PEMANFAATAN ENZIM
Disusun oleh:
Kelompok 1 TBK 2014
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN RI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN INDUSTRI
POLITEKNIK ATK
YOGYAKARTA
2017
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL....i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL v
INTISARI vi
BAB I. PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Tujuan 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Manfaat Enzim 3
Sumber-Sumber Enzim 4
Produksi Enzim Bakterial 6
Produksi Enzim Tanaman 7
Pengukuran Aktivitas Enzim 9
Materi 12
Metode 12
PemanfaatanEnzim 33
BAB V. KESIMPULAN 38
DAFTAR PUSTAKA 39
3
4
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.Pengujian Protein Terlarut 32
Gambar 2.Papain pada Bulu 34
Gambar 3. Bulu dengan Aquadest 34
Gambar 4.Daging dengan Aquadest34
Gambar 5.Bromelin pada Daging 36
Gambar 6.Enzim Bakterial pada Bulu (Bakteri KM) 37
Gambar 7. Enzim Bakterial pada Bulu (Bakteri KT)
38
Gambar 8. Enzim Bakterial pada Daging (Bakteri KM)
...38
Gambar 9. Enzim Bakterial pada Daging (Bakteri KT)
38
5
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Sumber Enzim Bakterial 5
Tabel 2. Sumber Protease Tanaman..............................6
Tabel3. Hasil UV-Vis Spectrophotometer Pengujian Aktivitas Enzim 20
Tabel4. Hasil UV-Vis Spectrophotometer Pengujian Aktivitas Enzim Spesifik
21
Tabel5. Perhitungan Aktivitas Enzim Protease 23
Tabel6. Perhitungan Protein Terlarut 24
Tabel7. Perhitungan Aktivitas Enzim Spesifik 25
6
PEMANFAATAN ENZIM PROTEASE PADA BUAH PEPAYA,
NANAS, DAN BAKTERI (KM DAN KT) UNTUK MELUNAKKAN
DAGING DAN DEGRADASI PADA BULU AYAM
Aqif Syaiful M, Dhessy Primasari, Ega Holiyan M.L, Rilla Kurnia Rosa,
Rinta Ariyani, Vivi Winda Sari
INTISARI
Kata kunci : enzim tanaman, enzim bakterial, aktivitas enzim, pemanfaatan enzim
7
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
1
2
Tujuan
Tujuan intruksional umum praktikum ini adalah mahasiswa mampu dan
terampil melakukan praktikum Pemanfaatan Enzim.Tujuan intruksional khusus
praktikum Pemanfaatan Enzim ini adalah mahasiswa mampu dan memahami
urutan proses mulai dari sterilisasi alat dan bahan, pembuatan media, hingga
produksi enzim bakterial dan tanaman, serta pengukuran aktivitas enzim
beserta pemanfaatannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Manfaat Enzim
3
4
Sumber Enzim
variasi musim, konsentrasi rendah dan biaya proses yang tinggi. Sedangkan
yang diperoleh dari hasil samping industri daging, mungkin persediaan
enzimnya terbatas dan ada persaingan dengan pemanfaatan lain. Sekarang jelas
bahwa banyak dari sumber enzim yang tradisional ini tidak memenuhi syarat
untuk mencukupi kebutuhan enzim masa kini. Oleh karena itu, peningkatan
sumber enzim sedang dilakukan yaitu dari mikroba penghasil enzim yang
sudah dikenal atau penghasil enzim-enzim baru lainnya (Aya, 1977).
Program pemilihan produksi enzim sangat rumit, dan dalam hal tertentu
jenis kultivasi yang digunakan akan menentukan metode seleksi galur. Telah
ditunjukkan bahwa galur tertenttu hanya akan menghasilkan konsentrasi enzim
yang tinggi pada permukaan atau media padat, sedangkan galur yang lain
memberi respon pada teknik kultivasi terbenam (submerged), jadi teknik
seleksi harus sesuai dengan proses akhir produksi komersial (Aya, 1977).
4. Konsentrasi enzim
Pada reaksi dengan konsentrasi enzim yang jauh lebih sedikit daripada
substrat, penambahan enzim akan meningkatkan laju reaksi. Peningkatan
laju reaksi ini terjadi secara linier. Akan tetapi, jika konsentrasi enzim dan
substrat sudah seimbang, laju reaksi akan relative konstan (Firmansyah et
al, 2007).
