Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH BIOTEKNOLOGI FARMASI

BIOTEKNOLOGI MIKROBA

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Tugas Kelompok Pada Mata Kuliah
Bioteknologi Farmasi

Dosen Pengampu: Apt. Yan Hendrika, S. Farm, M.Si.


Disusun oleh:
Andreas Ajis Saputra (1948201006)
Bulan Permata Sari (1948201023)
Della Nuradha (1948202028)
Hayati Isni (1948201049)
Mutia Fadila Sari (1948201073)
Repni Gumalasari (1948201098)
Wici Ersalinda (1948201138)

UNIVERSITAS ABDURRAB

FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 3
1. Latar Belakang............................................................................................................. 3
2. Rumusan Masalah........................................................................................................ 4
3. Tujuan Masalah ........................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................ 5
1. Mikroorganisme Sebagai Alat ..................................................................................... 5
2. Penggunaan Mikroba Dalam Berbagai Aplikasi ....................................................... 11
3. Mikroba Sebagai Senjata Biologis ............................................................................ 18
BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 20
Kesimpulan ....................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 21

2
BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Mikroorganisme atau yang disebut mikroba, merupakan organisme yang
sangat kecil untuk dilihat dengan menggunakan mata telanjang dan harus
menggunakan bantuan mikroskop untuk mengamatinya. Mikroorganisme yang
paling melimpah adalah bakteri, namun virus, jamur seperti ragi, dan alga juga
termasuk mikroba. Hampir semua mikroba ini mempunyai peran yang menarik
dalam bioteknologi.
Bakteri berada di bumi selama kurang lebih 3,5 milyar tahun yang lalu dan
mereka berjumlah lebih banyak dari pada manusia. Dapat diakumulasikan bahwa
bakteri berjumlah lebih dari 50% dari materi yang berada di bumi. Sampai saat ini
kurang dari 1% dari jumlah keseluruhan bakteri telah diidentifikasi, dikultur, dan
dipelajari dalam laboratorium (Thieman, 2013).
Kelimpahan bakteri dan mikroba lain memberikan potensi yang besar dalam
pengembangan aplikasi di bidang bioteknologi. Sebelum perkembangan teknik
kloning gen, manusia menggunakan mikroba dalam bioteknologi. Frekuensi
penggunaan mikroorganisme sebagai “peralatan” bioteknologi tergantung dari
struktur sel mikroorganisme tersebut. Maka dari itu, banyak aplikasi bioteknologi
yang menggunakan mikroorganisme sebagai bahan utama dalam pembuatan
makanan, minuman, dan obat-obatan.
Bioteknologi Mikroba Mikrobiologi industri adalah bidang yang
berkembang pesat di bidang bioteknologi yang menerapkan ilmu mikroba
tradisional dalam produksi skala besar untuk menghasilkan sejumlah besar produk
industri dalam jumlah besar, biasanya dengan kultur sel bakteri. Ada banyak cara di
mana bakteri ini dapat dikultur dan diubah untuk keperluan industri, termasuk
melalui kultur aerobik (teroksigenasi), kultur anaerobik (kekurangan oksigen), dan

3
kultur kimia. Ada potensi besar untuk pertumbuhan sejumlah besar bakteri dan
tanaman di ruang yang tidak cocok untuk pertumbuhan mereka. Bakteri dan
tanaman ini digunakan dalam banyak proses dalam pengolahan makanan, obat-
obatan, kosmetik, dan pengolahan air dan juga memiliki nilai penting dalam
lingkungan.
Bioteknologi dibagi menjadi dua jenis yakni bioteknologi konvensional dan
bioteknologi modern. Produk bioteknologi konvensional terdiri dari kecap, keju,
yoghurt, kefir, nata, tape dan tempe. Sedangkan produk bioteknologi modern antara
lain seperti enzim, glukosa hasil hidrolisis enzimatis, dan beberapa bahan tambahan
pangan serta produk hasil rekayasa genetika.

