Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sampai saat ini masih terjadi perdebatan dan perbedaan pandangan diantara
etikawan tentang apakah etika bersifat absolut atau relatif. Para penganut paham etika absolut
denganberbagai argumentasi yang masuk akal meyakini bahwa ada prinsip-prinsip etika
yangbersifat mutlak, berlaku universal kapan pun dan dimanapun. Sementara itu, para
penganutetika relatif dengan berbagai argumentasi yang juga tampak masuk akal membatah
hal ini. Di antara tokoh-tokoh berpengaruh yang mendukung paham etika relatif ini
adalah Joseph Fletcher (dalam Suseno, 2006), yang terkenal dengan teori etika situasional-nya.
Ia menolak adanya norma-norma moral umum karena kewajiban moral selalu bergantung
pada situasi konkrit, dan situasi konkrit ini dalam keseharianya tidak pernah sama. Tokoh
pengaruh pendukung paham etika absolut antara lain Immanuel Kant dan Jammes Rachels. Rahcels sendiri,
yang walaupun membuka pemikiranya dengan memberikan argumentasi bagi pendukung etika
relatif. Ia mengatakan bahwa ada pakok teoritis yang umum dimana ada aturan-aturan moral
tertentu yang dianut secara bersama-sama oleh semua masyarakat kerena aturan-aturan itu
penting untuk kelestarian masyarakat. Perkembangan Perilaku Moral, Teori perkembangan
moral banyak dibahas dalam ilmu psikologi. Salah satu teori yang sangat berpengaruh di
kemukakan oleh Kohlberg ( dalam Atkinson et.al., 1996) dangan mengemukakan tiga tahap
perkembangan moral dihubungkan dengan pertumbuhan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa makna dan hakikat ekonomi dan hubungannya dengan etika?
2. Apa makna dan hakikat bisnis serta hubungannya dengan sistem ekonomi?
3. Bagaimana paradigma pengelolahan bisnos dilihat dari teori pemangku kepentingan?
4. Apa saja dampak kegiatan bisnis dan Mahasiswa mengetahui dan memahami ?
5. Apa saja aturan-aturan dalam kode etik akuntansi?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami makna dan hakikat ekonomi
2. Mahasiswa mengetahui dan memahami paradigma bisnis dilihat dari teori pemangku
kepentingan
3. Mahasiswa mengetahui dan memahami dampak kegiatan bisnis dan kaitannya dengan
konsep Corporate Social Responsibility (CSR)
4. Mahasiswa mengetahui dan memahami aturan-aturan dalam kode etik akuntansi

BAB II
PEMBAHASAN

1
2.1 Hakikat Ekonomi
Ekonomi berasal dari kata Yunani oikonomia yang berarti pengelolaan rumah (Capra,
2002). Yang dimaksud dengan pengelolaan rumah adalah cara rumah tangga memperoleh dan
menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup (fisik) anggota rumah
tangganya. Dari sini berkembang disiplin ilmu ekonomi yang dapat didefinisikan sebagai ilmu
yang berhubungan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi.
Ilmu ekonomi berkembang berdasarkan asumsi dasar yang masih dipegang hingga saat ini,
yaitu adanya kebutuhan (needs) manusia yang tidak terbatas dihadapkan pada sumber daya
yang terbatas (scarce resources) sehingga menimbulkan persoalan bagaimana mengekploitasi
sumber daya yang terbatas tersebut secara efektif dan efisien guna memenuhi kebutuhan
manusia yang tak terbatas.

2.2 Etika Dan Sistem Ekonomi


Ada dua paham sistem ekonomi yang berkembang, yaitu ekonomi kapitalis dan ekonomi
komunis. Inti dari paham ekonomi kapitalis adalah adanya kebebasan individu untuk memiliki,
mengumpulkan, dan mengusahakan kekayaan secara individu. Sistem kapitalis sering disebut
juga sistem ekonomi liberal. Ada dua ciri pokok dari sistem ekonomi kapitalis, yaitu:
liberalisme kepemilikan dan dukungan ekonomi pasar bebas. Menurut paham ini, kebebasan
individu akan memicu motivasi setiap orang untuk melakukan kegiatan bisnis dan ekonomi
dalam rangka memakmurkan dirinya masing-masing.
Sebaliknya paham ekonomi komunis yang memperoleh inspirasi dari pemikiran Karl Marx
justru sangat menentang sistem kapitalis ini. Menurut sistem ekonomi komunis, setiap individu
dilarang menguasai modal dan alat-alat produksi. Alat-alat produksi dan modal harus dikuasai
oleh masyarakat (melalui negara) sehingga tidak ada lagi eksploitasi oleh sekelompok kecil
majikan terhadap masyarakat mayoritas (kaum buruh). Karena perhatian utama sistem komunis
adalah kemakmuran masyarakat secara keseluruhan dan bukan kemakmuran orang per orang,
maka sering kali sistem komunis ini—dengan beberapa variasinya—disebut sebagai sistem
sosialis. Walaupun sistem kapitalis dan sistem komunis sangat bertentangan, namun
sebenarnya ada persamaan yang sangat esensial, yaitu keduanya hanya ditujukan untuk
mengejar kemakmuran/kenikmatan duniawi dengan hanya mengandalkan kemampuan pikiran
rasional dan melupakan tujuan tertinggi umat manusia (kebahagiaan di akhirat).

Etika dan Sistem Ekonomi Komunis

2
Tujuan sistem ekonomi komunis adalah untuk memeratakan kemakmuran masyarakat dan
menghilangkan eksploitasi oleh manusia (majikan, pemilik modal) terhadap manusia lainnya
(kaum buruh). Tujuan pemerataan kemakmuran tidak tercapai; yang terjadi adalah pemerataan
kemiskinan. Terjadi kesenjangan kekayaan yang sangat mencolok antara oknum pejabat sangat
kaya, sementara rakyatnya tetap dililit kemiskinan. Mengapa sistem ekonomi komunis
mengalami kegagalan walaupun sebenarnya tujuannya sangat mulia? Jawaban atas hal ini dapat
diberikan sebagai berikut:
a. Sistem ekonomi komunis didasarkan atas hakikat manusia tidak utuh.
b. Dalam sistem ekonomi komunis, alat-alat produksi dan kekayaan individu tidak diakui.
c. Produktivitas tenaga kerja sangat rendah karena rakyat yang bekerja untuk negara tidak
termotivasi untuk bekerja lebih giat.
d. Keadaan perekonomian negara-negara Blok Komunis semakin memburuk karena terjadi
pemborosan kekayaan negara, terutama untuk memproduksi senjata yang dipaksakan
dalam rangka perang dingin menghadapi negara-negara Blok Barat.

Etika dan Sistem Ekonomi Kapitalis


Dalam sistem ekonomi kapitalis, tujuan manusia direndahkan hanya untuk mengejar
kemakmuran ekonomi (fisik) semata dan mengabaikan kekuatan Tuhan. Sistem ekonomi ini
juga melupakan tujuan tertinggi hakikat sebagai manusia, yaitu kebahagiaan di akhirat. Sistem
ekonomi kapitalis yang berkembang di negara-negara Barat telah melahirkan perusahaan-
perusahaan multinasional dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Kekayaan mereka sudah semakin besar, bahkan sudah melewati pendapatan negara-negara
yang sedang berkembang.
b. Kekuasaan para pemiliknya telah melewati batas-batas wilayah suatu negara.