5. Konsentrasi substrat
Penambahan konsentrasi substrat pada reaksi yang dikatalis oleh enzim
awalnya akan meningkatkan laju reaksi. Akan tetapi, setelah konsentrasi
substrat dinaikkan lebih lanjut, laju reaksi akan mencapai titik jenuh,
penambahan kembali konsentrasi substrat tidak berpengaruh terhadap laju
reaksi. Pada keadaan laju reaksi jenuh oleh konsentrasi substrat,
penambahan konsentrasi enzim dapat meningkatkan laju reaksi.
Peningkatan laju reaksi oleh peningkatan konsentrasi enzim akan
meningkatkan laju reaksi hingga terbentuk titik jenuh baru (Firmansyah et
al, 2007).
6. Zat Penghambat
Kerja enzim dapat dihambat oleh zat penghambat atau inhibitor.Terdapat
dua jenis inhibitor, yaitu inhibitor kompetitif dan inhibitor nonkompetitif.
Inhibitor kompetitif menghambat kerja enzim dengan cara berikatan
dengan enzim pada sisi aktifnya. Oleh karena itu, inhibitor ini bersaing
dengan substrat menempati sisi aktif enzim.Hal ini terjadi karena inhibitor
memiliki struktur yang mirip dengan substrat.Enzim yang telah berikatan
dengan inhibitor tidak dapat menjalankan fungsinga sebagai
biokatalisator.Berbeda dengan inhibitor kompetitif, inhibitor non
kompetitif tidak bersaing dengan substrat untuk berikatan dengan enzim.
Inhibitor jenis ini akan berikatan dengan enzim pada sisi yang berbeda
(bukan sisi aktif). Jika telah terjadi ikatan enzim inhibitor, sisi aktif enzim
akan berubah sehingga substrat tidak dapat berikatan dengan enzim.
Banyak ion logam berat bekerja sebagai inhibitor nonkompetitif, misalnya
Ag+, Hg+, dan Pb+ (Firmansyah et al, 2007).
11
BAB III
MATERI DAN METODE
Materi
Metode
Sterilisasi
Metode yang dilakukan pertama-tama yaitu membersihkan meja yang
akan digunakan untuk praktikum dengan mengelapnya dengan alkohol
menggunakan kapas. Kemudian semua alat yang akan disterilkan dicuci dan
dibilas dengan alkohol. Selanjutnya tabung reaksi dan erlenmeyer di sumbat
dengan kapas lalu dibungkus dengan kertas perkamen.Untuk cawan petri juga
dibungkus dengan kertas perkamen. Setelah semua alat telah siap selanjutnya
adalah Mempersiapkan autoklaf yang akan dipakai dengan mengecek air pada
angsang(sudah mencapai angsang apa belum), kemudian memasukkan
peralatan yang akan disterilkan kedalam autoklaf dengan rapi dan menutup
autoklaf kuat-kuat secara merata. Setelah sudah siap membuka tutup pengaman
autoklaf lalu memanaskan autoklaf dan menunggu sampai katup pengaman
11
12
Media
Metode yang dilakukan ada tiga yaitu pembuatan stok media nutrient,
dengan cara ditambah 1 gram pepton, 1 gram meat extract, dan 0,5 gram NaCl
dalam 100 ml aquadest lalu dihomogenkan dengan mengaduk sambil
dipanaskan sampai mendidih. Metode kedua yakni pembuatan media uji zona
bening, dengan caramenambahkan 10% stok media nutrient, 3 gram agar
dalam 100 ml aquadest, kemudian dihomogenkan dengan mengaduk sambil
dipanaskan sampai mendidih lalu dilakukan sterilisasi dengan autoklaf selama
20 menit. Setelah sterilisasi selesai media tadi ditambahkan 1,5% skim milk
dan homogenkan, ditunggu sampai hampir segar, tuangkan ke dalam cawan
petri dan media agar yang telah padat siap digunakan. Metode ketiga adalah
pembutan media produksi enzim, dengan langkah sebagai berikut:
Memanaskan media nutrien sampai mendidih. Selanjutnya ditambahkan 3%
subtrat (skim milk) dalam media nutrien hingga homogen ditunggu sampai
dingin dan media siap untuk digunakan.
