Anda di halaman 1dari 40

8

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Motivasi Kerja

Pada bab ini disajikan kajian pustaka tentang motivasi yang mempunyai

pengaruh terhadap kinerja karyawan. Salah satu faktor yang menjadi penentu

keberhasilan dalam mencapai tujuan perusahaan adalah dengan memberikan

motivasi kerja kepada karyawan perusahaan untuk dapat meningkatkan kinerja

dari karyawan perusahaan.

Menurut Winardi (2002:1) mengemukakan bahwa “istilah motivasi

(motivation) berasal dari perkataan latin yakni “movere” yang berarti

menggerakan (to move). Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang

menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja dengan segala

daya upayanya untuk mencapai kepuasan, Hasibuan (2007: 95). Ishak dan Hendri

(2003:12) mengemukakan bahwa “motivasi sebagai suatu hal pokok yang menjadi

dorongan untuk bekerja”. Motivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor

pendorong perilaku seseorang.

Motivasi adalah serangkaian dan nilai-nilai yang mempengaruhi individu

untuk mencapai hal yang spesifik sesuai dengan tujuan individu. Sikap dan nilai

tersebut merupakan suatu kekuatan untuk mendorong individu bertingkah laku

dalam mencapai tujuan. Dorongan tersebut terdiri dari dua komponen, yaitu arah

perilaku kerja (kerja untuk mencapai tujuan), dan kekuatan perilaku (sebagai kuat

usaha individu dalam bekerja). Motivasi meliputi perasaan unik, pikiran dan
9

pengalaman masa lalu yang merupakan bagian dari hubungan internal dan

eksternal perusahaan.

Motivasi adalah cara memuaskan dengan memenuhi kebutuhan seorang

karyawan, yang berarti bahwa ketika kebutuhan seseorang dipenuhi oleh faktor-

faktor tertentu, orang tersebut akan mengerahkan upaya terbaik untuk mencapai

tujuan organisasi Robbins (2007). Menurut Robbins (2008:222) motivasi sebagai

proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan seseorang individu untuk

mencapai tujuan. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa;

1. Motivasi kerja merupakan bagian yang urgen dalam suatu organisasi yang

berfungsi sebagai alat untuk pencapaian tujuan atau sasaran yang ingin

dicapai,

2. Motivasi kerja mengandung dua tujuan utama dalam diri individu yaitu

untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan pribadi dan tujuan organisasi,

3. Motivasi kerja yang diberikan kepada seseorang hanya efektif manakala di

dalam diri seseorang itu memiliki kepercayaan atau keyakinan untuk maju

dan berhasil dalam organisasi.

2.1.1 Motivasi Internal

Motivasi internal adalah motivasi yang timbul dari diri sendiri. Motivasi

internal adalah yang paling kuat karena tidak dapat dipengaruhi oleh motivasi

eksternal atau lingkungan. Motivasi internal juga tidak dapat dipengaruhi oleh

motivasi eksternal atau pun sebaliknya motivasi eksternal tidak dapat dipengaruhi

oleh motivasi internal. Beberapa faktor yang merupakan motivasi internal adalah :
10

1. Achievement (Prestasi kerja) adalah Keberhasilan seorang karyawan

dalam menyelesaikan tugas.

2. Advancement (pengembangan diri) adalah suatu keinginan seseorang

untuk mengembangkan karier di dalam organisasi.

3. Work it self (pekerjaan itu sendiri) adalah variasi pekerjaan dan

kontrol atas metode serta langkah-langkah kerja.

4. Recognition (pengakuan) artinya karyawan memperoleh pengakuan

dari organisasi bahwa ia adalah orang, berprestasi baik diberi

penghargaan, dan pujian.

Banyak perlakuan yang dapat dilakukan dalam meningkatkan motivasi

internal, antara lain memberikan penghargaan kepada karyawan yang berprestasi.

Memberikan kesempatan melanjutkan pendidikan serta membuka peluang bagi

promosi karir, dan sebagainya.

2.1.2 Motivasi Eksternal

Motivasi eksternal adalah motivasi yang timbul dari luar diri atau

lingkungan, orang lain, dsb. Motivasi ini tidak sekuat motivasi internal karena

harus mendapatkan dorongan dari luar agar bisa timbul. Motivasi yang bersumber

dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam kehidupan

seseorang . Yuwono dkk. (2005) mendefinisikan motivasi sebagai suatu proses

yang membangkitkan, mengarahkan dan menjaga atau memelihara perilaku

manusia agar terarah pada tujuan. Untuk lebih meningkatkan performance dan

sikap lebih positif, sebaiknya menggunakan dan berpusat pada faktor faktor
11

motivator. Pekerjaan seharusnya dirancang sedemikian rupa sehingga

menghasilkan derajat penghargaan yang tinggi oleh kedua faktor tersebut.

Menurut Herzberg (1966) dalam Teck Hong dan Waheed (2011) yang

tergolong sebagai faktor motivasi internal antara lain ialah sebagai berikut:

1. Company policy (kebijakan perusahaan) adalah aturan yang ditetapkan

oleh organisasi sebagai pegangan manajemen dalam melaksanakan

kegiatan.

2. Relationship with peers (hubungan dengan rekan kerja) adalah

komunikasi antar karyawan dalam menyelesaikan tugas.

3. Work security (keamanan kerja) adalah persepsi individu karyawan

terhadap karyawan variabilitas nilai imbalan, mutasi wilayah, peluang

pemutusan hubungan.

4. Relationship with supervisor (Hubungan dengan atasan) merupakan

unsur utama dari kepuasan kerja karyawan.

5. Gaji adalah imbalan finansial yang diterima oleh karyawan meliputi

upah, premi bonus, dan tunjangan.

Motivasi eksternal merupakan faktor yang berpengaruh penting dalam

hubungannya dengan kinerja karyawan. Muogbo (2013) menyatakan bahwa

pentingnya reward dalam kinerja sehari-hari tugas pekerja tidak dapat melebih-

lebihkan, terutama ketika datang untuk mendapat hasil untuk pekerjaan yang

dilakukan. Dengan peningkatan motivasi diharapkan dapat meningkatkan kinerja

dari karyawan organisasi.


12

2.2 Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan bentuk perasaan seseorang terhadap

pekerjaannya, situasi kerja dan hubungan dengan rekan kerja. Dengan demikian

kepuasan kerja merupakan aspek yang penting yang harus dimiliki oleh seorang

karyawan, mereka dapat berinteraksi dengan lingkungan kerjanya sehingga

pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik dan sesuai tujuan perusahaan.

