Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam meningkatkan kesehatan masyarakat, sebagai penunjang kesejahteraan masyarakat


banyak, rumah sakit menjadi salah satu tempat dalam mendukung kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat masyarakat. Rumah sakit merupakan salah satu upaya peningkatan kesehatan yang
terdiri dari balai pengobatan dan temapt praktik dokter yang juga ditunjang oleh unit-unit
lainnya, seperti ruang operasi, laboratorium, farmasi, administrasi, dapur, laundry, pengolahan
sampah dan limbah serta penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Selain membawa dampak
positif bagi masyarakat, sebagai tempat penyembuhan orang sakit, rumah sakit juga memiliki
kemungkinan membawa dampak negatif. Dampak negatifnya berupa pencemaran dari suatu
proses kegiatan, yaitu bila limbah dihasilkan tidak dikelola dengan baik.

Limbah merupakan buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi. Limbah rumah
sakit merupakan semua limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan
penunjang lainnya.

Dalam pengelolaan limbah rumah sakit tidak hanya menghasilkan limbah organik dan
anorganik, tetapi juga limbah infeksius yang mengandung bahan beracun berbahaya(B3). Dari
keseluruhan limbah rumah sakit, sekitar 10-15% diantaranya merupakan limbvah infeksius yang
mengandung logam berat, antara lain mercuri(Hg). Sekitar 40% lainnya adalah limbah organik
yang berasal dari sisa makan, baik dari pasien dan keluarga pasien maupun dari dapur gizi.
Sisanya merupakan limbah anorganik dalam bentuk botol keras infus dan plastik.

Air limbah yang berasal dari rumah sakit merupakan salah satu sumber pencemaran air
yang sangat potensial. Hal ini disebabkan karena air limbah rumah sakit mengandug senyawa
organikyang cukup tinggi, mengandung senyawa-senyawa kimia yang berbahaya serta
mengandung mikroorganisme pathogen yang dapat menyebabkan penyakit (Said, 2003).
Pengelolaan limbah rumah sakit yang tidak baik akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja
dan penularan penyakit dari pasien ke pekerja, dari pasien ke pasien, dari pekerja ke pasien.
Tentu saja RS sebagai institusi yang sosioekonomis karena tugasnya memberikan pelayanan

1
kesehatan kepada masyarakat, tidak terlepas dari tanggung jawab pengelolaan limbah yang
dihasilkan. Unutk menjamin keselamatan dan kesehatan awak RS dan sekitarnya, pemerintah
(Depkes) telah menyiapkan perangkat lunak berupa peraturan, pedoman dan kebijakan yang
mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan dilingkungan RS , termasuk pengelolaan
limbah RS.

Dengan adanya peraturan yang mengharuskan bahwa setiap rumah sakit harus mengolah
air limbah sampai standar yang diizinkan, maka kebutuhan akan teknologi pengelolaan air
limbah rumah sakit khususnya yang murah dan hasilnya baik perlu dikembangkan. Hal ini
mengingat bahwa kendala yang paling banyak dijumpai yakni yang ada teknologi saat ini masih
cukup mahal, sedangkan dilain pihak dana yang tersedia untuk membangun unit alat pengelolaan
air limbah tersebut sangat terbatas sekali. Untuk rumah sakit dengan kapasitas yang besar
umumnya dapat membangun unit alat pengelolaan air limbahnya sendiri karena mereka
mempunyai dana yang cukup. Tetapi untuk rumah sakit tipe kecil sampai dengan tipe sedang
umunya sampai saat ini masih ada yang membuang air limbahnya ke saluran umum tanpa
pengolahan sama sekali.

Untuk mengatasi hal tersebut maka perlu dikembangkan teknologi pengelolaan air limbah
rumah sakit yang murah, mudah operasinya serta harganya terjangkau, khususnya untuk rumah
sakit dnegan kapasitas kecil sampai sedang. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat kendala
yang cukup besar yakni kuragnya tersedianya teknologi pengelolaan yang baik dan harganya
murah. Masalah ini menjadi kendala yang cukup besar terutama untuk rumah sakit kecil, yang
mana pihak rumah sakit tidak/belum mampu untuk membangun unit alat pengelolaan air limbah
sendiri.

Untuk pengelolaan air limbah rumah sakit dengan kapasitas yang besar, umumnya
menggunakan teknologi pengolahan air limbah “lumpur aktif” atau Activated Sludge Process,
tetapi untuk kapasitas kecil cara tersebut kurang ekonomis karena biaya operasinya cukup besar.
Untuk mengatasi hal tersebut, perlu menyebarluaskan informasi teknologi khususnya teknologi
peneglolaan air limbah rumah sakit beserta aspek pemilihan teknologi serta keunggulan dan
kekurangan. Denga adanya informasi yang jelas, maka pihak pengelola rumah sakit dapat
memilih teknologi pengelolaan air limbah yang sesuai dengan kondisi maupun jumlah air limbah
yang akan diolah, yang layak secara teknis, ekonomis, dan memenuhi standar lingkungan.

2
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah, antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan Pengelolaan Limbah Rumah Sakit.
2. Apa saja sumber-sumber limbah yang ada di Rumah Sakit.
3. Apa saja dampak yang ditimbulkan oleh Limbah Rumah Sakit.
4. Bagaimana Pengelolaan Limbah Rumah Sakit.