Uji Protease
Praktikum uji protease ini dilakukan dengan cara mengambil 50 ml stok
nutrient yang ditambahkan dengan 1 gram agar lalu disterilisasi dengan
autoklaf selama 20 menit. Setelah waktu tercapai kemudian ditambah dengan 1
gram skim milk dan homogenkan. Lalu dituangkan dalam cawan petri,ditunggu
sampai padat.Selanjutnya menggores 1 ose bakteri ke agar pada cawan petri.
13
Pemanfaatan Enzim
Enzim dituang dalam tabung sentrifuge 10 ml. Disentrifuge dengan
kecepatan 4000rpm selama 20 menit lalu diambil 10 ml enzim ke dalam toples
kecil. Ditambah dengan daging/bulu. Setelah siap kemudian di shaker dengan
kecepetan 100 rpm selama 24 jam.
medium cair (100% stok media nutrient) sebanyak 50 ml dan diinkubasi dalam
shaker 120 rpm overnight. Produksi enzim ditandai dengan perubahan menjadi
kuning. Untuk Pemisahan isolate dengan enzim ekstraseluler dilakukan dengan
sentrifuge kecepatan 4000 rpm selama 20 menit. Supernatant yang diperoleh
merupakan sumber enzim kasar yang dapat diukur aktivitas
enzimnya.Selanjutnya Enzim yang diperoleh diukur aktifitas enzimnya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
17
milk agar adalah 5 gram kasein, 2,5 gram ekstrak yeast, 1 gram skim milk agar,
1 gram glukosa, dan 10,5 gram agar.
Shaker dengan kecepatan 120 rpm selama 24 jam, yang berfungsi untuk
mengocok suatu campuran bahan kimia yang memerlukan temperatur dan
kecepatan (rpm) konstan. Larutan akan berubah warna dari keruh putih
menjadi kuning kecokelatan jika di dalam larutan tersebut terdapat bakteri.
Selanjutnya enzim dituangkan ke dalam tabung sentrifuge 10 ml, lalu
disentrifuge dengan kecepatan 3500 rpm selama 20 menit. Sentrifugeberfungsi
untuk memisahkan suatu larutan berdasarkan berat jenisnya.
Enzim Bromelin
Enzim Bromelin adalah enzim yang secara alami terdapat pada buah,
batang nanas, ataupun kulit nanas. Bromelin termasuk enzim proteolitik yang
membantu mencerna protein.Nanas mengandung proteolytic enzyme ebromelin
yang berfungsi mencernakan makanan dan melarutkan protein. Protein
bromelin memiliki potensi yang sama dengan papain yang ditemukan pada
pepaya yang dapat mencerna protein sebesar 1000 kali beratnya, sehingga
nanas bermanfaat sebagai penghancur lemak. Bromelin dapat membantu
melarutkan pembentukan mukus dan juga mempercepat pembuangan lemak
melalui ginjal. Bromelin juga memiliki asam sitrat dan malat yang penting dan
diperlukan untuk memperbaiki proses pembuangan lemak dan mangan, dan
menjadi komponen penting enzim tertentu yang diperlukan dalam metabolisme
protein dan karbohidrat.
Buah nanas mengandung enzim bromelin, (enzim protease yang dapat
menghidrolisa protein, protease atau peptide), sehingga dapat digunakan untuk
melunakkan daging. Enzim tersebut akan bekerja secara optimal tergantung
dari konsentrasi yang diberikan. Enzim bromelin mampu menguraikan serat-
serat daging, sehingga daging menjadi lebih empuk.
Proses pengempukan terjadi karena proteolisis pada berbagai fraksi
protein daging oleh enzim. Proteolisis kolagen menjadi hidroksiprolin
mengakibatkan shear force kolagen berkurang sehingga keempukan daging
19
Enzim Papain
Papain merupakan salah satu enzim proteolitik yang paling banyak
digunakan dalam industri.Enzim ini biasanya disintesis dari buah papaya. Buah
pepaya yang berumur 2,5~3 bulan disadap dan getahnya ditampung. Pada 1
(satu) buah pepaya dapat dilakukan 5 kali sadapan.Tiap sadapan menghasilkan
+ 20 gram getah. Getah dapat diambil setiap 4 hari dengan cara menggoreskan
buah tersebut dengan pisau (Winarno, 1992).