Etika dan Sistem Ekonomi Pancasila


Sistem ekonomi pancasila mencoba memadukan hal-hal positif yang ada pada kedua
sistem ekonomi ekstrem—komunis dan kapitalis. Ciri keadilan dan kebersamaan pada sistem
ekonomi Pancasila diambil dari sistem komunis; ciri hak dan kebebasan individu diambil dari
sistem kapitalis; ditambah dengan ciri ketiga yang tidak ada pada kedua sistem tersebut, yaitu
kepercayaan kepada Tuhan YME dengan memberikan kebebasan rakyatnya memeluk agama
sesuai dengan keyakinan masing-masing. Secara teoretis, sistem ekonomi Pancasila
merupakan fondasi yang paling baik dan paling sesuai untuk membangun hakikat manusia
seutuhnya.
3
Etika dan Sistem Ekonomi
Etika pada intinya mempelajari perilaku/tindakan seseorang dan kelompok atau lembaga
yang dianggap baik atau tidak baik. Sistem ekonomi adalah seperangkat umur (manusia,
lembaga, wilayah, sumber daya) yang terkoordinasi untuk mendukung peningkatan produksi
(barang dan jasa) serta pendapatan untuk menciptakan kemakmuran masyarakat.
Kesimpulannya adalah bahwa sistem ekonomi apa pun dapat saja memunculkan banyak
persoalan yang bersifat tidak etis. Etis tidaknya suatu tindakan lebih disebabkan tingkat
kesadaran individual para perilaku dalam aktivitas ekonomi (oknum birokrasi, pejabat negara,
pemimpin perusahaan), bukan pada sistem ekonomi yang dipilih oleh suatu negara. Di sini
yang berperan adalah tingkat kesadaran dalam memaknai hakikat dirinya—hakikat manusia
sebagai manusia utuh atau manusia tidak utuh.

2.3 Pengertian Dan Peranan Bisnis


Aktivitas bisnis bukan saja kegiatan dalam rangka menghasilkan barang dan jasa, tetapi
juga termasuk kegiatan mendistribusikan barang dan jasa tersebut ke pihak-pihak yang
memerlukan serta aktivitas lain yang mendukung kegiatan produksi dan distribusi tersebut.
Dua pandangan tentang bisnis sebagaimana diungkapkan oleh Sonny Keraf (1998), yaitu
pandangan praktis-realistis dan pandangan idealis. Pandangan praktis-realistis melihat
tujuan bisnis adalah untuk mencari keuntungan (profit) bagi pelaku bisnis, sedangkan aktivitas
memproduksi dan mendistribusikan barang merupakan sarana/alat untuk merealisasikan
keuntungan tersebut. Pandangan idealis adalah suatu pandangan di mana tujuan bisnis yang
terutama adalah menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat, sedangkan keuntungan yang diperoleh merupakan konsekuensi logis
dari kegiatan bisnis tersebut. Inti dari pandangan idealis adalah bahwa tujuan pokok dari bisnis
adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sedangkan keuntungannya hanyalah akibat
dari kegiatan bisnis.
Tabel 4.1
Komponen-komponen Budaya Etis

Fokus
Kriteria Etis
Individu Perusahaan Masyarakat
Egoisme Kepentingan diri Kepentingan Efisiensi ekonomi
(pendekatan (self-interest) perusahaan
berpusat pada (company interest)
kepentingan diri)

4
Benevolence Kepentingan Kepentingan tim Tanggung jawab
(pendekatan Bersama (friendship) (team interest) sosial (social
berpusat pada responsibility)
kepentingan orang
lain)
Principles Moralitas pribadi Prosedur dan Kode etik dan
(pendekatan (personal morality) peraturan perusahaan hukum
berpusat pada
prinsip integritas)

2.4 Lima Dimensi Bisnis


Dimensi Ekonomi
Bisnis paling mudah dipahami bila dilihat dari dimensi ekonomi. Dari sudut pandang ini,
bisnis adalah kegiatan produktif dengan tujuan memperoleh keuntungan. Bisnis merupakan
tulang punggung kegiatan ekonomi; tanpa bisnis tidak ada kegiatan ekonomi. Harta adalah
sumber daya ekonomis yang masih mempunyai manfaat untuk menciptakan penjualan pada
periode mendatang.

Dimensi Etis
Konsep bisnis bila dilihat dari dimensi ekonomi yaitu aktivitas produktif dengan tujuan
mencari keuntungan—sudah sangat jelas dan dipahami oleh hampir semua pihak. Namun bila
dilihat dari dimensi etis, bisnis masih menimbulkan diskusi yang diwarnai oleh pro dan kontra.
Persoalan pro dan kontra dari dimensi etika ini dapat dimaklumi karena belum semua pihak
mempunyai pemahaman yang sama tentang pengertian etika dan ukuran yang tepat untuk
menilai etis tidaknya suatu tindakan bisnis.
Berikut ini adalah pembahasan bisnis dari dimensi etis. Pertama, kegiatan bisnis adalah
kegiatan produktif, artinya kegiatan menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa untuk
kebutuhan seluruh umat manusia. Kedua, bila dilihat dari pihak yang memperoleh manfaat dari
keuntungan suatu kegiatan bisnis (masalah keadilan dalam distribusi keuntungan) dan tindakan
bisnis dalam merealisasikan keuntungan itu, isu etika muncul untuk memberikan penilaian atau
dampak negatif yang ditimbulkan bagi masyarakat dan lingkungan alam (merugikan orang lain
atau menimbulkan kerusakan lingkungan).

Dimensi Hukum
Hukum dan etika sebenarnya mempunyai hubungan yang sangat erat karena keduanya
mengatur perilaku manusia. Hukum dibuat oleh negara atau beberapa negara melalui suatu
mekanisme formal yang sesuai dengan konstitusi/aturan internasional dan mengikat seluruh

5
warga suatu negara atau lebih dari satu negara bila hukum/peraturan itu diratifikasi oleh lebih
dari satu negara. Pelanggaran terhadap hukum akan dikenai sanksi hukum.

Dimensi Sosial
Sebagai suatu sistem, artinya di dalam organisasi perusahaan terdapat berbagai elemen,
unsur, orang, dan jaringan yang saling terhubung (interconnected), saling berinteraksi
(interacted), saling bergantung (interdepended), dan saling berkepentingan. Sebagai sistem
terbuka, artinya keberadaan perusahaan ditentukan bukan saja oleh elemen-elemen yang ada
di dalam perusahaan atau yang sering disebut faktor internal, seperti: sumber daya manusia
(tenaga kerja, manajer, eksekutif) dan sumber daya non-manusia (uang, peralatan, bangunan,
dan sebagainya), tetapi juga oleh faktor-faktor di luar perusahaan atau yang sering disebut
faktor eksternal, yang juga terdiri atas dua elemen, yaitu: faktor manusia dan non-manusia.