Menurut Suwarno dan Donni Juni Priansa (2011: 263), “kepuasan kerja

adalah cara individu merasakan pekerjannya yang dihasilkan dari sikap individu

tersebut terhadap berbagai aspek yang terkandung dalam pekerjaan”. Pemahaman

serupa juga dikemukakan oleh Wibowo (2011: 501) yaitu “kepuasan kerja adalah

derajat positif atau negatifnya perasaan seseorang mengenai berbagai segi tugas-

tugas pekerjaan, tempat kerja dan hubungan dengan sesama pekerja”.

Hani Handoko (2000: 193) berpendapat bahwa “kepuasan kerja adalah

keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana

para karyawan memandang pekerjaan mereka”. Perasaan tersebut merupakan

cermin dari penyesuaian antara apa yang diperoleh dengan apa yang diharapkan.

Sementara menurut Malayu S.P Hasibuan (2013: 202), “kepuasan kerja

adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjannya. Sikap ini

dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan, dan prestasi kerja”. Sedangkan

pendapat lain tentang kepuasan kerja dikemukakan oleh Susilo Martoyo (2007:

141), yaitu:

Kepuasan kerja adalah suatu keadaan emosional karyawan dimana terjadi

ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari
13

perusahaan/ organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan

oleh karyawan yang bersangkutan.

Balas jasa adalah imbalan yang diberikan pada karyawan atas jasa dan

prestasi yang telah diberikan untuk perusahaan. Balas jasa dapat berupa finansial

maupun nonfinansial. Apabila kepuasan kerja terjadi maka karyawan

menunjukkan sikap positif terhadap segala pekerjaan yang menjadi tugasnya

dalam lingkungan kerja.

Kepuasan kerja yang dirasakan oleh karyawan pada umumnya tercermin

dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yamg

dihadapi ataupun yang ditugaskan kepadanya di lingkungan kerja. Sebaliknya

apabila kepuasan kerja tidak tercapai maka dapat berakibat buruk terhadap

perusahaan. Akibat buruk itu dapat berupa kemalasan, kemangkiran, mogok kerja,

pergantian tenaga kerja dan akibat buruk yang merugikan lainnya.

Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian kepuasan kerja, maka

dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah cara individu merasakan

pekerjaan yang dihasilkan dari sikap individu tersebut terhadap berbagai aspek

yang terkandung dalam pekerjaan.

2.2.1 Teori Kepuasan Kerja

Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian

orang lebih puas terhadap suatu pekerjaan daripada beberapa orang yang lain.

Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan

kerja. Ada beberapa teori tentang kepuasan kerja. Menurut Veithzal Rivai (2010:
14

856-857), pada dasarnya teori-teori tentang kepuasan kerja yang lazim dikenal ada

tiga macam yaitu:

1. Teori ketidaksesuaian (Discrepancy theory)

Teori ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih

antara sesuatu yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Apabila

kepuasannya diperoleh melebihi dari yang diinginkan, maka orang akan menjadi

lebih puas lagi, sehingga terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang

positif. Kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu yang

dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai.

2. Teori keadilan (Equity theory)

Teori ini mengemukakan bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas,

tergantung pada ada atau tidaknya keadilan (equity) dalam suatu situasi,

khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen utama dalam teori keadilan

adalah input, hasil, keadilan dan ketidakadilan. Setiap orang akan

membandingkan rasio input hasil dirinya dengan rasio input hasil orang lain. Bila

perbandingan itu dianggap cukup adil, maka karyawan akan merasa puas. Bila

perbandingan itu tidak seimbang tetapi menguntungkan bisa menimbulkan

kepuasan, tetapi bisa pula tidak. Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang akan

timbul ketidakpuasan.

3. Teori dua faktor (Two factor theory)

Menurut teori ini kepuasan dan ketidakpuasan kerja merupakan hal yang

berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu bukan suatu variabel

yang kontinu. Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua


15

kelompok yaitu satisfies atau motivator dan dissatisfies. Satisfies ialah faktor-

faktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasan kerja yang terdiri

dari : pekerjaan yang menarik, penuh tantangan, ada kesempatan untuk

berprestasi, kesempatan memperoleh penghargaan dan promosi. Dissatisfies

(hygiene factors) adalah faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan, terdiri

dari: gaji/upah, pengawasan, hubungan antarpribadi, kondisi kerja dan status.

Dalam suatu pekerjaan karyawan cenderung lebih menyukai pekerjaan-

pekerjaan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan keterampilan

dan kemampuan mereka dalam menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan

umpan balik mengenai betapa baik mereka bekerja. Pendapat lain mengenai teori

kepuasan kerja dijelaskan menurut Wibowo (2011: 503) sebagai berikut:

1. Two-Factor Theory

Teori dua faktor merupakan teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa

satisfaction (kepuasan) dan dissatisfaction (ketidakpuasan) merupakan bagian dari

kelompok variabel yang berbeda, yaitu motivators dan hygiene factors.

2. Value Theory

Menurut konsep teori ini kepuasan kerja terjadi pada tingkatan dimana hasil

pekerjaan diterima individu seperti diharapkan. Semakin banyak orang menerima

hasil, akan semakin puas. Semakin sedikit mereka menerima hasil, akan kurang

puas.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan kepuasan kerja pada dasarnya

hal yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang
16

berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi

penilaian pada kegiatan didasarkan sesuai dengan keinginan individu maka

semakin tinggi kepuasan terhadap kepuasannya tersebut. Dengan demikian

kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan

sikap senang/tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja.

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Kepuasan merupakan sebuah hasil yang dirasakan oleh karyawan. Apabila

karyawan puas dengan pekerjaannya, maka ia akan bertahan untuk bekerja pada

perusahaan tersebut. Faktor-faktor yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat

kepuasan kerja karyawan pada dasarnya secara praktis dapat dibedakan menjadi

dua kelompok yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah

faktor yang berasal dari diri pegawai dan dibawa oleh setiap pegawai sejak mulai

bekerja ditempatnya bekerja. Sedangkan faktor ekstrinsik menyangkut hal-hal

yang berasal dari luar diri pegawai antara lain kondisi fisik lingkungan kerja,

interaksinya dengan pegawai lain, sistem penggajian dan lainnya. Pemahaman di

atas sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Anwar Prabu (2004: 120),

faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah:

1. Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis

kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja,

kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi dan sikap kerja.


17

2. Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat

(golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan financial, kesempatan

promosi jabatan, interaksi social, dan hubungan kerja.

Banyak faktor yang memengaruhi kepuasan kerja karyawan. Faktor-faktor

itu sendiri dalam peranannya memberikan kepuasan kepada karyawan bergantung

pada pribadi masing-masing karyawan. Karyawan satu dengan yang lain akan

memiliki faktor yang berbeda yang akan mempengaruhi kepuasan kerjanya.

