Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian HACCP ( Hazard Analysis Critical Control Point )

Menurut WHO, Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis (Hazard Analysis and
Critical Control Points, HACCP) didefinisikan sebagai suatu pendekatan ilmiah, rasional, dan
sistematik untuk mengidentifikasi, menilai, dan mengendalikan bahaya.

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem kontrol dalam
upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di
dalam tahap penanganan dan proses produksi. HACCP merupakan salah satu bentuk
manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan
pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam
menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen.

Sistem HACCP bukan merupakan sistem jaminan keamanan pangan yang tanpa
resiko, tetapi dirancang untuk meminimalkan resiko bahaya keamanan pangan. Sistem
HACCP juga dianggap sebagai alat manajemen yang digunakan untuk memproteksi rantai
pasokan pangan dan proses produksi terhadap kontaminasi bahaya-bahaya mikrobiologis,
kimia dan fisik.

HACCP dapat diterapkan dalam rantai produksi pangan mulai dari produsen utama
bahan baku pangan (pertanian), penanganan, pengolahan, distribusi, pemasaran hingga
sampai kepada pengguna akhir.

2.2 Tujuan Dan Manfaat

Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah
terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi
tututan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku
dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Oleh karena itu
dengan diterapkannya sistem HACCP akan mencegah resiko komplain karena adanya bahaya
pada suatu produk pangan. Selain itu, HACCP juga dapat berfungsi sebagai promosi
perdagangan di era pasar global yang memiliki daya saing kompetitif.
Adapun manfaat dari HACCP yaitu :

1. Menjamin keamanan pangan`


2. Memproduksi produk pangan yang aman setiap saat;
3. Memberikan bukti sistem produksi dan penganganan aproduk yang aman
4. Memberikan rasa percaya diri pada produsen akan jaminan keamanannya
5. Memberikan kepuasan pada pelanggan akan konformitasnya terhadap standar
nasional maupun internasional.
6. Mencegah kasus keracunan pangan, sebab dalam penerapan sistem HACCP bahaya-
bahaya dapat diidentifikasi secara dini, termasuk bagaimana tindakan pencegahan dan
tindakan penanggulangannya.
7. Mencegah/mengurangi terjadinya kerusakkan produksi atau ketidakamanan pangan,
yang tidak mudah bila hanya dilakukan pada sistem pengujian akhir produk saja.
8. Dengan berkembangnya HACCP menjadi standar internasional dan persyaratan wajib
pemerintah, memberikan produk memiliki nilai kompetitif di pasar global.
9. Memberikan efisiensi manajemen keamanan pangan, karena sistemnya sistematik dan
mudah dipelajari, sehingga dapat diterapkan pada semua tingkat bisnis pangan.

2.3 Prinsip HACCP

 Sistem HACCP terdiri dari tujuh prinsip, yaitu:


1. Analisis bahaya
Mengidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dengan produksi pangan
pada semua tahapan, mulai dari usaha tani, penanganan, pengolahan di pabrik dan
distribusi, sampai kepada titik produk pangan dikonsumsi. Penilaian kemungkinan
terjadinya bahaya dan menentukan tindakan pencegahan untuk pengendaliannya.
2. Mengidentifikasi Critical Control Point (CCP)
Menentukan titik atau tahap prosedur operasional yang dapat dikendalikan
untuk menghilangkan bahaya atau mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya
tersebut. CCP berarti setiap tahapan didalam produksi pangan dan/atau pabrik yang
meliputi sejak bahan baku yang diterima, dan/atau diproduksi, panen, diangkut,
formulasi, diolah, disimpan dan lain sebagainya.
3. Menetapkan batas kritis setiap CCP
Menetapkan batas kritis yang harus dicapai untuk menjamin bahwa CCP
berada dalam kendali.
4. Menetapkan sistem monitoring setiap CCP
Menetapkan sistem pemantauan pengendalian (monitoring) dari CCP dengan
cara pengujian atau pengamatan.
5. Menetapkan tindakan koreksi untuk penyimpangan yang terjadi.
Menetapkan tindakan perbaikan yang dilaksanakan jika hasil pemantauan
menunjukan bahwa CCP tertentu tidak terkendali.
6. Menetapkan prosedur verifikasi
Menetapkan prosedur verifikasi yang mencakup dari pengujian tambahan dan
prosedur penyesuaian yang menyatakan bahwa sistem HACCP berjalan efektif.
7. Menetapkan penyimpanan catatan dan dokumentasi
Mengembangkan dokumentasi mengenai semua prosedur dan pencatatan yang
tepat untuk prinsip-prinsip ini dan penerapannya.