Dimensi Spiritual
Kegiatan bisnis dalam pandangan Barat tidak pernah dikaitkan dengan agama. Padahal
kalau ditelusuri dalam ajaran agama-agama besar, ada ketentuan yang sangat jelas tentang
kegiatan bisnis ini. Dalam agama Islam dijumpai suatu ajaran bahwa menjalankan kegiatan
bisnis ini merupakan bagian dari ibadah, asalkan kegiatan bisnis (ekonomi) diatur berdasarkan
wahyu yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul (Dawan Rahardjo, 1990).
Selanjutnya Dawan Rahardjo mengatakan bahwa ada tiga doktrin dalam Islam, yaitu: ibadah,
akhirat, dan amal saleh.
Kegiatan bisnis yang spiritual tumbuh berdasarkan paradigma sebagai berikut:
 Pengelola dan pemangku kepentingan (stakeholders) menyadari bahwa kegiatan bisnis
adalah bagian dari ibadah (God devotion).
 Tujuan bisnis adalah untuk memajukan kesejahteraan semua pemangku kepentingan atau
masyarakat (prosperous society).
 Dalam menjalankan aktivitas bisnis, pengelola mampu menjamin kelestarian alam (planet
conservation).
Kegiatan Bisnis Spiritual

Ibadah (God Devotion)

Bisnis
(Profit)

6
Alam Lestari Masyarakat Sejahtera
(Planet Conservation) (Prosperous Society)
2.5 Pendekatan Pemangku Kepentingan (Stakeholder)
Tanggung Jawab Manajemen dan Teori Pemangku Kepentingan
Dari sudut pandang pengelola perusahaan (manajemen), dijumpai beberapa paradigma
berkaitan dengan peran dan tanggung jawab manajemen dalam mengelola perusahaan. Dalam
dunia akuntansi wujud peran dan tanggung jawab manajemen ini tercermin dalam beberapa
teori yang berkaitan dengan pemangku kepentingan. Pada umumnya, dulu perusahaan
didirikan oleh pemilik yang sekaligus merangkap sebagai pengelola perusahaan tidak ada
perusahaan antara pengelola (manajemen) dengan pemilik perusahaan. Tujuan pengelolaan
perusahaan jelas adalah untuk meningkatkan laba dan kekayaan pemilik.
Paradigma yang sangat berbeda dijumpai dalam teori dana dan teori komando. Dalam teori
dana, manajemen dalam mengelola suatu lembaga/organisasi lebih berorientasi kepada
restriksi legal atas pengguanaan dana yang dipercayakan kepadanya. Pemangku kepentingan
(stakeholders) adalah semua pihak (orang atau lembaga) yang mempengaruhi keberadaan
perusahaan dan/atau dipengaruhi oleh tindakan perusahaan. Selanjutnya Lawrence, Weber, dan
Post membagi pemangku kepentingan ke dalam dua golongan, yaitu pemangku kepentingan
pasar (market stakeholders) dan pemangku kepentingan nonpasar (nonmarket stakeholders).

Hubungan Tingkat Kesadaran, Teori Etika, dan Paradigma Pengelolaan Perusahaan


Hubungan Tingkat Kesadaran, Teori Etika, dan
Paradigma Pengelolaan Perusahaan

Tingkat Paradigma
Teori Etika Sasaran Perusahaan
Kesadaran Pengelolaan
Kesadaran  Teori Egoisme  Paradigma Memperoleh kekayaan dan
Hewani  Teori Hak Kepemilikan keuntungan optimal bagi
(Proprietorship pengelola yang sekaligus
Paradigm) merangkap sebagai
pemilik perusahaan

Pengelola (manajemen)
 Paradigma Pemegang sudah terpisah dari para
Saham (Stockholders pemegang saham selaku
Paradigm) pemilik perusahaan.

Sasaran perusahaan adalah


memperoleh kekayaan dan
keuntungan optimal bagi
para pemegang saham
Kesadaran  Teori Paradigma Ekuitas Sasaran pengelolaan
Manusiawi Utilitarianisme (Equity Paradigm) perusahaan untuk
meningkatkan kekayaan

7
 Teori Keadilan dan keuntungan para
(Fairness Theory) investor (pemegang saham
 Teori Kewajiban dan kreditur)
(Deontologi) Paradigma Perusahaan Sasaran pengelolaan
 Teori Keutamaan (Enterprise perusahaan adalah untuk
Paradigm) kesejahteraan seluruh
masyarakat (semua
pemangku
kepentingan/stakeholders)
Kesadaran  Teori Teonom Paradigma Perusahaan Tujuan pengelolaan
Transendental Tercerahkan perusahaan adalah sebagai
(Enlightened bagian dari ibadah kepada
Company) Tuhan melalui pengabdain
tulus untuk kemakmuran
bersama dan menjaga
kelestarian alam

Analisis Pemangku Kepentingan (Stakeholder Analysis)


Sebagai suatu sistem terbuka, perusahaan saling berinteraksi dengan semua pihak terkait
(stakeholders) sehingga keberadaan perusahaan bersifat saling mempengaruhi dengan semua
pemangku kepentingan tersebut. Oleh sebab itu perlunya menyadari pentingnya melakukan
proses pengambilan keputusan berdasarkan pendekatan dan analisis pemangku kepentingan.
Hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan berdasarkan
pendekatan pemangku kepentingan, antara lain:
a. Lakukan identifikasi semua pemangku kepentingan, baik yang nyata maupun yang masih
bersifat potensial.
b. Cari tahu kepentingan (interest) dan kekuasaan (power) setiap golongan pemangku
kepentingan.
c. Cari tahu apakah ada koalisi kepentingan dan kekuasaan antar golongan pemangku
kepentingan tersebut.
Kepentingan dan kekuasaan pemangku kepentingan kelompok primer
Pemangku kepentingan Kepentingan Kekuasaan
Pelanggan Memperoleh produk yang Membatalkan pesanan dan
aman dan berkualitas sesuai membeli dari pesaing; melakukan
dengan yang dijanjikan kampanye negatif tentang
serta memperoleh perusahaan
pelayanan yang memuaskan
Pemasok Menerima pembayaran Membatalkan atau
tepat waktu; memperoleh memboikot order dan menjual
order secara teratur pada pesaing

8
Pemodal · Memperoleh deviden · Tidak mau membeli saham
dan capital gain dari saham perusahaan; memberhentikan para
· Pemegang Saham
yang dimiliki eksekutif perusahaan
· Kreditur
· Memperoleh · Tidak memberikan kredit;
penerimaan bunga dan membatalkan/menarik kembali
pengembalian pokok pinjaman yang telah diberikan
pinjaman sesuai jadwal
yang telah ditentukan
Karyawan Memperoleh gaji/upah yang Melakukan aksi unjuk rasa/mogok
wajar dan ada kepastian kerja; memaksakan kehendak
kelangsungan pekerjaan melalui organisasi buruh yang ada

Kepentingan dan kekuasaan pemangku kepentingan kelompok sekunder


Pemangku kepentingan Kepentingan Kekuasaan
Pemerintah Mengharapkan Menutup/menyegel perusahaan;
pertumbuhan ekonomi dan mengeluarkan berbagai peraturan
lapangan kerja;
memperoleh pajak
Masyarakat Mengharapkan peran Menekan pemerintah melalui
perusahaan dalam program unjuk rasa missal; melakukan aksi
kesejahteraan masyarakat; kekerasan
menjaga kesehatan
lingkungan

Media massa Menginformasikan semua Mempublikasikan berita


kegiatan perusahaan yang negatif yang merusak citra
berkaitan dengan isu etika, perusahaan
nilai-nilai, kesehatan,
keamanan, dan
kesejahteraan
Aktivis lingkungan Kepedulian terhadap Mengkampanyekan aksi boikot
pengaruh positif dan dengan mempengaruhi
negatif dari tindakan pemerintah, media massa, dan
perusahaan terhadap masyarakat; melobi pemerintah
lingkungan hidup, HAM untuk membatasi/melarang impor
dan sebagainya produk perusahaan tersebut bila
merusak lingkungan hidup atau
melanggar HAM