1.3 Tujuan
1. Mengetahui yang dimaksud dari Pengelolaan Limbah Rumah Sakit.
2. Mengetahui sumber-sumber limbah yang ada di Rumah Sakit.
3. Mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh Limbah Rumah Sakit.
4. Mengetahui cara Pengelolaan Limbah Rumah Sakit.

1.4 Manfaat
1. Agar tidak mengganggu aktivitas dilingkungan sekitar tempat sumebr air limbah
dihasilkan.
2. Agar dapat megurangi masalah-masalah yang ditimbulkan oleh limbah.
3. Agar dapat mecegah penyakit akibat limbah yang diproduksi.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Karakteristik Limbah Rumah Sakit


Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh
kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya.Apabila dibanding dengan kegiatan
instansi lain, maka dapat dikatakan bahwa jenis sampah dan limbah rumah sakit dapat
dikategorikan kompleks. Secara umum sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua
kelompok besar, yaitu sampah atau limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair.
Limbah klinis adalah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinari,
farmasi atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan yang menggunakan
bahan-bahan beracun, infeksius berbahaya atau bisa membahayakan kecuali jika dilakukan
pengamanan tertentu. Bentuk limbah klinis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang
terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1) Limbah benda tajam
Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau
bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik,
perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini
memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-
benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan
mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.
2) Limbah infeksius
Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:
a. Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular
(perawatan intensif)
b. Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan
ruang perawatan/isolasi penyakit menular.
3) Limbah jaringan tubuh
Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh, biasanya
dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi. 3

4
4) Limbah sitotoksik
Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan
obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik. Limbah yang
terdapat limbah sitotoksik didalamnya harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas
1000oc
5) Limbah farmasi
Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang terbuang
karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat-obat
yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan
oleh institusi yang bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.
6) Limbah kimia
Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan
medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.
7) Limbah radioaktif
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang berasal dari
penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari antara lain : tindakan
kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas.
Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan
biologi.
8)Limbah Plastik
Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana
pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari plastik dan juga
pelapis peralatan dan perlengkapan medis.
Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah
non klinis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari
kantor/administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang
pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan,
sayur dan lain-lain). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu
baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa 4 mengandung bermacam-macam
mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum
dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll).

5
Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah
rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik,
yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD,
COD, TTS, pH, mikrobiologik, dan lainlain.

Melihat karakteristik yang ditimbulkan oleh buangan/limbah rumah sakit seperti tersebut
diatas, maka konsep pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses
manajemen didalamnya yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan (Environmental
Managemen System) dan diadopsi Internasional Organization for Standar (ISO) sebagai salah
satu sertifikasi internasioanal di bidang pengelolaan lingkunan dengan nomor seri ISO 14001
perlu diterapkan di dalam Sistem Manajemen Lingkungan Rumah Sakit.

2.2. Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Lingkungan dan Kesehatan


Pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat
menimbulkan berbagai masalah seperti
a. Gangguan kenyamanan dan estetika
Ini berupa warna yang berasal dari sedimen, larutan, bau phenol, eutrofikasi dan rasa
dari bahan kimia organik.
b. Kerusakan harta benda
Dapat disebabkan oleh garam-garam yang terlarut (korosif, karat), air yang berlumpur
dan sebagainya yang dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar rumah sakit.
c. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang
Ini dapat disebabkan oleh virus, senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrien
tertentu dan fosfor.
d. Gangguan terhadap kesehatan manusia
Ini dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia,
pestisida, serta logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal dari bagian kedokteran gigi.
e. Gangguan genetik dan reproduksi
Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun
beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan sistem
reproduksi manusia misalnya pestisida, bahan radioaktif.

6
BAB III
PENGOLAHAN AWAL LIMBAH

3.1. Pengolahan Limbah Rumah Sakit

Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan yang meliputi pelayanan rawat jalan, rawat nginap, pelayanan gawat darurat,
pelayanan medik dan non medik yang dalam melakukan proses kegiatan hasilnya dapat
mempengaruhi lingkungan sosial, budaya dan dalam menyelenggarakan upaya dimaksud dapat
mempergunakan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar terhadap lingkungan
(Agustiani dkk, 1998).

Limbah yang dihasilkan rumah sakit dapat membahayakan kesehatan masyarakat, yaitu
limbah berupa virus dan kuman yang berasal dan Laboratorium Virologi dan Mikrobiologi yang
sampai saat ini belum ada alat penangkalnya sehingga sulit untuk dideteksi.Limbah cair dan
Iimbah padat yang berasal dan rumah sakit dapat berfungsi sebagai media penyebaran gangguan
atau penyakit bagi para petugas, penderita maupun masyarakat.Gangguan tersebut dapat berupa
pencemaran udara, pencemaran air, tanah, pencemaran makanan dan minunian.Pencemaran
tersebut merupakan agen agen kesehatan lingkungan yang dapat mempunyai dampak besar
terhadap manusia (Agustiani dkk, 1998).

Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Pokok-Pokok Kesehatan menyebutkan


bahwa setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya.Oleh karena itu Pemerintah menyelenggarakan usaha-usaha dalam lapangan
pencegahan dan pemberantasan penyakitpencegahan dan penanggulangan pencemaran,
pemulihan kesehatan, penerangan dan pendidikan kesehatan pada rakyat dan lain sebagainya
(Karmana dkk, 2003).Usaha peningkatan dan pemeliharaan kesehatan harus dilakukan secara
terus menerus, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, maka usaha
pencegahan dan penanggulangan pencemaran diharapkan mengalami kemajuan. Adapun cara-
cara pencegahan dan penanggulangan pencemaran limbah rumah sakit antara lain adalah melalui
(Karmana dkk, 2003) :

7
 Proses pengelolaan limbah padat rumah sakit.
 Proses mencegah pencemaran makanan di rumah sakit.

Sarana pengolahan/pembuangan limbah cair rumah sakit pada dasarnya berfungsi menerima
limbah cair yang berasal dari berbagai alat sanitair, menyalurkan melalui instalasi saluran
pembuangan dalam gedung selanjutnya melalui instalasi saluran pembuangan di luar gedung
menuju instalasi pengolahan buangan cair. Dari instalasi limbah, cairan yang sudah diolah
mengalir saluran pembuangan ke perembesan tanah atau ke saluran pembuangan kota (Sabayang
dkk, 1996). Limbah padat yang berasal dari bangsal-bangsal, dapur, kamar operasi dan lain
sebagainya baik yang medis maupun non medis perlu dikelola sebaik-baiknya sehingga
kesehatan petugas, penderita dan masyarakat di sekitar rumah sakit dapat terhindar dari
kemungkinan-kemungkinan dampak pencemaran limbah rumah sakit tersebut (Sabayang dkk,
1996).

Pengolahan limbah pada dasarnya merupakan upaya mengurangi volume, konsentrasi atau
bahaya limbah, setelah proses produksi atau kegiatan, melalui proses fisika, kimia atau hayati.
Dalam pelaksanaan pengelolaan limbah, upaya pertama yang harus dilakukan adalah upaya
preventif yaitu mengurangi volume bahaya limbah yang dikeluarkan ke lingkungan yang
meliputi upaya mengunangi limbah pada sumbernya, serta upaya pemanfaatan limbah (Shahib,
1999).Program minimisasi limbah di Indonesia baru mulai digalakkan, bagi rumah sakit masih
merupakan hal baru, yang tujuannya untuk mengurangi jumlah limbah dan pengolahan limbah
yang masih mempunyainilai ekonomi (Shahib, 1999).

Berbagai upaya telah dipergunakan untuk mengungkapkan pilihan teknologi mana yang
terbaik untuk pengolahan limbah, khususnya limbah berbahaya antara lain reduksi limbah (waste
reduction), minimisasi limbah (waste minimization), pemberantasan limbah (waste abatement),
pencegahan pencemaran (waste prevention) dan reduksi pada sumbemya (source reduction)
(Hananto, 1999).

Reduksi limbah pada sumbernya merupakan upaya yang harus dilaksanakan pertama kali
karena upaya ini bersifat preventif yaitu mencegah atau mengurangi terjadinya limbah yang
keluar dan proses produksi. Reduksi limbah pada sumbernya adalah upaya mengurangi volume,

8
konsentrasi, toksisitas dan tingkat bahaya limbah yang akan keluar ke lingkungan secara
preventif langsung pada sumber pencemar, hal ini banyak memberikan keuntungan yakni
meningkatkan efisiensi kegiatan serta mengurangi biaya pengolahan limbah dan pelaksanaannya
relatif murah (Hananto, 1999). Berbagai cara yang digunakan untuk reduksi limbah pada
sumbernya adalah (Arthono, 2000) :

1. House Keeping yang baik, usaha ini dilakukan oleh rumah sakit dalam menjaga
kebersihan lingkungan dengan mencegah terjadinya ceceran, tumpahan atau kebocoran
bahan serta menangani limbah yang terjadi dengan sebaik mungkin.
2. Segregasi aliran limbah, yakni memisahkan berbagai jenis aliran limbah menurut jenis
komponen, konsentrasi atau keadaanya, sehingga dapat mempermudah, mengurangi
volume, atau mengurangi biaya pengolahan limbah.
3. Pelaksanaan preventive maintenance, yakni pemeliharaan/penggantian alat atau bagian
alat menurut waktu yang telah dijadwalkan.
4. Pengelolaan bahan (material inventory), adalah suatu upaya agar persediaan bahan selalu
cukup untuk menjamin kelancaran proses kegiatan, tetapi tidak berlebihan sehiugga tidak
menimbulkan gangguan lingkungan, sedangkan penyimpanan agar tetap rapi dan
terkontrol.
5. Pengaturan kondisi proses dan operasi yang baik: sesuai dengan petunjuk
pengoperasian/penggunaan alat dapat meningkatkan efisiensi.
6. Penggunaan teknologi bersih yakni pemilikan teknologi proses kegiatan yang kurang
potensi untuk mengeluarkan limbah B3 dengan efisiensi yang cukup tinggi, sebaiknya
dilakukan pada saat pengembangan rumah sakit baru atau penggantian sebagian unitnya.

