Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Era globalisasi memberi dampak peningkatan mobilitas manusia yang dapat menjadi
ancaman terhadap kesehatan manusia itu sendiri. Saat ini, Indonesia tengah menghadapi
tantangan besar yakni masalah kesehatan triple burden, karena pola penyakit kini didominasi
oleh penyakit tidak menular, namun penyakit menular masih mengancam kesehatan dan
penyakit-penyakit yang seharusnya sudah teratasi muncul kembali. Salah satu penyakit
menular yang masih mengancam kesehatan masyarakat yaitu penyakit infeksi paru TB1.

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh


Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ terutama paru1.Sumber
penularan TB melalui percikan dahak pasien BTA (bakteri tahan asam) positif yang
dikeluarkan saat batuk. Penyakit ini bila tidak terdiagnosis dan segera diobati akan berakibat
fatal hingga menyebabkan kematian2.

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat global dan menjadi tantangan


besar sebagian negara berkembang, Secara global pada tahun 2018 penyakit TB merupakan
satu dari 10 penyebab kematian dan menjadi satu agen infeksius. Pada tahun 2017 TB
menyebabkan kematian sekitar 1,3 juta orang (rata-rata 1,2 – 1,4 juta) pada orang dengan HIV
negatif dan ditambahkan pula sekitar 300.000 kematian pada pasien TB dengan HIV positif.
Sepanjang tahun 2017 sebanyak 10 juta orang menderita TB dengan proporsi 5,8 juta laki-laki,
3,2 juta perempuan, dan 1,0 juta anak-anak3.

Berdasarkan data penderita TB pada Profil Kesehatan RI tahun 2017 insidensi TB di


Indonesia 391 per 100.000 penduduk dan angka kematian 42 per 100.000 penduduk sedangkan
prevalensi TB pada tahun 2017 sebesar 619 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2017 ditemukan
jumlah kasus TB sebanyak 425.089 kasus, meningkat bila dibandingkan semua kasus TB yang
ditemukan pada tahun 2016 yang sebesar 360.565 kasus3.

Banyaknya pasien TB yang tidak terlaporkan atau terdiagnosis merupakan suatu


masalah. Hal tersebut dapat mempertahankan transmisi penyakit dan penanganan pengobatan
yang lambat, oleh karena itu, perlu adanya penemuan kasus TB. Penemuan kasus bertujuan
untuk mendapatkan kasus pasien TB melalui serangkaian kegiatan mulai dari penjaringan
terhadap suspek TB, pemeriksaan fisik dan laboratorium, menentukan diagnosis dan
menentukan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB, sehingga dapat dilakukan pengobatan agar
sembuh dan tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain. Penemuan pasien TB, secara
umum dilakukan secara pasif dengan promosi aktif. Penjaringan suspek dilakukan difasilitas
pelayanan kesehatan, didukung dengan penyuluhan secara aktif baik oleh petugas kesehatan
ataupun masyarakat, untuk meningkatkan cakupan penemuan suspek TB. Pelibatan semua
layanan dimaksudkan untuk mempercepat penemuan dan mengurangi keterlambatan
pengobatan. Penemuan secara aktif pada masyarakat umum, dinilai tidak cost efektif. 4

Penjaringan suspek TB dapat dilakukan oleh pelayanan kesehatan tingkat pertama,


dalam hal ini adalah Puskesmas. Puskesmas memiliki tugas pelayanan preventif, promotif,
kuratif dan rehabilitatif, dimana kegiatan penjaringan suspek TB termasuk didalam kegiatan
preventif. Selain itu puskesmas merupakan organisasi fungsional yang menyelenggarakan
upaya kesehatan secara menyeluruh, terpadu dan terjangkau oleh setiap masyarakat (Ismainar,
2013). Penjaringan suspek TB di kecamatan Talawi oleh Puskesmas Talawi dalam 3 tahun
terakhir yaitu pada tahun 2017 sebesar 7,3% dari 890 target sasaran, pada tahun 2018 sebesar
26,07% dari 280 target sasaran, sedangkan pada tahun 2019 sebesar 26,90% dari 330 target
sasaran. Diketahui penjaringan suspek TB di kecamatan Talawi belum mencapai angka target
penjaringan suspek TB setiap tahunnya, rendahnya angka penjaringan suspek TB dikarenakan
penemuan suspek TB di kecamatan Talawi dilakukan secara pasif. 4

Oleh karena itu dalam upaya pengendalian kasus TB di wilayah kerja Puskesmas
Talawi, perlu meningkatkan angka penjaringan suspek TB dengan melakukan deteksi dini atau
skrining TB secara aktif . Skrining dilakukan dengan melihat gejala klinis,dan pemeriksaan
BTA pada populasi kelompok berisiko TB. Kelompok berisiko tinggi terjadinya penularan TB,
seperti: tempat kerja, lapas/rutan, tempat penampungan pengungsi, daerah kumuh, asrama
dan panti jompo serta orang dengan komorbid diabetes mellitus. Berdasarkan uraian diatas
penulis tertarik untuk melaksanakan mini project “Penjaringan suspek TB di instansi
pemerintah di wilayah kerja Puskesmas Talawi”.
1.2 Tujuan Mini Project

1.2.1 Tujuan Umum

Meningkatkan angka cakupan penjaringan suspek TB di wilayah kerja Puskesmas


Talawi tahun 2020.

1.2.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui angka cakupan penjaringan suspek TB di wilayah kerja Puskesmas


Talawi
b. Mengetahui peningkatan cakupan penjaringan suspek TB di wilayah kerja
Puskesmas Talawi
c. Mengetahui status kesehatan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Talawi

1.3 Manfaat Mini Project

1. Mini project ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam upaya meningkatkan angka
penjaringan suspek TB di Puskesmas Talawi
2. Mini project ini diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan penemuan suspek TB di
Puskesmas Talawi

Anda mungkin juga menyukai