2.6 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility—Csr)


Pengertian CSR

9
Definisi CSR yang dikutip dari buku Membedah Konsep dan Aplikasi CSR karangan Yusuf
Wibisono (2007) dan buku Corporate Social Responsibility dari A.B. Susanto (2007) salah
satunya adalah:
a. The World Business Council for Sustainable Development mendifinisikan CSR sebagai
“Komitmen bisnis untuk secara terus menerus berperilaku etis dan berkontribusi dalam
pembangunan ekonomi serta meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya,
masyarakat lokal, serta masyarakat luas pada umumnya.”
b. A.B. Susanto mendifinisikan CSR sebagai tanggung jawab perusahaan baik ke dalam
maupun ke luar perusahaan. Tanggung jawab ke dalam diarahkan kepada pemegang saham
dan karyawan dalam wujud profitabilitas dan pertumbuhan perusahaan, sedangkan
tanggung jawab ke luar dikaitkan dengan peran perusahaan sebagai pembayar pajak dan
penyedia lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi masyarakat, serta
memelihara lingkungan bagi generasi mendatang.

Berangkat dari konsep 3P yang dikemukakan oleh Elkington, konsep CSR sebenarnya ingin
memadukan tiga fungsi perusahaan secara seimbang, yaitu:
a. Fungsi ekonomis
b. Fungsi sosial
c. Fungsi alamiah
Tingkat/Lingkup Keterlibatan dalam CSR
Gambar 4.3
Hubungan Tingkat Kesadaran, Teori Etika, dan Tingkat Keterlibatan CSR
Tingkat Kesadaran Teori Etika Tingkat
Keterlibatan CSR

Khewani Egoisme Rendah

Manusiawi Utilitarianisme

Transendental Teonom Tinggi

Pro dan Kontra terhadap CSR


Alasan-alasan yang menentang CSR ini antara lain:

10
a. Perusahaan adalah lembaga ekonomi yang tujuan pokoknya mencari keuntungan, bukan
merupakan lembaga sosial.
b. Perhatian manajemen perusahaan akan terpecah dan akan membingungkan mereka bila
perusahaan dibebani banyak tujuan.
c. Biaya kegiatan sosial akan meningkatakan biaya produk yang akan ditambahkan pada
harga produk sehingga pada gilirannya akan merugikan masyarakat/konsumen itu sendiri.
d. Tidak semua perusahaan mempunyai tenaga yang terampil dalam menjalankan kegiatan
sosial.

Sementara itu, alasan-alasan yang mendukung CSR ini adalah:


a. Kesadaran yang meningkat dan masyarakat yang makin kritis terhadap dampak negatif dari
tindakan perusahaan yang merusak alam serta merugikan masyarakat sekitarnya.
b. Sumber daya alam yang makin terbatas.
c. Menciptakan lingkungan sosial yang lebih baik.
d. Perimbangan yang lebih adil dalam memikul tanggung jawab dan kekuasaan dalam
memikul beban sosial dan lingkungan antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat.
e. Bisnis sebenarnya mempunyai sumber daya yang berguna.
f. Menciptakan keuntungan jangka panjang.

2.7 Aturan-Aturan Kode Etik Akuntansi


Setelah dikeluarkannya prinsip-prinsip kode etik, Kode AICPA mengembangkan bagian
tentang aturan: "Anggaran rumah tangga Institut Amerika Akuntan Publik Bersertifikat
mensyaratkan bahwa anggota mematuhi Aturan Kode Perilaku Profesional. Anggota harus siap
untuk membenarkan keberangkatan dari Aturan ini. " Sekarang, aturan-aturan ini secara formal
hanya berlaku untuk anggota AICPA dan orang-orang di bawah kendali anggota; jika anggota
melanggar aturan, mereka harus didisiplinkan oleh AICPA. Namun demikian, penting untuk
memeriksa aturan untuk menghargai harapan macam apa yang dimiliki asosiasi profesional
sehubungan dengan jenis perilaku tertentu oleh akuntan.
Bagian aturan Kode ini dibagi menjadi lima bagian, yaitu :
1. independensi, integritas, dan obyektivitas
2. standar umum, prinsip akuntansi
3. tanggung jawab kepada klien
4. tanggung jawab kepada kolega
5. tanggung jawab dan praktik lainnya
Dalam kebanyakan kasus, aturan tersebut diikuti oleh interpretasi aturan yang membahas
penerimaan jenis kegiatan tertentu. Akhirnya, di bawah masing-masing aturan, putusan etik
yang lebih spesifik diberikan putusan tentang independensi, integritas, dan objektivitas, 11

11
putusan tentang standar umum (enam yang telah dihapus dan satu ditransfer), 25 putusan
tentang tanggung jawab kepada klien, dan 192 keputusan tentang tanggung jawab dan praktik
lain (153 di antaranya telah dihapus, dan enam di antaranya telah digantikan).

BAGIAN 100

Aturan independensi (Aturan 101) adalah Aturan yang mengatur independensi berbunyi:
“Seorang anggota dalam praktik publik harus independen dalam kinerja layanan profesional
sebagaimana disyaratkan oleh standar yang diumumkan oleh badan yang ditunjuk oleh
Dewan”.

Di bawah interpretasi Peraturan 101, Kode menetapkan badan apa yang harus
dikonsultasikan oleh anggota. Di antara badan-badan ini interpretasi mendaftar sebagai
berikut: "Dewan akuntan negara, masyarakat CPA akuntan, Dewan Standar Kemerdekaan jika
laporan anggota akan diajukan ke Komisi Sekuritas dan Pertukaran AS (SEC), Departemen
Tenaga Kerja AS (DOL) jika laporan anggota akan diajukan ke DOL, Bagian Praktek AICPA
SEC (SECPS) jika perusahaan anggota adalah anggota SECPS, dan organisasi mana pun yang
menerbitkan atau menegakkan standar independensi yang akan berlaku untuk keterlibatan
anggota. "Badan-badan tersebut mungkin memiliki persyaratan atau putusan independensi
yang berbeda dari, termasuk lebih ketat daripada, persyaratan atau putusan AICPA.

Penafsiran dalam Kode tidak memberikan laporan positif tentang independensi, yang hanya
akan menjadi kebebasan dari kepentingan yang bertentangan dengan tanggung jawab dasar
akuntan. Sebaliknya, interpretasi memberikan catatan negatif dengan mengutip kapan
independensi akan terganggu. Kemandirian akan dianggap terganggu jika, misalnya, seorang
anggota memiliki salah satu dari transaksi, minat, atau hubungan berikut ini :

1) Selama periode pertunangan profesional atau pada saat mengekspresikan pendapat,


anggota atau perusahaan anggota.

1. Memiliki atau berkomitmen untuk memperoleh kepentingan finansial langsung


atau material tidak langsung dalam perusahaan (klien).

2. Apakah wali amanat dari kepercayaan atau pelaksana atau administrator dari
warisan apa pun jika kepercayaan atau warisan tersebut memiliki atau
berkomitmen untuk memperoleh kepentingan finansial tidak langsung langsung
atau material dalam perusahaan.

3. Adakah investasi bisnis bersama, yang dilakukan secara tertutup dengan


perusahaan atau dengan pejabat, direktur, atau pemegang saham utama yang
material dalam kaitannya dengan kekayaan bersih anggota atau dengan kekayaan
bersih perusahaan anggota.