Kebijakan kodifikasi penggunaan warna untuk memilah-milah limbah di seluruh rumah sakit
harus memiliki warna yang sesuai, sehingga limbah dapat dipisah-pisahkan di tempat
sumbernya, perlu memperhatikan hal-hal berikut (Haryanto, 2001) :

1. Bangsal harus memiliki dua macam tempat limbah dengan dua warna, satu untuk limbah
klinik dan yang lain untuk bukan klinik.
2. Semua limbah dari kamar operasi dianggap sebagai limbah klinik.
3. Limbah dari kantor, biasanya berupa alat-alat tulis, dianggap sebagai limbah klinik.

9
4. Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah klinik dan
perlu dinyatakan aman sebelum dibuang.

Beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan kodifikasi dengan warna
yang menyangkut hal-hal berikut (Sundana, 2000) :

1. Pemisahan limbah

 Limbah harus dipisahkan dari sumbernya


 Semua limbahberesiko tinggi hendaknya diberi label jelas
 Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda, yang menunjukkan
ke mana plastik harus diangkut untuk insinerasi atau dibuang. Di beberapa negara,
kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai ganti dapat digunakan kantung kertas yang
tahan bocor (dibuat secara lokal sehingga dapat diperoleh dengan mudah). Kantung
kertas ini dapat ditempeli dengan strip berwarna, kemudian ditempatkan di tong dengan
kode warna dibangsal dan unit-unit lain.

No. Kategori Warna Kontainer/ Lambang Keterangan


Kantong Plastik
1. Radioaktif Merah Kantong boks
timbal dengan
simbol radioaktif

2. Sangat Infeksius Kuning Kantong plastik


kuat, anti bocor,
atau kontainer yang
dapat disterilisasi
dengan
Otoklaf

10
3. Limbah Kuning Kantong plastik
Infeksius, kuat dan anti
patologi dan bocor, atau
anatomi kontainer
4. Sitotoksis Ungu Kontainer plastik
kuat dan anti
Bocor

5. Limbah kimia Coklat - Kantong


dan plastikatau
farmasi kontainer

2. Penyimpanan limbah

 Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah berisi 2/3 bagian. Kemudian
diikat bagian atasnya dan diberi label yang jelas
 Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga kalau dibawa mengayun
menjauhi badan, dan diletakkan di tempat-tempat tertentu untuk dikumpulkan
 Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan warna yang
samatelah dijadikan satu dan dikirim ke tempat yang sesuai
 Kantung harus disimpan di kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan perusak
sebelum diangkut ke tempat pembuangannya

3. Penanganan limbah

 Kantung-kantung dengan kode warna hanya boleh diangkut bila telah ditutup
 Kantung dipegang pada lehernya
 Petugas harus mengenakan pakaian pelindung, misalnya dengan memakai sarung tangan
yang kuat dan pakaian terusan (overal), pada waktu mengangkut kantong tersebut
 Jika terjadi kontaminasi diluar kantung diperlukan kantung baru yang bersih untuk
membungkus kantung baru yang kotor tersebut seisinya (double bagging)

11
 Petugas diharuskan melapor jika menemukan benda-benda tajam yang dapat
mencederainya di dalma kantung yang salah
 Tidak ada seorang pun yang boleh memasukkan tangannya kedalam kantung limbah

4. Pengangkutan limbah

Kantung limbah dikumpulkan dan seklaigus dipisahkan menurut kode warnanya.Limbah


bagian bukan klinik misalnya dibawa ke kompaktor, limbah bagian klinik dibawa ke
insinerator.Pengankutan dengan kendaran khusus (mungkin ada kerjasama dengan Dinas
Pekerjaan Umum) kendaraan yang digunakan untuk mengankut limbah tersebut sebaiknya
dikosongkan dan dibersihkan tiap hari, kalau perlu (misalnya bila ada kebocoran kantung
limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.

5. Pembuangan limbah

Setelah dimanfaatkan dengan kompaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang ditempat
penimbunan sampah (land-fill site), limbah klinik harus dibakar (insinerasi), jika tidak mungkin
harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang pada hari yang sama
sehingga tidak sampai membusuk.

Kemudian mengenai limbah gas, upaya pengelolaannya lebih sederhana dibanding


dengan limbah cair, pengelolaan limbah gas tidak dapat terlepas dari upaya penyehatan ruangan
dan bangunan khususnya dalam memelihara kualitas udara ruangan (indoor) yang antara lain
disyaratkan agar (Agustiani dkk, 2000) :

 Tidak berbau (terutania oleh gas H2S dan Anioniak);


 ·Kadar debu tidak melampaui 150 Ug/m3 dalam pengukuran rata-rata selama 24 jam.
 ·Angka kuman. Ruang operasi : kurang dan 350 kalori/m3 udara dan bebas kuman padao
gen (khususnya alpha streptococus haemoliticus) dan spora gas gangrer. Ruang
perawatan dan isolasi : kurang dan 700 kalorilm3 udara dan bebas kuman patogen. Kadar
gas dan bahan berbahaya dalam udara tidak melebihi konsentrasi maksimum yang telah
ditentukan.

