PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
World Health Organization (WHO) mendefinisikan bahwa stroke
merupakan gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh
penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain. Stroke termasuk
penyakit serebrovaskuler yang terjadi karena berkurangnya aliran darah
dan oksigen ke otak, penyebabnya terjadi karena sumbatan, penyempitan,
dan pecahnya pembuluh darah (Pudiastuti, 2011). World Health
Organization (WHO) mendefinisikan bahwa stroke merupakan gejala-
gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit
pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain. Stroke termasuk penyakit
serebrovaskuler yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen
ke otak, penyebabnya terjadi karena sumbatan, penyempitan, dan
pecahnya pembuluh darah (Pudiastuti, 2011).
Prevalensi (angka kejadian) stroke di Indonesia delapan per seribu
penduduk atau 0,8%. Sebagai perbandingan, prevalensi stroke di Amerika
Serikat adalah 3,4% per 100 ribu penduduk, di Singapura 55 per 100 ribu
penduduk dan di Thailand 11 per 100 ribu penduduk. Dari jumlah total
penderita stroke di Indonesia, sekitar 2,5 persen atau 250 ribu orang
meninggal dunia dan sisanya cacat ringan maupun berat. Pada 2020 2
mendatang diperkirakan 7,6 juta orang akan meninggal karena stroke
(YSI, 2010).
Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf
lokal dan/atau global, muncul mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan
fungsi syaraf pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak
non traumatik. Gangguan syaraf tersebut menimbulkan gejala antara lain:
kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak
jelas (pelo), mungkin perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, dan
lain-lain (Riskesdas, 2013). Stroke melibatkan onset mendadak defisit
neurologis fokal yang berlangsung setidaknya 24 jam dan diduga berasal
dari pembuluh darah. Stroke bisa berupa iskemik atau hemoragik (Dipiro
et al., 2014).
Perdarahan intraserebral menyebabkan 10-15% kasus serangan
stroke pertama kalinya, dengan angka kematian selama 30 hari dari 35%
menjadi 52% dimana setengah dari angka kematian tersebut terjadi dalam
2 hari pertama. Dalam suatu penelitian pada 1041 kasus ICH, didapatkan
50% pada lokasi yang dalam, 35% lobar, 10% cerebelar, dan 6% pada otak
(Broederick et al, 2007).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan laporan
tentang stroke hemoragik
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang stroke hemoragik
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui definisi stroke hemoragik
b. Untuk mengetahui penyebab stroke hemoragik
c. Untuk mengetahui manifestasi klinis stroke hemoragik
d. Untuk mengetahui patofisiologi stroke hemoragik
e. Untuk mengetahui penatalaksanaan dan pemeriksaan penunjang
stroke hemoragik
f. Untuk mengkaji kasus dengan stroke hemoragik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Stroke adalah istilah yang menggambarkan perubahan neurologis
yang di sebabkan oleh adanya gangguan suplai darah kebagian otak.
Stroke hemoragik adalah jenis stroke yang dikarenakan adanya perdarahan
di dalam jaringan otak atau ruang subarakhnoid (Black & Hawks, 2014).
Menurut Junaidi, (2011) stroke adalah suatu gangguan fungsional
otak yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara
cepat (dalam beberapa jam) dengan tanda dan gejala klinis baik fokal
maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, disebabkan oleh
terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke hemoragik)
ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan gejala dan tanda sesuai bagian
otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat,
atau kematian.
B. Etiologi
Perdarahan intraserebral meliputi hematoma epidural, hematoma
subdural, perdarahan subaraknoid (SAH), perdarahan intraventrikular
(IVH), transformasi hemoragik dari stroke iskemik (HT), perdarahan vena
dari vena kortikal atau trombosis sinus dan perdarahan intraserebral.
Perdarahan intraserebral dapat di sebabkan oleh :
1. Ruftur arteriosklerosis, perdarahan primer atau sekunder dari tumor
otak
2. Hipertensi
3. Ruftur aneurisma
4. Infeksi : septik embolisme, myotik aneurisma, penyakit inflamasi pada
arteri dan vena, acute necrotizing haemorrhagic encephalitis, herpes
simpleks ensefalitis.
5. Hiperkoagulasi, kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik,
ITP, gangguan fungsi hati, komplikasi obat trombolitik atau anti
koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
6. Amiloidosis arteri
7. Obat vasopressor, kokain, diseksi arteri vertebral.
Selain penyebab di atas terdapat faktor risiko yang dapat
meningkatkan terjadinya stroke yang dapat dimodifikasi yaitu penyakit
kardiovaskular, arterial fibrilasi, diabetes mellitus mengakibatkan
perubahan maksrovaskuler, pola hidup seperti hiperlipidemia, merokok,
konsumsi alkohol berlebih, penggunaan kokain, dan kegemukan.(Black &
Hawks, 2014). Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti usia
(50-60 tahun keatas), akibat penyakit herediter, jenis kelamin (pria
memiliki kecenderungan lebih besar untuk terkena stroke pada usia
dewasa awal dibandingkan dengan wanita dengan perbandingan 2:1),
ras/etnis dimana insiden stroke lebih tinggi pada orang berkulit hitam
daripada berkulit putih.
C. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis stroke hemoragik terjadi sangat cepat (dalam hitungan
menit sampai beberapa jam) yang berupa :
1. Sakit kepala di bagian belakang leher
2. Vertigo
3. Kehilangan kesadaran karena hipotensi (sinkop)
4. Parastesia
5. Paralisis sementara
6. Epistaksis
7. Perdarahan retina
D. Patofisiologi
Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri
penetrans yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan
berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa
anyaman kapiler. Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan
adanya hipertensi kronik, sehingga terjadi aneurisma kecil-kecil dengan
diameter 1 mm sepanjang arteri penetrans.
Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan
pecahnya aneurisme ini, menyebabkan perdarahan dalam parenkim otak yang
bisa mendorong struktur otak dan merembas kesekitarnya bahkan dapat
masuk kedalam ventrikel atau ke ruang intrakranial.
Perdarahan intracranial dapat disebabkan juga oleh karena ruptur arteri
serebri, ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid,
sehingga jaringanyang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini
sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan vasospasme
pada arteri di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh
hemisfer otak dan sirkulus hillis. Bekuan darah yang semula lunak akhirnya
akan larut dan mengecil. Daerah otak disekitar bekuan darah dapat
membengkak dan mengalami nekrosis, karena kerja enzim-enzim maka
bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga.
Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan diganti oleh
astrosit dan kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk jalinan desekitar rongga
tadi. Akhirnya rongga-rongga tersebut terisi oleh astroglia yang mengalami
proliferasi (Sylvia & Lorraine, 2006). Perdarahan subaraknoid sering
dikaitkan dengan pecahnya aneurisma.Kebanyakan aneurisma mengenai
sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah
kemungkinan terjadinya ruptur, dan sering terdapat lebihdari satu aneurisma.
gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan.Pembuluh
yang mengalami gangguan biasanya arteri yang menembus otak
seperticabang lentikulostriata dari arteri serebri media yang memperdarahi
sebagian dari /ganglia basalis dan sebagian besar kapsula interna.
Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat cepat dan
konstan, berlangsung beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa
hari.Gambaran klinis yang sering terjadi antara lain: sakit kepala berat, leher
bagian belakang kaku, muntah, penurunan kesadaran, dan kejang 90%
menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila perdarahan besar
dan atau letak dekat ventrikel%, dari semua pasien ini 70-75% akan
meninggal dalam waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya
perdarahan sampai ke system ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan
penekanan mesensefalon, atau mungkin disebabkankarena perembasan darah
ke pusat (Smletzer & Bare, 2001).
Penimbunan darah yang cukup banyak (100 ml) di bagian hemisfer
serebrimasih dapat ditoleransi tanpa memperlihatkan gejala*gejala klinis
yang nyata.Sedangkan adanya bekuan darah dalam batang otak sebanyak 0 ml
saja sudah dapat mengakibatkan kematian. Bila perdarahan serebri akibat
aneurisma yang pecah biasanya pasien masih muda (Black & Hwak, 2014)
Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam
arteri-arteri yang membentuk sirkulus willisi : arteria karotis interna dan
sistemvertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Apabila aliran darah ke
jaringan otak terputus selama 15-20 menit maka akan terjadi infark atau
kematian jaringan. Akan tetapi dalam hal ini tidak semua oklusi di suatu
arteri menyebabkan infark di daerahotak yang diperdarahi oleh arteri tersebut
Mungkin terdapat sirkulasi kolateral yangmemadai di daerah tersebut.
Dapat juga karena keadaan penyakit pada pembuluhdarah itu sendiri seperti
aterosklerosis dan trombosis atau robeknya dinding pembuluh darah dan
terjadi peradangan, berkurangnya perfusi akibat gangguan statusaliran darah
misalnya syok atau hiperviskositas darah, gangguan aliran darah akibat
bekuan atau infeksi pembuluh ektrakranium dan ruptur vaskular dalam
jaringan otak.(Sylvia A Price dan Wilson, 2006).
E. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium : darah rutin, gula darah, urine rutin, cairan
serebrospinal,analisa gas darah, biokimia darah, elektolit.
2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan dan
juga untuk memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia, dan
adanyainfark.
3. Ultrasonografi Doppler : mengidentifikasi penyakit arteriovena (
masalah sistem arteri karotis ) .
4. Angiografi serebral membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
5. MRI (magnetic resonance imaging) : menunjukan daerah yang
mengalami infark, hemoragik
6. MRI-DWI (diffusion-weigthed imaging ) dan perfusion imaging/PI
7. EEG ( elektroensefalogram ) : memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
8. Sinar-X tengkorak : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pinealdaerah yang berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi
karotis interna terdapat pada trombosit serebral ; klasifikasi parsial
dinding aneurisma pada perdarahan subarachnoid
9. EKG ; untuk mmengetahui adanya fibrilasi atrium
10. Echocardigram ; untuk mmengetahui adanya emboli udara
11. Carotid duplex scanning; untuk mmengetahui adanya
stenosis/sumbatan pada arteri carotis imaging (Black & Hwak, 2014).
F. Penatalaksanaan
Manajemen medis dari stroke hemoragik yaitu :
1. Diagnosis dini dengan menggunakan NIHSS (National Institutes Of
Health Stroke Scale) atau Acute Quick Screen ; score 5 dari 42
mengindikasikan stroke minor
2. Mempertahankan oksigenasi
3. Memperbaiki aliran darah serebral
4. Pencegajan komplikasi
5. Observasi ketat tekanan darah, tanda-tanda vital dan pemeriksaan
neurologis ; mendeteksi perdarahan intrakranial, mencegah hipoperfusi
serebral
6. Pemberian terapi plasma beku segar dengan fibrinogen atau
cryoprecipitate untuk memperbaiki koagulopati
7. Posisi kepala dan badan atas 20 - 30 derajat, posisi miring apabila
muntahdan boleh mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
8. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
diberikan oksigen sesuai kebutuhan.
