Anda di halaman 1dari 14

REVIEW LITERATUR

Pengaruh refluks gastroesofagus pada penyakit dalam bidang THT


Violetta Melinte1,2,3, Codrut Sarafoleanu1,2,3
1”Carol Davila” University of Medicine and Pharmacy, Bucharest, Romania
2CESITO Centre, “Sfanta Maria” Hospital, Bucharest, Romania
3ENT&HNS Department, “Sfanta Maria” Hospital, Bucharest, Romania

ABSTRAK
Refluks gastroesofagus merupakan suatu kondisi kronis yang ditandai oleh asam lambung atau
isi lambung naik ke kerongkongan yang sering ditemui dalam praktek klinis. Dalam ilmu THT,
faringolaring atau inflamasi rhinosinus sekunder untuk terjadinya GER merupakan salah satu
eksklusi yang didasarkan pada anamnesis yang rinci seperti gejala, perilaku dan faktor risiko
medis, pemeriksaan klinis THT yang dilakukan seperti pemeriksaan laringoskop, pemeriksaan
phoniatrik, pemeriksaan faringoesogastrik, pmeriksaan endoskopi gastrointestinal atas, dan
manometri esophagus. Penulis membuat suatu sistematika dari peranan refluks gastroesofagus
pada penyakit THT, gejala dan penyakit penyerta yang sering terjadi.

Kata kunci : reflluks gastroesofagus, refluks extraseofagus, laringitis kronik, rhinosinusitis, post
nasal drip.