20
y 0,0604
b. X= 0,2012
c. R2 = 0,814
0.15
0.1
0.05
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
1 1
( 0,08720 ) ( 0,12430 )
10 10
= =
(0,66710) (0,66710)
0,00872 0,01243
= 0,6671 = 0,6671
3. UA BR 1 4. UA BR 2
1
( AspAbl ) 1
T ( AspAbl )
= T
( Ast Abl) =
( Ast Abl)
24
1 1
( 0,10400 ) ( 0,10360 )
10 10
= =
(0,66710) (0,66710)
0,01040 0,01036
= 0,6671 = 0,6671
5. UA KM 1 6. UA KM 2
1 1
( AspAbl ) ( AspAbl )
T T
= =
( Ast Abl) ( Ast Abl)
1 1
( 0,13720 ) ( 0,13660 )
10 10
= =
(0,66710) (0,66710)
0,01372 0,01366
= 0,6671 = 0,6671
7. UA PP 1 8. UA PP 2
1 1
( AspAbl ) ( AspAbl )
T T
= =
( Ast Abl) ( Ast Abl)
1 1
( 0,03560 ) ( 0,03260 )
10 10
= =
(0,66710) (0,66710)
0,00356 0,00326
= 0,6671 = 0,6671
0,2850,0604 0,2570,0604
= 0,2012 = 0,2012
0,2246 0,1966
= 0,2012 = 0,2012
0,28160,0604 0,24720,0604
= 0,2012 = 0,2012
0,2212 0,1868
= 0,2012 = 0,2012
0,24320,0604 0,33030,0604
= 0,2012 = 0,2012
0,1828 0,2699
= 0,2012 = 0,2012
0,15170,0604 0,15950,0604
= 0,2012 = 0,2012
0,0913 0,0991
= 0,2012 = 0,2012
U U
Aktivitas Enzim Protease ( ) Aktivitas Enzim Protease ( )
ml ml
mg mg
Protein Terlarut ( ) Protein Terlarut ( )
ml ml
0,0206 U
0,0205 ( )
= 1,0994 ml
= mg
= 0,0187 U/mg 0,9284( )
ml
= 0,0221 U/mg
3. KT 1 = 4. KT 2 =
U U
Aktivitas Enzim Protease ( ) Aktivitas Enzim Protease ( )
ml ml
mg mg
Protein Terlarut ( ) Protein Terlarut ( )
ml ml
27
U U
0,0131( ) 0,0186( )
ml ml
= mg = mg
1,1163 ( ) 0,9771( )
ml ml
U U
Aktivitas Enzim Protease ( ) Aktivitas Enzim Protease ( )
ml ml
mg mg
Protein Terlarut ( ) Protein Terlarut ( )
ml ml
U U
0,0156( ) 0,0196( )
ml ml
= mg = mg
0,9085( ) 1,3415( )
ml ml
U U
Aktivitas Enzim Protease ( ) Aktivitas Enzim Protease ( )
ml ml
mg mg
Protein Terlarut ( ) Protein Terlarut ( )
ml ml
U U
0,0053( ) 0,0049( )
ml ml
= mg = mg
0,4538( ) 0,4925( )
ml ml
sensitif 1000 kali dibandingkan reaksi Biuret sendiri. Dengan adanya Cu2+
dalam suasana basa, biuret akan membentuk kompleks berwarna ungu.
Dalam praktikum ini penetapan protein terlarut dilakukan dengan
metode lowry. Protein standar yang digunakan adalah BSA (Bovine Serum
Albumin) atau albumin serum sapi.Albumin merupakan salah satu jenis protein
globuler yang larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas (Winarno, 1989).
BSA dalam praktikum ini berfungsi untuk membuat kurva standar. BSA
digunakan karena stabilitas untuk meningkatkan sinyal dalam tes, kurangnya
efek dalam reaksi biokimia, dan biaya rendah, karena jumlah besar maka dapat
segera dimurnikan dari darah sapi, produk sampingan dari industri ternak.
Larutan standar yang digunakan untuk penetapan protein terlarut
sebanyak 24 larutan standar dan 8 sample. Penambahan Reagen C (campuran
larutan Na2CO3 2% (dalam NaOH 0,1 N) dan larutan CuSO4.5H2O 0,5%
(dalam Na/K-tartat 1%) yang selalu dalam keadaan segar (Lehninger,
1998).Larutan natrium karbonat 2% dalam natrium hidroksida 0,1M yang
berfungsi sebagai pemberi suasana basa pada reaksi pembentukan senyawa
kompleks antara Cu2+ dengan gugusNH dari rantai peptida pada protein.