 Pedoman Penerapan Sistem HACCP

HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer sampai pada
konsumsi akhir dan penerapannya harus dipedomani dengan bukti secara ilmiah terhadap
resiko kesehatan manusia. Selain meningkatkan keamanan pangan, penerapan HACCP dapat
memberikan keuntungan lain yang penting. Selanjutnya, penerapan sistem HACCP dapat
membantu inspeksi oleh lembaga yang berwenang dan memajukan perdagangan internasional
melalui peningkatan kepercayaan keamanan pangan.

HACCP dapat diterapkan pada seluruh rantai pangan dari produk primer sampai pada
konsumsi akhir dan penerapannya harus dipedomani dengan buktI secara ilmiah terhadap
resiko kesehatan manusia. Selain meningkatkan keamanan pangan, penerapan HACCP dapat
memberikan keuntungan lain yang penting. Selanjutnya, penerapan sistem HACCP dapat
membantu inspeksi oleh lembaga yang berwenang dan memajukan perdagangan internasional
melalu peningkatan kepercayaan keamanan pangan.

Sebelum menerapkan HACCP untuk setiap sektor rantai pangan, sektor tersebut harus
telah menerapkan Prinsip Umum Higiene Pangan dari Codex, Pedoman Praktis dari Codex
yang sesuai, serta peraturan keamanan pangan terkait, Tanggung jawab manajemen adalah
penting untuk menerapkan sistem HACCP yang efektif. Selama melaksanakan identifikasi
bahaya, penilaian dan pelaksanaan selanjutnya dalam merancang dan menerapkan sistem
HACCP, harus dipertimbangkan dampak dan bahan baku, bahan tambahan, cara pembuatan
pangan yang baik, peran proses pengolahan dalam mengendalikan bahaya, penggunaan yang
mungkin dari produk akhir, katagori konsumen yang berkepentingan dan bukti-bukti
epidemis yang berkaitan dengan keamanan pangan.

Maksud dari sistem HACCP adalah untuk memfokuskan pada Titik Kendali Kritis
(CCPs). Perancangan kembali operasi harus dipertimbangkan jika terdapat bahaya yang harus
dikendalikan, tetapi tidak ditemukan TKK (CCPs). HACCP harus diterapkan terpisah untuk
setiap operasi tertentu. TKK vang diidetitifikasi pada setiap contoh yang diberikan dalam
setiap Pedoman praktek Higiene dari Codex mungkin bukan satu-satunya yang diidentifikasi
untuk suatu penerapan yang spesifik atau mungkin berbeda jenisnya. Penerapan HACCP
harus ditinjau kembali dan dibuat perubahan yang diperlukan jika dilakukan modifikasi
dalam produk, proses atau tahapannya.

Penerapan HACCP perlu dilaksanakan secara fleksibel, dimana perubahan yang tepat
disesuaikan dengan memperhitungkan sifat dan ukuran dari operasi. Penerapan prinsip-
prinsip HACCP terdiri dari tugas-tugas berikut sebagaimana terlihat pada tahap-tahap
penerapan HACCP:

a. Pembentukan tim HACCP

Operasi pangan harus menjamin bahwa pengetahuan dan keahlian spesifik produk
tertentu tersedia untuk pengembangan rencana HACCP yang efektif. Secara optimal, hal
tersebut dapat dicapai dengan pembentukan sebuah tim dari berbagai disiplin ilmu. Apabila
beberapa keahlian tidak tersedia, diperlukan konsultan dari pihak luar. Adapun lingkup dari
program HACCP harus diidentifikasi. Lingkup tersebut harus menggambarkan segmen-
segmen mana saja dari rantai pangan tersebut yang terlibat dan penjenjangan secara umum
bahaya-bahaya yang dimaksudkan (yaitu meliputi semua jenjang bahaya atau hanya jenjang
tertentu).