Menurut Susilo Martoyo (2007: 156) faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan

kerja seseorang adalah:

1. Tingkat absensi karyawan

2. Perputaran (turnover) tenaga kerja

3. Semangat kerja

4. Keluhan-keluhan

5. Masalah-masalah personalia yang vital lainnya

Tingkat absensi karyawan dapat menjadi faktor penyebab kepuasan kerja

karena apabila karyawan tidak puas dalam bekerja dapat mengakibatkan karyawan

menjadi malas berangkat ke kantor sehingga tingkat absensi menjadi tinggi.

Karyawan kurang semangat dalam menyelesaikan pekerjaan yang pada akhirnya

hasil kerja menjadi tidak maksimal. Berawal dari melakukan pekerjaan yang

kurang semangat kemudian malas berangkat ke kantor pada akhirnya hal tersebut

dapat menjadikan karyawan berkeinginan untuk pindah kerja.

Sedangkan menurut pendapat Gilmer (Moch. As’ad 1995: 114) tentang

faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai berikut:


18

1. Kesempatan untuk maju.

2. Keamanan kerja.

3. Gaji.

4. Manajemen kerja.

5. Kondisi kerja.

6. Pengawasan (supervisi).

7. Faktor intrinsik dari pekerjaan.

8. Komunikasi.

9. Aspek sosial dalam pekerjaan.

10. Fasilitas.

Keinginan dan motivasi seseorang bersumber dari berbagai macam

dorongan baik dari dalam maupun dari luar. Agar lebih mengerti alasan seseorang

bertindak dalam mencapai tujuannya terdapat banyak faktor yang mempengaruhi

perilakunya. Semua faktor-faktor tersebut tidak seluruhnya mempengaruhi setiap

individu, tetapi dapat pula hanya sebagian dan intensitasnya dalam setiap individu

juga berbeda-beda. Menurut pendapat Moch. As’ad (1995: 115), faktor yang

mempengaruhi kepuasan kerja antara lain:

1. Faktor psikologis merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan

pegawai yang meliputi minat, ketrentaman kerja, sikap terhadap kerja,

perasaan kerja.

2. Faktor fisik merupakan faktor yang berhubungan dengan fisik lingkungan

kerja dan kondisi fisik pegawai, meliputi jenis pekerjaaan, pengaturan waktu

kerja, perlengkapan kerja, sirkulasi udara, kesehatan pegawai.


19

3. Faktor financial merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta

kesejahteraan pegawai, yang meliputi sitem penggajian, jaminan social,

besarnya tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan lain-lain.

4. Faktor social merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi social

baik antara sesama karyawan, dengan atasannya, maupun karyawan yang

berbeda jenis pekerjaannya.

Pendapat lain dikemukakan oleh Brown & Ghiselli (Edy Sutrisno 2011: 79),

bahwa ada lima faktor yang menimbulkan kepuasan kerja yaitu:

1. Kedudukan Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja

pada pekerjaan yang lebih tinggi akan merasa lebih puas daripada mereka

yang bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Pada beberapa penelitian

menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, tetapi justru perubahan

dalam tingkat pekerjaanlah yang memengaruhi kepuasan kerja.

2. Pangkat Pada pekerjaan yang mendasarkan perbedaan tingkat atau

golongan, sehingga pekerjaan tersebut memberikan kedudukam tertentu

pada orang yang melakukannya. Apabila ada kenaikan upah, maka sedikit

banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan pangkat, dan kebanggaan

terhadap kedudukan yang baru itu akan mengubah perilaku dan

perasaannya.

3. Jaminan finansial dan sosial Finansial dan jaminan social kebanyakan

berpengaruh terhadap kepuasan kerja.

4. Mutu pengawasan Hubungan antara karyawan dengan pihak pimpinan

sangat penting artinya dalam menaikkan produktivitas kerja. Kepuasan

dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan
20

kepada bawahan, sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan

bagian yang penting dari organisasi kerja.

Seorang karyawan akan merasa puas dalam bekerja apabila tidak terdapat

perbedaan atau selisih antara apa yang dikehendaki karyawan, dengan

kenyataannya yang mereka rasakan. Apabila yang dirasakan dan diperoleh lebih

besar dari apa yang menurut mereka harus ada, maka terjadi tingkat kepuasan

yang makin tinggi. Sebaliknya, apabila kenyataannya yang dirasakan lebih rendah

dari apa yang menurut mereka harus ada, maka telah terjadi ketidakpuasan

karyawan dalam bekerja. Menurut Robbins (Zainur Roziqin 2010: 73) faktor yang

mendorong kepuasan kerja adalah sebagai berikut:

1. Kerja yang secara mental menantang

2. Ganjaran yang pantas

3. Kondisi kerja yang mendukung

4. Rekan kerja yang mendukung

5. Kesesuaian kepribadian pekerjaan

Berdasarkan beberapa pendapat yang disampaikan di atas maka dapat

disimpulkan kepuasan kerja yang dirasakan setiap orang sangat berbeda ada

banyak aspek yang mempengaruhinya. Beberapa aspek tersebut sangat penting

guna menunjang tercapainya kepuasan kerja. Adanya pemenuhan kebutuhan yang

dimiliki seseorang berdampak pada pencapaian nilai kerja seseorang atas

pekerjaan yang telah dilaksanakannya.


21

2.2.3 Pengukuran Kepuasan Kerja

Tingkat kepuasan kerja karyawan dapat diketahui dengan cara mengukur

kepuasan kerja karyawan tersebut. Pengukuran kepuasan kerja dapat berguna

sebagai penentuan kebijakan organisasi. Wibowo (2011: 511-512) menunjukkan

adanya tiga cara untuk melakukan pengukuran kepuasan kerja, yaitu:

1. Rating scales dan kuesioner

Rating scales dan kuesioner merupakan pendekatan pengukuran kepuasan

kerja yang paling umum dipakai dengan menggunakan kuesioner dimana rating

scales secara khusus disiapkan. Dengan menggunakan ini, orang menjawab

pertanyaan yang memungkinkan nereka melaporkan reaksi mereka pada pekerjaan

mereka.

2. Critical incidents

Disini individu menjelaskan kejadian yang menghubungkan pekerjaan

mereka yang mereka rasakan terutama memuaskan atau tidak memuaskan.

3. Interviews

Interview merupakan prosedur pengukuran kepuasan kerja dengan

melakukan wawancara tatap muka dengan pekerja. Hal ini dilakukan dengan cara

mengajukan pertanyaan secara berhati-hati kepada pekerja dan mencatat

jawabannya secara sistematis.