2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran mikroorganisme sebagai alat (enzim mikroba, transformasi
bakteri dan teknis ekspresi)
2. Bagaimana penggunaan mikroba dalam berbagai aplikasi (Produksi
makanan, protein terapeutik)
3. Bagaimana mikroba dapat digunakan sebagai senjata

3. Tujuan Masalah
1. Untuk menjelaskan peranan mikroorganisme sebagai alat
2. Untuk menjelaskan peranan penggunaan mikroba dalam berbagai aplikasi
3. Untuk menjelaskan peranan mikroba sebagai senjata biologis

4
BAB II PEMBAHASAN

1. Mikroorganisme Sebagai Alat


A. Enzim mikroba

Enzim merupakan biomolekul organik kompleks biasanya tersusun atas


polipeptida (protein globuler). Enzim memiliki bentuk (konformasi) tertentu yang spesifik
terutama pada sisi tempat berikatan dengan substrat sehingga enzim hanya berikatan
dengan substrat yang spesifik atau terbatas. Enzim bersifat spesifik sebab memiliki
tempat aktif yang mengakomodasi substratnya.

Enzim memiliki peran sebagai biokatalisator dalam perubahan substansi kimia.


Enzim sebagai biokatalisator berperan mempercepat terjadinya suatu reaksi tetapi tidak
ikut bereaksi. Zat yang dikerjain oleh enzim disebut substrat, sedangkan hasilnya disebut
dengan produk. Pada prinsipnya, nggak hidup tanpa enzim.

Teknologi enzim memiliki pengertian penggunaan enzim dalam berbagai proses


industri. Teknologi enzim meliputi purifikasi, isolasi, produksi dan penggunanan enzim
pada sistem reaktor. Kontribusi teknologi enzim dalam produksi makanan, preservasi dan
sortasi energi, dan meningkatkan kualitas lingkungan. Teknologi baru ini berasal dari
biokimia, dan kontribusi mikrobiologi, kimia, dan rekayasa. Ke depan, teknologi enzim
dan rekayasa genetika akan sangat diperlukan untuk ini.

Jenis enzim Produksi per ton

Bacillus protease 500

Amylo glucosidase 300

Bacillus amylase 300

Glucose isomerase 50

5
Rennet 20

Amylase fungal 20

Pectinase 20

Protease fungal 10

a. Bioteknologi Enzim Protease

Protease adalah enzim pemecah protein yang merupakan salah satu primadona
ditinjau dari aplikasinya yang luas di industri, dengan nilai komersial yang tinggi.
Pangsa pasar protease mencapai 60% dari total penjualan enzim dunia yang saat ini
sudah mencapai 2 milyar AS (Tabel 1). Dengan peranan yang demikian menonjol,
studi dan penelitian di segala aspek protease telah banyak dilakukan. Aplikasi
enzim di dunia industri, bidang medis maupun sebagai alat yang membantu sejumlah
metodologi penelitian telah menjadi populer karena berbagai alasan.

Enzim adalah biokatalisator yang bekerja sangat efisien dan tidak pernah
diperlukan dalam jumlah banyak, spesifik tanpa produk samping, dan ramah
lingkungan karena merupakan komponen alamiah sel hidup. Daya guna enzim
protease dalam dunia industri berkaitan dengan peranan alamiah yang sangat luas
dari enzim tersebut. Enzim protease yang bersifat ekstraseluler umumnya bertugas
menghidrolisa substrat polimer protein berukuran besar menjadi kecil sehingga dapat
dimanfaatkan oleh sel yang menghasilkannya (Yamamoto, 1975; Aunstrup, 1980;
Ward, 1983).

Jenis protease intraseluler, yaitu yang berada di dalam sel memegang peranan
penting di dalam proses pembentukan dan germinasi spora, aktifitas sifat patoganik
beberapa virus, proses pematangan protein, proses fertilisasi pada mamalia, proses
koagulasi darah, fibrinolisis, pengontrolan tekanan darah, turn over protein, proses
diferensiasi, modifikasi dan sekresi berbagai enzim (Matsubara dan Feder, 1971;
Liener,1974; Ward,1983).

6
b. Sumber dan Klasifikasi

Enzim protease terdapat pada semua makhluk hidup. Namun demikian terdapat
beberapa sumber penghasil protease yang sudah dimanfaatkan oleh dunia industri.
Dari dunia tumbuh-tumbuhan dikenal getah pepaya sebagai penghasil papain dan
nanas (daun, batang, buah) sebagai penghasil bromelin. Bagian hewan yang
digunakan sebagai penghasil protease komersial adalah saluran pencernaannya
(lambung, perut, usus), yang dikenal adalah bagian abomasum anak sapi sebagai
penghasil renin.