9. Bed rest
10. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia.
11. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
12. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu kateterisasi.
13. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonok.
14. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction berlebih
yang dapat meningkatkan TIK.
15. Nutrisi peroral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. apabila
kesadaranmenurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang
NGT.
16. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu dengan pemberian obat
neuroprotektor, antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic,
antihipertensi, dan tindakan pembedahan, menurunkan TIK yang tinggi
17. Pengobatan konservatif, pada percobaan vasodilator mampu
meningkatkan aliran darah otak (ADO), tetapi belum terbukti demikian
pada tubuh manusia. Dilator yang efektif untuk pembuluh ditempat lain
ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada efek sama sekali pada
pembuluh darah serebral, terutama bila diberikan secara oral (asam
nikotinat, tolazolin, papaverin dan sebagainya), berdasarkan uji klinis
ternyata pengobatan berikut ini masih berguna : histamin, aminofilin,
asetazolamid, papaverin intraarteri.
18. Pembedahan, Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki
peredaran darah otak.Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali
juga menderita beberapa penyulitseperti hipertensi, diabetes dan
penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan
anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasiyang
baik dapat dipertahankan.
G. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat,
pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal
pengkajiandiambil.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalahkelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejalakelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi
otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat
kesadaran disebabkan perubahan di dalam intrakranial. Keluhan
perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan
penyakit, dapat terjadi latergi, tidak responsif, dan koma.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung,
anemia,riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat- obat
adiktif, kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering
digunakan klien, seperti pemakaian antihipertensi, antilipidemia,
penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok,
penggunaan alkohol dan penggunaan obatkontrasepsi oral.
Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian daririwayat
penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkajilebih
jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.
f. Riwayat psikososiospiritual
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenaistatus emosi, kognitif, dan perilaku klien. Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk menilai
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam
keluarga ataupun dalammasyarakat. Apakah ada dampak yang
timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecemasan,
rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yangsalah (gangguan citra
tubuh).
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesulitanuntuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi
dan konsepdiri menunjukkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada
harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif. Dalam pola
penanganan stres, klien biasanya mengalami kesulitan untuk
memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
berkomunikasi. Dalam pola tata nilai dan kepercayaan, klien
biasanya jarang melakukan ibadah spritual karenatingkah laku yang
tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah satusisi tubuh.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Rambut dan hygiene kepala
2) Mata:buta,kehilangan daya lihat
3) Hidung,simetris ki-ka adanya gangguan
4) Leher
5) Dada
- I: simetris ki-ka
- P: premitus
- P: sonor
- A: ronchi(6)
6) Abdomen
- I: perut acites
- P :hepart dan lien tidak teraba
- P :Thympani
- A :Bising usus (+)
7) Genito urinaria: dekontaminasi,anuria
8) Ekstramitas: kelemahan,kelumpuhan
9) Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
a) Tingkat Kesadaran
Kualitatif adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat
kewasapadaan.
- Composmentis → dasar akan diri dan punya orientasi penuh
- Apatis → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
- Latargie → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
- Delirium → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal
aktifitas psikomotor → gaduh gelisah
- Samnolen → keadaan pasien yang selalu mw tidur →
diransang bangun lalu tidur kembali
- Koma → kesadaran yang hilang sama sekali
Kuantitatif, dengan menggunakan Glasgow Coma Scale
(GCS)
Respon membuka mata ( E = Eye )
- Spontan (4)
- Dengan perintah (3)
- Dengan nyeri (2)
- Tidak berespon (1)
Respon Verbal ( V= Verbal )
- Berorientasi (5)
- Bicara membingungkan (4)
- Kata-kata tidak tepat (3)
- Suara tidak dapat dimengerti (2)
- Tidak ada respons (1)
Respon Motorik (M= Motorik )
- Dengan perintah (6)
- Melokalisasi nyeri (5)
- Menarik area yang nyeri (4)
- Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
- Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
- Tidak berespon (1)
h. Pemeriksaaan Nervus Cranialisi.
Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman Test pemeriksaan, klien tutup mata dan
minta klien mencium benda yang baunya mudah dikenal
seperti sabun, tembakau,kopi dan sebagainya. Bandingkan
dengan hidung bagian kiri dan kanan.
Test nervus II ( Optikus)
Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang Test aktifitas
visual, tutupsatu mata klien kemudian suruh baca dua
baris di koran, ulangi untuksatunya. Test lapang pandang,
klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan,klien
memandang hidung pemeriksa yang memegang pena
warna cerah, gerakkan perlahan obyek tersebut,
informasikan agar klien langsungmemberitahu klien
melihat benda tersebut.
Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan
Abducens); Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi
pupil mata (N III).
Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap
cahaya), menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai
menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari satu
mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena
sinar.
Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek
kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek
kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata,
diplopia, nistagmus.
Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah
kiri dan kanan tanpa menengok.