Larutan tembaga (II) sulfat pentahidrat 0,5% dalam Na-K-tartar 1% yang
berfungsi sebagai sumber ion Cu2+ dalam percobaan. Larutan dibiarkan
(inkubasi suhu ruang) selama 10 menit supaya proses dapat berlangsung atau
supaya protein dan reagen dapat tercampur sempurna. Selanjutnya
ditambahkan Reagen D yaitu pereaksi Folin-Ciocalteu (fosfomolibdat dan
fosfowolframat) yang akan direduksi oleh asam amino tirosin dan triptofan
yang berasal dari molekul protein.Fungsi dari reagen ini adalah membentuk
kompleks warna biru yang disebabkan dari reaksi antara tirosin yang ada dalam
protein dengan fosfomolibdat dan fosfotungstat. Larutan didiamkan (inkubasi
suhu ruang) selama 30 menit agar proses reduksi berlangsung sempurna atau
dimana campuran protein dengan reagen akan memberikan absorbansi yang
maksimum. Kompleks biru yang terbentuk menandakan bahwa proses ini telah
selesai. Setelah selesai penambahan reagen dilakukan vortex, yang bertujuan
agar larutan dapat campur secara homogen. Penentuan kadar protein dilakukan
32
dan terendah yaitu sample PP 2 (pepaya) sebesar 0,4925 mg/ml. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena perbedaan tingkat kematangan dan jenis
nanas yang digunakan sebagai sumber enzim. Menurut Hartadi (1980) diacu
dalam Herdyastuti (2006) distribusi bromelin pada nanas tidak merata dan
tergantung pada umur tanaman. Kandungan bromelin pada jaringan yang
umurnya belum tua terutama yang bergetah sangat sedikit bahkan kadang-
kadang tidak ada sama sekali. Sedangkan untuk papain, hal ini dikarenakan
penyadapan getah yang terlalu dalam (maksimal 1-2 mm), dikarenakan
penyadapan yang terlalu dalam akan merusak buah papaya.
Berdasarkan hasil perhitungan dari aktivitas enzim spesifik didapatkan
bahwa nilai tertinggi aktivitas enzim spesifik yaitu pada sample KM 2 (bakteri)
sebesar 0,0221 U/mg dan terendah yaitu pada sample PP 2 sebesar 0,0099
U/mg. Hal ini bahwa aktivitas enzim spesifik menunjukkan kemurnian suatu
enzim. Semakin tinggi aktivitas spesifik enzim, maka semakin tinggi pula tingkat
kemurnian enzim tersebut.Hal ini disebabkan kehilangan protein non-enzim pada
beberapa tahap pemisahan yang dilalui dalam pemurnian enzim (Wijaya, 2002).
Aktivitas spesifik juga mengindikasikan bahwa protein yang dihasilkan oleh
mikroba ke media tumbuh merupakan protein target yang diinginkan.
pH berpengaruh terhadap kecepatan aktivitas enzim dalam mengkatalis
suatu reaksi. Hal ini disebabkan konsentrasi ion hidrogen mempengaruhi
struktur dimensi enzim dan aktivitasnya.Setiap enzim memiliki pH optimum di
mana pada pH tersebut struktur tiga dimensinya paling kondusif dalam
mengikat substrat.Bila konsentrasi ion hidrogen berubah dari konsentrasi
optimal, aktivitas enzim secara progresif hilang sampai pada akhirnya enzim
menjadi tidak fungsional.Aktivitas enzim yang menurun karena perubahan pH
disebabkan oleh berubahnya keadaan ion substrat dan enzim.Perubahan
tersebut dapat terjadi pada residu asam amino yang berfungsi untuk
mempertahankan struktur tersier dan kuartener enzim aktif.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap aktivitas protease adalah suhu.
Adanya peningkatan suhu akan meningkatkan energi kinetik, sehingga
menambah intensitas tumbukan antara substrat dan enzim. Akan tetapi,
34
peningkatan suhu lebih lanjut akan menurunkan aktivitas enzim. Hal ini
disebabkan karena enzim akan mengalami denaturasi. Enzim mengalami
perubahan konformasi pada suhu yang terlalu tinggi, sehingga substrat
terhambat dalam memasuki sisi aktif enzim.
