Anda di halaman 1dari 3

Penularan HIV Pada Ibu Hamil

1. Studi Kasus
Seorang ibu berumur 25 tahun datang ke puskesmas bersama ibu
mertuanya, ia mengeluhkan mual muntah dan ibu mengatakan sudah
terlambat haid 3 bulan yang lalu, saat dilakukan anamnes oleh bidan, ibu
mengatakan HPHT 10 november 2019. Ibu bekerja sebagai IRT dan suami
bekerja sebagai pelaut. Setelah di lakukan tes HCG hasil menunjukan
bahwa ibu positif hamil. Sedangkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik
Keadaan umum ibu baik, TFU teraba ballotement, dan usia kehamilan ibu
adalah 12-13 minggu dan setelah di lakukan pemeriksaan penunjang di
dapati ibu positif HIV.
2. Identifikasi Masalah
a. Ny.Y umur 25 tahun GIP0A0 usia kehamilan 12-13 minggu dengan
positif HIV
b. Suami adalah seorang pelaut , tidak tinggal serumah sejak beberapa
bulan yang lalu.
3. Analisis Masalah
Ny.Y positif HIV di duga tertular dari suaminya melalui hubungan
seksual. Karena di curigai suami ny.Y terinfeksi HIV karena faktor
pekerjaan suami yang mendukung suami ny.Y untuk melakukan
penyimpngan seksual. Sehingganya ny.Y perlu di lakukan pemeriksaan
dan penanganan
4. Pemecahan Masalah
a. Wanita dengan HIV /AIDS yang hamil harus di berikan penyuluhan
tentang kehaamilanya baik berupa penghentian maupun kelanjutan
kehamilan karena beresiko transmisi vertikal HIV/AIDS ibu ke bayi
sebesar 25-45%. Sehingganya pada saat hamil perlu dilakukan
pemeriksaan awal pada kunjungan pertama meliputi antibodi
toksoplasma dan virus setomegalo, tes mantoux, kultur servix untuk
mengetahui adanya neisseria gonorhea dan chlamydia trachomatis,
HBSAG, VDI2L, antigen kriptokokus, pemeriksazn CD4 setiap 3
bulan (setiap bulan <300mm³) untuk menentukan pakah pasien perlu di
berikan profilaksis terhadap pneumocystis carinii atau zidovudin
dengan wanita hamil karena ARV hanya sangat sedikit memiliki
kemampuan mengganggu janin.
(nursalam dan kurniawati.2007.asuhan keperawatan pada pasien
terinfeksi HIV/AIDS.jakarta:SALEMBA MEDIKA)
b. memberi dukungan dan meminta keluarga untuk selalu memberikan
support kepada ibu agar ibu mau di lakukan penanganan atau
pemeriksaan lebih lanjut di Rumah sakit untk di lakukan pemeriksaan.
c. Karena belum tersedia cukup data mengenai keamanan obat antiviral
untuk janin dan bayi, beberapa tahun yang lalu obat antiviral tidak di
anjurkan penggunaanya oleh wanita ha,il dan selama laktasi. Akan
tetapi penelitian pada tahun-tahun terakhir menunjukan bahwa guna
menghindari transmisi vertikal dari ibu yang teeinfeksi HIV ke bayi
terapi HAART alah aman, efektif dan sedikit efek samping.wanita
hamil yang belum pernah di berikan medikasi kini di anjurkan
memulai dngan terapi HAART antara minggu ke-20 dan ke-28
(tjay dan rahardja.2007.obat-obat penting kasiat, penggunaan dan
efek-efek sampingnya.jakarta:gramedia)
d. HAART (highly active antiretroviral therapy), kombinasi RTI dan PI
memicu perkembangan drastis pada akhir tahun 1995, pada saat di
buktikan bahwakombinasi dari kedua jenis obat lebih kuat dari pada
obat-obatan tersendiri.
Pengenalan kombinasi obat antiretroviral (ARV) yang di sebut sebagia
HAART memberi dampak yang signifikan terhadap perkembangan
pengobatan yang lebih baik dalam penanganan infeksi HIV. Terapi ini
memang tidak sepenuhnya mengembalikan seluruh fingsi kesehatan
ODHA, tetapi melalui terapi iniberbagai gejala yang mengarah ke
AIDS dapat di cegah.
(wilandika.2018.penggunaan HAART terhadap HRQOL pasa orang
yang terinfeksi HIV/aids.vol 2 no 4)
e. Transmisi fertikal dari ibu ke bayi terutama terjadi dalam trimester ke
tiga dari kehamilan dan selama persalinan. tergantung dari pada
banyaknya virus dalam darah ibu, disamping itu juga melalui ASI,
maka yang dilahirkan ibu seropositiv perlu di berikan susu botol.
Dengan terapi HAART pada wanita HIV positif yang hamil tidak
peduli banyaknya viral load dan jumlah sel CD4+ infeksi pada bayi
dapat di turunkan melalui 30%.
(Tjay Dan Rahardja.2015.Obat-Obat Penting.Jakarta:PT
GRAMEDIA)

Anda mungkin juga menyukai