Pada saat ini, yang paling banyak dimanfaatkan sebagai sumber protease adalah
mikroorganisme, terutama bakteri golongan Bacillus, dan kapang Rhizopus,
Aspergillus, dan Mucor. Jenis mikroorgnisme lain yang telah dilaporkan sebagai
penghasil protease adalah Proteus, Seratia, Endithia, Streptomyces, Thermus,
Pseudomonas, dsb.

B. Transformasi Bakteri

Transformasi adalah suatu proses transfer informasi genetik dengan bantuan


potongan DNA ekstraseluler (Russel, 1992). Dalam hal ini, fragmen DNA yang
berasal dari bakteri donor diambil oleh bakteri lain dalam kedudukan sebagai akteri
resipien. Jika bakteri donor da bakteri resipien berbeda secara genetic, maka akan
dihasilkan rekombinan yang terbentuk melalui peristiwa pindah silang yang
melibatkan fragmen DNA dari donor dan DNA atau kromosom resipien. Sel-sel yang
telah mengalami transformasi disebut sebagai transforman.

a. Transformasi Alami dan Transformasi Buatan


Atas dasar sifat kejadiannya dikenal adanya transformasi alami dan
transformasi buatan atau transformasi yang direkayasa (Russel, 1992). Pada
transformasi alami, bakteri mampu mengambil fragmen DNA secara alami
sehingga mengalami transformasi secara genetik. Di lain pihak pada

7
transformasi yang direkayasa, secara genetik bakteri telah diubah terlebih
dahulu agar memungkinkannya mengalami transformasi; dalam hal ini
memungkinkannya mampu mengambil fragmen DNA sehingga akhirnya secara
genetik mengalami transformasi. Bakteri yang biasanya mengalami transformasi
secara alami adalah Bacilus subtilis; sedangkan contoh bakteri yang mengalami
transformasi setelah terlebih dahulu direkayasa antara lain E.coli.
Pengambilan molekul DNA oleh bakteri resipien adalah suatu proses aktif
yang membutuhkan energy (Gardner,dkk, 1991). Pada kenyataannya memang
tidak seluruh spesies bakteri mengalami transformasi secara alami
(Gardner,dkk, 1991). Spesies yang dapat mengalami transformasi adalah yang
memiliki mekanisme enzimatik yang terlibat pada peristiwa pengambilan
fragmen DNA maupun pada proses rekombinasi.
b. Proses Transformasi
Proses transformasi berlangsung dalam beberapa tahap yang akan
dikemukakan lebih lanjut.
Tahap 1: molekul DNA unting ganda berikatan pada tapak reseptor yang
terdapat dipermukaansel. Perikatan ini bersifat reversible
Tahap 2: pengambilan DNA donor yang bersifat irreversible. Pada saat ini DNA
donor menjadiresisten terhadap enzim DNAase di dalam medium.
Tahap 3: konnversi molekul DNA donor yang berupa unting ganda menjadi
molekul untingtunggal melalui degradasi nukleotida terhadap salah satu unting.
Tahap 4: integrasi (insersi kovalen) seluruh atau sebagian unting tunggal DNA
donor tersebutkedalam kromosom resipien.
Tahap 5: segregasi dan ekspresi fenotipik gen donor yang telah terintegrasi.

8
c. Pemetaan Kromosom Bakteri Melalui Kejadian Transformasi

Seperti halnya pada makhluk hidup eukariotik, rekombinasi transformasi


pada bakteri dapat dimanfaatkan untuk pemetaan kromosom bakteri. Secara
operasional transformasi dapat digunakan untuk mengungkap pautan gen, urutan
gen, serta jarak peta. Penanda-penanda genetik pada kromosom donor yang
digunakan berdekatan satu sama lain. Dalam hal ini jika letak penanda-penanda
tersebut pada kromosom donor berjauhan, maka penanda-penanda itu tidak akan

9
pernah terbawa molekul DNA pentransformasi yang sama; penanda-penanda itu
selaluterletak pada fragmen DNA yang berlainan.

Urutan gen pada kromosom bakteri, sebagaimana yang telah dikemukakan,


dapat juga ditetapkan atas dasar data transformasi. Sebagai contoh, jika gen p dan q
sering mengalami kotransformasi, demikian pula gen p dan o juga sering
mengalami kotransformasi, tetapi gen o dan p jarang mengalami kotransformasi,
maka tentu saja urutan gen pada kromosom bakteri ituadalah p – q – o.