PENGANTAR
Refluks gastroesofagus merupakan suatu kondisi krnois yang ditandai oleh asam lambung
atau isi lambung yang naik ke kerongkongan tanpa disertai mual atau muntah yang sering
ditemui dalam praktek klinis. Dalam literature, istilah “refluks laringo faring” juga digunakan,
dan America Broncho-Esophagological Association memperkenalkan istilah “refluks
extraesophageal” untuk manifestasi ekstraesofagus yaitu regurgitasi dari isi lambung.
ANGKA KEJADIAN PENYAKIT REFLUKS GASTROESOFAGUS
Refluks gastroesofagus merupakan penyakit patologi yang dapat terjadi pada semua
kelompok usia, insiden pada orang dewasa meningkat secara konstan dan pada anak-anak
tercatat sebanyak 75%.2,3 Predileksi penyakit refluks gastroesofagus berdasarkan jenis kelamin
belum dapat dijelaskan, namun terjadi peningkatan pada orang dewasa usia diatas 40 tahun.4
Sebanyak 6-10 % pasien yang datang ke THT dan didiagnosis dengan refluks gastroefofagus.
Pada tahun 1995, Rival dkk menemukan 73% pasien dengan keluhan pada daerah leher (n=216)
dan menderita penyakit refluks gastroesofagus (GERD), gejala membaik 84% pada mereka yang
diberikan terapi antirefluks.5 Lima tahun kemudian, Kouffman dkk, menunjukkan bahwa dari
113 pasein dengan penyakit laring dan disfonia, 50% menderita refluks ekstrafagus yang
ditunjukkan dengan menggunakan pemeriksaan PH esophagus.6
GAMBARAN KLINIS REFLUKS GASTROESOFAGUS
Gastroesophageal reflux (GER) dan extraesophageal reflux (EER) adalah dua hal yang
berbeda, perbedaan yang pertama yaitu gejala yang ditimbulkan.
Pada kasus GERD, keluhan utama pasien adalah rasa terbakar, nyeri retrosternal dan
regurgitasi. Extraesophageal reflux memiliki gejala yang kurang spesifik, yang ditemukan
pertama kali dapat berupa mendeham, sensasi benda asing pada faring, batuk, suara serak dan
kekeringan faring (rasa terbakar di retrosternal jarang ditemukan). Tanda dari EER dapat disertai
atau tidak disertai gejala tipikal dari reflux disease. Perlu diperhatikan bahwa jumlah material
yang sama dikerluarkan, yang mana dapat dengan mudah menjadi netral dengan mekanisme
pertahanan esofageal, dapat menimbulkan lesi hypo-pharyngo-laringeal, hal ini menyebabkan
EER lesi esofageal dapat menghilang. Kedua pengakit ini juga memiliki perbedaan pada jangka
panjang, GERD mempunyai risiko tinggi terjadinya komplikasi berupa adenokarsinoma
esofageal, sedangkan EER mempunyai risiko tinggi dalam perkembangan karsinoma laring atau
paru, sinusitis dan otitis.8,9
Dalam ilmu yang mempelajari tentang telinga, mata dan tenggorokan, diagnosis dari
inflamasi faringo-laring atau rhinosinusal merupakan lanjutan dari EER yang merupakan salah
satu eksklusi dan berdasarkan anamnesis yang menyeluruh, yang mana kami tertarik dalam
gejala, perilaku dan faktor risiko medis, dalam pemeriksaan klinis ENT, penilaian laryngo-
fibroscopical (Gambar 1), pemeriksaan phoniatric¸ pemeriksaan barite pharingo-esogastric,
upper gastrointestinal endoscopy dan esophageal manometry. Pemeriksaan untuk diagnosis
pasti pada GERD dan EER adalah melaluli monitor tes pH esofageal.
EER adalah ciri-ciri dari refluk gaster berupa manifestasi extraesophageal. Terdapat
beberapa penyakit dari ilmu yang mempelajari telinga, mata dan tenggorokan yang dapat
dikelompokkan dengan kelainan ini, yang tersering adalah chronic reflux laryngitis.10 Bahkan,
pada tingkat laring, nodul vokal, granuloma dan contact ulcer, polip pada pita suara, sulcus
glottidis, kanker pharyngo-laryngeal, laryngospasm, stenosis subglotis dapat juga ditemukan.
Rinosinusitis kronis, chronic oropharyngeal mycosis dapat juga ditemukan pada EER10-12 (Tabel
1). Chronic recurrent pharyngitis merupakan konsekuensi dari refluk gaster pada 60% kasus.10
Gejala dari extraesophageal reflux dapat dibagi menjadi dua kategori: laringeal dan
ekstralaringeal. Gejala yang paling sering berhubungan dengan refluk laringo-faring adalah
pertanda telah mengenai laring dan dipresentasikan dengan batuk kronis, dysphonia (episodik
atau kronis), odynophagia, vocal fatique, laryngospasm.15 Berdasarkan manifestasi
extraesophageal, perasaan “benjolan di tenggorokan” (globus), disfagia, chronic hemming¸ nyeri
tenggorokan, hipersekresi mukus, postnasal drip, halitosis, nocturnal cough, sensai terbakar
pada faring, otalgia dapat ditemukan.10-12
Eksplorasi gejala klinis yang lain digunakan ketika kita mendapat diagnosis yang belum
jelas, ketika gajalanya atipikal, kekambuhan atau terkait komplikasi, jika tidak ada respon yang
adekuat dari terapi atau sebelumnya telah dilakukan operasi antirefluk. Carr et al.14 mempelajari
tentang perubahan spesifik EER dalam sebuah grup yang terdiri dari 77 pasien, menggunakan
direct laryngoscopy dan bronchoscophy, dan menemukan beberapa perubahan faringolaring
termasuk lingual tonsil hypertrophy (p<.001), postglottic edema (p<.001), arytenoid edema
(p<.001), vocal cord edema (p=.003) dan perubahan cricotracheal (p=0,003) – inflamasi karina
(p<0,001). Arytenoid edema, postglotic edema dan lingual tonsil hypertrophy merupakan tanda
klinis patognomonik dari EER, 65% pasien yang pada penelitian yang didiagnosis dengan GERD
mempunyai setidaknya satu dari
tanda tersebut.
Tabel 1
Manifestasi ENT dari EER