Test nervus V (Trigeminus); Fungsi sensasi, caranya :
dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak mata atas
dan bawah. Refleks kornea langsung maka gerakan
mengedip sisi lateral. Refleks kornea consensual maka
gerakan mengedip kontra-lateral. Usap pula dengan
pilihan kapas pada maxilla dan mandibuladengan mata
klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakanadanya
sentuhan. Fungsi motorik, caranya : klien disuruh
mengunyah, pemeriksa melakukan palpasi pada otot
temporal dan masseter.
Test nervus VII (Facialis); Fungsi sensasi, kaji sensasi
rasa bagian anterior lidah, terhadapasam, manis, asin
pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan
kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya
karena akan merangsang pula sisi yang sehat.
Otonom, lakrimasi dan salvias
Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara
meminta klienuntuk: tersenyum, mengerutkan dahi,
menutup mata sementara pemeriksa berusaha
membukanya.
Test nervus VIII (Acustikus)
Fungsi sensoris : Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup
satu telinga klien, pemeriksa berbisik di satu telinga lain,
atau menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.
Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta
berjalanlurus, apakah dapat melakukan atau tidak.
Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X
(Vagus); N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada
1/3 posterior lidah, tapi bagian ini sulit di test demikian
pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N
IX mempersarafi M. Salivarius inferior. N
X,mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan
ovula, palatum lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum
lunak.
Test nervus XI (Accessorius); Klien disuruh menoleh
kesamping melawan tahanan. Apakah Sterno-
cledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian
palpasikekuatannya. Minta klien mengangkat bahu dan
pemeriksa berusahamenahan test otot trapezius.
Nervus XII (Hypoglosus); Mengkaji gerakan lidah saat
bicara dan menelan
Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris /
deviasi)Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan
memasukkan dengan cepatdan minta untuk menggerakkan
ke kiri dan ke kanan.
2. Analisa data
Disfungsi N.XI
Penurunan kesadaran
Vaskularisasi statis
3. Masalah keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan cerebral
b. Gangguan komunikasi verbal
c. Gangguan mobilitas fisik
d. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
e. Kurangnya perawatan diri
f. Gangguan persepsi sensori : perabaan
g. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas
h. Resiko gangguan integritas kulit
4. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan gangguan
alirandarah sekunder akibat peningkatan tekanan intracranial.
b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan
kontrol ototfacial atau oral.
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuscular
d. Defisit perawatan diri: mandi, berpakaian, ke toilet berhubungan
dengan hemiparese/hemiplegi
e. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidak mampuan menelan
f. Resiko terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang
berhubungan dengan menurunnya refleks batuk dan menelan,
imobilisasi.
g. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring
lama.
5. Perencanaan
NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
1 Gangguan perfusi jaringan Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Posisikan kepala dari tempat tidur 1. Untuk mengurangi edema serebral,
0
cerebral berhubungan selama 2 x 24 jam, diharapkan perfusi sekitar 30 , letakan kepala pada posisi dan meningkatkan aliran vena (Black
dengan gangguan aliran jaringan otak dapat tercapai secara neutral. & Hawks, 2014)
darah sekunder akibat optimal dengan kriteria hasil : 2. Pertahankan tekanan darah pada 2. Mencegah penurunan perfusi
peningkatan tekanan - Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, rentang yang telah di tetapkan tim serebral.
intracranial. kejang medis 3. Mencegah peningkatan konsumsi
- TIK < 15 mmHg 3. Pertahankan suhu pada rentang normal glukosan dan O2 serebral
- CPP 60 -80 mm Hg, 4. Minimalkan/gabungkan sesi tindakan. 4. Mengurangi gerakan dan stimulasi
- GCS stabil /meningkat 5. Lakukan observasi TD, HR, Suhu, yang tidak dibutuhkan
- Pupil isokor, reflek cahaya (+) RR,tingkat kesadaran, fungsi motorik, 5. Untuk analisis data terhadap
- Tanda-tanda vital normal (nadi : 80-100 perubahan puppil, status oksigenasi kecendengan yang terjadi.
kali permenit, suhu: 36,5-37,5ºC, setiap 15 menit (untuk klien tidak 6. Untuk mencegah perdarahan ulang
Pernafasan 12-20 kali permenit, SpO2 > stabil) dan 2-4 jam (untuk klien stabil) 7. CPP adalah refleksi dari BP sistemik
95%) 6. Ukur score CPP dan ICP. Perfusi regional
7. Anjurkan kepada klien untuk bed rest dipengaruhi oleh autoregulasi di otak,
total dan MAP adalah
8. Hindari pemasangan alat pengekang dipengaruhi oleh curah jantung dan
9. Anjurkan klien untuk menghindari denyut jantung (CPP = MAP - ICP).
batuk dan mengejan berlebihan 8. Dapat meningkatkan agitasi dan TIK.
10. Ciptakan lingkungan yang tenang dan 9. Batuk dan mengejan dapat
batasi pengunjunng meningkatkan TIK
11. Berikan penjelasan kepada keluarga 10. Rangsangan aktivitas yang meningkat
klien tentang sebab-sebab peningkatan dapat meningkatkan kenaikan TIK.
TIK dan akibatnya. 11. Keluarga lebih berpartisipasi dalam
12. Kolaborasi dengan tim medis proses penyembuhan
- Berikan obat neuroprotektor - Meningkatkan/mempertahankan
- Terapi oksigen perfusi serebral.