Pengukuran faktor kepuasan kerja dapat digunakan Job Descriptive Index

(JDI), menurut Luthans (Husein Umar 2010: 38) ada lima, yaitu:
22

1. Pembayaran, seperti gaji dan upah.

2. Pekerjaan itu sendiri.

3. Promosi Pekerjaan.

4. Kepenyeliaan (supervisi).

5. Rekan kerja.

Pengukuran kepuasan kerja seseorang bisa dilihat dari besarnya gaji atau

upah yang diterima, tetapi gaji bukan satu-satunya yang menjadi ukuran kepuasan

kerja seseorang. Hal lain yang dapat dijadikan sebagai ukuran kepuasan kerja

adalah hubungan dengan atasan atau rekan kerja, pengembangan karier, dan

pekerjaan yang sesuai dengan minat dan kemampuannya.

Sementara itu, untuk mengukur kepuasan kerja seorang karyawan menurut

Veithzal Rivai (2010: 860) adalah menggunakan:

1. Isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang actual dan sebagai kontrol

terhadap pekerjaan

2. Supervisi

3. Organisasi dan manajemen

4. Kesempatan untuk maju

5. Gaji dan keuntungan dalam bidang financial lainnya seperti adanya insentif

6. Rekan kerja

7. Kondisi pekerjaan

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan pengukuran terhadap

kepuasan kerja pegawai dalam organisasi dapat memberikan manfaat, khususnya

untuk pimpinan organisasi. Pimpinan dapat memperoleh informasi berupa


23

kumpulan perasaan, harapan, dan kepuasan kerja pegawai yang bersifat dinamik

(cepat berubah) sebagai langkah awal pimpinan untuk mengambil keputusan

dalam menangani berbagai masalah kepegawaian yang ada dalam organisasi.

2.2.4 Hubungan Kepuasan Kerja dengan Variabel Lain

Hubungan antara kepuasan kerja dengan variabel lain dapat bersifat positif

atau negatif. Kekuatan hubungan mempunyai rentang dari lemah sampai kuat.

Hubungan yang kuat menunjukkan bahwa manajer dapat memengaruhi dengan

signifikan variabel lainnya dengan meningkatkan kepuasan kerja (Wibowo, 2011:

506-508). Beberapa korelasi kepuasan kerja adalah sebagai berikut :

1. Motivasi.

Penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan

antara motivasi dengan kepuasan kerja. Manajer secara potensial dapat

meningkatkan motivasi pekerja melalui berbagai usaha untuk meningkatkan

kepuasan kerja.

2. Pelibatan kerja.

Pelibatan kerja menunjukkan kenyataan dimana individu secara pribadi

dilibatkan dengan peran kerjanya. Manajer didorong memperkuat lingkungan

kerja yang memuaskan untuk mendorong keterlibatan kerja bekerja.

3. Organizational citizenship behavior


24

Organizational citizenship behavior merupakan perilaku pekerja diluar dari

apa yang menjadi tugasnya.

4. Komitmen Organisasi

Komitmen organisasional mencerminkan tingkatan dimana individu

mengidentifikasi dengan organisasi dan mempunyai komitmen terhadap

tujuannya. Manajer disarankan meningkatkan kepuasan kerja dengan maksud

untuk menimbulkan tingkat komitmen yang lebih tinggi. Selanjutnya, komitmen

yang lebih tinggi dapat memfasilitasi produktivitas lebih tinggi.


25

5. Kemangkiran.

Kemangkiran merupakan hal mahal dan manajer secara tetap mencari cara

untuk menguranginya. Satu rekomendasi telah meningkatkan kepuasan kerja.

Apabila rekomendasinya sah, akan terdapat korelasi negatif yang kuat antara

kepuasan kerja dankemangkiran. Dengan kata lain, apabila kepuasan meningkat,

kemangkiran akan turun.

6. Turnover

Perputaran sangat penting bagi manajer karena mengganggu kontinuitas

organisasi. Dengan kekuatan tertentu, manajer disarankan untuk mengurangi

perputaran dengan meningkatkan kepuasan kerja pekerja.

7. Perasaan stress

Stres dapat berpengaruh sangat negatif terhadap perilaku organisasi dan

kesehatan individu. Stres secara positif berhubungan dengan kemangkiran,

perputaran, sakit jantung koroner, dan pemeriksaan virus. Diharapkan manajer

berusaha mengurangi dampak negatif stres dengan memperbaiki kepuasan kerja.

8. Prestasi kerja

Ada yang menyatakan bahwa kepuasan memengaruhi prestasi kerja lebih

tinggi, sedangkan lainnya berpendapat bahwa prestasi kerja memengaruhi

kepuasan.

Sementara itu Sondang P. Siagian (2011: 295) menjelaskan korelasi

kepuasan kerja antara lain:


26

1. Kepuasan kerja dan prestasi

2. Kepuasan kerja dan kemangkiran

3. Kepuasan kerja dan keinginan pindah

4. Kepuasan kerja dan usia

5. Kepuasan kerja dan tingkat jabatan

6. Kepuasan kerja dan besar kecilnya organisasi

Kepuasan kerja tidak selalu menjadi faktor motivasional yang kuat untuk

berprestasi. Seorang karyawan yang puas belum tentu terdorong untuk berprestasi

karena “kepuasannya” tidak terletak pada motivasinya, akan tetapi dapat terletak

pada faktor-faktor lain, misalnya pada imbalan yang diperolehnya. Dapat pula

terjadi bahwa seseorang merasa puas terhadap pekerjannya karena orang tersebut

menyadari bahwa apa yang dicapainya sudah maksimal. Dalam situasi demikian

karyawan berusaha untuk berprestasi sebaik mungkin.

Berdasarkan berbagai penelitian yang dilakukan oleh para ahli serta

pengalaman banyak organisasi terlihat bahwa terdapat korelasi kuat antara

kepuasan kerja dengan tingkat kemangkiran. Karyawan yang tinggi tingkat

kepuasan kerjanya akan rendah tingkat kemangkirannya. Sebaliknya karyawan

yang rendah tingkat kepuasannya akan cenderung tinggi tingkat kemangkirannya.

Tidak dapat disangkal bahwa salah satu faktor penyebab timbulnya

keinginan pindah kerja adalah ketidakpuasan pada tempat bekerja sekarang.

Penyebab ketidakpuasan kerja beraneka ragam seperti penghasilan yang dirasa

kurang memadai, kondisi kerja yang kurang memuaskan, hubungan yang tidak

serasi dengan atasan maupun bawahan, dan pekerja yang tidak sesuai.
27

Kecenderungan yang sering terlihat adalah bahwa semakin lanjut usia

karyawan, tingkat kepuasan kerjanya pun biasanya semakin tinggi. Sebaliknya

bagi karyawan yang lebih muda usia, keinginan pindah akan lebih besar.

Literatur mengenai jabatan memberi petunjuk bahwa semakin tinggi

kedudukan seseorang dalam suatu organisasi, pada umumnya tingkat kepuasannya

pun cenderung lebih tinggi pula. Dikaitkan dengan prospek promosi yang

dimaksud ialah bahwa apabila seorang yang sudah menduduki jabatan tertentu,

apalagi sudah berada pada tingkat manajerial melihat bahwa masih terdapat

prospek yang cerah untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi lagi, kepuasan

kerjanya akan cenderung lebih besar.