Berkenaan dengan pemetaan gen pada kromosom bakteri, pada saat ini
orang dapat memperoleh atau mendapatkan peta suatu fisik gen-gen, dalam arti
suatu peta lokasi fisik relatif gen-gen sepanjang molekul DNA. Seperti diketahui
para ahli genetika memang dapat mengontrol ukuran fragmen-fragmen DNA yang
digunakan pada sesuatu percobaan transformasi. Oleh karena itu peluang
kotransformasi dari dua gen dapat dihubungkan dengan ukuran molekuler DNA
pentransformasi. Secara operasional dengan menghubungkan frekuensi
kotransformasi dengan ukuran rata-rata DNA pentransformasi, memang akhirnya
seseorang dapat mengungkap suatu peta fisik gen.

C. Teknis Ekspresi

Dalam replikasi DNA rekombinan, transformasi bakteri bernilai tinggi karena


dapat sering digunakan untuk produksi protein secara massal dengan tujuan yang
beragam. Ada beberapa cara untuk memproduksi suatu fusion protein, namun konsep
dasar teknik ini menggunakan metode rekombinasi DNA untuk menyisipkan gen
protein yang diinginkan kedalam suatu plasmid yang mengandung gen protein yang
berfungsi sebagai “tag”. Vektor plasmid untuk membuat fusion protein disebut vektor
ekspresi, karena memungkinkan sel bakteri untuk memproduksi atau

10
mengekspresikan protein dalam jumlah besar. Vektor ekspresi menggabungkan
sequen promoter, sehingga sekali pengekspresian rekombinan mengandung gen yang
diinginkan (yang diberikan pada bakteri melalui transformasi), bakteri akan
mensintesis mRNA dan protein dari plasmid ini. Strain mRNA yang ditranskrip
merupakan molekul hibrid yang mengandung sequen pengkode protein yang
diinginkan dan protein tag. Hasilnya, suatu fusion protein disintesis dari mRNA yang
disintesis bakteri yang mengandung protein yang diinginkan, bergabung dengan tag
protein, pada kasus ini protein mengikat maltose.

Untuk mengisolasi protein yang diinginkan dan memisahkan dengan protein


lain biasanya dilakukan oleh bakteri, selnya mengalami lisis dan dihomogenkan untuk
membentuk ekstrak. Ekstrak tersebut kemudian di letakkan pada tabung. Umumnya
cara mengisi tabung dengan bulatan plastik yang dilapisi molekul yang akan berikatan
pada protein tag. Teknik ini disebut sebagai kromatografi afinitas. Selanjutnya
perlakuan enzim yang digunakan untuk memotong protein dengan bantuan enzim
protease untuk melepaskan protein yang diinginkan dari protein tag. Teknik Fusion
protein digunakan untuk pemurnian protein dalam mengkaji struktur dan fungsinya,
dan juga untuk mengisolasi insulin maupun protein penting lainnya.

2. Penggunaan Mikroba Dalam Berbagai Aplikasi


2.1 Produksi Makanan
2.1.1 Yoghurt
Yoghurt terbuat dari susu sapi segar, bakteri starter, pemberi
citarasa dan penambahan susu skim sebagai pengental. Bakteri
yang digunakan dalam pembuatan yoghurt adalah kelompok
bakteri asam laktat (BAL) (Buckle et al. 2009). Lactobacillus
bulgaricus dan Streptococcus thermophilus merupakan bakteri

11
asam laktat yang paling banyak digunakan dalam industri
makanan, terutama dalam budaya starter untuk industri susu,
dicampur dengan mikroba lainnya (Muelas et al. 2018). Pada era
modern ini, yoghurt dapat dibuat dengan memanfaatkan
kombinasi Lactobacillus acidophilus dengan starter yoghurt
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus
(Hidayat et al. 2013). Seringkali dalam pembuatannya juga
ditambahkan bakteri probiotik lain yang menguntungkan dan
berguna untuk membantu proses metabolisme (Yilmaz-Ersan dan
Kurdal 2014).
Pembuatan yoghurt dimulai dengan pertumbuhan bakteri
Streptococcus thermophillus yang memfermentasi laktosa
menjadi CO2 dan asam laktat sehingga menyebabkan suasana
menjadi asam (Chotimah 2009). Kondisi ini dapat merangsang
pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus dan Lactobacillus
acidophilus (Buckle et al. 2009) serta menghambat pertumbuhan
bakteri patogen yang tidak tahan hidup di lingkungan asam.
Lactobacillus acidophilus ini dapat memanfaatkan laktosa dan
sukrosa untuk aktivitas metabolisme (Nizori et al. 2008).
Lactobacillus bulgaricus berperan untuk menghasilkan aroma
yang khas sedangkan Streptococcus thermophilus berperan
untuk menghasilkan rasa yoghurt (Hadi dan Fardiaz 1990).
2.1.2 Tape
Produksi tape dilakukan melalui proses fermentasi dengan
bantuan beberapa jenis mikroorganisme seperti kapang dan
khamir (yeast). Kapang menghasilkan enzim amilolitik yang
berfungsi memecah amilum menjadi gula yang lebih sederhana