Chronic recurrent pharyngitis


Nyeri tenggorokan
Laringitis kronis
Vocal cord granulomas, nodules, ulcer
Faring dan laring Laryngospasm
Subglottic stenosis
Kanker
Sulcus glottides
Disphonia
Globus
Chronic rhinosinusitis
Hidung dan sinus Chronic hypertrophic rhinitis
Postnasal Drip
Halitosis
Kavitas oral Aphihous ulcers
Dental erosions
Telinga tengah Serous otitis media
Pohon tracheobronchopulmonary Batuk kering
Tracheobronchitis
Yang lainnya Sleep apnea syndrome

REFLUKS GASTROESOFAGUS DAN PENYAKIT LARING


1. Laringitis kronik
Gejala yang khas dari laringitis kronik (gambar 2) adalah disfonia yang disertai dengan
usaha untuk berbicara, sensasi terbakar pada hypofaringeal yang persisten atau berulang, tanpa
tanda infeksi, mendeham atau batuk. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hansong dan
Jiang15, menemukan bahwa pasien dengan glottis posterior berkemungkinan menderita EER.
Hal ini dikarenakan adanya silia mukosa pernapasan yang bergerak, terkena dengan material
asam. Penulis meneliti 182 pasien dengan EER dan laringitis kronik, yang telah dilakukan
berbagai terapi. 51% pasien diobati dengan terapi EER pada malam hari, 26%nya diberikan
reseptor H2 antagonis, 20% nya dengan pompa proton inhibitor, dan 3% adalah gabungan
ketiganya. Setahun sebelumnya, Habermann mengevaluasi efisiensi penatalaksanaan dengan
pantoprazol pada 29 pasien dengan laringitis kronik dan disertai dengan refluks gastroesofagus.
Pada akhir pengobatan minggu ke-6, diperoleh perbaikan berdasarkan keluhan dan tampilan
pada video-lariyngo-stroboscopic (p<0.05).
2. Ulkus kontak dan granuloma
Ulkus kontak dan granuloma (gambar 3) mempunyai sebuah kemungkinan etiologi refluk
gastroesofageal, penyalahgunaan vokal, trauma intubasi, merokok, infeksi kronis dan alergi.
Havas17 melakukan sebuah penelitian retrospektif pada penatalaksanaan granuloma; dia
menetapkan 76 % dari 55 pasien yang termsuk dalam penelitian, penyakit refluk gastroesofageal
adalah faktor etiologi utama dari patologi laring ini. Dia menyimpulkan bahwa terapi pada kasus
granuloma membutuhkan antirefluk dan terapi poniatrik juga, terapi pembedahan diinikasikan
hanya pada kasus tertentu. Penulis memperoleh tingkatan relaps postoperasi sebanyak 50 %,
persentase ini menurun secara signifikan pada kasus postoperasi digabungkan dengan terapi
antirefluk. Dua tahun yang lalu, pada tahun 2001, Hoffman memperkuat hasil penelitiannya dan
protokol terapi sebelumnya yang diusulkan oleh Havas18.
3. Kanker laring
Alkohol dan asap rokok adalah faktor resiko paling banyak pada kanker laring (gambar
4). Berdasarkan ERR, itu juga diketahui bahwa hal itu bisa mendukung dan menegakkan sebuah
proses inflamasi kronik pada laring, tetapi efek karsinogenik tidak bisa dibuktikan. Peran penting
pada karsinogenesis faring dan esofagus juga karena refluk empedu, yang mana peningkatan
pengeluaran siklooksigenase 219. Pada tahun 2002, Galli et al20 melaporkan insiden 80,9 %
pasien ERR dengan karsinoma sel skuamosa hipofaringolaringeal, sementara Koufman dan
Burke6 menemukan, pada sebuah penelitian yang dilakukan tahun 2000 pada 113 pasien, EER
pada 88 % pasien dengan kanker glotis awal. Pada kedua penelitian, pH tes esofagus digunakan
untuk menilai pasien.
Lewin dkk melakukan studi percobaan pada tahun 2003, yang bertujuan untuk
menentukan insiden refluk laringofaringeal (RLF) pada pasien dengan karsinoma laring dan
displasia, dan juga untuk pentingnya hubungan antara tingkat refluk dan tipe histologi, merokok
atau posisi tubuh. 85% pasien dengan lesi malignansi dan premalignansi mempunyai hasil yang
positif pada tes PH esofagus, tanpa digambarkan dengan statistik yang signifikan berhubungan
antara adanya RLF dan tipe histologi.21