12
BAB IV
PENGOLAHAN LIMBAH

4.1. Pengolahan Limbah Medis dengan Insenerasi

Limbah medis termasuk dalam kategori limbah berbahaya dan beracun (LB3) sesuai
dengan PP 18 thn 1999 jo PP 85 thn 1999 lampiran I daftar limbah spesifik dengan kode limbah
D 227. Dalam kode limbah D227 tersebut disebutkan bahwa limbah rumah sakit dan limbah
klinis yang termasuk limbah B3 adalah limbah klinis, produk farmasi kadaluarsa, peralatan
laboratorium terkontaminasi, kemasan produk farmasi, limbah laboratorium, dan residu dari
proses insinerasi.

Dalam pengelolaan limbah padatnya, rumah sakit diwajibkan melakukan pemilahan


limbah dan menyimpannya dalam kantong plastik yang berbeda beda berdasarkan karakteristik
limbahnya. Limbah domestik di masukkan kedalam plastik berwarna hitam, limbah infeksius
kedalam kantong plastik berwarna kuning, limbah sitotoksic kedalam warna kuning, limbah
kimia/farmasi kedalam kantong plastik berwarna coklat dan limbah radio aktif kedalam kantong
warna merah. Disamping itu rumah sakit diwajibkan memiliki tempat penyimpanan sementara
limbahnya sesuai persyaratan yang ditetapkan dalam Kepdal 01 tahun 1995. Pengelolaan limbah
infeksius dengan menggunakan incinerator harus memenuhi beberapa persyaratan seperti yang
tercantum dalam Keputusan Bapedal No 03 tahun 1995. Peraturan tersebut mengatur tentang
kualitas incinerator dan emisi yang dikeluarkannya. Incinerator yang diperbolehkan untuk
digunakan sebagai penghancur limbah B3 harus memiliki efisiensi pembakaran dan efisiensi
penghancuran / penghilangan (Destruction Reduction Efisience) yang tinggi.

Keuntungan menggunakan incinerator adalah dapat mengurangi volume sampah, dapat


membakar beberapa jenis sampah termasuk sampah B3 (toksik menjadi non toksik, infeksius
menjadi non infeksius), lahan yang dibutuhkan relatif tidak luas, pengoperasinnya tidak
tergantung pada iklim, dan residu abu dapat digunakan untuk mengisi tanah yang rendah.
Sedangkan kerugiannya adalah tidak semua jenis sampah dapt dimusnahkan terutama sampah
dari logam dan botol, serta dapat menimbulkan pencemaran udara bila tidak dilengkapi dengan
pollution control berupa cyclon (udara berputar) atau bag filter (penghisap debu). Hasil

13
pembakaran berupa residu serta abu dikeluarkan dari incinerator dan ditimbun dilahan yang
rendah. Sedangkan gas/pertikulat dikeluarkan melalui cerobong setelah melalui sarana pengolah
pencemar udara yang sesuai.

4.1.1. Proses Insinerator :

Insinerator dilengkapi mesin pembakar dengan suhu tinggi yang dalam waktu relative singkat
mampu membakar habis semua sampah tersebut hingga menjadi abu. Pembakaran sampah ini
digunakan dengan sistem pembakaran bertingkat (double chamber), sehingga emisi yang melalui
cerobong tidak berasap dan tidak berbau, dan menggunakan sitem cyclon yang pada akhirnya
hasil pembakaran tidak memberikan pengaruh polusi pada lingkungan.

1. Ruang Bakar Utama :

Dalam ruang bakar utama proses karbonisasi dilakukan dengan “ defisiensi udara “ dimana
udara yang dimasukkan didistribusikan dengan merata kedasar ruang bakar untuk membakar
karbon sisa. Gas buang yang panas dari pembakaran, keluar dari sampah dan naik memanasinya
sehingga mengasilkan pengeringan dan kemudian membentuk gas-gas karbonisasi.Sisa padat
dari pembentukan gas ini yang sebagian besar terdiri atas karbon, dibakar selama pembakaran
normal dalam waktu pembakaran.Pada ruang bakar ini secara terkontrol dengan suhu 800 –
1.0000C dengan sistem close loop sehingga pembakaran optimal. Distribusi udara terdiri dari
sebuah blower radial digerakan langsung dengan impeller, dengan casing almunium dan motor
listrik, lubang masuk udara dari pipa udara utama didistribusikan ke koil.

2. Ruang Bakar Tingkat Kedua :

Ruang bakar tingkat kedua dipasang diatas ruang bakar utama dan terdiri dari ruang
penyalaan dan pembakaran, berfungsi membakar gas-gas karbonisasi yang dihasilkan dari dalam
ruang bakar utama. Gas karbonisasi yang mudah terbakar dari ruang bakar utama dinyalakan
oleh Burner Ruang Bakar Dua, kemudian dimasukan udara pembakar, maka gas-gas karbonisasi
akan terbakar habis.

14
Selama siklus pembakaran bahan bakar yang mudah terbakar dari gas karbonisasi suhunya cukup
tinggi untuk penyalaan sendiri, dan ketika karbonisasi selesai maka Ruang Bakar Dua Bekerja
seperti sebuah after burner, yaitu mencari, gas-gas yang belum terbakar kemudian membawanya
kedalam temperatur lebih tinggi sehingga terbakar sampai habis, dimana suhunya mencapai
1.100 0C dengan sistem close loop sehingga optimal. Pemasukan sampah ke ruang pembakaran
dilakukan secara manual atau menggunakan lift conveyor.