Pemanfaatan Enzim
Manfaat Papain
Pada praktikum yang telah dilakukan, papain yang digunakan
berasal dari buah pepaya. Terdapat 2 sampel pada papain, yaitu bulu
ditambah dengan papaindan daging ditambah dengan papain. Untuk
sampel bulu yang ditambah dengan papain diperoleh bahwa sampel
menjadi warna cokelat muda agak keruh, baunya tidak enak, dan bulu
tidak terdegradasi secara sempurna (masih terdapat bulu di dalam toples
plastik kecil), sedangkan untuk sampel daging yang ditambah dengan
papain diperoleh bahwa sampel menjadi warna cokelat tua keruh, bau
tidak enak, dan daging tidak terdegradasi secara sempurna (masih terdapat
daging). Hal ini dikarenakan enzim papain tidak bisa mendegradasi secara
sempurna dan kemungkinan karena pepaya yang digunakan terlalu
matang, sehingga enzim yang terkandung di dalamnya sedikit. Hal ini
dibuktikan dengan melihat dari aktivitas enzimnya (Tabel 5), nilai
35
aktivitas enzim papain lebih rendah daripada pada enzim yang lain,
begitupula dengan protein terlarut (Tabel 6) dan aktivitas enzim
spesifiknya (Tabel 7).
Pepaya (papain) mudah tercemar olehkotoran, debu, serangga,
cendawan dan bakteri sehingga akan merusak kualitas papain
yangdihasilkan, selain itu cahaya matahari dan udara menyebabkan getah
membeku dan papainmenjadi teroksidasi sehingga daya enzimatis papain
menjadi rusak, akibatnya kualitas papainmenjadi rendah (Kalie,
1999).Sampel yang digunakan bisa terdegradasi sempurna, tetapi
membutuhkan waktu yang lama. Pada praktikum ini juga terdapat kontrol
sebagai pembanding yaitu bulu yang ditambah dengan aquadest dan
daging yang ditambah dengan aquadest. Digunakannya aquadest karena
aquadest tidak mengandung enzim di dalamnya. Hasil dari kontrol pada
bulu yaitu sampel berwarna cokelat muda bening dan masih terdapat
banyak bulu yang tidak hancur, begitu pula dengan sampel daging.
Manfaat Bromelin
Pada praktikum yang telah dilakukan, bromelin yang digunakan
berasal dari buah nanas. Terdapat 2 sampel pada bromelin, yaitu bulu
ditambah dengan bromelin dan daging ditambah dengan bromelin. Untuk
sampel bulu yang ditambah dengan bromelin diperoleh bahwa sampel
menjadi warna cokelat tua keruh, baunya tidak enak, dan bulu terdegradasi
secara sempurna, sedangkan untuk sampel daging yang ditambah dengan
bromelin diperoleh bahwa sampel menjadi warna cokelat tua keruh, bau
tidak enak, dan daging terdegradasi secara sempurna. Hal ini dikarenakan
enzim bromelin bisa mendegradasi secara sempurna. Hal ini dibuktikan
37
dengan melihat dari aktivitas enzimnya (tabel 5), nilai aktivitas enzim
bromelin lebih tinggi daripada pada enzim papain, begitupula dengan
protein terlarut (tabel 6) dan aktivitas enzim spesifiknya (tabel 7).
Enzim bromelin merupakan suatu enzim endopeptidase
yangmempunyai gugus sulfhidril pada pusat aktifnya.Pada dasarnya enzim
inidiperoleh dari jaringan-jaringan tanaman nanas (Ananas sativus), family
Bromeliaceae (Supartono, 2004).Penelitian bromelin telah banyak
dilakukan.Supartono (2004) menemukan bahwa enzim protease buah
nanas merupakanendopeptidase netral termostabil. Dari uraian di atas,
dapat disimpulkan bahwa bromelinyang berasal dari nanas dapat
digunakan untuk melunakkan daging dan mengahancurkan bulu ayam.
Ekstraksi enzim bromelin adalah suatu teknik memisahkan
enzimbromelin dari buah nanas yang dilakukan dengan menghancurkan
jaringan buahuntuk mendapatkan cairan buahnya (Kuswanto, 1988).Pada
penelitian inimetode ekstraksi enzim yang digunakan adalah metode
sentrifugasi dengan dilakukan fraksinasi.Fraksinasi dilakukan untuk
mengetahui aktivitasspesifik enzim setelah beberapa hari.
yaitu enzim kasar), dan bagian yang paling bawah yaitu mikrobia yang
telah mati. Selanjutnya ditambahkan dengan daging/bulu, kemudian di
shaker selama 24 jam sampai berawarna bening. Menurut Lehninger
(1998), cairan yang berwarna bening tersebut menandakan bahwa
daging/bulu sudah didegradasi oleh enzim dan baunya tidak enak (bau
busuk).