Pengalaman klinis
Selama periode 4 tahun , di polikinik THT Rumah Sakit “Sfanta Maria, dilakukan sebuah
studi prospektif pada 164 pasien dengan berbagai penyakit laring, yang bertujuan untuk melihat
hubungan antara penyakit laring dengan Refluk gastroesophageal. Pasien yang dimasukkan pada
penelitian ini adalah laringitis kronis, polip pita suara ( gambar 5), myxomas (gambar 7),
granuloma (gambar 8), papiloma, dan karsinoma (tabel 2).
Semua pasien dinilai dengan pemeriksaan radiologi barium dari traktus gastrointestinal
(GI) saluran atas dan endoskopi saluran cerna bagian bawah. Pada penelitian ini, dari 164 pasien
yang terlibat, 83 didiagnosis dengan GER atau EER, 58 menimbulkan gejala dan 25 tidak
bergejala.

Berdasarkan sudut pandang klinis, gambaran inflamasi lokal mukosa laring ditemukan
pada kerusakan pita suara. Untuk evaluasi 83 pasien, digunakan indeks refluk laringopharingeal,
secara signifikan rata-ratanya lebih tinggi pada pasien dengan penyakit laring dan refluk,
dibandingkan pada pasien dengan gangguan yang sama tanpa refluk (9.50 banding 2.92). Nilai
tersebut membaik setelah diberikan pengobatan antirefluk (7.35 banding 9.50). Unsur yang
paling penting dari indeks adalah edema dan interarytenoid dan endolaryngeal hyperemia, serta
interarytenoid pachydermia.

Gangguan pada laring ditandai dengan perubahan suara , itu sebabnya Voice Handicap
Index (VHI) diukur sebelum dan sesudah pengobatan penyebab dari gastroesophageal reflux
(Tabel 3). Perhatikan penurunan yang signifikan pada VHI setelah pengobatan, terutama pada
pasien dengan gastroesophageal reflux. Untuk pengobatan pembedahan dan obat, telah
ditambahkan terapi suara, dilakukan 3 kali seminggu.

Tabel 2
Laringeal patologi associated GER dan EER
Tipe lesi No Pemeriksaan Endoskopi Gejala Tidak
pasien radiologi Gastrointestina bergejala
barium l (+)
saluran
gastrointestin
al atas
Laringitis 57 27 14 25 2
kronik
Granulom 16 9 3 4 5
a
Polip 19 18 6 8 10
Nodul 16 10 6 4 6
fokal
Myxomas 14 2 12 1 1
Papiloma 10 1 7 1 0
Karsinoma 32 16 4 15 1
REFLUK GASTROESOPHAGEAL DAN SLEEP APNEA SYNDROME

Literatur menyebutkan, terdapat korelasi yang jelas antara refluk gastroesophageal dan
obstructive sleep apnea syndrome (OSAS)22-25. Penelitian yang dilakukan pada tahun 1997,
Locke et al ditemukan refluk gastroesophageal sebanyak 59% pada orang sindrom tidur apnea.
Selain itu, Kerr melaporkan adanya refluk gastroesophageal yang signifikan pada 5 dari 6 pasien
dengan OSOS23. Pada tahun 2002, Valipour menemukan adanya gejala refluk gastroesophageal
pada 160 pasien dari 228 pasien dengan gangguan tidur obstruktif ( 73%, 135 didiagnosis OSAS
dan 93 dengan mendengkur kronis), dengan tidak ada perbedaan signifikan antara kedua
kelompok tersebut.