3. Panel Kontrol Digital :

Diperlukan suatu panel kontrol digital dalam operasionalnya untuk setting suhu minimum
dan maksimum didalam ruang pembakaran dan dapat dikontrol secara “ automatic“ dengan
sistem close loop. Pada panel digital dilengkapi dengan petunjuk suhu, pengatur waktu
(digunakan sesuai kebutuhan), dan dilengkapi dengan tombol pengendali “burner dan “blower”
dengan terdapatnya lampu isyarat yang memadai dan memudahkan operasi.

4. Cerobong Cyclon :

Cerobong cyclon dipasang setelah ruang bakar dua, yang bagian dalamnya dilengkapi water
spray berguna untuk menahan debu halus yang ikut terbang bersama gas buang, dengan cara gas
buang yang keluar dari Ruang Bakar Dua dimasukan melalui sisi dinding atas sehingga terjadi
aliran siklon di dalam cerobong,. Gas buang yang berputar didalam cerobong siklon akan
menghasilkan gaya sentripetal, sehingga abu yang berat jenisnya lebih berat dari gas buang akan
terlempar kedinding cerobong siklon. Dengan cara menyemburkan butiran air yang halus
kedinding, maka butiran-butiran abu halus tersebut akan turun kebawah bersama air yang
disemburkan dan ditampung dalam bak penampung. Bak penampung dapat dirancang tiga sekat,
dimana pada sekat pertama berfungsi mengendapkan abu halus, pada bak selanjutnya air abu
akan disaring, dan air ditampung dan didinginkan pada sekat ketiga, siap untuk dipompakan ke
cerobong siklon kembali.

5. Burner dan Blower :

Insinerator dilengkapi dengan 2 sistem pembakaran yang dikendalikan secara otomatis. Burner
yang digunakan dapat menghasilkan panas dengan cepat, serta dilengkapi dengan blower untuk

15
mempercepat proses pembakaran hingga mampu menghasilkan panas yang tinggi. Abu
pembakaran yang terjadi dalam tungku pembakar utama akan terkumpul dalam ruang pengumpul
abu, dimana abu tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pencampur pembuatan bataco sedangkan
panas yang dihasilkan pembakaran dari ruang bakar dua dapat dimanfaatkan sebagai pemanas,
dengan tambahan unit coverter energi pembangkit yang akan menghasilkan listrik. Perlu
diperhatikan untuk menunjang pembakaran sempurna yaitu pengumpanan sampah ke ruang
bakar harus sesuai prosedur pengoperasian.Dengan demikian, ratio udara dan bahan bakar
sampah dapat tercampur secara homogen, sehingga pembakaran sampah secara sempurna dapat
dilaksanakan dengan baik. Dengan pembakaran sampah secara sempurna temperatur operasi
relatif lebih tinggi, relatif lebih kecil hidrokarbon yang lolos ke luar cerobong, dan asap berwana
bening, sehingga emisi dari gas buang tersebut ramah terhadap lingkungan.

4.2. Pengolahan Limbah Cair


Limbah rumah sakit mengandung bermacam-macam mikroorganisme, bahan-bahan
organik dan an-organik. Beberapa contoh fasilitas atau Unit Pengelolaan Limbah (UPL) di
rumah sakit antara lain sebagai berikut:
1) Kolam Stabilisasi Air Limbah (Waste Stabilization Pond System)
Sistem pengelolaan ini cukup efektif dan efisien kecuali masalah lahan, karena kolam
stabilisasi memerlukan lahan yang cukup luas; maka biasanya dianjurkan untuk rumah sakit di
luar kota (pedalaman) yang biasanya masih mempunyai lahan yang cukup. Sistem ini terdiri dari
bagian-bagian yang cukup sederhana yakni :
1. Pump Swap (pompa air kotor).
2. Stabilization Pond (kolam stabilisasi) 2 buah.
3. Bak Klorinasi
4. Control room (ruang kontrol)
5. Inlet
6. Incinerator antara 2 kolam stabilisasi
7. Outlet dari kolam stabilisasi menuju sistem klorinasi.

(2) Kolam oksidasi air limbah (Waste Oxidation Ditch Treatment System)

16
Sistem ini terpilih untuk pengolahan air limbah rumah sakit di kota, karena tidak
memerlukan lahan yang luas. Kolam oksidasi dibuat bulat atau elips, dan air limbah dialirkan
secara berputar agar ada kesempatan lebih lama berkontak dengan oksigen dari udara (aerasi).
Kemudian air limbah dialirkan ke bak sedimentasi untuk mengendapkan benda padat dan
lumpur. Selanjutnya air yang sudah jernih masuk ke bak klorinasi sebelum dibuang ke selokan
umum atau sungai. Sedangkan lumpur yang mengendap diambil dan dikeringkan padaSludge
drying bed (tempat pengeringan Lumpur). Sistem kolam oksidasi ini terdiri dari :
1. Pump Swap (pompa air kotor)
2. Oxidation Ditch (pompa air kotor)
3. Sedimentation Tank (bak pengendapan)
4. Chlorination Tank (bak klorinasi)
5. Sludge Drying Bed ( tempat pengeringan lumpur, biasanya 1-2 petak).
6. Control Room (ruang kontrol)