12
(disakarida dan monosakarida). Kemudian dilanjutkan oleh
khamir yang berfungsi merombak sebagian gula sederhana tadi
menjadi alkohol (Berlian dan Ulandari 2016). Proses fermentasi
tape memanfaatkan respirasi anaerob. Aspergillus sp. memecah
amilum menjadi glukosa kemudian diteruskan oleh
Saccharomyces cereviceae yang mengubah glukosa menjadi
alkohol dan karbondioksida (Rahmawati 2010).
Menurut komisi fatwa MUI, alkohol ada yang haram dan ada
juga yang halal. Alkohol yang haram yaitu alkohol yang terdapat
dalam minuman khamr yang memabukkan seperti anggur, tuak,
dan sake. Kandungan alkohol dalam minuman keras seperti ini
termasuk haram karena mulai awal pengolahan, proses
fermentasi, sampai menjadi suatu produk memang dimaksudkan
untuk menghasilkan minuman yang memabukkan. Berbeda
halnya dengan kandungan alkohol yang terdapat dalam tape.
Menurut Fatwa MUI tahun 2003, tape dan air tape tidak
termasuk dalam kategori khamr, kecuali apabila memabukkan
(Fatwa MUI Nomor 4 tahun 2003 tentang Standardisasi Fatwa
Halal).
2.1.3 Keju
Keju merupakan salah satu produk bioteknologi yang berasal
dari penggumpalan protein susu. Produk keju dibuat melalui
fermentasi dengan bantuan mikroorganisme Streptococcus
thermophilus, Lactococcus lactis dan Leuconostoc mesenteroides
(Geantaresa et al., 2010). Titik kritis kehalalan keju berasal dari
bahan baku. Susu bisa berasal dari sumber hewani maupun
nabati. Ketika susu bersumber dari nabati seperti kedelai yang

13
halal, maka bisa dipastikan bahwa keju tersebut halal. Namun
ketika susu berasal dari sumber hewani, maka perlu diperiksa
terlebih dahulu. Jika berasal dari hewan yang halal dikonsumsi
seperti susu sapi, kambing, kerbau, unta, atau domba, maka
produk susu hewan tersebut halal. Keju menjadi tidak halal
ketika diproduksi dari susu hewan yang tidak halal.
Dalam proses koagulasi (pengendapan) ditambahkan agen
pengental seperti rennet, asam laktat, atau ekstrak tanaman.
Terdapat dua metode koagulasi yaitu secara enzimatis dan
mikrobiologi. Secara enzimatis dilakukan dengan penambahan
enzim renin yang berasal dari rennet hewan ruminansia. Rennet
adalah ekstrak abomasum anak sapi yang belum disapih atau juga
bisa berasal dari mamalia lainnya. Rennet mengandung enzim
renin yang berperan menggumpalkan susu. Rennet dikategorikan
halal, jika rennet berasal dari hewan halal dan proses
penyembelihan sesuai dengan syariat islam. Namun jika tidak
memenuhi dua syarat tersebut, maka belum bisa dikategorikan
halal. Metode kedua yaitu mikrobiologi dengan menggunakan
bakteri asam laktat (Melliawati dan Nuryati 2014).
2.1.4 Sayur Asin
Sayur asin merupakan makanan yang cukup terkenal di
Indonesia khususnya di Jawa Tengah (Sulistiani et al.2014).
Bahan untuk membuat sayur asin umumnya berasal dari sawi,
kubis, dan genjer. Sayur asin dihasilkan melalui proses
fermentasi asam laktat yang sebagian besar prosesnya
memanfaatkan bakteri asam laktat (BAL) yang secara alami ada
pada tumbuhan tanpa penambahan kultur starter (Puspito dan