Besar kecilnya organisasi turut berpengaruh pada kepuasan kerja. Artinya,

jika karena besarnya organisasi para karyawan “terbenam” dalam masa pekerja

yang jumlahnya besar sehingga jati diri dan identitasnya menjadi kabur. Oleh

karena itu organisasi yang besar perlu pengelompokan karyawan sehingga

masing-masing karyawan tetap merasa mendapat perlakuan dan perhatian

individual sesuai jati diri masing-masing.

2.2.5 Respon Terhadap Ketidakpuasan Kerja

Karyawan yang merasa tidak puas terhadap pekerjaan yang dimilikinya

akan memiliki konsekuensi tersendiri. Konsekuensi yang dimiliki karyawan dapat

bermanfaat dalam memahami ketidakpuasan. Karyawan yang mengalami

ketidakpuasan dalam bekerja akan mempengaruhi aktivitas bekerja karyawan

yang menyebabkan dampak buruk bagi perusahaan. Oleh sebab situasi


28

ketidakpuasan kerja harus segera mendapat respon agar tidak mengganggu

aktivitas perusahaan itu sendiri. Stephen P. Robbins (2003: 105) menjelaskan

beberapa respon terhadap ketidakpuasan kerja yaitu:

1. Keluar (exit), perilaku yang ditunjukkan untuk meninggalkan organisasi

termasuk mencari posisi baru dan mengundurkan diri.

2. Aspirasi (voice), secara aktif konstruktif berusaha memperbaiki kondisi,

termasuk menyarankan perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasan,

dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.

3. Kesetiaan (loyality), secara pasif tetapi optimis menunggu membaiknya

kondisi, termasuk membela organisasi ketika berhadapan dengan kecaman

ekstrenal daan mempercayai organisasi dan manajemennya untuk

“melakukan hal yang benar”.

4. Pengabaian (neglect), secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk,

termasuk ketidakhadiran atau keterlambtana yang terus menerus, kurangnya

usaha, dan meningkatnya angka kesalahan.

Oleh karena itu, jika suatu perusahaan semakin hari semakin banyak yang

mengundurkan diri, maka perusahaan harus segera mengambil langkah untuk

segera meningkatkan kepuasan kerja karyawannya agar tidak berakhir dengan

kepailitan. Keith Davis dan John W. Newstorm (1985: 108), menjelaskan tiga

contoh perilaku pegawai yang negatif yang timbul dari perasaan tidak puas adalah

sebagai berikut:

1. Pergantian Pegawai (Turnover) Pegawai yang merasa puas terhadap

pekerjaannya memiliki kemungkinan untuk lebih lama bertahan dengan


29

atasan mereka. Bebeda halnya dengan pegawai yang tidak memiliki

kepuasan biasanya menunjukkan sikap yang sebaliknya yaitu mencerminkan

tingkat pergantian yang lebih tinggi.

2. Kemangkiran (Absences) Pegawai yang merasa kurang puas cenderung

lebih sering mangkir. Pegawai yang tidak puas biasanya tidak merencanakan

untuk mangkir, akan tetapi mereka lebih mudah berinteraksi terhadap

kesempatan untuk melakukan kemangkiran.

3. Pencurian Pegawai yang mencuri karena mereka didorong oleh rasa putus

asa atas perlakuan organisasi yang dipandang tidak adil. Perilaku organisasi

yang tidak adil menyebabkan para pegawai mencuri. Tindakan yang

demikian menurut pegawai benar hal ini karena sebagai cara membalas

perlakuan tidak sehat yang mereka terima dari penyelia.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa seorang karyawan

yang memiliki ketidakpuasan dalam bekerja akan melakukan beberapa tindakan

atau respon terhadap pimpinannya. Respon terhadap ketidakpuasan dapat

dilakukan dengan cara keluar dari pekerjaannya atau mencari pekerjaan di tempat

lain, mangkir, mencari solusi sambil menunggu sampai rmembaiknya kondisi

iklim perusahaan ataupun membiarakan kondisi perusahaan menjadi semakin

lebih buruk.

2.2.6 Manfaat Analisis Kepuasan Kerja

Adanya analisis kepuasan kerja dapat memberikan manfaat khusunya untuk

para atasan atau pimpinan. Analisis ini digunakan sebagai penilaian yang positif
30

maupun negatif sehingga dapat digunakan sebagai langkah selanjutnya dalam

mengambil keputusan yang tepat bagi pimpinan. Adapun manfaat dari telaah

kepuasan kerja menurut Keith Davis dan John W. Newstorm (1985: 112) yaitu

sebagai berikut:

1. Pimpinan memperoleh indikasi tentang tingkat kepuasan umumnya dalam

perusahaan.

2. Timbulnya komunikasi yang berharga ke semua arah pada saat orang-orang

merencanakan, melaksanakan dan membahas hasil survey.

3. Membaiknya sikap karena survey dijadikan sebagai katup pengaman,

penyaluran emosi, dan kesempatan untuk mengeluarkan uneg-uneg.

4. Kebutuhan pelatihan bagi para penyelia perusahaan berdasarkan apa yang

dirasakan para pekerja yang diawasi tentang seberapa baik penyelia

melaksanakan tugasnya.

5. Data bagi serikat pekerja.

6. Perencanaan dan pemantauan perubahan terhadap kebijakan perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja

merupakan dampak dari pelaksanaan pekerjaan. Karyawan yang bekerja dalam

suatu organisasi terdorong oleh rasa ingin memuaskan kebutuhannya. Apabila

hasil kerja yang diberikan sesuai dengan imbalan yang diberikan maka akan

merasa puas, namun sebaliknya jika imbalan yang diberikan tidak sesuai dengan

hasil kerja maka akan terjadi ketidakpuasan terhadap pekerjaan mereka. Jika

kondisi yang demikian terus terjadi maka akan menurunkan produktivitas kerja

karyawan, selain itu akan timbul rasa kekecewaan dan frustasi dalam diri

karyawan.
31
32

2.3 Kompensasi

2.3.1 Pengertian Kompensasi

Kompensasi merupakan sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai

imbalan jasa mereka terhadap perusahaan. Seorang karyawan menghargai sebuah

kerja keras dan akan menunjukkan loyalitasnya kepada perusahaan. Hani

Handoko (2004) berpendapat bahwa kompensasi mencerminkan ukuran karya

mereka di antara para karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat. Mathis dan

Jackson (2002) menyatakan bahwa salah satu cara untuk meningkatkan prestasi

kerja, memotivasi dan meningkatkan kinerja para karyawan adalah melalui

kompensasi.