b. Deskripsi produk

Penjelasan lengkap dari produk harus dibuat termasuk informasi mengenai komposisi,
struktur fisika/kimia (termasuk Aw, pH, d1l.), perlakuan-perlakuan mikrosidal/statis (seperti
perlakuan pemanasan, pembekuan, penggaraman, pengasapan, dll.), pengemasan, kondisi
penyimpanan dan daya tahan serta metoda pendistribusiannya.

c. Identifikasi rencana penggunaan


Rencana penggunaan harus didasarkan pada kegunaan-kegunaan yang diharapkan dari
produk oleh pengguna produk atau konsumen. Dalam hal-hal tertentu, kelompokkelompok
populasi yang rentan, seperti yang menerima pangan dari institusi, mungkin perlu
dipertimbangkan.

d. Penyusunan bagan alir

Bagan alir harus disusun oleh tim HACCP. Dalam diagram alir harus memuat segala
tahapan dalam operasional produksi. Bila HACCP diterapkan pada suatu operasi tertentu,
maka harus dipertimbangkan tahapan sebelum dan sesudah operasi tersebut.

e. Konfirmasi Bagan Alir di Lapangan

Tim HACCP, sebagai penyusun bagan alir harus mengkonfirmasikan operasional


produksi dengan semua tahapan dan jam operasi serta bilamana perlu mengadakan perubahan
bagan alir.

f. Pencatatan semua bahaya potensial yang berkaitan dengan setiap tahapan.

Pencatatan semua bahaya potensial yang berkaitan dengan setiap tahapan, pengadaan
suatu analisa bahaya dan menyarankan berbagai pengukuran untuk mengendalikan bahaya-
bahaya yang teridentifikasi (lihat Prinsip 1)

Tim HACCP harus membuat daftar bahaya yang mungkin terdapat pada tiap tahapan
dari produksi utama, pengolahan, manufaktur, dan distribusi hingga sampai pada titik
konsumen saat konsumsi. Tim HACCP harus mengadakan analisis bahaya untuk
mengidentifikasi program HACCP dimana bahaya yang terdapat secara alami, karena
sifatnya mutlak harus ditiadakan atau dikurangi hingga batas-batas yang dapat diterima,
sehingga produksi pangan tersebut dinyatakan aman.

Dalam mengadakan analisis bahaya, apabila mungkin seyogyanya dicakup hal-hal


sebagai berikut :

a) Kemungkinan timbulnya bahaya.


b) Pengaruh yang merugikan terhadap kesehatan`
c) Evaluasi secara kualitatif dan atau kuantitatif dari keberadaan bahaya`
d) Perkembangbiakan dan daya tahan hidup mikroorganisme-mikroorganisme
tertentu`
e) Produksi terus menerus toksin-toksin pangan, unsur-unsur fisika dan kimia`
f) Kondisi-kondisi yang memacu keadaan di atas.

Tim HACCP harus mempertimbangkan tindakan pengendalian, jika ada yang dapat
dilakukan untuk setiap bahaya. Lebih jauh tindakan pengendalian disyaratkan untuk
mengendalikan bahaya-bahaya tertentu dan lebih, jauh satu bahaya dikendalikan oleh
tindakan pengawasan yang tertentu.

g. Penentuan TKK (CCP) (lihat Prinsip 2)

Untuk mengendalikan bahaya yang sama mungkin terdapat lebih dari satu TKK pada
saat pengendalian dilakukan. Penentuan dari TKK pada sistem HACCP dapat dibantu dengan
menggunakan Pohon keputusan seperti pada Diagram 2, yang menyatakan pendekatan
pemikiran yang logis (masuk akal). Penerapan dari pohon keputusan harus fleksibel,
tergantung apakah operasi tersebut produksi, penyembelihan, pengolahan, penyimpanan,
distribusi atau lainnya. Pohon keputusan ini mungkin tidak dapat diterapkan pada setiap
TKK. Contoh-contoh pohon keputusan mungkin tidak dapat diterapkan pada setiap situasi.