Tabel 3

Evaluasi pasien VHI yang termasuk dalam penelitian

Lesi VHI sebelum pengobatan VHI setelah pengobatan


GER + GER - GER + GER -
Nodul fokal 42,1 39,8 29,1 27,2
Polip 543 49,2 25,2 23,1
Laringitis kronik – 47,5 41,1 26,3 22,2
Edema reinke
Myxoma 57,2 53,3 37,9 34,3
Granuloma 45,7 - 36,2 -
Laringitis kronik – 37,2 36,1 31,2 29,1
sulkus
papiloma 65,5 65,3 48,3 47,9

REFLUKS GASTROESOFAGUS PADA PENYAKIT RHINOSINUSAL

Keterlibatan reflkus gastroeofageal dalam penyakit rhinosinusal masih dalam perdebatan.


Beberapa penelitian yang dilakukan dalam beberapa tahun mencoba membuktikan refluks
gastroesofagus menjadi faktor predisposisi dalam perkembangan penyakit rhinosinusitis pada
dewasa dan anak-anak.28-32 Mekanisme pasti belum diketahui, namun terdapat dua hipotesis yang
berkembang, yaitu pengaruh kerusakan langsung pada mukosa rhinosinusal dan refleks vagal
yang dimediasi oleh faktor neuroinflamasi. Jacker et al28, melakukan penelitian tentang
hubungan GERD, EER dan rhinosinusitis kronik berulang, dimana terdapat hasil bahwa pasien
memiliki peningkatan kejadian peningkatan asam lambung yang refluks ke esophagus dengan ph
<4 dan RAI (reflux area index) nya lebih tinggi 10 kali dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Namun, penelitian ini tidak memasukkan modifikasi pada hypopharynx.

Gangguan gigi pada EER ditemukan pada beberapa penelitian. Erosi gigi dengan
kehilangan jaringan enamel gigi disebabkan oleh peningkatan peptikum (5-53,41% pada pasien
dengan EER). Karies gigi yang berkomplikasi diketahui dapat menyebabkan rhinosinusitis
odontogenic.33Phipps et al34, melakukan penelitian kejadian refluks gastroesofagus pada pasien
rhinosinusitis kronik, dengan menggunakan sampel berupa 30 pasien anak-anak berusia 2-18
tahun. Semua pasien dilakukan pengawasan tes pH esophagus selama 24 jam, 19/30 (63%)
didiagnosis dengan refluks gastroesofagus. 6 dari 19 pasien (32%) mengalami refluks
nasofaringeal. Respon terhadap terapi anti refluks baik, 15/19 pasien (79%) memperlihatkan
perbaikan pada gejaa rhinosinusal. Selain rhinosinusitis (Gambar 9), GERD juga terjadi pada
pasien post nasal drip syndrome (Gambar 10).35,36
Gambar 9. Rhinosinusitis maksilaris kanan Gambar 10. Post nasal drip

REFLUKS GASTROESOFAGUS PADA ANAK-ANAK

Refluks gastroesofagus pertama kali ditemukan pada 1950, lebih banyak pada laki-laki
(3:1), terjadi pada usia 3-4 bulan dengan insidensi yang menimbulkan gejala sebesar 60-70%.37
Penyebab tersering yang menyebabkan refluks gastroesofagus, antara lain: atresia esophagus,
hernia diafragmatika, premature (70% pada bayi dengan berat kurang dari 1700 g), penyakit
neurologis, diskinesia gastrointestinal, dan gangguan makan (dalam jangka waktu yang lama).
Gangguan respirasi sangat sering berhubungan dengan kejadian GERD pada anak-anak, dengan
mekanisme utama nya adalah inflamasi dan bronkospasme.38 Penyakit THT yang berhubungan
dengan dengan EER pada anak-anak, antara lain : laryngitis kronik,, laringomalasia, stenosis
subglotis, stridot, granuloma pita suara, disfagia, rhinitis, dan otitis media.37-39