Pada praktikum yang telah dilakukan, enzim bacterial yang
digunakan berasal dari bakteria dengan kode KM dan KT. Terdapat 2
sampel pada enzim bakterial, yaitu bulu ditambah dengan bakteri KM dan
KT dan daging ditambah dengan bakteri KM dan KT. Untuk sampel bulu
yang ditambah dengan bakteri KM diperoleh bahwa sampel menjadi
warna cokelat kekuning-kuningan bening, bau tidak enak, dan bulu
terdegradasi secara sempurna, sedangkan untuk sampel bulu yang
ditambah dengan bakteri KT diperoleh bahwa sampel menjadi warna
cokelat tua keruh, bau tidak enak, dan bulu terdegradasi secara sempurna.
Dan untuk sampel daging yang ditambah dengan bakteri KM diperoleh
bahwa sampel berwarna cokelat lebih tua keruh, bau tidak enak, dan
daging terdegradasi sempurna, sedangkan untuk sampel daging yang
ditambah dengan bakteri KT diperoleh bahwa sampel menjadi cokelat
muda bening, bau tidak enak, dan daging terdegradasi sempurna. Hal ini
dikarenakan enzim bromelin bisa mendegradasi secara sempurna. Hal ini
dibuktikan dengan melihat dari aktivitas enzimnya (tabel 5), nilai aktivitas
enzim bakterial lebih tinggi daripada pada enzim tanaman, terutama pada
bakteri KM, begitupula dengan protein terlarut (tabel 6) dan aktivitas
enzim spesifiknya (tabel 7).
Degradasi protein dapat terjadi salah satunya karena adanya
aktivitas enzim protease.Mikroorganisme merupakan sumber enzim dan
lebih menguntungkan karena pertumbuhannya cepat, dapat tumbuh pada
substrat yang murah, lebih mudah ditingkatkan hasilnya melalui
pengaturan kondisi pertumbuhan dan rekayasa genetika, serta mampu
menghasilkan enzim yang ekstrim (Said dan Likadja, 2012).
39
DAFTAR PUSTAKA
Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H., and Wotton, M. 1987. Ilmu
Pangan. Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia
Press. Jakarta.
Firmansyah, Riki et al. 2007. Mudah dan Aktif Belajar Biologi. Bandung. Setia
Purna Inves.
Gupta, R., Beg, Q.K., dan Lorenz, P. 2002. Bacterial Alkaline Proteases:
Molecular Approaches and Industrial Application. Appl Microbiol
Biotechnol.
Hui, Y.H. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. Jhon Wiley
and Sons Inc. New York.
Lidya & Djenar. 2000. Dasar Bioproses Direktorat Pembinaan dan Fenolinin
dan Pengabdian Masyarakat.Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta.Media Prima Sains, Vol 1
No. 1.
Rao, M.B., A.M. Tanksal, M.S. Ghatge, and V.V. Deshpande. 1998.Molecular
and Biotechnological Aspects of Microbial Protease. Microbiology and
Molecular Biology Reviews. India.
Said, M.I., dan Likadja, J.C. 2012. Isolasi dan Identifikasi Bakteri yang
Berpotensi sebagai Penghasil Enzim Protease pada Industri
Penyamakan Kulit Pt. Adhi Satria Abadi (Asa), Yogyakarta. Makalah
Ilmiah. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. Makassar.
Supartono. 2004. Karakterisasi Enzim Protease Netral dari Buah Nanas Segar.
Jurnal MIPA Universitas Negeri Semarang 27 (2): 134-142.
Tari, C., Genckal, H., dan Tokatl, F. 2005. Optimization of a growth medium
using a statistical approach for the production of an alkaline protease
from a newly isolated Bacillus sp. L21. Process Biochemistry. 41:659-
665.
Whitaker, J.R. 1991. Principles of Enzymology for The Food Sciences. Marcel
Dekker Inc, New York.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta
Winarno. 2002. Enzim Papain Dari Pepaya. Tekno Pandan dan Industri
Jurusan Teknologi Volume 1 Nomor 11. IPB. Jurusan Teknologi dan
Pangan.