Hasibuan (2005) mengemukakan kompensasi adalah semua pendapatan

yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung yang diterima

karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan. Penjelasan

dari kompensasi berupa uang adalah karyawan dibayar dengan sejumlah uang,

sedangkan kompensasi berupa barang adalah kompensasiyang dibayarkan dengan

barang kepada karyawannya.

Menurut Undang-Undang Kecelakaan Tahun 1974 No.33 Pasal 7 ayat (a)

dan (b) upah adalah :

1. Tiap-tiap pembayaran berupa uang yang diterima oleh buruh sebagai ganti

pekerjaan.

2. Perumahan, makan, bahan makananan dan pakaian dengan percuma ditaksir

menurut harga umum ditempat itu.


33

Milkovich dan Newman (2008) menyatakan bahwa kompensasi berkenaan

dengan segala bentuk balas jasa finansial dan pelayanan yang tangible (nyata),

serta keuntungan yang diterima karyawan sebagai bagian dari suatu hubungan

pekerjaan.

Menurut Rabindra dan Medonca (1998) dalam Harnanik (2005) kepuasan

kompensasi adalah tingkat kepuasan terhadap semua bentuk return baik finansial

maupun non finansial yang diterima karyawan karena jasa yang disumbangkan

kepada perusahaan. Michael dan Harold (1993) dalam Pantja Dajati (2003)

menyatakan bahwa kepuasan kompensasi adalah Kepuasan Kerjaterhadap

kompensasi yang diterima dari perusahaan sebagai balas jasa atas kerja mereka.

Mobley (1982) dalam Sahid (2008) mendefinisikan kepuasan kompensasi sebagai

keadaan dimana harapan akan kompensasi sesuai dengan kenyataan kompensasi

yang diterima karyawan. Dessler (2003) mengemukakan bahwa kompensasi

karyawan adalah setiap bentuk pembayaran atau imbalan yang diberikan kepada

karyawan dan timbul dari dipekerjakannya karyawan itu.

Dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kompensasi adalah imbal

jasa yang diberikan organisasi kepada karyawannya karena telah melakukan

kewajiban dengan memenuhi segala tugasnya. Kompensasi dapat berupa finansial

maupun non-finansial. Kompensasi berbentuk finansial berbentuk gaji, upah,

bonus, komisi, asuransi karyawan, bantuan sosial karyawan, tunjangan, libur, atau

cuti tetap dibayar, sedangkan dalam bentuk non finansial,berupa tugas menarik,

tantangan tugas, tanggung jawab tuga peluang, pengakuan, lingkungan pekerjaan

yang menarik (Anthony & Govendarajan, 2003).


34

2.3.2 Jenis-jenis Kompensasi

Menurut Malayu Hasibuan (2008:130) secara garis besar membagi

kompensasi menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Kompensasi Langsung Penghargaan atau ganjaran yang disebut gaji atau

upah, yang dibayar secara tetap berdasarkan tenggang waktu yang tetap.

2. Kompensasi Tidak Langsung Pemberian bagian keuntungan atau manfaat

bagi para pekerja di luar gaji atau upah tetap, dapat berupa uang atau

barang.

3. Insentif Penghargaan atau ganjaran yang diberikan untuk memotivasi para

pekerja agar produktivitas kerjanya tinggi, sifatnya tidak tetap atau sewaktu-

waktu.

Mathis dan Jackson (2002), berpendapat bahwa pada dasarnya kompensasi

dapat dikelompokan dalam dua kelompok, yaitu “kompensasi langsung dan

kompensasi tidak langsung”. Kompensasi langsung berupa gaji pokok dan gaji

variabel, dan kompensasi tidak langsung berupa tunjangan, dengan penjelasan

sebagai berikut :

1. Gaji Pokok

Kompensasi langsung yang diterima karyawan sebagai kompensasi dasar

disebut gaji pokok. Gaji merupakan salah satu hal yang mendorong atau

memotivasi karyawan untuk bekerja atau mengabdi secara menyeluruh terhadap

perusahaan. Menurut Soemarso (2009:307), “Gaji adalah imbalan kepada pegawai

yang diberikan atas tugas-tugas administrasi dan pimpinan yang jumlahnya

biasanya tetap secara bulanan.” Mulyadi (2008 : 373), “Gaji umumnya merupakan
35

pembayaran atas penyerahan atau sebuah hak yang diberikan oleh sebuah atau

instansi kepada pegawai”. Mardi (2011:107) mengemukakan bahwa “Gaji adalah

sebuah bentuk pembayaran atau sebuah hak yang diberikan oleh sebuah

perusahaan atau instansi kepada pegawai.”

Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa gaji pokok merupakan suatu

kompensasi yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawan sebagai balas jasa

atas kinerja yang telah diberikan kepada perusahaan. Kompensasi tersebut

diberikan kepada karyawan biasanya dalam kurun waktu selama satu bulan.

Imbalan finansial lain yang diberikan perusahaan kepada karyawan adalah

upah. Menurut Soemarso (2009:307), “Upah adalah imbalan kepada buruh yang

melakukan pekerjaan kasar danlebih banyak mengandalkan kekuatan fisik dan

biasanya jumlahnya ditetapkan secara harian, satuan atau borongan.” Mulyadi

(2008 : 373) mengemukakan bahwa “Upah umumnya merupakan pembayaran

atas penyerahan jasa yang dilakukan oleh karyawan pelaksana (buruh).” Diana

dan Setiawati (2011:174) menyatakan bahwa “Upah diberikan atas dasar kinerja

harian, yang didasarkan pada unit produk yang dihasilkan.”

Dari berbagai uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, upah adalah

kompensasi yang dibayarkan berdasarkan hari kerja, jam kerja, atau jumlah satuan

produk yang dihasilkan oleh karyawan.

2. Gaji Variabel

Jenis gaji yang lain yang diberikan secara langsung adalah gaji variabel atau

biasa disebut bonus atau insentif. Sedangkan untuk eksekutif, pada umumnya

mendapatkan imbalan yang sifatnya jangka panjang seperti kepemilikan saham.


36

3. Tunjangan Tunjangan karyawan

adalah imbalan tidak langsung, seperti asuransi kesehatan, uang cuti atau

uang pensiun, yang diberikan kepada karyawan sebagai bagian dari

keanggotaannya di organisasi.

2.3.3 Tujuan Pemberian Kompensasi

Dalam sebuah organisasi setiap kegiatan pasti memiliki tujuan guna

mencapai tujuan dari perusahaan, seperti halnya pemberiankompensasi. Tujuan

pemberian kompensasi menurut Malayu Hasibuan (2008:121-122) sebagai

berikut:

1. Ikatan kerja sama.

Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerja sama formal antara

majikan dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan

baik, sedangkan pengusaha/majikan wajib membayar kompensasi sesuai dengan

perjanjian yang disepakati.