Penelitian dari Bouchard40 menyarankan untuk melakukan tes pH pada anak-anak dengan
stridor, laringomalasia dan laryngitis ketika diagnosis nya belum pasti. Tes pH tidak terlalu
memberikan banyak manfaat bagi anak-anak yang menderita papilomatosa atau disfonia. Angka
kejadian komplikasi laringomalasia berbanding lurus dnegan derajar GERD/EER. Keterlibatan
refluks gastroesofagus pada pasien dengan hipertrofi adenoid masih dalam perdebatan. Beberapa
peneliti, seperti Philips et al34, mendapatkan bahwa mekanisme yang berperan dalam kejadia
refluks gastroesofagus pada pasien dengan rhino-adenoiditis meliputi inflamasi local, dengan
cara memperlambat proses penyembuhan infeksi. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2000 ini
menunjukkan bahwa terdapat insidensi refluks yang lebih tinggi pada anak-anak yang berusia
dibawah 2 tahun dengan gejala hipertrofi adenoid.34 Di sisi lain, beberpaa peneliti meyakini
hipotesis bahwa adenoid akan mempengaruhi kejadian refluks melalui mekanisme memodifikasi
inspirasi intratorakal dan tekanan ekspirasi, yang mengakibatkan pergerakan retrograde dari
asam lambung ke esofagus.41

Beberapa penelitian lain menyebutkan refluks gastroesofagus sebagai salah satu faktor
resiko kejadian gangguan telinga. Hal ini terjadi karena pada anak-anak letak tuba eustachius
yang lebih horizontal dan tidak terlalu menyudut. Hal ini akan menyebabkan penetrasi dari
sekresi faring, terutama pada posisi supinasi. Penetrasi dari asam lambung dan kerusakan epitel
pada tuba eustachius akan menyebabkan nyeri telinga pada kasus yang tidak menimbulkan gejala
lain pada kasus otitis media dengan efusi yang memerlukan timpanotomi, keberadaan pepsin
ditemukan pada ekstraksi cairan post operasi timpanotomi, dengan konsentrasi yang lebih tinggi
1.000 kali lipat.42

KESIMPULAN

Refluks gastroesofagus merupakan faktor penting dalam penyakit THT, yang menjadi
faktor etiologi utama pada penyakit infeksi dan tumor di sekitar telinga, hidung, dan
tenggorokan. Selain itu, refluks gastroesofagus juga memperlambat proses penyembuhan pada
beberapa penyakit. Untuk itu diperlukan pengobatan jangka panjang, dan pada kasus ini harus
diikuti dengan penatalaksanaan bedah.

Konflik kepentingan: tidak ada.