14
Graham 1985; Chiou 2004). Proses pembuatan dilakukan
dengan perendaman sayuran di dalam larutan garam dengan
penambahan air tajin sebagai sumber karbohidrat bagi bakteri
yang berperan (Sulistiani et al. 2014).
Penambahan garam berfungsi untuk menyeleksi bakteri yang
dikehendaki sehingga memungkinkan pertumbuhan
mikroorganisme tertentu dan mengeluarkan kandungan air yang
terdapat dalam jaringan sayuran secara osmosis (Steinkraus
1997; Chiou 2004). Sedangkan penambahan air tajin digunakan
sebagai substrat tambahan untuk pertumbuhan bakteri asam
laktat yang akan melakukan proses fermentasi. Bakteri tersebut
menggunakan komponen karbohidrat sebagai sumber karbon
untuk pertumbuhannya dan memanfaatkan komponen vitamin
dan mineralnya sebagai koenzim dan kofaktor (Sulistiani et al.
2014). Garam dan asam laktat hasil dari fermentasi akan
menghambat pertumbuhan mikroorganisme kontaminan serta
memperlambat pelunakan jaringan sayuran (Axelsson 2004;
Widowati et al. 2013). Fermentasi ini menghasilkan perubahan
karakteristik asam pada sayuran (Chiou 2004).
Fermentasi pada sayur asin memanfaatkan beberapa
mikroorganisme diantaranya Leuconostoc mesenteroides,
Lactobacillus brevis, Pediococcus cerevisiae, dan Lactobacillus
plantarum. Pada awal proses fermentasi Leuconostoc
mesenteroides akan tumbuh dengan cepat dan menghambat
pertumbuhan mikroorganisme lain serta meningkatkan produksi
asam dan CO2 yang menjadikan pH semakin rendah (Karovicova
dan Kohajdova, 2003; Widowati et al. 2013). Selanjutnya bakteri

15
Lactobacillus brevis, Pediococcus cerevisiae, dan Lactobacillus
plantarum yang memiliki kemampuan hidup di lingkungan asam
akan memproduksi asam laktat, CO2, dan asam asetat.

2.2 Protein Terapeutik


2.2.1 Produksi Vaksin Rekombinan
Vaksin rekombinan yang berguna untuk pencegahan jenis
penyakit tertentu sekaligus karena mengandung beberapa
protein antigen sehingga dapat melindungi dari serangan
berbagai penyakit menular. Masalah untuk memproduksi
virus (parasit obligat intraseluler) memerlukan sel hidup,
jika menggunakan sel hewan memerlukan banyak hewan. Solusi,
menggunakan kultur jaringan hewan lebih efisien. Berbagai
problem dengan porduksi vaksin secara konvensional di atas,
terutama masalah keamanan, digunakan teknologi rekombinan
untuk memproduksi vaksin yang lebih aman dan potensial.
Subunit virus diproduksi oleh bakteri atau yeast (kapang).
Salah satu pemanfaatan kultur sel secara komersial pertama
kali sebagai media untuk memproduksi virus. Virus merupakan
mikroorganisme yang bersifat sebagai parasit obligat
intraseluler.
Vaksin viral dapat dibedakan menjadi 2 tipe yaitu:
Vaksin hidup (life vaccine) dari virus hidup yang kurang
poten terhadap manusia.
Vaksin mati (killed vaccine) dari agen yang telah dimatikan.

16
Biasa digunakan kultur sel dari embrio ayam (chicken
embryo) untuk memproduksi vaksin influenza dan yellow
fever. Keuntungan teknologi rekombinan DNA dapat
dihasilkan vaksin yang melawan virus yang tidak dapat
tumbuh pada medium kultur terhadap titer tinggi untuk
memberi antigen yang cukup untuk keberhasilan vaksinasi.
Sekali vaksinasi dapat memberikan beberapa kekebalan
sekaligus terhadap berbagai jenis virus dengan cara
menyisipkan gena berbagai imunogen pada plasmid bakteri.
Sebagai contoh: penyakit tetelo, Marek’s, cacar ayam.
Berbagai problem dengan porduksi vaksin secara
konvensioanl di atas, terutama masalah keamanan, digunakan
teknologi rekombinan untuk memproduksi vaksin yang lebih
aman dan potensial. Subunit virus diproduksi oleh bakteri atau
yeast (kapang). Keuntungan teknologi rekombinan DNA
dapat dihasilkan vaksin yang melawan virus yang tidak dapat
tumbuh pada medium kultur terhadap titer tinggi untuk
memberi antigen yang cukup untuk keberhasilan vaksinasi.
Sekali vaksinasi dapat memberikan beberapa kekebalan
sekaligus terhadap berbagai jenis virus dengan cara
menyisipkan gena berbagai imunogen pada plasmid bakteri.
Sebagai contoh: penyakit tetelo, Marek’s, cacar
ayam.Produksi zat kebal (antibodi) monoklonal untuk terapi,
penelitian, dan diagnosis penyakit

