proses terjadinya tekstur
batuan.
Sedimentologi 7
TEKSTUR & KLASIFIKASI

2. Submature, yi tingkat kedewasaan tekstur re-latif belum dewasa.


3. Mature
4. Super mature, yi dimana kehadiran material lempung relatif sedikit, sortasi baik, butirnya relatif membundar,
merupakan proses yang sudah stabil/ komplit. Umumnya disebabkan proses dengan energi yang relatif
ekstrim

III.3.3. Kemas
Kemas (fabric) adalah hubungan/ susunan partikel-partikel penyusun batuan. Bila ukuran & bentuk butir me-
rupakan karakter individu butiran, mk kemas merupakan karakter agregat butiran penyusun batuan .
Ada 2 variabel, yg mempengaruhi kemas yi: kontak antar butir (grain packing) dan orientasi butir (grain orien-
tation) Variabel kontak antar butir merupakan fungsi dari ukuran & bentuk butir serta fungsi proses (kimia, fisik,
biologi) yang terjadi pada butir tesebut, selama setelah pengendapan (post depositional). Sedangkan orientasi butir
merupakan fungsi (pen cerminan) dari proses fisik (pelapukan, transportasi dll), dan kondisi yg mempengaruhi.
Secara kualitatif kemas dibedakan menjadi 2 yi
kemas tertutup, dimana hubungan antar butirnya relatif tertutup dan
kemas terbuka, dimana hubungan antar butirnya relatif saling terbuka. Kemas tertutup dan terbuka dapat
diamati dari bagaimana butiran tersebut saling bersentuhan (kontak)

Ta
ylo
r(‘
50)me
mbe
dak
ank
ont
ak/h
ubu
nga
nan
tarb
uti
r
nya(
grain packing/contact) menjadi Floating (yi butiran
tidak saling bersentuhan/ mengambang dalam masa dasar), tangential/ Point contact (yi butiran saling bersentuhan
relatif dalam satu titik), long contact (yi butiran saling bersentuhan relatif dalam satu garis lurus), Concavo-convex
contact (yi butiran saling bersentuhan relatif dalam garis yang meleng- kung cembung atau cekung), sutured contact.
(yi butiran saling bersentuhan relatif dalam garis membentuk suture/saling mengikat) (Gambar III.10a), sedang Allen

62,
men
cer
mat
ihubungan fragmen & matrik, membedakan menjadi: berhubungan secara Fixed grain, & Free grain
(Gb 10b). Mellon,( 64), melihat hubungan ruang & antar butir, sehingga dapat dibedakan yi: vertical packing, dan
horizontal packing
(A) (B)

floating point Sutured


(C) (D)

lo ng Concavo -
convex Fixed G (E)

HP
VP Free G
Gambar III.10b. Ilustrasi tiga demensi dari orientasi butir,
Gambar III.10a. Jenis-jenis Grain packing, dimana hub (A) butir bentuk platy atau flaky terorientasi, (B) bentuk
antar butirnya mengambang dalam masa dasar, elongated terorientasi, mengindikasikan diendapkan pada
butiran saling bersentuhan disalah satu titik, bersen- kondisi air tenang, (C),(D), & (E) Variasi bentuk butir
tuhan secara memanjang, kontak secara mencem- elongated terorientasi (imbrikasi) mengindikasikan arah
bungce kung, kontak secara suture, dll. aliran arus.

Sedimentologi 8
TEKSTUR & KLASIFIKASI

A B C
Gambar atas merupakan orientasi butir yg didukung oleh
masa dasar (clast suported): (A) Pola fragmen bi-
modal (matrix well sorted). (B) Pola fragmen

D polymodal (matrix poorly sorted). (C) Pola fragmen


E F
polyodal (matrix supurted).
Gambar tengah Pola orientasi butir scr berangsur (D)
orientasi butir gra- dasi normal, (E) orientasi butir gra-
G H dasi terbalik, (E) tidak ada pola gradasi.
Gambar bawah: Pola orientasi butir membentuk stratifikasi
(perlapisan) (G) orientasi butir stratifikasi horisontall,
(H) orientasi butir stratifikasi miring (inclined)
Gambar III.11. Sketsa orientasi butir.
Gambar sketsa skematik susunan dan orientasi butiran tsb:. a) butiran terorientasi platy dan flaky, merupakan
ilustrasi dari suatu pengedapan dengan media air tenang di atas sebuah permukaan/ perlapisanng flat. b) orientasi
butiran yang memanjang (elongted), merupakan produk arus air yang reltif tenang. c) orientasi butiran elongted
merupakan hasil pengendap pada aliran arus bawah, dan sejajar dng arah arus
Penyebaran butiran/ fragmen dalam suatu masa dasar batuan sedimen, dapat terorientasi secara platy, flaky
atau elongated. Orientasi butir tsb dapat merupakan pencerminan proses pengendapan batuannya Sebagai contoh:
bila didapat orientasi butiran-butiran berukuran pasir halus –sedang, terorientasi platy atau flaky, maka orientasi
butiran tsb mencerminkan arah arus & kondisi arus serta kondisi permukaan perlapisannya. (Gambar III.10 (a) & (b)

LATIHAN

Soal ESSAI. Pilihlah dua (dari 4) gambar yang paling dipahami, selanjutnya menjelaskan gambar-gambar pilihan
saudara: (nilai 15)

Gambar I Gambar II

OBSERVE INTERPRET PREDICT


>75%
Fossils
Sedimetary
Location matrix
Lithology geometry &
Textural
environment Trend of 25%
Sequences &Paleogeography
reservoir rock 15%
Sedimentary
Structure
Paleocurrents
Compare with resent
Sedimen or models

Sedimentologi 9
TEKSTUR & KLASIFIKASI

Gambar III Batugamping,dolomit primer

Btgp, dolomit terubah


Allochem > 10% Allochem < 10%
Sparit> mikrit Mikrit> sparit Btgpg mikrokristalin
Intrasparrudite Intramicrudite Intraklast
> 25% intraclast

Allochem 1- 10%
kaya mikrit
% komposisi allochem

Intrasparite Intramicrite

Allochem < 1%
Oosparrudite Oomicrudite Oolite
> 25% oolite Oospartie Oomicritie kaya mikrit
< 25% intraclast
< 25% oolite

> 3:1 Biosparrudite Biomicrudite


fosil & pellet

Biosparite Biomicrite
% Ratio

1:3 - 3:1 Biopelsparite Biopelmicrite


< 1:3 Pelsparite Pelmicrite

Gambar IV
Floating pumice Floating pumice
Shards Shards
Produced by Produced by
Attrition Attrition

Fallout
Fall
Pyro clast ic

Volcano
slope Pyr
oc las
tic
flo w Fallout into water
Secon
dr y fl
ow
Flow fro m lan Floating pumice
d into w
ater
Slum p Area of slumping
& flow

Turbidity
currents &
mass flow

Sedimentologi 10

Anda mungkin juga menyukai