Kontribusi penulis: semua penulis memiliki kontribusi yang sama dalam penulisan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Vakil N., van Zanten S.V., Kahrilas P., Dent J., Jones R.; Global Consensus Group. - The
Montreal definition and classification of gastroesophageal reflux disease. Am J Gastroenterol.,
2006;101(8):1900–1920.
2. Barnhart D.C. - Gastroesophageal reflux disease in children. Seminars In Pediatric Surgery.
http://dx.doi.org/10.1053/j.sempedsurg.2016.05.009.
3. El-Serag H.B. - Time trends of gastroesophageal reflux disease: a systematic review. Clin
Gastroenterol Hepatol., 2007;5(1):17–26. Epub 2006 Dec 4.
4. Patti MG. - Gastroesophageal reflux disease. Available at: emedicine.medscape.
com/article/176595-overview.
5. Rival R., Wong R., Mendelsohn M., Rosgen S., Goldberg M., Freeman J. - Role of
gastroesophageal reflux disease in patients with cervical symptoms. Otolaringol Head Neck
Surg., 1995;113(4):364-369.
6. Koufman J.A., Amin M.R., Panetti M. - Prevalene of reflux in 113 consecutive patients with
laryngeal and voice disorders. Otolaringol Head Neck Surg., 2000;123(4):385-388.
7. Ho K.Y., Kang J.Y., Seow A. - Prevalence of gastrointestinal symptoms in a multiracial Asian
population, with particular reference to reflux-type symptoms. Am J Gastroenterol.,
1998;93(10):1816–1822.
8. Ruigomez A., Garcia Rodriguez L.A., Wallander M.A., Johansson S., Graffner H., Dent J. -
Natural history of gastro-oesophageal reflux disease diagnosed in general practice. Aliment
Pharmacol Ther., 2004;20(7):751– 760.
9. Lagergren J., Bergstrom R., Lindgren A., Nyrén O. - Symptomatic gastroesophageal reflux as
a risk factor for esophageal adenocarcinoma. N Engl J Med., 1999;340(11):825–831.
10. Vaezi M.F. - Sensitivity and specificity of reflux-attributed laryngeal lesions: experimental
and clinical evidence. Am J Med., 2003;115 Suppl 3A:97S–104S.
11. Richter J.E. - Extraesophageal presentations of gastroesophageal reflux disease. Semin
Gastrointest Dis., 1997;8(2):75–89.
12. Wong R.K., Hanson D.G., Waring P.J., Shaw G. - ENT manifestations of of
gastroesophageal reflux. Am J Gastroenterol., 2000;95(8 Suppl):S15–S22.
13. Vaezi M.F. - Laryngeal manifestations of gastroesophageal reflux disease. Curr
Gastroenterol Rep., 2008;10(3):271-277.
14. Carr M.M., Nagy M.L., Pizzuto M.P., Poje C.P., Brodsky L.S. – Correlation of findings at
direct laryngoscopy and bronchoscopy with gastroesophageal reflux disease in children: a
prospective study. Arch Otolaryngol Head Neck Surg., 2001;127(4):369-374.
15. Hanson D.G., Jiang J.J. - Diagnosis and management of chronic laryngitis associated with
reflux. Am J Med., 2000;108 Suppl 4a:112S-119S.
16. Habermann W., Eherer A., Lindbichler F., Raith J., Friedrich G. - Ex juvantibus approach for
chronic posterior laryngitis: results of short-term pantoprazole therapy. J Laryngol Otol.,
1999;113(8):734-739.
17. Havas T.E., Priestley J., Lowinger D.S. - A management strategy for vocal process
granuloma. Laryngoscope, 1999;109(2 Pt 1):301-306.
18. Hoffman H.T., Overholt E., Karnell M., McCulloch T.M. - Vocal process granuloma. Head
Neck, 2001;23(12):1061-1074.
19. Chan G., Boyle J.O., Yang E.K., Zhang F., Sacks P.G., Shah J.P., Edelstein D., Soslow R.A.,
Koki A.T., Woerner B.M., Masferrer J.L., Dannenberg A.J. - Cyclooxygenase-2 Expression Is
Up-Regulated in Squamous Cell Carcinoma of the Head and Neck. Cancer Res., 1999;59(5):991-
994.
20. Galli J., Cammarota G., Calò L., Agostino S., D'Ugo D., Cianci R., Almadori G. - The role of
acid and alkaline reflux in laryngeal squamous cell carcinoma. Laryngoscope,
2002;112(10):1861-1865.
21. Lewin J.S., Gillenwater A.M., Garrett J.D., Bishop-Leine J.K., Nguyen D.D., Callender D.L.,
Ayers G.D., Myers J.N. - Characterization of laryngpharyngeal reflux in patients with
premalignant or early carcinoma of the larynx. Cancer, 2003;97(4):1010-1014.
22. Samuelson C.F. - Gastroesophageal reflux and obstructive sleep apnea. Sleep, 1989;5:475