4. Memiliki pinjaman kepada atau dari perusahaan klien atau pejabat, direktur, atau
pemegang saham utama perusahaan kecuali sebagaimana diizinkan secara khusus
dalam interpretasi 101-5.

12
2) Selama periode yang dicakup oleh laporan keuangan, selama periode perikatan
profesional, atau pada saat mengekspresikan pendapat, anggota atau perusahaan
anggota.

1. Berhubungan dengan perusahaan sebagai promotor, under-writer atau wali


pemilihan, sebagai direktur, pejabat, atau karyawan, atau dalam kapasitas apa pun
yang setara dengan anggota manajemen.

2. Apakah kepercayaan untuk pensiun atau kepercayaan bagi hasil dari perusahaan.

Singkatnya, independensi terancam jika seorang akuntan, sementara secara profesional


terlibat dengan suatu perusahaan: memiliki kepentingan keuangan dalam perusahaan
ini; adalah wali dari sebuah perkebunan dengan minat seperti itu; telah erat mengadakan
investasi bisnis dengan prinsipal perusahaan; atau diinvestasikan dalam perusahaan atau
memiliki pinjaman dari perusahaan. Lebih lanjut, jika CPA memegang posisi yang setara
dengan posisi manajemen di perusahaan, atau merupakan wali amanat untuk pensiun atau trust
bagi hasil dari perusahaan, independensinya akan dianggap mengalami penurunan nilai.

Keterjeratan seperti itu akan membahayakan independensi akuntan dan mungkin


membahayakan integritas dan obyektivitas akuntan karena mereka akan atau dapat
menciptakan konflik kepentingan yang nyata atau yang dirasakan, suatu topik yang secara
khusus dibahas dalam Peraturan 102.

Integritas dan obyektivitas (Aturan 102): “Dalam pelaksanaan layanan profesional apa pun,
seorang anggota harus menjaga obyektivitas dan integritas, harus bebas dari konflik
kepentingan, dan tidak akan secara sengaja salah mengartikan fakta atau menempatkan
bawahan penilaiannya kepada orang lain”.

Aturan 102 menyebutkan empat hal dalam melakukan layanan profesional, yaitu :

a. menjaga integritas dan obyektifitas

b. bebas dari konflik kepentingan

c. tidak sengaja salah mengartikan fakta

d. tidak mensubordinasi penilaian seseorang kepada orang lain

Prinsip ini memaksakan kewajiban untuk tidak memihak, jujur secara intelektual, dan bebas
dari konflik kepentingan. Gagasan objektivitas berasal dari gagasan pendekatan ilmiah di mana
seseorang mundur sebagai pengamat pihak ketiga. Kepentingan seseorang dikesampingkan
dan situasi dinilai berdasarkan kemampuannya sendiri. Kejujuran intelektual membutuhkan
melihat situasi dari semua perspektif yang memungkinkan.

Teori etika memberi kita sejumlah cara untuk mencapai sudut pandang ini, seperti prinsip
universalisasi Kant yang bertanya, bagaimana jika semua orang melakukan ini? Tetapi cara
paling umum dalam etika untuk berusaha mencapai objektivitas adalah dengan menerapkan
aturan emas - "Lakukan kepada orang lain seperti yang Anda inginkan mereka lakukan untuk

13
Anda." Ajukan pertanyaan, apa yang akan Anda lakukan untuk Anda dan Anda meninggalkan
perspektif pelaku tindakan dan mengambil perspektif penerima. Dengan cara ini Anda secara
kognitif keluar dari diri Anda untuk mempertimbangkan masalah ini. Anda mengadopsi
perspektif pengamat luar yang terlepas, tidak tertarik, dan luar (yaitu Anda menjadi tidak
memihak dan objektif). Jika seseorang dapat melakukan ini secara efektif - menjadi tidak
memihak dan terlepas - itu membantu seseorang untuk menghindari konflik kepentingan
(elemen kedua dalam Peraturan 102).

Konflik kepentingan dijelaskan dalam Kode sebagai situasi di mana hubungan tertentu
merusak objektivitas anggota. Kami tidak merekomendasikan dokter untuk mendiagnosis
orang yang mereka cintai. Kami tidak menyarankan kolega terlibat asmara dengan bawahan
yang pekerjaannya perlu mereka evaluasi. Hakim mengundurkan diri dalam kasus-kasus di
mana mereka memiliki kepentingan dalam suatu kasus. Rekomendasi serupa berlaku untuk
akuntan.

Konflik kepentingan dapat terjadi jika anggota melakukan layanan profesional untuk klien
atau majikan dan anggota atau perusahaannya memiliki hubungan dengan orang lain, entitas,
produk, atau layanan yang dapat, dalam penilaian profesional anggota, dilihat oleh klien,
pemberi kerja, atau pihak lain yang sesuai sebagai merusak objektivitas anggota.

Elemen penting dari interpretasi ini adalah bahwa ia melampaui keberadaan konflik
kepentingan semata. Ini bahkan mencakup munculnya konflik kepentingan, suatu hal yang
menjadi sangat kontroversial. Beberapa orang berpikir bahwa penampilan konflik saja tidak
cukup untuk mendiskualifikasi akuntan dari melakukan audit. Yang lain bersikeras bahwa
bahkan munculnya konflik kepentingan merongrong kepercayaan yang harus dimiliki
masyarakat umum dalam integritas pekerjaan akuntan. Interpretasi dari konflik kepentingan
mencatat bahwa anggota harus menghindari situasi yang dapat dilihat oleh klien, atau pihak
lain yang sesuai, sebagai salah satu yang dapat merusak objektivitas anggota.

Pada 1974, Komisi AICPA tentang Tanggung Jawab Auditor, biasanya dikenal sebagai The
Cohen Report setelah ketua, menyatakan bahwa, "Jelas aspirasi perusahaan audit untuk
memaksimalkan jumlah klien yang membayar dengan baik memberi mereka minat yang cukup
besar. dalam kesuksesan finansial klien mereka”. Karena fakta yang jelas ini Arthur Levitt dari
SBC, lebih dari seperempat abad kemudian, memperingatkan: " bukankah akuntan dalam
pertunangan bertindak secara independen? Bagi investor untuk memiliki kepercayaan pada
kualitas audit, publik harus menganggap akuntan sebagai independen”.

Penafsiran tampaknya sesuai dengan poin Levitt. Namun, tampaknya tidak pada awalnya,
karena selanjutnya membuat kelonggaran untuk konflik kepentingan yang nyata tetapi tidak
nyata, tetapi hanya dalam kondisi terbatas. "Jika anggota percaya bahwa layanan profesional
dapat dilakukan dengan obyektifitas, dan hubungan tersebut diungkapkan kepada dan cosent
diperoleh dari klien, majikan, atau pihak lain yang sesuai, aturan tidak boleh beroperasi untuk
melarang kinerja layanan profesional".

Interpretasi tersebut memperingatkan bahwa dalam hal layanan pengujian, pengungkapan


dan persetujuan tidak dapat menghilangkan gangguan independensi. "Perikatan profesional

14
tertentu, seperti audit, tinjauan, dan layanan bukti lainnya, membutuhkan independensi.
Kerusakan independensi menurut aturan 101, interpretasinya, dan keputusan tidak dapat
dihilangkan dengan pengungkapan dan persetujuan seperti itu".

