Anda di halaman 1dari 6

TUGAS RESUME UU

1. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor
HK.00.06.1.52.4011, TENTANG PENETAPAN BATAS MAKSIMUM CEMARAN MIKROBA DAN KIMIA
DALAM MAKANAN

Pasal 1

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun
yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,
termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman. Pangan tercemar adalah pangan
yang mengandung bahan beracun, berbahaya atau yang dapat merugikan atau membahayakan
kesehatan atau jiwa manusia

Cemaran adalah bahan yang tidak dikehendaki ada dalam makanan yang mungkin berasal dari
lingkungan atau sebagai akibat proses produksi makanan, dapat berupa cemaran biologis, kimia dan
benda asing, Cemaran biologis adalah cemaran dalam makanan yang berasal dari bahan hayati, dapat
berupa cemaran mikroba atau cemaran lainnya seperti cemaran protozoa dan nematoda. Cemaran
mikroba adalah cemaran dalam makanan yang berasal dari mikroba yang dapat merugikan dan
membahayakan kesehatan manusia. Cemaran kimia adalah cemaran dalam makanan yang berasal dari
unsur atau senyawa kimia yang dapat merugikan, dapat berupa cemaran logam berat, cemaran
mikotoksin, cemaran antibiotik, cemaran sulfonamida atau cemaran kimia lainnya.

Pasal 2

Makanan yang diproduksi, diimpor dan diedarkan di wilayah Indonesia harus memenuhi
persyaratan keamanan, mutu dan gizi pangan. Persyaratan keamanan makanan harus dipenuhi untuk
mencegah makanan dari kemungkinan adanya bahaya, baik karena cemaran biologis, kimia dan benda
lain

Pasal 3

Cemaran yang diatur dalam peraturan ini adalah cemaran mikroba dan kimia. Cemaran kimia
meliputi logam berat, mikotoksin, dan cemaran kimia lainnya.

Pasal 4

Jenis cemaran dan batas maksimum cemaran pada makanan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 seperti tercantum pada lampiran Peraturan ini.

Pasal 5

Pengawasan terhadap cemaran dalam makanan dilakukan oleh Kepala Badan. Pengawasan
termasuk penilaian keamanan makanan sebelum produk diedarkan (pre-market evaluation) dan
pengawasan setelah produk diedarkan (post-market control)
Pasal 6

Pelanggaran terhadap Peraturan ini, dikenakan sanksi administratif berupa : Peringatan tertulis,
Penarikan dari peredaran, Pemusnahan, Penghentian sementara kegiatan produksi, impor dan
distribusi, Pencabutan izin edar, Selain dikenai sanksi administratif dapat dikenai sanksi pidana sesuai
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 7

Perubahan terhadap lampiran Peraturan ini dilakukan sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

Pasal 8

Semua ketentuan Peraturan Perundang-undangan tentang cemaran yang ada pada saat
ditetapkannya Peraturan ini dan atau belum diganti masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan
dengan Peraturan ini. Peraturan ini mulai berlaku 6 bulan sejak tanggal ditetapkan.

2. KEPUTUSAN MENTERI PERDAGANGAN NO. 314Kprr/lll/74 TENTANG PEREDARAN, IMPOR DAN


EKSPOR OBAT, MAIGNAN-MINUMAN, AI.AT KECANTIKAN DAN AI.AT KESEHATAN

Melarang Peredaran lmpor dan Ekspor Obat Makanan-Minuman' Alat Kecantikan dan Alat
Kesehatan yang tidak atau belum didaftarkan pada Departemen Kesehatan sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan, tentang wajib daftar bagi obat' makanan-minuman serta alat kecantikan dan alat
kesehatan

Para importir atau eksportir yang masih mempunyai kontrakkontrak dengan pihak-pihak di luar
negeri atau out-standing UC s yang belum dilaksanakan impor atau ekpornya, dapat diberikan
kesernpatan untuk menyelesaikannya dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikeluarkannya
Keputusan ini' dengan ketentuan bahwa yang bersangkutan harus segera melaporkannya kepada
Direktur Jenderal Perdaganga

Hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan Keputusan ini akan diaiur iebih lanjut oleh
DireKur Jenderal Perdagangan dan Direktur Jenderal Farmasi menurut bidangnya masing-masing.
Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam Keputusan ini dapat-dikenakan sanksi administratif
dan/atau sanksi hukum lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
HK.03.1.23.11.11.09605 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN
PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.06.51.0475 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN
PENCANTUMAN INFORMASI NILAI GIZI PADA LABEL PANGAN

Pangan yang mencantumkan informasi nilai gizi yang telah beredar sebelum ditetapkannya
Peraturan ini wajib menyesuaikan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan ini paling
lambat 12 (dua belas) bulan sejak Peraturan ini ditetapkan.
Format Informasi Nilai Gizi pada label pangan yang diuraikan berikut ini meliputi antara lain
bentuk, susunan informasi dan cara pencantumannya. Berdasarkan luas permukaan label pangan,
format Informasi Nilai Gizi dikelompokkan atas:

1. Format Vertikal, untuk kemasan dengan luas permukaan label lebih dari 100 cm2
2. Format Horizontal, untuk kemasan dengan luas permukaan label kurang dari atau sama
dengan 100 cm2
3. Format untuk kemasan pangan dengan luas permukaan label kurang dari atau sama dengan
30 cm2
4. Jika luas permukaan label lebih dari 100 cm2, namun bentuk kemasan tidak dapat
mengakomodasi format vertikal, maka pencantuman Informasi Nilai Gizi dapat
menggunakan format horizontal. Informasi lain yang tidak wajib dicantumkan pada label
tidak menjadi pertimbangan dalam menentukan kecukupan luas permukaan label. Format
Vertikal terdiri dari beberapa model sesuai dengan peruntukan masingmasing yaitu:
 Umum
 Pangan yang ditujukan bagi bayi/anak usia 6 sampai 24 bulan
 Pangan yang ditujukan bagi anak usia 2 sampai 5 tahun
 Pangan yang berisi 2 atau lebih pangan yang dikemas secara terpisah dan dimaksudkan
untuk dikonsumsi masing-masing
 Pangan yang berbeda dalam hal rasa, aroma atau warna;
 Pangan yang biasa dikombinasikan dengan pangan lain sebelum dikonsumsi
 Pangan yang harus diolah terlebih dahulu sebelum dikonsumsi.

format informasi nilai gizi untuk formula bayi ditampilkan lebih sederhana. Memperhatikan
peranannya yang sangat spesifik serta muatan informasi yang wajib dicantumkan, format Informasi Nilai
Gizi untuk formula bayi dibedakan dari pangan lainnya. Kandungan zat gizi dicantumkan dalam ukuran
per 100 g, per 100 kkal dan per 100 ml. Uraian zat gizi diawali dengan protein, lemak dan karbohidrat,
diikuti dengan asam linoleat dan diakhiri dengan kelompok vitamin dan mineral. Zat gizi lain yang
ditambahkan pada label, harus dicantumkan pada Informasi Nilai Gizi, sesuai dengan kelompok zat gizi
tersebut.

4. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43
TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09956 TAHUN 2011 TENTANG TATA LAKSANA PENDAFTARAN
PANGAN OLAHAN

Pasal 1

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan,
kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia termasuk bahan tambahan
Pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan,
dan/atau pembuatan makanan atau minuman. Pangan Olahan adalah makanan atau minuman hasil
proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan, termasuk Pangan
Olahan tertentu, Bahan Tambahan Pangan, Pangan produk rekayasa genetika, dan Pangan iradiasi.

Bahan Tambahan Pangan, yang selanjutnya disingkat BTP, adalah bahan yang ditambahkan ke
dalam Pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk Pangan. Pendaftaran adalah prosedur Penilaian
keamanan, mutu, dan gizi Pangan Olahan untuk mendapat Surat Persetujuan Pendaftaran.. Pendaftaran
Baru adalah pendaftaran Pangan Olahan yang belum mendapatkan persetujuan pendaftaran.
Pendaftaran Variasi adalah pendaftaran perubahan data Pangan Olahan yang sudah memiliki
persetujuan pendaftaran Pangan Olahan dengan tidak menyebabkan perubahan Nomor Pendaftaran
Pangan dan/atau perubahan Biaya Evaluasi dan Pendaftaran