2. Kepuasan kerja.

Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhankebutuhan

fisik, status sosial dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari

jabatannya.
37

3. Pengadaan efektif.

Jika progam kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang

qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.

4. Motivasi.

Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah

memotivasi karyawannya.

5. Stabilitas karyawan.

Dengan progam kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal

konsistensi yang kompetifif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turn-

over relatif kecil.

6. Disiplin.

Pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin

baik. Mereka akan menyadari dan menaati peraturanperaturan yang berlaku.

7. Pengaruh serikat buruh.

Dengan progam kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat

dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.

8. Pengaruh pemerintah.

Jika progam kompensasi sesuai dengan undang-undang perburuhan yang

berlaku (seperti batas upah minimum), maka intervensi pemerintah dapat


38

dihindarkan. Menurut Schuler dan Jacson (1999) dalam Mulyani (2002),

kompensasi dapat digunakan untuk :

1. Menarik orang-orang potensial atau berkualitas untuk bergabung dengan

perusahaan. Hal ini disebabkan karena orang-orang dengan kualitas yang

baik akan merasa tertantang untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu,

dengan kompensasi yang dianggap layak dan cukup baik.

2. Mempertahankan karyawan yang baik. Jika kompensasi dirasakan adil

secara internal dan kompetitif secara eksternal, maka karyawan yang ingin

dipertahankan oleh perusahaan akan merasa puas.

3. Meraih keunggulan kompetitif. Kompensasi yang baik akan memudahkan

perusahaan untuk mengetahui apakah besarnya kompensasi masih

merupakan biaya yang signifikan untuk menjalankan bisnis dan meraih

keunggulan kompetitif.

4. Memotivasi karyawan dalam meningkatkan produktivitas atau mencapai

tingkat kinerja yang tinggi. Dengan adanya kompensasi yang dirasakan adil,

maka karyawan akan merasa puas dan dampaknya adalah meningkatnya

kinerja karyawan.

5. Melakukan pembayaran sesuai aturan hukum.

2.3.4 Asas Pemberian Kompensasi

Pemberian kompensasi harus ditetapkan atas asas adil dan layak serta

memperhatikan peraturan- peraturan yang berlaku. Prinsip adil dan layak harus

mendapatkan perhatian yang sebaik-baiknya supaya kompensasi yang akan


39

diberikan merangsang gairah dan kepuasan kerja karyawan. Asas-asas pemberian

kompensasi antara lain :

1. Asas Adil

Besarnya kompensasi yang dibayar kepada setiap karyawan harus

disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, resiko pekerjaan, tanggung

jawab, jabatan pekerjaan. Porsi adil dalam hal ini tidak harus disamakan antar

setiap karyawan.

2. Asas layak dan Wajar

Kompensasi yang diterima oleh karyawan dapat memenuhi kebutuhannya

pada tingkat normatif yang ideal. Tolak ukur layakadalah relatif, penetapan

besarnya kompensasi didasarkan atas upah minimal pemerintah yang berlaku.

2.3.5 Indikator Penilaian Kompensasi

Indikator penilaian dari kompensasi menurut Michael dan Harold (1993)

dalam Pantja Djati (2003) terbagi dalam tiga bentuk yaitu :

1. Kompensasi material

Kompensasi material merupakan kompensasi yang tidak hanya berbentuk

uang, seperti gaji, bonus dan komisi, melainkan segalabentuk penguat fisik

(physical reinforcer), misalnya fasilitas parkir, telepon, dan ruang kantor yang

nyaman serta berbagai macam bentuk tunjangan misalnya pensiun, asuransi

kesehatan.
40

2. Kompensasi sosial

Kompensasi sosial berhubungan dengan kebutuhan berinteraksi dengan

orang lain. Bentuk kompensasi ini antara lain status, pengakuan sebagai ahli

dibidangnya, penghargaan atas prestasi, promosi, kepastian masa jabatan, rekreasi,

pembentukan kelompokkelompok pengambilan keputusan, dan kelompok khusus

yang dibentuk untuk memecahkan permasalahan perusahaan.

3. Kompensasi aktivitas

Kompensasi aktivitas merupakan kompensasi yang mampu

mengkompensasikan aspek-aspek pekerjaan yang tidak disukai karyawan dengan

memberikan kesempatan untuk melakukan aktivitas tertentu. Bentuk kompensasi

aktivitas dapat berupa kekuasaan, pendelegesian wewenang, tanggung jawab,

partisipasi dalam pengambilan keputusan, serta training.


41

2.4 Kinerja Karyawan

1.4.1 Kinerja Karyawan

Hani Handoko (2002) mengistilahkan kinerja dengan prestasi kerja yaitu

proses yang digunakan oleh organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja

karyawan dengan pertimbangan hal tertentu. Gomes (2000) berpendapat bahwa

kinerja merupakan catatan terhadap hasil produksi dari sebuah pekerjaan tertentu

atau aktivitas tertentu dalam periode waktu tertentu.

Marihot Tua Efendi (2002) berpendapat bahwa kinerja merupakan hasil

kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai

peranannya dalam organisasi. Dalam hal ini kinerja merupakan hasil yang dicapai

seseorang baik kualitas maupun kuantitas sesuai dengan tanggungjawab yang

diberikan kepadanya. Hasil kerja dari seorang karyawan merupakan implementasi

dari beberapa hal yang dimiliki oleh karyawan diantaranya adalah tingkat

pendidikan, inisiatif, pengalaman kerja, kompensasi dan kepuasan dalam bekerja.

Kinerja karyawan menurut Henry Simamora (2004) adalah tingkat hasil

kerja karyawan dalam pencapaian persyaratan pekerjaan yang diberikan.

Deskripsi dari kinerja menyangkut tiga komponen penting yaitu :

1. Tujuan

Tujuan ini akan memberikan arah dan mempengaruhi bagaimana seharusnya

perilaku kerja yang diharapkan organisasi terhadap setiap karyawan.


42

2. Ukuran

Ukuran dibutuhkan untuk mengetahui apakah seorang personil telah

mencapai kinerja yang diharapkan, sehingga kuantitatif dan kualitatif standar

kinerja untuk setiap tugas dan jabatan karyawan diperlukan atau digunakan.

3. Penilaian

Penilaian kinerja reguler dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan kinerja

setiap karyawan. Tindakan ini akan membuat karyawan senantiasa berorientasi

terhadap tujuan dan berperilaku kerja sesuai dan searah dengan tujuan yang

hendak dicapai.

Menurut Hani Handoko (2008) pengukuran kinerja adalah merencanakan,

mengontrol, mengevaluasi serta menilai pekerjaan sesuai dengan tujuan dan

memprediksi prestasi kerja diwaktu yang akan datang dalam instansi.