3) Anaerobic Filter Treatment System


Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik melalui filter/saringan, air
limbah tersebut sebelumnya telah mengalami pretreatment dengan septic tank (inchaff
tank). Proses anaerobic filter treatment biasanya akan menghasilkan effluent yang mengandung
zat-zat asam organik dan senyawa anorganik yang memerlukan klor lebih banyak untuk proses
oksidasinya. Oleh sebab itu sebelum effluent dialirkan ke bak klorida ditampung dulu di bak
stabilisasi untuk memberikan kesempatan oksidasi zat-zat tersebut di atas, sehingga akan
menurunkan jumlah klorin yang dibutuhkan pada proses klorinasi nanti.
Sistem Anaerobic Treatment terdiri dari komponen-komponen antara lain sebagai berikut :
1. Pump Swap (pompa air kotor)
2. Septic Tank (inhaff tank)
3. Anaerobic filter.
4. Stabilization tank (bak stabilisasi)
5. Chlorination tank (bak klorinasi)
6. Sludge drying bed (tempat pengeringan lumpur)
7. Control room (ruang kontrol)

17
Sesuai dengan debit air buangan dari rumah sakit yang juga tergantung dari besar kecilnya rumah
sakit, atau jumlah tempat tidur, maka kontruksi Anaerobic Filter Treatment System dapat
disesuaikan dengan kebutuhan tersebut, misalnya:
a) Volume septic tank
b) Jumlah anaerobic filter
c) Volume stabilization tank
c) Volume stabilization tank
d) Jumlah chlorination tank
e) Jumlah sludge drying bed
f) Perkiraan luas lahan yang diperlukan

4.3. Ozonisasi Limbah cair rumah sakit

Limbah cair yang berasal dari berbagai kegiatan laboratorium, dapur, laundry, toilet, dan lain
sebagainya dikumpulkan pada sebuah kolam equalisasi lalu dipompakan ke tangki reaktor untuk
dicampurkan dengan gas ozon. Gas ozon yang masuk dalam tangki reaktor bereaksi
mengoksidasi senyawa organik dan membunuh bakteri patogen pada limbah cair (Harper, 1986).

Limbah cair yang sudah teroksidasi kemudian dialirkan ke tangki koagulasi untuk
dicampurkan koagulan. Lantas proses sedimentasi pada tangki berikutnya. Pada proses ini,
polutan mikro, logam berat dan lain-lain sisa hasil proses oksidasi dalam tangki reaktor dapat
diendapkan (Harper, 1986).

Selanjutnya dilakukan proses penyaringan pada tangki filtrasi. Pada tangki ini terjadi proses
adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat pollutan yang terlewatkan pada proses koagulasi. Zat-
zat polutan akan dihilangkan permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif
ini sudah jenuh, atau tidak mampu lagi menyerap maka proses penyerapan akan berhenti, dan
pada saat ini karbon aktif harus diganti dengan karbon aktif baru atau didaur ulang dengan cara
dicuci. Air yang keluar dari filter karbon aktif untuk selanjutnya dapat dibuang dengan aman ke
sungai (Harper, 1986).

Ozon akan larut dalam air untuk menghasilkan hidroksil radikal (-OH), sebuah radikal bebas
yang memiliki potential oksidasi yang sangat tinggi (2.8 V), jauh melebihi ozon (1.7 V) dan

18
chlorine (1.36 V). Hidroksil radikal adalah bahan oksidator yang dapat mengoksidasi berbagai
senyawa organik (fenol, pestisida, atrazine, TNT, dan sebagainya).Sebagai contoh, fenol yang
teroksidasi oleh hidroksil radikalakan berubah menjadi hydroquinone, resorcinol, cathecol untuk
kemudian teroksidasi kembali menjadi asam oxalic dan asam formic, senyawa organik asam
yang lebih kecil yang mudah teroksidasi dengan kandungan oksigen yang di sekitarnya. Sebagai
hasil akhir dari proses oksidasi hanya akan didapatkan karbon dioksida dan air (Harper, 1986).
Hidroksil radikal berkekuatan untuk mengoksidasi senyawa organik juga dapat dipergunakan
dalam proses sterilisasi berbagai jenis mikroorganisma, menghilangkan bau, dan menghilangkan
warna pada limbah cair. Dengan demikian akan dapat mengoksidasi senyawa organik serta
membunuh bakteri patogen, yang banyak terkandung dalam limbah cair rumah sakit (Wilson,
1986). Pada saringan karbon aktif akan terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat
yang akan diserap oleh permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini
sudah jenuh, proses penyerapan akan berhenti. Maka, karbon aktif harus diganti baru atau didaur
ulang dengan cara dicuci (Wilson, 1986).

Dalam aplikasi sistem ozonisasi sering dikombinasikan dengan lampu ultraviolet atau
hidrogen peroksida.Dengan melakukan kombinasi ini akan didapatkan dengan mudah hidroksil
radikal dalam air yang sangat dibutuhkan dalam proses oksidasi senyawa organik. Teknologi
oksidasi ini tidak hanya dapat menguraikan senyawa kimia beracun yang berada dalam air, tapi
juga sekaligus menghilangkannya sehingga limbah padat (sludge) dapat diminimalisasi hingga
mendekati 100%. Dengan pemanfaatan sistem ozonisasi ini dapat pihak rumah sakittidak hanya
dapat mengolah limbahnya tapi juga akan dapat menggunakan kembali air limbah yang telah
terproses (daur ulang). Teknologi ini, selain efisiensi waktu juga cukup ekonomis, karena tidak
memerlukan tempat instalasi yang luas (Wilson, 1986).

Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak positif bagi
masyarakat sekitarnya, tetapi juga mungkin dampak negatif. Dampak negatif itu berupa cemaran
akibat proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa pengelolaan yang benar. Pengelolaan
limbah rumah sakityang tidak baik akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan
penularan penyakit darin pasien ke pekerja, dari pasien ke pasien dari pekerja ke pasien maupun
dari dan kepada masyarakat pengunjung rumah sakit. Oleh sebab itu untuk menjamin
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja maupun orang lain yang berada di lingkungan rumah

19
sakit dana sekitarnya, perlu penerapan kebijakan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja, dengan melaksanakan kegiatan pengelolaan dan monitoring limbah rumah sakitsebagai
salah astu indikator penting yang perlu diperhatikan. Rumah sakit sebagai institusi yang
sosioekonomis karena tugasnya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, tidak
terlepas dari tanggung jawab pengelolaan limbah yang dihasilkan (Wilson, 1986).

4.4. Pengolahan Limbah Rumah Sakit Sederhana

Rumah sakit yang besar mungkin mampu membeli insinerator sendiri.insinerator


berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300 – 1500o C atau lebih tinggi dan
mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang dihasilkan untuk kebutuhan energi rumah
sakit. Suatu rumah sakit dapat pula memperoleh penghasilan tambahan dengan melayani
insinerasi limbah rumah sakityang berasal dari rumah sakitlain. Insinerator modern yang baik
tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara lain kemampuannya menampung limbah klinik
maupun bukan klinik, termasuk benda tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai (Rostiyanti
dan Sulaiman, 2001).

Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan ditanam.
Langkah-langkah pengapuran (liming) tersebut meliputi yang berikut (Djoko, 2001)

 Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter.


 ·Tebarkan limbah klinik didasar lubang sampai setinggi 75 cm.
 ·Tambahkan lapisan kapur.
 ·Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditambahkan sampai ketinggian
0,5 meter dibawah permukaan tanah.
 ·Akhirnya lubang tersebut harus dituutup dengan tanah.

20
BAB V
HAMBATAN DAN PERMASALAHAN

5.1. Hambatan atau Permasalahan


1. Sarana penunjang dalam pengelolaan limbah seperti mesin pompa air limbah sering
mengalami kerusakan, media didalam aerob tank (rumpon) mengalami kerusakan,
kemudian juga seringnya terjadi kerusakan pada perpipaan.
2. Alat FBK 10 dan FBK 20 didalam pemeliharaannya sangat rumit, dan juga alat tersebut
kurang bagus.
3. Kurang sadarnya masyarakat tentang pentingnya kebersihan di lingkungan rumah sakit

5.2. Dampak Limbah Rumah Sakit Terhadap Lingkungan dan Kesehatan

Dampak limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat menimbulkan
berbagai masalah seperti:

1. Gangguan kenyamanan dan estetika, berupa warna yang berasal dari sedimen, larutan,
bau phenol, eutrofikasi dan rasa dari bahan kimia organik.
2. Kerusakan harta benda, dapat disebabkan oleh garam-garam yang terlarut (korosif,
karat), air yang berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan kualitas bangunan di
sekitar rumah sakit.
3. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang, dapat disebabkan oleh virus, senyawa
nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrien tertentu dan fosfor.
4. Gangguan terhadap kesehatan manusia, dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri,
virus, senyawa-senyawa kimia, pestisida, serta logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal
dari bagian kedokteran gigi.
5. Gangguan genetik dan reproduksi

Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti, namun beberapa
senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan sistem reproduksi manusia
misalnya pestisida, bahan radioaktif.

21
5.2. Solusi Dalam mengatasi hambatan dan permasalahan
1. Adanya upaya pemeliharaan berkala terhadap pompa air limbah, dan juga perpipaan.
2. Penggantian rumpon secara rutin bila mengalami kerusakan
3. Adanya upaya penggantian FBK 10 dan FBK 20 menjadi Ring Blowers yakni kipas
arang dengan kekuatan terendah 1,5 KW dan tertinggi 3,7 KW, karena selain lebih
bagus, alat tersebut lebih mudah perawatannya, dan juga uji kualitas lebih bagus dengan
menggunakan alat Ring Blowers.
4. Pembuatan treatment di bak pengendapan agar limbah rumah sakit tidak melebihi batas
syarat.
5. Diadakan penyuluhan kepada masyarakat akan arti pentingnya kebersihan dan
kesehatan dilingkungan rumah sakit.
6. Untuk membantu supaya pengelolaan limbah dapat berlangsung dengan baik maka
dibutuhkan kerjasama dengan instansi-instansi terkait lainnya yang berperan sebagai
penghasil/sumber limbah, yakni dengan penyuluhan-penyuluhan terhadap seluruh
karyawan di instansi lain.

22

Anda mungkin juga menyukai