Pendekatan-pendekatan lain dapat digunakan. Dianjurkan untuk mengadakan


pelatihan dalam penggunaan pohon keputusan.

Dalam banyak hal, pohon keputusan telah dipergunakan untuk menjelaskan untuk
memahami dan diterima akal untuk keperluan menentukan CCP, hal ini tidak spesifik untuk
semua operasi pangan, sebagai contoh rumah potong hewan dan oleh karena itu harus
dipergunakan untuk yang berkaitan dengan perkiraan yang profesional serta memodifikasi
beberapa kasus, maka produk atau proses harus dimodifikasi pada tahap tersebut, atau pada
tahap sebelum atau sesudahnya untuk memasukkan suatu tindakan pengendalian.

h. Penentuan batas-batas kritis (critical limits) pada tiap TKK (CCP) (lihat Prinsip 3)

Batas-batas limit harus ditetapkan secara spesifik dan divalidasi apabila mungkin
untuk setiap TKK. Dalam beberapa kasus lebih dari satu batas kritis akan diuraikan pada
suatu tahap khusus. Kriteria yang sering digunakan mencakup pengukuran-pengukuran
terhadap suhu, waktu, tingkat kelembaban, pH, Aw, keberadaan chlorine, dan parameter-
parameter sensori seperti kenampakan visual dan tekstur.

Batas kritis harus ditentukan untuk setiap PTK. Dalam beberapa kasus batas kritis
criteria pengukurannya antara lain suhu, waktu, tingkat kelernbaban, pH, Aw dan
ketersediaan chlorine dan parameter yang berhubungan dengan panca indra (penampakan dan
tekstur).

i. Penyusunan sistem permantuan untuk setiap TKK (CCP) (lihat Prinsip 4)

Pemantauan merupakan pengukuran atau pengamatan terjadwal dari TKK yang


dibandingkan terhadap batas kritisnya. Prosedur pemantauan harus dapat menemukan
kehilangan kendali pada TKK. Selanjutnya pemantauan seyogianya secara ideal member
informasi yang tepat waktu untuk mengadakan penyesuaian untuk memastikan pengendalian
proses untuk mencegah pelanggaran dari batas kritis. Dimana mungkin, penyesuaian proses
harus dilaksanakan pada saat hasil pemantauan menunjukkan kecenderungan kearah
kehilangan kendali pada suatu TKK.

Penyesuaian seyogianya dilaksanakan sebelum terjadi penyimpangan. Data yang


diperoleh dari pemantauan harus dinilai oleh orang yang diberi tugas, berpengetahuan dan
berwewenang untuk melaksanakan tindakan perbaikan yang diperlukan. Apabila pemantauan
tidak berkesinambungan, maka jumlah atau frekuensi pemantauan harus cukup untuk
menjamin agar TKK terkendali. Sebagian besar prosedur pemantauan untuk TKK perlu
dilaksanakan secara cepat, karena berhubungan dengan proses yang berjalan dan tidak
tersedia waktu lama untuk melaksanakan pengujian analitis. Pengukuran fisik dan kimia
seringkali lebih disukai daripada pengujian mikrobiologi, karena dapat dilaksanakan dengan
cepat dan sering menunjukkan pengendalian mikrobiologi dari produk. Semua catatan dan
dokumen yang terkait dengan kegiatan pemantauan TKK harus ditanda tangani oleh orang
yang melakukan pengamatan dan oleh petugas yang, bertanggung jawab melakukan
peninjauan kembali dalarn perusahaan tersebut.

j. Penetapan tindakan perbaikan (lihat Prinsip 5)