476.
23. Kerr P., Shoenut J.P., Millar T., Buckle P., Kryger M.H. - Nasal CPAP reduces
gastroesophageal reflux in obstructive sleep apnea syndrome. Chest, 1992;101(6):1539–1544.
24. Graf K.I., Karaus M., Heinemann S., Korber S., Dorow P., Hampel K.E. - Gastroesophageal
reflux in patients with sleep apnea syndrome. Z Gastroenterol., 1995;33(12):689–693.
25. Ing A.J., Ngu M.C., Breslin A.B. - Obstructive sleep apnea and gastroesophageal reflux. Am
J Med., 2000;108 Suppl 4a:120S–125S.
26. Locke G.R. 3rd, Talley N.J., Fett S.L., Zinsmeister A.R., Melton L.J. 3rd - Prevalence and
clinical spectrum of gastroesophageal reflux: a population- based study in Olmsted County,
Minnesota. Gastroenterology, 1997;112(5):1448–1456.
27. Valipour A., Makker H.K., Hard R., Emegbo S., Toma T., Spiro S.G. Symptomatic
gastroesophageal reflux in subjects with a breathing sleep disorder. Chest, 2002;121(6):1748-
1753.
28. Jecker P., Orloff L.A., Wohlfeil M., Mann W.J. - Gastroesophageal reflux disease (GERD),
extraesophageal reflux (EER) and recurrent chronic rhinosinusitis. Eur Arch Otorhinolaryngol.,
2006;263(7):664-667. Epub 2006 Mar 9.
29. Delehaye E., Dore M.P., Bozzo C., Mameli L., Delitala G., Meloni F. - Correlation between
nasal mucociliary clearance time and gastroesophageal reflux disease: our experience on 50
patients. Auris Nasus Larynx, 2009;36(2):157-161. doi: 10.1016/j.anl.2008.06.004. Epub 2008
Sep 5.
30. Katle E.J., Hart H., Kjaergaard T., Kvaloy J.T., Steinsvag S.K. - Nose- and sinus-related
quality of life and GERD. Eur Arch Otorhinolaryngol., 2012;269(1):121-125. doi:
10.1007/s00405-011-1675-y. Epub 2011 Jun 26.
31. Temnikova I.V., Onuchina E.V., Subbotina M.V., Kozlova N.A. – Especially chronic
rhinosinusitis associated with gastroesophageal reflux disease. Eksp Klin Gastroenterol.,
2015;(3):21-25.
32. Dibaise J.K., Sharma V.K. - Does gastroesophageal reflux contribute to the development of
chronic sinusitis? A review of the evidence. Dis Esophagus., 2006;19(6):419-424.
33. Roesch-Ramos L., Roesch-Dietlen F., Remes-Troche J.M., Romero-Sierra G., Mata-Tovar
Cde J., Azamar-Jacome A.A., Barranca-Enríquez A. - Dental erosion, an extraesophageal
manifestation of gastroesophageal reflux disease. The experience of a center for digestive
physiology in Southeastern Mexico. Rev Esp Enferm Dig., 2014;106(2):92-97.
34. Phipps C.D., Wood W.E., Gibson W.S., Cochran W.J. – Gastroesophageal reflux
contributing to chronic sinus disease in children. Arch Otolaryngol Head Neck Surg.,
2000;126(7):831-836.
35. Sylvester D.C., Karkos P.D., Vaughan C., Johnston J., Dwivedi R.C., Atkinson H.,
Kortequee S. - Chronic Cough, Reflux, Postnasal Drip Syndrome, and the Otolaryngologist.
International Journal of Otolaryngology, 2012;vol. 2012, Article ID 564852, 5 pages
36. doi:10.1155/2012/564852.
37. De Benedetto M., Monaco G., Marra F. - Extra-laryngeal manifestations of gastro-
oesophageal reflux. Acta Otorhinolaryngol Ital., 2006;26(5):256–259.
38. Schwarz S.M. - Pediatric gastroesophageal reflux. Available at: http://
emedicine.medscape.com/article/930029-overview#a5.
39. Rudolph C.D. - Supraesophageal complications of gastroesophageal reflux in children:
challenges in diagnosis and treatment. Am J Med., 2003;115 Suppl 3A:150S-156S.
40. Weaver E.M. - Association between gastroesophageal reflux and sinusitis, otitis media and
laryngeal malignancy: a systemic review of the evidence. Am J Med., 2003;115 Suppl 3A:81S-
89S.
41. Bouchard S., Lallier M., Yazbeck S., Bensoussan A. - The otolaryngologic manifestations of
gastresophageal reflux: when is a pH study indicated? J Pediatr Surg., 1999;34(7):1053-1056.
42. Caruso G., Passali F.M. - ENT manifestations of gastro-oesophageal reflux
in children. Acta Otorhinolaryngol Ital., 2006;26(5):252–255.
43. Tasker A., Dettmar P.W., Panetti M., Koufman J.A., Birchall J.P., Pearson J.P. - Reflux of
gastric juice and glue ear in children. Lancet, 2002;359(9305):493.

Anda mungkin juga menyukai