17
3. Mikroba Sebagai Senjata Biologis
Senjata biologis yaitu senjata yang mengandung bahan-bahan biologi atau mikroba
seperti virus, bakteri, jamur atau toksin dari makhluk hidup yang dapat menimbulkan
penyakit atau kematian pada manusia atau ternak. Beberapa jenis mikroba yang dapat
digunakan sebagai senjata biologis antara lain, Bacillus anthracis, Yersinia pestis,
Clostridium botulinum, Mycobacterium tuberculosis, virus variola, virus ebola , virus polio
dll. Mikroba-mikroba ini dapat masuk dan keluar tubuh manusia melalui berbagai organ
tubuh, saluran pernapasan, saluran pencernaan, saluran kemih, kulit atau melalui organ
lainnya. Infeksi mikroba-mikroba ini akan menimbulkan gejala-gejala klinik yang spesifik
untuk setiap mikroba.

Berbeda dengan senjata nuklir, senjata biologis punya banyak jenis.. Senjata biologis
menggunakan agen hayati seperti virus dan bakteri, jumlahnya cenderung bertambah
dengan munculnya berbagai macam penyakit infeksi fatal baru seperti virus Ebola, virus
Lassa dan lain-lain. Namun demikian, agen yang benar telah dipakai sebagai senjata
biologis adalah bakteri yang telah lama dikenal manusia, mudah didapatkan di alam dan
tidak sulit penanganannya. Bacillus anthracis, penyebab penyakit anthrax adalah pilihan
utama dan telah terbukti dipakai dalam kejadian di Amerika dandicoba dibuat di Rusia serta
Irak. Selain itu, bakteri yang mematikan dan tercatat sebagai agen senjata biologis adalah
Yersinia pestis penyebab penyakit pes, Clostridium botulinium yang racunnya
menyebabkan penyakit botulism, Francisella tularensis (tularaemia) dan lain-lain (Jawetz,
1996,Joklik 1992).

Di lain pihak, karena bakteri-bakteri patogen itu sudah dikenal lama, pengobatannya
sudah diketahui dengan berbagai antibiotika dan pencegahannya dapat dilakukan dengan
vaksinasi. Ada yang lebih mengerikan adalah senjata biologis dengan agen yang telah
direkayasa secara bioteknologi sehingga tahan antibiotika, lebih mematikan, stabil dalam
penyimpanan dan sebagainya. Rekayasa genetika yang paling mudah adalah rekayasa untuk

18
sifat resistensi terhadap antibiotika. Sifat seperti ini biasanya hanya ditimbulkan oleh
kumpulan gen sederhana atau bahkan gen tunggal, sehingga mudah dipindahkan dari satu
jenis bakteri ke bakteri lain. Teknologi ini juga telah menjadi standar dalam setiap
eksperimen biologi molekuler. Bacillus anthracis yang dapat dimatikan dengan antibiotika
jenis Penicillin dengan mudah dapat dibuat resisten dengan mentransfer gen enzim
lactamase ( Jawetz, 1996). Biopreparat, jaringan instalasi pembuatan senjata biologis di
Rusia, dikabarkan telah merekayasa bakteri penyebab pes dengan resistensi terhadap 16
jenis antibiotika. Metode rekayasa lain yang memungkinkan adalah dengan teknologi yang
disebut “evolusi yang diarahkan” (directed evolution). Metode ini dikembangkan pertama
kali tahun 1994 oleh Dr. Willem Stemmer peneliti di perusahaan bioteknologi, Maxygen
yang berbasis di kota Redwood, California. Metoda yang berdasarkan pada pertukaran
fragmen DNA secara acak, atau disebut dengan istilah DNA shuffling, ini pertama kali
diterapkan pada gen tunggal yang mengkode sebuah protein. Namun kemudian
dikembangkan untuk level yang lebih besar, yaitu kumpulan gen sampai genom. Stemmert
telah berhasil merekayasa bakteri Escherichia coli yang memiliki resistensi terhadap
antibiotika Cefotaxime, 32 ribu kali lebih tinggi.