Tindakan perbaikan yang spesifik harus dikembangkan untuk setiap TKK dalam
system HACCP agar dapat menangani penyimpangan yang terjadi. Tindakan-tindakan harus
memastikan bahwa CCP telah berada dibawah kendali. Tindakan-tindakan harus mencakup
disposisi yang tepat dan produk yang terpengaruh. Penyimpangan dan prosedur disposisi
produk harus didokumentasikan dalam catatan HACCP.

k. Penetapan prosedur verifikasi (lihat Prinsip 6)


Penetapan prosedur verifikasi. Metoda audit dan verifikasi, prosedur dan pengujian,
termasuk pengambilan contoh secara acak dan analisa, dapat dipergunakan untuk
menentukan apakah sistem HACCP bekerja secara benar.

Frekuensi verifikasi harus cukup untuk mengkonfirmasikan bahwa sistem HACCP


bekerja secara efektif. Contoh kegiatan verifikasi mencakup :

a) Peninjauan kembali sistem HACCP dan catatannya.


b) Peninjauan kembali penyimpangan dan disposisi produk
c) Mengkonfirmasi apakah TKK dalam kendali.

Apabila memungkinkan, kegiatan validasi harus mencakup tindakan untuk


mengkonfirmasi kemanjuran semua elemen-elemen rencana HACCP.

l. Penetapan dokumentasi dan pencatatan (Iihat Prinsip 7)

Pencatatan dan pembuktian yang efisien serta akurat adalah penting dalam penerapan
sistem HACCP. Prosedur harus didokumentasikan. Dokumentasi dan pencatatan harus cukup
memadai sesuai sifat dan besarnya operasi.

2.4 Kelebihan Dan Kekurangan HACCP

Adapun kelebihan dari HACCP yaitu :

1. Meningkatkan keamanan pangan pada produk makanan yang dihasilkan


2. Meningkatkan kepuasan konsumen sehingga keluhan konsumen akan beruranhg
3. Memperbaiki fungsi pengendalian
4. Mengubah pendekatan pengujian akhir yang bersifat retrospektif kepada pendekatan
jaminan mutu yang bersifat preventif.
5. Mengurangi limbah dan kerusakan produk atau waste

Adapun kekurangan dari HACCP yaitu :

1. Tidak cocok diaplikasikan pada bahaya / proses yang hanya sedikit diketahui
2. Tidak melakukan kuantifikasi (perhitungan / memprioritaskan risiko)
3. Tidak melakukan perhitungan dampak dari tambahan kontrol terhadap penurunan
risiko.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Waktu Pelaksanaan

3.2 Alat dan Bahan Es Pokat Kocok

1. Alat yang di gunakan

• Gelas

• Sendok

• Sekop eskrim

2. Bahan yang digunakan

• Alpukat

• Susu kaleng

• Gula merah

• Es serut

• Santan

• Es krim (rasa durian)

3.3 Prosedur Pembuatan Es Pokat Kocok

Adapun langkah-langkah pembuatan :

 Pemilihan buah alpukat yang bagus.


 Mencuci buah dengan air mengalir
 Belah pokat menjadi dua bagian, buang biji dan korek daging buahnya.
 Masukkan pokat yang telah hancur kedalam gelas, dan masukan es serut.
 Tuangkan susu kental, santan dan gula merah.
 Berikan es krim kedalam gelas poka, lalu siram dengan susu coklat.
 Es pokar kocok siap disajikan.

3.4 Identifikasi hazard dan tindakan pencegahan


No. Bahan Baku Hazard Sumber Hazard Tindakan
Pengendalian
1. Buah Alpukat Fisik : pasir debu,
tanah
2. Susu Kimia : Bahan
pengawet
3. Santan
https://nadyaerrys.wordpress.com/2014/07/15/pengertian-haccp-hazard-analysis-critical-
control-point/

http://fendy-arifianto.blogspot.co.id/2011/06/haccp-hazard-analysis-critical-control.html

http://irmasitiutari.blogspot.co.id/2013/03/haccp-hazard-analysis-critical-control_14.html

http://ayulestaripublichealth.blogspot.co.id/2011/06/makalah-haccp.html

Anda mungkin juga menyukai