Terlepas dari perdebatan yang nyata versus konflik nyata, Kode kemudian menawarkan
beberapa contoh situasi yang harus membuat seorang anggota mempertimbangkan apakah
klien, majikan, atau pihak lain yang sesuai dapat memandang hubungan tersebut merusak
obyektivitas anggota, diantaranya :

1) Seorang anggota telah diminta untuk melakukan layanan litigasi bagi penggugat
sehubungan dengan gugatan yang diajukan terhadap klien dari perusahaan anggota.

2) Seorang anggota telah menyediakan layanan pajak atau perencanaan keuangan pribadi
(PFP) untuk pasangan menikah yang sedang menjalani perceraian, dan anggota tersebut
telah diminta untuk menyediakan layanan untuk kedua belah pihak selama proses
perceraian.

3) Sehubungan dengan keterlibatan PFP, mermber berencana untuk menyarankan bahwa


klien berinvestasi dalam bisnis di mana anggota memiliki kepentingan finansial.

4) Seorang anggota memberikan layanan pajak atau PFP untuk beberapa anggota keluarga
yang mungkin memiliki kepentingan berlawanan.

5) Seorang anggota memiliki kepentingan keuangan yang signifikan, adalah anggota


manajemen, atau berada dalam posisi yang berpengaruh dalam perusahaan yang
merupakan pesaing utama klien di mana anggota melakukan layanan konsultasi.

6) Seorang anggota bertugas di dewan banding pajak kota, yang mempertimbangkan hal-
hal yang melibatkan beberapa klien pajak anggota.

7) Seorang anggota telah didekati untuk memberikan layanan sehubungan dengan


pembelian real estat dari klien dari perusahaan anggota.

8) Seorang anggota merujuk PFP atau klien pajak ke broker asuransi atau penyedia
layanan lain, yang merujuk klien ke anggota di bawah pengaturan eksklusif untuk
melakukannya.

9) Seorang anggota merekomendasikan atau merujuk klien ke biro layanan di mana


anggota atau mitra di perusahaan anggota memiliki kepentingan finansial yang
material.

Kesalahan penyajian: Aspek ketiga dari Aturan 102 adalah melarang secara sengaja,
mengetahui kesalahan penyajian fakta. Ini hanyalah permohonan kejujuran dari seorang
akuntan. Representasi yang keliru itu bohong, dan berbohong, seperti yang kita lihat, adalah
proses menggunakan seseorang untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Sementara Kode
hanya berlaku untuk anggota AICPA, semangat peraturan ini akan berlaku untuk semua
akuntan, melarang auditor salah mengartikan apakah laporan keuangan itu benar dan sesuai

15
dengan GAAP, akuntan pajak dari pendapatan atau aset yang salah mengartikan, atau akuntan
manajemen dari salah mengartikan inventaris.

Subordinasi putusan: Aspek terakhir dari Peraturan 102 adalah pelarangan terhadap
subordinasi penilaian seseorang kepada orang lain. Mungkin perlu keberanian dan kendali diri
untuk menangkis ancaman dan suap halus dari klien seseorang, tetapi tidak etis untuk
menggambarkan gambaran keuangan seperti yang diinginkan klien jika penilaian terbaik
akuntan menunjukkan bahwa mereka harus digambarkan sebaliknya.

Peraturan 102, dalam melarang anggota untuk secara sengaja salah mengartikan fakta atau
mensubordinasi penilaiannya saat melakukan layanan profesional, menetapkan secara jelas
serangkaian langkah yang harus diikuti untuk memastikan bahwa tidak ada subordinasi
penilaian. "Di bawah peraturan ini, jika seorang anggota memiliki perselisihan terkait dengan
persiapan laporan keuangan atau pencatatan transaksi, anggota harus mengambil langkah-
langkah berikut untuk memastikan bahwa situasinya bukan merupakan subordinasi dari
penilaian [efektif 30 November 1993].

a) Anggota harus mempertimbangkan apakah (a) entri atau kegagalan untuk mencatat
transaksi dalam catatan, atau (b) presentasi laporan keuangan atau sifat atau kelalaian
pengungkapan dalam laporan keuangan. Jika, setelah penelitian atau konsultasi yang
sesuai, anggota tersebut menyimpulkan bahwa masalah tersebut memiliki dukungan
otoritatif dan atau tidak menghasilkan salah penyajian materi, pembuat mernber tidak
perlu melakukan apa-apa lebih lanjut.

b) Jika anggota menyimpulkan bahwa laporan keuangan atau catatan dapat salah saji
secara materiil, anggota tersebut harus menyampaikan kekhawatirannya kepada tingkat
manajemen yang lebih tinggi yang sesuai dalam organisasi (misalnya, langsung
supervisor atasan, manajemen senior, komite audit atau yang setara, dewan direksi,
pemilik perusahaan). Anggota harus mempertimbangkan untuk mendokumentasikan
pemahamannya tentang fakta-fakta, prinsip-prinsip akuntansi yang terlibat, penerapan
prinsip-prinsip tersebut pada fakta-fakta, dan pihak-pihak dengan siapa masalah ini
dibahas.

c) Jika, setelah mendiskusikan keprihatinannya dengan orang yang tepat dalam organisasi,
anggota tersebut menyimpulkan bahwa tindakan yang tepat tidak diambil, ia harus
mempertimbangkan hubungannya yang berkelanjutan dengan pemberi kerja. Anggota
juga harus mempertimbangkan tanggung jawab apa pun yang mungkin ada untuk
berkomunikasi dengan pihak ketiga, seperti otoritas pengawas, atau akuntan eksternal
majikan (mantan majikan). Dalam hubungan ini, anggota dapat berkonsultasi dengan
penasihat hukumnya.

d) Anggota harus selalu menyadari kewajibannya berdasarkan interpretasi 102-3. Aturan


ini yang melarang subordinasi keputusan memberikan tanggung jawab yang berat pada
seorang akuntan yang tidak setuju dengan tindakan audit atau pelaporan atasannya,
hingga dan termasuk pengunduran diri dari posisi seseorang jika ketidaksepakatan tidak
dapat diselesaikan. Bagian 102-3 mencakup kewajiban anggota untuk akuntan

16
eksternal majikannya. Ini mensyaratkan bahwa seorang anggota harus jujur dan tidak
salah mengartikan fakta atau gagal mengungkapkan fakta material; jika ada
penyimpangan tampaknya harus diketahui oleh akuntan eksternal. Oleh karena itu,
Aturan 102 adalah aturan pemerintahan yang sangat kuat dalam etika akuntansi.

BAGIAN 200

Peraturan 201 berbunyi: Seorang anggota harus mematuhi standar berikut dan dengan setiap
interpretasinya oleh badan yang ditunjuk oleh Dewan. Aturan ini mencantumkan empat
standar, yaitu :

 Kompetensi Profesional. Hanya melakukan layanan profesional yang anggota atau


perusahaan anggota berharap dapat diselesaikan dengan kompetensi profesional.

 Kemahiran profesional yang cermat dan seksama. Latihan dalam penggunaan


kemahiran profesional yang cermat dan seksama dalam kinerja layanan profesional.

 Perencanaan dan Pengawasan. Cukup merencanakan dan mengawasi kinerja layanan


profesional.

 Data relevan yang memadai, Dapatkan data relevan yang memadai untuk mendapatkan
dasar yang masuk akal untuk kesimpulan atau rekomendasi sehubungan dengan
layanan profesional yang dilakukan.

Aturan ini menegaskan kembali resep yang kami lihat berdasarkan prinsip kehati-hatian. Ini
membawa kita ke Aturan 202.