- Terapi anti hipertensi - Mencegah/menurunkan hipoxia yang
- Terapi pelunak feces akan menyebabkan vasodiltasi
- Obat penyekat Calsium (c;/ serebral.
nimodipin) - Menstabilkan TD
- Pemeriksaan AGD - Untuk menghindari aktifitas
mengejan saat BAB
- Mengatasi vasospasme sekunder
akibat perdarahan subaracknoid
- Kemugkinan terjadinya asidosis
respiratorik, dimana PH turun dan
PCO2 meningkat
2 Gangguan mobilitas fisik Setelah diberikan asuhan keperawatan 3 x 1. Kaji kemampuan secara 1. Mengidentifikasi kekuatan/ kelemahan
berhubungan dengan 24 jam diharapkan mobilisasi klien fungsional/luasnya kerusakan awal dan dan dapat memberikan informasi
kerusakan neuromuscular mengalami peningkatan dengan kriteria dengan cara yang teratur. mengenai pemulihan. Bantu dalam
hasil: 2. Jika tidak ada kontra indikasi, ubah pemilihan terhadap intervensi sebab
- Mempertahankan posisi optimal posisi minimal setiap 2 jam (telentang, teknik yang berbeda digunakan untuk
(tidak ada kontraktur, footdrop) miring) dan sebagainya dan jika paralisis spastik dengan flaksid
- Mempertahankan/meningkatkan memungkinkan bisa lebih sering jika 2. Menurunkan risiko terjadinya trauma/
kekuatan dan fungsi bagian tubuh diletakkan dalam posisi bagian yang iskemia jaringan. Daerah yang terkena
yang terserang hemiparesis dan terganggu. mengalami perburukan/sirkulasi yang
hemiplagia. 3. Mulailah melakukan latihan rentang lebih jelek dan menurunkan sensasii
- Mempertahankan perilaku yang gerak aktif dan pasif pada semua dan lebih besar menimbulkan
memungkinkan adanya aktivitas. ekstremitas saat masuk. Anjurkan kerusakan pada kulit/ dekubitus
melakukan latihan sepeti latihan 3. Meminimalkan atrofi otot,
quadrisep /gluteal, meremas bola meningkatkan sirkulasi, membantu
karet, melebarkan jari-jari mencegah kontraktur. Menurunkan
kaki/telapak. risiko terjadinya hiperkalsiuria dan
4. Anjurkan pasien untuk membantu osteoporosis jika masalah utamanya
pergerakan dan latihan dengan adalah perdarahan. Catatan: Stimulasi
menggunakan ekstremitas yang tidak yang berlebihan dapat menjadi
sakit untuk menyokong/menggerakkan pencetus adanya perdarahan berulang
daerah tubuh yang mengalami 4. Mungkin diperlukan untuk
kelemahan. menghilangkan spastisitas
5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi padaekstremitas yang terganggu
secara aktif, latiahn resistif, dan
ambualsi pasien
3 Gangguan komunikasi Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti 1. Membantu menentukan daerah dan
verbal berhubungan selama 2x24 jam diharapkan kerusakan pasien tidak tampak memahami derajat kerusakan serebral yang
dengan kehilangan kontrol komunikasi verbal klien dapat teratasi kataatau mengalami kesulitan terjadi dan kesulitan pasien dalam
ototfacial atau oral. dengan kriteria hasil : berbicara atau membuat pengertian beberapa atau seluruh tahap proses
- klien dapat menerima pesan-pesan sendiri komunikasi. Pasien mungkin
melalui metode alternatif (mis; 2. Perhatikan kesalahan dalam mempunyai kesulitan memahami
komunikasi tertulis, bahasa isyarat, bicara komunikasi dan berikan umpan balik kata yang diucapkan; mengucapkan
dengan jelas pada telinga yang baik). 3. Berikan metode komunikasi kata-kata dengan benar; atau
- Memperlihatkan suatu peningkatan alternative, seperti menulis di papan mengalami kerusakan pada kedua
kemampuan berkomunikasi. tulis,gambar. Berikan petunjuk visual daerah tersebut.
- Meningkatkan kemampuan untuk (gerakan tangan, gambar- 2. Pasien mungkin kehilangan
mengerti. gambar,daftar kebutuhan, kemampuan untuk memantau ucapan
- Mengatakan penurunan frustrasi dalam demonstrasi). yang keluar dan tidak menyadari
berkomunikasi. 4. Katakan secara langsung dengan bahwa komunikasi yang
- Mampu berbicara yang koheren. pasien, bicara perlahan, dan dengan diucapkannya tidak nyata. Umpan
- Mampu menyusun kata - kata/ kalimat. tenang. Gunakan pertanyaan terbuka balik membantu pasien
dengan jawaban “ya/tidak,” merealisasikan kenapa pemberi
selanjutnya kembangkan pada asuhan tidak mengerti/berespon
pertanyaan yang lebih kompleks sesuai dan memberikan kesempatan
sesuaidengan respons pasien. untuk mengklarifikasikan isi/makna
5. Kolaborasi : Konsultasikan yang terkandung dalam ucapannya
dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara 3. Memberikan komunikasi tentang
kebutuhan
berdasarkankeadaan/deficit yang
mendasarinya.
4. Menurunkan kebingungan/ ansietas
selama proses komunikasi dan
berespons pada informasi yang lebih
banyak pada satuwaktu tertentu.