19
BAB III PENUTUP

Kesimpulan
Mikroorganisme yang paling melimpah adalah bakteri, namun virus, jamur seperti
ragi, dan alga juga termasuk mikroba. Hampir semua mikroba ini mempunyai peran yang
menarik dalam bioteknologi. Bakteri berada di bumi selama kurang lebih 3,5 milyar tahun
yang lalu dan mereka berjumlah lebih banyak dari pada manusia. Dapat diakumulasikan
bahwa bakteri berjumlah lebih dari 50% dari materi yang berada di bumi. Kelimpahan
bakteri dan mikroba lain memberikan potensi yang besar dalam pengembangan aplikasi di
bidang bioteknologi. Bioteknologi Mikroba Mikrobiologi industri adalah bidang yang
berkembang pesat di bidang bioteknologi yang menerapkan ilmu mikroba tradisional dalam
produksi skala besar untuk menghasilkan sejumlah besar produk industri dalam jumlah
besar, biasanya dengan kultur sel bakteri. Ada potensi besar untuk pertumbuhan sejumlah
besar bakteri dan tanaman di ruang yang tidak cocok untuk pertumbuhan mereka.
Sedangkan produk bioteknologi modern antara lain seperti enzim, glukosa hasil hidrolisis
enzimatis, dan beberapa bahan tambahan pangan serta produk hasil rekayasa genetika
(Genetic Modified Organism) (Pramashinta et al. 2014).

20
DAFTAR PUSTAKA

Axelsson L. 2004. Lactic Acid Bacteria: Classification and Physiology. In. Salminen, S.,
Atte, V. W. and Arthur, O. 3rd Ed. Lactic Acid Bacteria: Microbiological
and Function Aspects. New York: Marcel Dekker lnc. 19-84 hlm.
Babu PD, Bhakyaraj R, Vidhyalakshmi R. 2009. A Low Cost Nutritious Food
“Tempeh”. A Review. World J. Dairy Food Sci. 4: 22–27.
Bahagiawati, Sutrisno BS, Mulya K, Santoso D, Suharsono S, Rijzaani H, Julianti E,
Estiati A, Moeljopawiro A, Rahayu A, Saono S. 2003. Pembangunan
Kemampuan di Bidang Bioteknologi Dunaran Keamanan Hayati di
Indonesia. Laporan Proyek National Biosafety Framework GEF- UNEP.
Balitbiogen-Deptan dan KLH. Bogor.
Bartholomaeus A, Parrott W, Bondy, Walker G, Ilsi K. 2013. Committee Task Force on
the Use of Mammalian Toxicology Studies in the Safety Assessment of GM
Foods. The Use of Whole Food Animal Studies in The Safety Assessment of
Genetically Modified Crops: Limitations and Recommendations.
International Food Biotechnology. 43(2): 1-24.
Busche, R.M. dan R.W.F. Hardy, 1985. Biotechnological Potential Impact Issues.
Biotechnology and Bioengineering Symp. No. 15. John. Wiley & Sons.
Inc.
Eveleigh, D.K. 1981. The Microbial Production of Industrial Chemicals. dalam:
Industrial Microbiology and The Advent of Genetic Engineering. Scie.
Am.W.H. Freeman and Comp. San Fransisco.
Liener, I.E. 1974. The Sulfihidril Protein. dalam: Food Related Enzymes (Whitaker
eds.) A. Chem Soc. Washington DC.
Matsubara H. Dan J. Feder. 1971. The Bacterial, Yeast and Mold Protease. dalam:
Enzymes Vol III (P.D. Boyer eds). Acad Press. New York.

21
Meyrath, J dan G. Volavseek. 1975. Production of Microbial Enzymes. dalam:
Enzymes and Food Processing. (G. Reed eds.) Acad. Press. New York.
Whitaker, J.R. 1972. Principles of Enzymology for The Food Science. John Willey
and Sons. New York.
Yamamoto, A. 1975. Proteolytic Enzyme. Dalam: Enzymes in Food Processing.
Second ed. (G. Reed eds). Acad. Press. New York.

22

Anda mungkin juga menyukai