Peraturan 202 - Kepatuhan dengan standar: Seorang anggota yang melakukan audit, review,
kompilasi, konsultasi manajemen, pajak, atau layanan profesional lainnya harus memenuhi
standar yang diumumkan oleh badan yang ditunjuk oleh Dewan yang ditunjuk.

Badan-badan yang membentuk prinsip-prinsip akuntansi yang diterima secara umum


adalah Dewan Standar Akuntansi Keuangan (FASB) dan Dewan Standar Akuntansi
Pemerintahan (GASB) untuk laporan yang diaudit, dan Komite Layanan Pemeriksaan dan
Tinjauan AICPA sehubungan dengan standar untuk laporan keuangan yang tidak diaudit dan
informasi keuangan lainnya yang tidak diaudit. Akhirnya, Dewan Standar Audit menetapkan
standar untuk pengungkapan informasi keuangan di luar laporan keuangan. Standar
sehubungan dengan menawarkan layanan konsultasi akan ditangani oleh Komite Eksekutif
Layanan Konsultasi AICPA.

Dewan telah menunjuk Dewan Standar Akuntansi Keuangan (FASB) sebagai badan untuk
menetapkan prinsip-prinsip akuntansi dan telah memutuskan bahwa Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan FASB, bersama dengan Buletin Penelitian Akuntansi dan Opini APB
yang tidak digantikan oleh tindakan FASB, merupakan akuntansi prinsip-prinsip sebagaimana
dimaksud dalam aturan 203. Dewan juga telah menunjuk Dewan Standar Akuntansi

17
Pemerintahan (GASB), sebagai badan untuk menetapkan prinsip-prinsip akuntansi keuangan
untuk entitas pemerintah negara bagian dan lokal sesuai dengan aturan 203, Dewan juga telah
menunjuk Penasihat Standar Akuntansi Federal. Dewan (FASAB), sehubungan dengan
Pernyataan Standar Akuntansi Federal yang diadopsi dan dikeluarkan pada bulan Maret 1993
dan selanjutnya, sebagai badan untuk menetapkan prinsip-prinsip akuntansi untuk entitas
pemerintah federal berdasarkan aturan 203.

Dalam menentukan adanya penyimpangan dari prinsip akuntansi yang ditetapkan oleh
Pernyataan Standar Akuntansi Federal, Buletin Penelitian Akuntansi atau Opini APB yang
dicakup oleh aturan 203, atau keberadaan penyimpangan dari prinsip akuntansi yang ditetapkan
oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan atau Pernyataan Standar Akuntansi Federal
yang dicakup oleh aturan 203, divisi etika profesional akan menafsirkan Pernyataan, Buletin,
atau Opini tersebut sehubungan dengan interpretasi apa pun yang dikeluarkan oleh FASB atau
GASB.

Aturan 203 - Prinsip-prinsip Akuntansi: Aturan terakhir yang berhubungan dengan Prinsip-
prinsip Akuntansi Standar adalah Aturan 203, yang mengatur pengesahan penggunaan prinsip-
prinsip akuntansi yang diterima secara umum. Bagian pertama dari aturan tersebut berbunyi
sebagai berikut:

 Anggota tidak boleh menyatakan pendapat atau menyatakan dengan tegas bahwa
laporan keuangan atau data keuangan lainnya dari setiap entitas disajikan sesuai dengan
prinsip akuntansi yang diterima secara umum (GAAP) atau

 Anggota tidak boleh menyatakan bahwa ia tidak mengetahui adanya modifikasi


material yang harus dilakukan terhadap pernyataan atau data tersebut agar sesuai
dengan prinsip akuntansi yang diterima secara umum, jika pernyataan atau data tersebut
mengandung penyimpangan dari prinsip akuntansi yang diundangkan oleh badan yang
ditunjuk oleh Dewan untuk menetapkan prinsip-prinsip tersebut yang memiliki efek
material pada pernyataan atau data yang diambil secara keseluruhan.

Dengan demikian, aturan menetapkan bahwa anggota tidak menyatakan bahwa laporan
keuangan atau data sesuai dengan GAAP jika ada penyimpangan dari prinsip-prinsip yang
memiliki efek material pada laporan atau data. Kita harus kembali ke pengertian salah saji
material. Tetapi ada ketentuan dalam aturan: "Namun, jika pernyataan atau data mengandung
keberangkatan seperti itu dan anggota dapat menunjukkan bahwa karena keadaan yang tidak
biasa, para staternents keuangan atau data sebaliknya akan menyesatkan, anggota tersebut
dapat mematuhi aturan tersebut. dengan menggambarkan keberangkatan, perkiraan
dampaknya, jika dapat dipraktikkan, dan alasan mengapa kepatuhan terhadap prinsip akan
menghasilkan pernyataan yang menyesatkan." [Sebagaimana diadopsi 12 Januari 1988.]

Jadi, seseorang harus mengikuti GAAP kecuali ada alasan untuk pergi dari mereka, dan
akuntan dapat menunjukkan alasan yang membenarkan keberangkatan tersebut. Tentu saja hal
ini memunculkan perdebatan yang sekarang memanas tentang apakah GAAP menyediakan alat
yang cukup untuk menentukan nilai perusahaan besar di zaman kontemporer, atau apakah
teknik seperti akuntansi "pro forma", dan teknik penilaian lainnya cukup untuk memberikan

18
informasi yang memadai kepada pengguna tentang status keuangan perusahaan. Ada seruan
keras kepada FASB untuk reformasi yang diperlukan dari prinsip-prinsip itu. Tetapi kekuatan
dan kelemahan dari standar-standar itu adalah pertanyaan teknis di luar cakupan buku ini.

BAGIAN 300

Ini membawa kita ke bagian aturan yang berkaitan dengan tanggung jawab relasional
akuntan. Bagian 300 membahas tentang tanggung jawab terhadap klien dan kolega. Sementara
Kode telah berurusan dengan Peraturan 201 dengan tanggung jawab untuk menawarkan
layanan yang kompeten dengan hati-hati, Bagian 300 membahas bidang-bidang khusus
kerahasiaan dan biaya kontinjensi.

Peraturan 301 - Informasi klien rahasia: Ini agak mudah: Seorang anggota dalam praktik
publik tidak akan atau mengungkapkan informasi klien rahasia tanpa persetujuan khusus dari
klien. Namun, aturan tersebut tidak menentukan apa yang dianggap sebagai informasi
rahasia. Seharusnya informasi tersebut mencakup angka pendapatan, hutang, dan hal-hal yang
bukan bagian dari catatan publik, dan yang pihak ketiga tidak memiliki klaim sah untuk
mengetahuinya.

Aturan 302 - Biaya kontinjensi: Aturan 302 berkaitan dengan biaya kontinjensi, yang
merupakan masalah yang agak rumit. Ini melarang anggota dari menerima biaya yang
bergantung pada audit atau ulasan laporan keuangan, atau kompilasi laporan yang akan
digunakan oleh pihak ketiga, yang tidak mengungkapkan kurangnya independensi. Dengan
demikian, akuntan yang terlibat dalam opini belanja, atau menawarkan audit yang dijamin
untuk membuat perusahaan terlihat baik, tidak peduli seberapa halus ini dipasarkan, melanggar
Aturan 302. Seperti yang akan terjadi. ikuti, aturan juga melarang mempersiapkan
pengembalian pajak asli atau diubah untuk biaya kontinjensi.

