Anda di halaman 1dari 2

Abstrak

Regurgitasi, kolik infantil, dan/atau konstipasi sering dijumpai terjadi pada 12 bulan pertama
kehidupan. Meskipun sebagian besar diantaranya terjadi karena gangguan fungsional, namun
tidak sedikit dari kondisi-kondisi tersebut yang kejadiannya dapat berkaitan dengan alergi susu
sapi. Pada panduan ini dikemukakan algoritma praktikal berkaitan dengan kondisi-kondisi
tersebut, yang terdiri atas eksklusi tanda-tanda bahaya (warning signs) dari penyakit organik,
dan strategi pemenuhan nutrisi. Tujuan dari adanya algoritma ini yakni diharapkan dapat
membantu pemberi layanan kesehatan primer untuk dapat melakukan tatalaksana atau
manajemen dari gangguan gastrointestinal dan yang berkaitan dengan alergi susu sapi, yang
banyak terjadi pada bayi.

Kata kunci: kolik, konstipasi, alergi susu sapi, gangguan fungsional, regurgitasi

Peran Gejala Berkaitan Susu Sapi (Cow’s Milk Related Symptoms) dan Alergi Susu Sapi

Alergi susu sapi (Cow’s Milk Allergy atau CMA) lebih jarang dibahas dibandingkan dengan
gangguan saluran cerna fungsional (Functional Gastrointestinal Disorders atau FGIDS), dan
umumnya terjadi hanya berkisar pada 3-5% bayi yang diberi asupan susu formula, serta hanya
sekitar 0.5% pada bayi yang mendapat asupan air susu ibu (ASI). Alergi susu sapi pada bayi
biasanya muncul dengam manifestasi gastrointestinal seperti regurgitasi, muntah, dan defekasi
yang abnormal, jarang hanya satu manifestasi. Banyak juga diantara bayi dengan alergi susu
sapi memiliki kombinasi gejala yang meliputi sistem organ yang berbeda.

Gejala yang muncul pada bayi dengan alergi susu sapi dan gangguan saluran cerna fungsional
seringkali tumpang tindih, sehingga keduanya terkadang masih sukar untuk dibedakan melalui
uji diagnostik. Oleh karena itu gejala-gejala yang muncul tersebut, saat ini lebih sering
dikemukakan dengan istilah "gejala berkaitan susu sapi (Cow’s Milk Related Symptoms)" dan
dibandingkan dengan "alergi". Adanya penurunan gejala setelah pemberian asupan formula
terhidrolisasi ekstensif, seyogyanya tidak dipakai untuk menjadi acuan dari adanya alergi susu
sapi pada bayi, mengingat pemberian formula ini akan diikuti dengan peningkatan
pengosongam lambung, dan pelembutan feses.

Sebagian besar gejala gastrointestinal tidak dimediasi oleh igE (non IgE mediated), yang mana
menyebabkan kesulitan dalam membedakan gangguan saluran cerna fungsional dengan alergi
susu sapi pada bayi. Oleh sebab itu akan tepat bagi praktisi kesehatan primer, untuk
mempertimbangkan bahwa apabila terdapat gejala gangguan saluran cerna dan ditemukan IgE,
maka hal tersebut dapat dikaitkan dengan adanya ingesti protein susu sapi ( cow’s milk protein
atau CMP), akan tetapi apabila ditemukan hal sebaliknya dari IgE kemungkinan dari adanya
alergi susu sapi belum dapat disingkirkan. Metode paling terstandar untuk mengetahui dengan
pasti mengenai adanya ingesti protein susu sapi, atau alergi susu sapi yakni dengan
menghentikan asupan susu formula peroral dan melakukan tes cairan peroral (oral fluid
challenge). Mengenai penggantian susu formula, banyak pedoman (gudeline) yang
merekomendasikan susu formula berbahan susu sapi yang telah di hidrolisasikan secara
ekstensif, sebagai pilihan utama. Terdapat bukti ilmiah yang masih terbatas mengenai adanya
penambahan probiotik yakni L. rhamnosus GG atau Bifido bacteria breve, pada pemberian
susu formula terhidrolisasi ekstensif akan memberikan dampak positif yang lebih banyak pada
kondisi pasien. Dewasa ini, semakin berkembang penelitian mengenai susu formula dari bahan
dasar ekstrak protein beras yang dihidrolisasi secara ekstensif, yang terjadi seiring dengan
bertumbuhnya pasar penjualan susu formula tersebut diberbagai negara. Hal ini dapat
meningkatkan dukungan ilmiah dari susu formula alternatif tipe ini, mengingat hasil penilitian
yang ada menunjukkan efikasi yang baik, penelitian semakin bertambah banyak, dan harga
yang lebih terjangkau. Meski demikian perlu diperhatikan pada susu jenis ini agar
mencantumkan kadar senyawa arsen yang jelas pada kemasannya sehingga tidak menimbulkan
keracunan.

Kesimpulan

Bayi yang diperiksakan karena gejala gangguan gastrointestinal seperti regurgitasi, kolik
infantil dan atau gangguan terkait defekasi, sering melalui kumpulan pemeriksaan penunjang
(investigation) dan tatalaksana medis yang tidak diperlukan. Secara umum medikasi belum
dapat memberi perkembangan yang signifikan pada kondisi tersebut. Edukasi dan intervensi
diet merupakan landasan utama yang dapat memberi hasil meyakinkan dalam manajemen dari
kondisi tersebut.

Anda mungkin juga menyukai