Sebagai proses latihan kembali untuk
lebih mengembangkan komunikasi
lebih lanjut dan lebih kompleks akan
menstimulasi memori dan dapat
meningkatkan asosiasi ide/kata.
4 Kurangnya perawatan diri Setelah diberikan asuhan keperawatan 1. Kaji kemampuan Tk. Kekurangan 1. Membantu mengantisipasi
berhubungan dengan selama 2x24 jam diharapkan kerusakan dengan menggunakan skala (0-4) pemenuhan kebutuhan secara
hemiparese/hemiplegi. komunikasi verbal klien dapat teratasi 2. Berikan bantuan sesuai kebutuhan individual
dengan kriteria hasil : 3. Berikan waktu yang cukup untuk klien 2. Menjaga harga diri, mencegah
- Mampu melakukan perawatan diri dalam menyelesaikan tugasnya, tingkat ketergantungan
sesuai kemampuan dekatkan penempatan alat pribadi. 3. Perwujudan empati
- Kebutuhan ADL terpenuhi. 4. Berikan pujian atau umpan balik 4. Meningkatkan perasaan makna diri
positif terhadap keberhasilan dalam
menyelesaikan tugasnya
5 Resiko gangguan nutrisi Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 1. Timbang berat badan 1. Indikator status nutrisi
kurang dari kebutuhan 24 jam di harapkan masalah teratasi 2. Tentukan status gizi, jumlah kalori dan 2. Untuk keadekuatan nutrisi
tubuh berhubungan dengan dengan kriteria hasil : jenis nutrisi yang dibutuhkan 3. Meningkatkan kenyamanan mulut
ketidakmampuan menelan - Toleransi nutrisi baik 3. Lakukan atau bantu pasien melakukan 4. Menganalisis adanya kecenderungan
- Mual muntah tidak ada. perawatan mulut sebelum makan toleransi terhadap asupan nutrisi
- Mual tidak ada/berkurang 4. Lakukan retensi sebelum pemberian 5. Paralisis saraf N. glosofaringeal
- Berat badan stabil, IMT dalam batas nutrisi enteral 6. Nutrisi yang sesuai penyakit
normal (18,5 - 25) 5. Pasang NGT jika ada indikasi 7. Mengurangi mual
Kolaborasi
6. Pemberien diet jantung
7. pemberian antiemetik
6 Resiko terjadinya Setelah dilakukan perawatan selama 1 x 1. Kaji fungsi pernafasan, contoh bunyi 1. Penurunan bunyi nafas dapat
nafas, kecepatan, irama dan kedalaman menunjukkan akumulasi sekret /
ketidakefektifan bersihan 24 jam di harapkan masalah teratasi
dan penggunaan otot aksesori. ketidakmampuan untuk
jalan nafas yang dengan kriteria hasil : 2. Catat kemampuan mengeluarkan membersihkan jalan nafas yang dapat
mukosa / batuk efektif, catat karakter, menimbulkan penggunaan otot
berhubungan dengan - Jalan napas pasten
jumlah sputum, adanya hemoptisis. aksesori pernafasan dan peningkatan
menurunnya refleks batuk - RR : 12-20 X/menit 3. Berikan pasien posisi semi / fowler kerja pernafasan.
tinggi. Bantu pasien utnuk batuk dan 2. Pengeluaran sulit bisa sekret sangat
dan menelan, imobilisasi. - Klien mampu melakukan batuk
latihan nafas dalam. tebal (misal : efek infeksi dan / tidak
- Tidak terdengar suara napas tambahan 4. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, adekuat hidrasi). Sputunm berdarah
penghisapan sesuai keperluan. kental atau darah cerah diakibatkan
(ronchi/crakel)
5. Pertahankan masukan cairan oleh kerusakan (kavitasi paru) atau
sedikitnya 2500 ml / hari kecuali luka bronkial dan dapat memerlukan
kontra indikasi. evaluasi / intervensi lanjut.
3. Posisi membantu memaksimalkan
ekpansi paru dan menurunkan upaya
pernafasan. Ventilasi maksimal
membuka area atelektasis dan
meningkatkan gerakan sekret ke
dalam jalan nafas besar untuk
dikeluarkan.
4. Mencegah obstruksi / aspirasi,
penghisapan dapat diperlukan bila
pasien tak mampu mengeluarkan
sekret.
5. Pemasukan tinggi cairan membantu
untuk mengencerkan sekret,
membuatnya mudah dikeluarkan.
7 Resiko gangguan integritas Setelah dilakukan perawatan selama 3 x 1. Lakukan mobilisasi setiap 2 jam 1. Posisi statis akan meningkatkan
kulit berhubungan dengan 24 jam di harapkan masalah teratasi (mrirng kiti/kanan) j tekanan terhadap jaringan kulit
tirah baring lama. dengan kriteria hasil : 2. Pertahakan kebersiham klien 2. Mencegah ainvasi bakteri
- Integritas kulit utuh 3. Atur permukaan kasur/ linen tidak 3. Mencegah iritasi kulit
- Tidak ada iritasi, kemerahan/pucat berkerut dan bertekstur lembut
pada kulit (bokong, punggung) 4. Ajarkan latihan/aktifitas di tempat 4. Meningkatkan tonus otot.