Perusahaan adalah Produsen, Importir, dan/atau Distributor Pangan Olahan yang telah
mendapat izin usaha sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pendaftar adalah
Perusahaan, atau pihak yang diberi kuasa oleh Perusahaan untuk melakukan Pendaftaran Pangan
Olahan dalam rangka mendapatkan Surat Persetujuan Pendaftaran. Biaya Evaluasi dan Pendaftaran
adalah biaya yang dikenakan dalam rangka Penilaian Pangan Olahan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 13

Perubahan terhadap Pangan Olahan yang telah mendapatkan persetujuan pendaftaran harus
dilaporkan kepada Kepala Badan melalui mekanisme Pendaftaran Variasi. Untuk mendapatkan
persetujuan perubahan data, Perusahaan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala Badan
c.q Direktur.

Pendaftaran Ulang Pangan Olahan hanya dapat dilakukan untuk Pangan Olahan yang sama
dengan yang disetujui sebelumnya. Apabila Pangan Olahan yang didaftarkan ulang telah mengalami
perubahan, maka Perusahaan harus melakukan Pendaftaran Variasi terlebih dahulu. Pendaftaran Ulang
Pangan Olahan hanya dapat dilakukan paling cepat 6 (enam) bulan dan paling lambat 10 (sepuluh) hari
kerja sebelum tanggal masa berlaku Surat Persetujuan Pendaftaran berakhir.

5. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36
TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PENGAWET

Pasal 1

Bahan Tambahan Pangan, selanjutnya disingkat BTP, adalah bahan yang ditambahkan ke dalam
pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, Pengawet (Preservative) adalah bahan
tambahan pangan untuk mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, penguraian, dan
perusakan lainnya terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Sediaan BTP adalah bahan
tambahan pangan yang dikemas dan berlabel dalam ukuran yang sesuai untuk konsumen. Asupan
harian yang dapat diterima atau Acceptable Daily Intake, yang selanjutnya disingkat ADI, adalah jumlah
maksimum bahan tambahan pangan dalam miligram per kilogram berat badan yang dapat dikonsumsi
setiap hari selama hidup tanpa menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan.
Pasal 2

BTP tidak dimaksudkan untuk dikonsumsi secara langsung dan/atau tidak diperlakukan sebagai
bahan baku pangan. BTP dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan
ke dalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan, perlakuan, pengepakan,
pengemasan, penyimpanan dan/atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan atau diharapkan
menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau
tidak langsung. BTP tidak termasuk cemaran atau bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk
mempertahankan atau meningkatkan nilai gizi.

Pasal 3

Jenis BTP Pengawet yang diizinkan digunakan dalam pangan terdiri atas:

1. Asam sorbat dan garamnya (Sorbic acid and its salts);

2. Asam benzoat dan garamnya (Benzoic acid and its salts);

3. Etil para-hidroksibenzoat (Ethyl para-hydroxybenzoate);

4. Metil para-hidroksibenzoat (Methyl para-hydroxybenzoate);

5. Sulfit (Sulphites);

6. Nisin (Nisin);

7. Nitrit (Nitrites);

8. Nitrat (Nitrates);

9. Asam propionat dan garamnya (Propionic acid and its salts); dan

10. Lisozim hidroklorida (Lysozyme hydrochloride).

Pasal 4

Penggunaan BTP Pengawet dibuktikan dengan sertifikat analisis kuantitatif. Dikecualikan dari
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk penggunaan BTP pada Kategori Pangan dengan
Batas Maksimum CPPB dibuktikan dengan sertifikat analisis kualitatif. Jenis BTP Pengawet yang tidak
dapat dianalisis, Batas Maksimum dihitung berdasarkan penambahan BTP Pengawet yang digunakan
dalam pangan

Dilarang menggunakan BTP Pengawet sebagaimana yang dimaksud dalam Lampiran I untuk
tujuan:

 menyembunyikan penggunaan bahan yang tidak memenuhi persyaratan;


 menyembunyikan cara kerja yang bertentangan dengan cara produksi pangan yang baik
untuk pangan; dan/atau
 menyembunyikan kerusakan pangan.

Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan ini dapat dikenai sanksi administratif berupa:

 peringatan secara tertulis;


 larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk penarikan kembali
dari peredaran;
 perintah pemusnahan, jika terbukti tidak memenuhi persyaratan keamanan atau mutu;
dan/atau d. pencabutan izin edar.

Anda mungkin juga menyukai