Kinerja merupakan hasil atau tingkatan keberhasilan seseorang secara

keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan

dengan standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan

terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Kinerja tidak berdiri sendiri tapi

berhubungan dengan kepuasan kerja dan kompensasi, dipengaruhi oleh

keterampilan, kemampuan, keinginan dan lingkungan (Rivai, 2004).

Menurut Simanjuntak (2001) kinerja dipengaruhi oleh :

1. Kualitas dan kemampuan pegawai

yaitu hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan atau pelatihan, etos

kerja, motivasi kerja, sikap mental dan kondisi fisik pegawai.


43

2. Sarana pendukung

yaitu hal yang berhubungan dengan lingkungan kerja (keselamatan kerja,

kesehatan kerja, sarana produksi, teknologi) dan hal-hal yang berhubungan

dengan kesejahteraan pegawai (upah atau gaji, jaminan sosial, keamanan

kerja).

3. Supra-sarana

yaitu hal-hal yang berhubungan dengan kebijaksanaan pemerintah dan

hubungan industrial manajemen.

2.5 Analisa dan Perhitungan Statistik

2.5.2 Uji Kesesuain Data

Uji kesesuaian data dilakukan untuk mengukur apakah kuisioner yang di

berikan telah sesuai dengan data yang dibutuhkan, dalam hal ini uji yang di

lakukan adalah uji validitas dan uji reliabilitas.

1. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu

kuesioner (Ghozali, 2016:32). Suatu koesioner dikatakan valid jika pertanyaan

pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh

koesioner tersebut. Validitas instrumen ini dihitung dengan bantuan program

SPSS versi 22 dengan Uji Persoan Correlation (Ghozali, 2016:32).

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang

merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan

reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah

konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Reliabilitas instrumen ini dihitung
44

dengan bantuan program SPSS versi 22 dengan uji Cronbach Alpha (α)

(Ghozali, 2016:32)

2.5.3 Uji Asumsi Klasik

Sebelum melakukan analisa regresi linear berganda maka dibutuhkan uji

asumsi klasik yang mencakup Uji Normalitas, Uji Multikolinieritas, Uji

Hiteroskedastisitas :

1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

penganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa

uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal.

Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah

sampel kecil. Uji Non Parametril Klomogro – Smirnove dilihat angka

signifikan diatas 0.05 dikatakan berdistribusi secara normal.

2. Uji Multikolinieritas

Multikolinearitas merupakan salah satu uji dari uji asumsi klasik yang

merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengidentifikasi suatu

model regresi dapat dikatakan baik atau tidak. Secara konsep,

multikolinearitas adalah situasi dimana terdapat dua variabel yang saling

berkorelasi. Adanya hubungan diantara variabel bebas adalah hal yang

tak bisa dihindari dan memang diperlukan agar regresi yang diperoleh

bersifat valid. Namun, hubungan yang bersifat linier harus dihindari

karena akan menimbulkan gagal estimasi (multikolinearitas sempurna)

atau sulit dalam inferensi (multikolinearitas tidak sempurna).


45

Uji Multikolinieritas dilakukan untuk melihat apakah ada keterkaitan

antara hubungan yang sempurna antara variable-variabel independen.

Jika didalam pengujian ternyata didapatkan sebuah kesimpulan bahwa

antara variable independent tersebut saling terikat, maka pengujian tidak

dapat dilakukan kedalam tahapan selanjutnya yang disebabkan oleh

tidak dapat ditentukannya koefisien regresi variable tersebut tidak dapat

ditentukan dan juga nilai standard errornya menjadi tak terhingga.

3. Uji Hiteroskedastisitas

Dalam persamaan regresi berganda perlu diuji mengenai sama atau tidak

varians dari residual dari observasi yang satu dengan observasi lainnya.

Jika residual mempunyai varians yang sama, disebut homoskedastisitas.

dan jika varoansnya tidak sama disebut terjadi heteoskedastisitas.

Persamaan regresi yang baik jika tidak terjadi heteroskedastisitas.

2.5.4 Analisa Koefisien

Analisa koefisien meliputi analisa korelasi dan analisa determinasi, berikut

penjelasannya :

1. Koefisien Korelasi

2. Koefisien korelasi adalah nlai yang menunjukkn kuat atau tidaknya

hubungan linier antara dua variabel. Koefisien korelasi

biasadilambangkan dengan huruf R dimana nilai R dapat bervariasi dari

-1 sampai +1. Nilai R yang berdekati -1 atau +1 menunjukkan hubungan

yang kuat antara dua variabel terebut dan nilai R yang mendekati 0

mengindikasikan lemahnya hubungan antara dua variabel tersebut.


46

Sedangkan tanda + (positif) dan – (negatif) memberikan informasi

mengenai arah hubungan antara dua variabel tersebut. Jika bernilai +

(positif) maka kedua variabel tersebut memiliki hunungan yang searah.

Dalam arti lain peningkatan X akan bersamaan dengan peningkatan Y

dan begitu juga sebaliknya. Jika bernilai – (negatif) artinya korelasi

antara kedua variabel tersebut bersifat berlawanan.peningkatan nilai X

akan dibarengi dengan penurunan Y.

3. Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel

dependen/terikat (kinerja karyawan). Nilai koefisien determinasi adalah

antara nol (0) dan satu (1). Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan

variabel-variabel independen (bebas) dalam menjelaskan variasi variabel

dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-

variabel independen memberikan hampir semua informasi yang

dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Secara umum

koefisien determinasi untuk data silang (crossection) relatif rendah

karena adanya variasi

2.5.5 Uji Hipotesis

Uji hipotesis meliputi uji F dan uji T, berikut penjelasan masing-masing :

1. Uji F
47

Priyatno (2013) mengatakan uji f digunakan untuk mengetahui apakah

variabel-variabel indevenden secara bersama-sama berpengaruh

terhadap variabel devenden.

2. Uji T

Priyatno (2013) mengungkapkan uji t bertujuan untuk mengetahui

pengaruh variatbel independen secara parsial terhadap variabel

dependen, apakah berpengaruh signifikan atau tidak.

2.5.6 Regresi Linear Berganda

Dalam upaya menjawab permasalahan dalam penelitian ini maka digunakan

analisis regresi berganda/simultan. Analisis regresi linier berganda digunakan

untuk menganalisis pengaruh antara variabel independen ( motivasi, kepuasan,

dan lingkungan kerja) terhadap variabel dependen (kinerja karyawan) . analisa ini

juga untuk mengetahui arah hubungan variabel independen dengan vaiabel

dependen apakah masing-masing variabel indepneden berpengaruh positif atau

negatif untuk memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel

dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan/penurunan.

Anda mungkin juga menyukai