- Suhu tubuh normal (36,5-37,5 0C) tidur yang tepat
6. Evaluasi
Evaluasi proses keperawatan ada dua yaitu :
a. Evaluasi proses (formatif ) adalah evaluasi yang dilakukan segera setelah
tindakan dilakukan dan didokumentasikan pada catatan keperawatan.
b. Evaluasi hasil (sumatif) adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur
sejauhmana pencapaian tujuan yang ditetapkan, dan dilakukan pada akhir
asuhan.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
I. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama inisial : Tn. N
No RM : 611020
Usia : 49 Tahun
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Dagang
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Suku : Sunda
Alamat rumah : Gedebage tengah 2/5 Cisaranten Kidul
Sumber biaya : BPJS (PBI)
Tanggal masuk RS : 04 Februari 2020
Diagnosa Medis : RF post craniotomy dekompresi a/I ICH spontan
(POD 7) + Hypertensi emergency + AKI on CKD
√
X ] A
II. Penatalaksanaan
a. Tindakan medis yang telah dilakukan
- Craniotomy
- Pemasangan CVC
- Pemasangan NGT
- Pemasangan urine kateter
b. Pemberian Obat
- Meropenem 500 mg / 8 jam IV
- Omeprazole 40 mg / 12 jam IV
- Paracetamol 1 gr / 8 jam Inf
- Perdipine 0,4 meq / kgBB / jam IV
- Nebu Nacl 0,9% + Combivent / 8 jam inhalasi
- Asetilsistein 200 mg / 8 jam P.O
- Concor 2,5 g / 24 jam P.O
- Bicnat 1 Tab / 8 jam P.O
- Telmisartan 80 mg / 24 jam P.O
- Metronidazole 500 mg / 8 jam Inf
- Lepofloxacin 750 mg / 48 jam Inf
- Amlodipine 10 mg / 24 jam P.O
- Citicolin 250 mg / 8 jam IV
c. Infus
- Asering + D5% 40 cc / jam
- Asering 20 cc / jam
d. Diit : MC Nefrisol 150 kkal / 4 jam + ekstra minum air putih 125 cc
C. ANALISA DATA
Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas
2. DS : Perdarahan intra serebral Ketidakefektifan
- perfusi jaringan otak
DO : penambahan massa
- Klien dengan DPO
- Riwaat penurunan edema TIK
kesadaran (+)
- Hasil CT scan iskemi, hipoksia jaringan
perdarahan (+) serebral
Ketidakefektifan perfusi
jaringan otak
3. DS : - Perdarahan intra serebral Resiko infeksi
DO :
- Terdapat luka tindakan invasif
operasi post
craniotomy di jaringan trauma dan
sebelah kiri kerusakan integritas kulit
- Terdapat CVC,
tampak sedikit media masuknya
kemerahan mikroorganisme
- Terpasang kateter
urine hari ke-3 Resiko infeksi
- Slem (+), warna
kekuningan, kental
- Leukosit 9600/mm3
- Klien tampak kotor
kuku panjang dan
hitam
- S : 37,8oC
4. DS : - Perdarahan intra serebral Hambatan mobilitas
fisik
DO : Peningkatan tekanan sistolik
- CT scan perdarahan
intra serebral perdarahan / hematom
- Hemipharese / plegi
sebelah kanan vasospasme saraf serebral
- ADL dibantu
- Kesulitan merubah iskemik / infark
posisi
- Kuku tangan kotor defisit neurologi
dan panjang
- Kepala kotor hemisfer kiri
- Kekuatan otot
0 4 hemiplegi / parase kanan
0 3
hambatan mobilitas fisik
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d akumulasi secret
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d perdarahan intra serebral
3. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskular
4. Resiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit akibat prosedur invasif
E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Inisial klien / Ruang : Tn. N / ICU
No RM / Dx Medis : 611020 / Post Craniotomy ec ICH, Hipertensi emergency + AKI on CKD
Diagnosa Perencanaan
No
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Airway suction:
bersihan jalan nafas keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Pastikan kebutuhan oral 1. Membantu mengeluarkan
b.d akumulasi sekret klien : tracheal suction sekret
1. Mendemonstrasikan batuk 2. Auskuktasi suara nafas 2. Mengetahui keefektifan
efektif, nafas bersih, sebelum dan sesudah tindak
dipsneu (-), sianosis (-), suctioning
bernafas mudah 3. Berikan O2 sesuai 3. Memenuhi kebutuhan
2. Munjukan jalan nafas paten, kebutuhan klien klien
irama dan frekuensi nafas 4. Pertahankan tindakan 4. Mengurangi resiko infeksi
dalam batas normal aseptic sebelum
tindakan
5. Monitor status oksigen 5. Melihat keadaan klien
6. Maksimalkan posisi 6. Mengurangi kesulitan
untuk ventilasi bernafas
7. Identifikasi perlunya 7. Membantu memenuhi
nafas buatan kebutuhan klien dan
mencegah hipoksia
8. Lakukan fisioterapi dada 8. Memudahkan pengeluaran
secret
9. Ajarkan teknik batuk 9. Memudahkan pengeluaran
efektif secret
10. Kolaborasi pemberian 10. Mengencerkan dahak
bronchodilator
11. Tingkatkan hidrasi 11. Mencegah secret agar
tidak kental
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV tiap jam 1. Mengetahui adanya
perfusi jaringan otak keperawatan selama 3 x 24 jam penyimpangan