Ini menjadi jelas ketika kami menjelaskan apa yang merupakan biaya kontinjensi. Menurut
Kode, "biaya kontinjensi adalah biaya yang ditetapkan untuk kinerja setiap layanan sesuai
dengan pengaturan di mana tidak ada biaya yang akan dikenakan kecuali jika temuan atau hasil
yang ditentukan tercapai, atau di mana jumlah biaya tergantung pada setelah menemukan atau
hasil dari layanan tersebut. " Biaya yang ditetapkan oleh otoritas publik tidak dianggap
bergantung pada area ini.

BAGIAN 400

Bagian selanjutnya dari kode, yang mencakup aturan dalam seri 400, didedikasikan untuk
tanggung jawab akuntan kepada kolega. Sementara kode profesional lainnya berurusan secara
ekstensif dengan pentingnya sesama profesional yang saling mendorong, membantu, dan
membimbing, dan dengan tanggung jawab untuk mengatur diri sendiri, Kode AICPA saat ini
tidak memuat apa pun di bidang ini. Menurut William Keenan, Manajer Teknis Etika
Profesional, "... bagian ini disediakan untuk membahas kemungkinan peraturan dan interpretasi
yang akan datang yang berkaitan dengan tanggung jawab kepada kolega." Keenan
menunjukkan bahwa "tidak ada yang akan terjadi pada saat ini dan tidak ada yang

19
sepengetahuan saya yang telah dikeluarkan di masa lalu dalam bentuk draft paparan
keanggotaan."

Tentu ada masalah yang dihadapi akuntan tentang apa yang harus dilakukan sehubungan
dengan akuntan lain yang melakukan tindakan ilegal atau tidak etis dalam mengejar pekerjaan
mereka. Ada masalah yang muncul sehubungan dengan kerjasama dengan para profesional lain
dalam hal-hal seperti kelompok perencanaan keuangan multi-disiplin. Namun, kami akan
menangani masalah etika spesifik seperti ini ketika mereka muncul dalam perjalanan buku ini.

BAGIAN 500

Bagian terakhir dari Kode ini adalah bagian yang berhubungan dengan tanggung jawab dan
praktik lain.

 Aturan 501: aturan komprehensif yang melarang anggota melakukan tindakan yang
dapat didiskreditkan ke profesi.

 Aturan 502: melarang anggota dalam praktik publik dari iklan palsu atau bentuk
permohonan lainnya yang menyesatkan atau menipu. Ini juga melarang ajakan dengan
menggunakan paksaan, penjangkauan berlebihan, atau perilaku melecehkan.

 Peraturan 503: berkaitan dengan larangan komisi dan biaya rujukan.

Seorang akuntan saat mengaudit, meninjau, menyusun laporan untuk penggunaan pihak
ketiga atau memeriksa informasi keuangan prospektif, tidak akan merekomendasikan atau
merujuk produk atau layanan apa pun, atau merekomendasikan atau merujuk produk atau
layanan apa pun yang akan disediakan oleh pusat, untuk komisi.

Bagian ini telah menciptakan masalah bagi para akuntan yang menjalankan fungsi
perencana keuangan atau real untuk klien mereka. Dikatakan bahwa karena seorang akuntan
mengetahui urusan keuangan klien lebih baik daripada kebanyakan, adalah bijaksana bagi
akuntan untuk mengambil layanan perencanaan keuangan di mana akuntan dilatih dan
memiliki kompetensi untuk menawarkan layanan tersebut. Karena layanan tersebut sering
melibatkan produk perantara untuk komisi, tampaknya adil jika akuntan berhak atas komisi
penjualan produk tersebut. Kode, bagaimanapun, dengan bijak melihat potensi konflik
kepentingan yang dapat dihasilkan oleh penjualan berbasis komisi.

Bagian yang berhubungan dengan larangan menerima komisi tertentu diikuti oleh standar
pengungkapan untuk komisi yang diizinkan. Seorang anggota dalam praktik publik yang tidak
dilarang oleh peraturan ini untuk melakukan layanan untuk menerima komisi dan yang dibayar
atau mengharapkan akan dibayar komisi harus mengungkapkan fakta itu kepada setiap orang
atau badan kepada siapa anggota merekomendasikan atau merujuk produk atau layanan yang
terkait dengan komisi.

Peraturan 503 juga berlanjut untuk menutupi biaya rujukan. Disebutkan,"setiap anggota
yang menerima biaya rujukan untuk merekomendasikan atau merujuk layanan CPA kepada
20
orang atau entitas apa pun atau yang membayar biaya rujukan untuk mendapatkan klien harus
mengungkapkan penerimaan atau pembayaran tersebut kepada klien". Singkatnya, jika seorang
akuntan menerima komisi atau biaya rujukan, ia berkewajiban untuk mengungkapkan fakta itu
kepada klien.

Aturan terakhir dari Kode, Aturan 505, berkaitan dengan bentuk organisasi dan
nama. Sederhananya, seorang anggota tidak boleh mempraktikkan akuntansi publik dengan
nama perusahaan yang menyesatkan, dan sebuah perusahaan tidak boleh menunjuk dirinya
sendiri sebagai "Anggota Institut Akuntan Publik Amerika Bersertifikat" kecuali semua
pemilik CPAnya adalah anggota Institut.

Untuk meringkas, aturan Kode ini dibagi menjadi lima bagian :

1) Independensi, integritas, dan objektivitas

2) Standar umum, prinsip akuntansi

3) Tanggung jawab kepada klien

4) Tanggung jawab kepada kolega

5) Tanggung jawab dan praktik lainnya.

Mereka diinformasikan oleh prinsip umum kejujuran, integritas, dan kemandirian. Akuntan
memiliki fungsi untuk memenuhi, yaitu menyajikan gambaran seakurat mungkin tentang
kondisi keuangan perusahaan atau klien, gambar yang memberikan informasi yang tepat
kepada mereka yang memiliki klaim sah atas penggunaan informasi tersebut.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Teori Etika menyediakan kerangka untuk memastikan benar tidaknya keputusan moral kita.
Norma moral yang menjadi standar masyarakat untuk menentukan baik buruknya perilaku dan

21
tindakan seseorang, terkadang hanya dianggap suatu aturan yang disetujui bersama
tanpa dipertimbangkan mengapa aturan-aturan moral tersebut harus kita patuhi. Menurut
teori Etika Denteologi suatu tindakan itu bernilai moral karena tindakan itu
dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang memang harus dilaksanakan terlepas dari tujuan
atau akibat tindakan itu. Teori Etika Teleologi menilai suatu tindakan itu baik atau buruk dari
sudut tujuan,hasil,sasaran atau keadaan optimim yang dapat dicapai. Sedangkan menurut Teori
Teori Utilitarianime menyatakan bahwa tindakan yang benar dalam situasi adalah
tindakan yang menghasilkan utilitas besar dibandingkan kemungkinan tindakan lainnya

3.2. Saran
Semoga dengan adanya pembahasan makalah kami dapat menjadi masukan dan sumber
inspirasi bagi semua orang dan semoga bermanfaat. Kami menyadari sepenuhnya bahwa kami
hanyalah manusia biasa yang tak luput dari salah dan lupa, oleh sebab itu kami sadar bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami sangat harapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua pihak terutama dari dosen yang bersangkutan, agar ke depannya
dapat membuat yang lebih baik

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno dan I Cenik Ardana. 2014. Etika Bisnis dan Profesi. Jakarta: Salemba
Empat.

22
23

Anda mungkin juga menyukai