b.d perdarahan intra klien diharapkan perfusi 2. Monitor tanda kejang 2. Tandan penurunan perfusi
serebral jaringan serebral dapat tercapai dan keluhan sakit kepala jaringan serebral
optimal. Kriteria: 3. Berikan posisi kepala 3. Mengurangi tekanan
1. Klien tidak gelisah head up 15-300 arteri meningkatkan
2. Keluhan nyeri kepala drainase vena dan
berkurang / hilang sirkulasi otak
3. Tidak ada kejang 4. Ciptakan lingkungan 4. Mengurangi rangsangan
4. Tanda tanda vital dalam yang tenang TTIK
batas normal 5. Kolaborasi pemberian 5. Memperbaiki sel
5. GCS dalam batas normal obat neuroprotector
6. Kaji kesadaran klien 6. Mengetahui kondisi
pasien
7. Monitor tanda tanda 7. Mengetahui
TTIK penyimpangan
3 Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV 1. Melihat respon pasien
fisik b.d gangguan keperawatan selama 3 x 24 2. Konsultasi dengan terapi 2. Merencanakan tindakan
neuromuskuler jam: fisik tentang rencana sesuai kebutuhan
1. Klien meningkat dalam ambulasi
aktifitas fisik 3. Kaji kemampuan pasien 3. Menentuka intervensi
2. Klien dapat melakukan dalam mobilisasi yang tepat
aktivitas sesuai kemampuan 4. Latih pasien dalam 4. Memenuhi pemenuhan
3. Kebutuhan klien terpenuhi pemenuhan kebutuhan kebutuhan sehari-hari
ADL secara mandiri klien
sesuai kemampuan
5. Damping dan bantu 5. Memenuhi pemenuhan
pasien saat mobilisasi kebutuhan sehari-hari
klien
6. Bantu penuhi kebutuhan 6. Memenuhi pemenuhan
sehari-hari pasien kebutuhan sehari-hari
7. Berikan alat bantu jika klien
diperlukan 7. Memudahkan klien dalam
8. Ajarkan pasien mobilisasi
bagaimana merubah 8. Memudahkan klien dalam
posisi mobilisasi
4 Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda-tanda 1. Mengetahui tanda awal
kerusakan integritas keperawatan selama 3 x 24 infeksi infeksi
kulit sebagai akibat jam: 2. Monitor TTV 2. Melihat penyimpangan,
tindakan invasif 1. Klien terbebas dari tanda- suhu meningkat
tanda infeksi merupakan tanda awal
2. Jumlah leukosit dalam batas infeksi
normal 3. Cuci tangan sebelum 3. Mencegah penyebaran
dan sesudah tindakan mikroorganisme
4. Pertahankan teknik 4. Mengurangi rsiko infeksi
aseptic selama prosedur
invasif
5. Batasi pengunjung 5. Mengurangi rsiko infeksi
6. Kolaborasi pemberian 6. Mengobati infeksi
antibiotic
7. Monitor darah WBC 7. Memonitor tanda-tanda
infeksi
F. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
P : lanjutkan intervensi
CATATAN PERKEMBANGAN
Adam R.D., Victor M., Ropper A.H. 2005. Principles of Neurology.8th ed. McGraw
Hill. New York.
AHA (American Heart Association). Cardiovascular Disease. 2017. A Costly Burden
For America Projections Through 2035. The American Heart Association
Office of Federal Advocacy : Washington DC.
Artiani, Ria. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem
Persyarafan, Jakarta, EGC
Batticaca Fransisca, C. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Burhanuddin, M., Wahiduddin, Jumriani. 2012. Faktor Risiko Kejadian Stroke pada
Dewasa Awal (18 – 40 tahun), UNHAS Makassar
Black, J. M. & Hawks, J. H., 2014. Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis
Untuk Hasil Yang Diharapkan. 8 Red. Singapore: Elsevier.
Bulechek, G. M., Buthcer, H., Dothcerman, J. R. & Wagner, C., 2013. Nursing
Interventions Classification (NIC). 6Th Indonesian Red. Singapore: Elsevier.
Handayani. 2013. Angka Kejadian Serangan Stroke pada Wanita Lebih Rendah
Daripada Laki-laki. Jurnal Keperawatan Medical Bedah. Vol 1/No.1:2013
Junaidi, I., 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta: ANDI.
Madiyono, B., dkk. 2003. Pencegahan Stroke dan Serangan Jantung pada Usia Muda.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Maslim, R. 2004. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III) Jakarta : FK
Jiwa Unika Atmaja.
Morton, P. G. & Fontaine, D. K., 2013. Critical Care Nursing A Holistic Approach.
10 Ed. Philadelphia: Wolter Kluwern Lippincot William & Wilkin.
Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Nurarif H. Amin & Kusuma Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing Diagnosis Association)
NIC-NOC. Mediaction Publishing.
Pinzon R dan Asanti. 2010. Awas Stroke! Pengertian, Gejala, Tindakan, Perawatan
dan Pencegahan. Yogyakarta : Andi Offset.
Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Edisi 6, (terjemahan), Peter Anugrah, EGC, Jakarta
Smeltzer, S. C., Bare, B. G. 2001. “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Wahjoepramono. 2005. Stroke Tata Laksana Fase Akut. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Pelita Harapan, RS Siloam Gleneagles.Madiyono, B., dkk. 2003.
Pencegahan Stroke dan Serangan Jantung pada Usia Muda. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.