Anda di halaman 1dari 20

MIKROBA PENGHASIL ENZIM

MAKALAH KELOMPOK
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mikrobiologi Industr yang
dibina oleh Ibu Sitoresmi Prabaningtyas S.Si. M.Si. dan Ibu Yunita
Rakhmawati, S.Gz., M.Kes

Disusun oleh :
Kelompok 5/ Offering GHI-Kesehatan 2016
Fatiyatur Rosyidah NIM 160342606212
Gufron Alifi NIM 160342606296
Rizky Putri Ramadhany NIM 160342606228

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI S1 BIOLOGI
September 2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada bidang industri, penggunaan enzim semakin meluas karena
terjadi perkembangan teknologi aplikasi enzim, teknologi fermentasi dan
rekayasa genetika sehingga enzim membuka area baru dari banyaknya proses
bioteknologi yang bersifat mulai dari industry tekstil, hidrolisis pati, bir, roti,
industry deterjen, industry kertas, penyulingan hingga bidang farmasi. Enzim
dihasilkan oleh semua makhluk hidup untuk mengkatalisis reaksi biokimia
dalam tubuh tersebut sehingga reaksi dapat berlangsung lebih cepat (Sianturi,
2008). Menurut Rahmiati (2016) Enzim yang bersumber dari
mikroorganisme memiliki beberapa kelebihan daripada enzim pada organisme
lain. Kemudian Said (2012) menambahkan penggunanan mikroorganisme
lebih menguntungkan karena pertumbuhannya cepat, dapat tumbuh pada
substrat yang murah, lebih mudah ditingkatkan hasilnya melalui pengaturan
kondisi pertumbuhan dan rekayasa genetik. Beberapa genus bakteri yang
diketahui mampu menghasilkan protease di antaranya Bacillus, Lactococcus,
Streptomyces, dan Pseudomonas. Sedangkan enzim yang berasal dari
tumbuhan dan hewan memiliki banyak permasalahan. Permasalahan tersebut
meliputi variasi musim, konsentrasi rendah, dan biaya proses yang tinggi,
serta persediaan yang terbatas (Godfrey ,1983). Menurut Smith (1985),
permasalahan tersebut memberikan persoalan baru untuk pemenuhan
persyaratan kebutuhan enzim masa kini dan masa yang akan datang. Oleh
karena itu, peningkatan sumber enzim yang banyak dilakukan saat ini adalah
isolasi enzim dari mikroba. Tetapi aplikasi enzim dalam bioteknologi semakin
menuntut agar dihasilkan produk berupa enzim yang bersifat tahan
lingkungan. Faktor utama yang paling merusak enzim adalah suhu, sehingga
usaha yang dapat dilakukan adalah produksi enzim termostabil dari mikroba
termofilik. Hal itu disebabkan karena seiring meningkatnya temperatur, energi
kinetik molekul-molekul yang bereaksi bertambah sehingga molekul yang
bereaksi semakin banyak dan produk yang dihasilkan semakin besar. Enzim
tersebut mengalami denaturasi protein yang merubah konformasi struktur
molekul sehingga enzim kehilangan sifat alamiahnya. Pada temperatur tinggi,
substrat juga dapat mengalami perubahan konformasi sehingga gugus
reaktifnya mengalami hambatan dalam memasuki sisi aktif enzim (Suhartono,
1989). Pelczar, 1986). Produksi dan perdagangan enzim didominasi oleh
kelompok enzim hidrolitik seperti amilase, protease, selulase, katalase dan
lipase (Rahmiati, 2016). Contoh penggunaan enzim mikroba yaitu menurut
David (2012) bahwa berhasil mengisolasi bakteri termofilik yang
menghasilkan enzim hidrolitik dari pupuk kompos, dimana ditemukan
sepuluh bakteri termofilik dengan suhu optimum (60-65°C) yang diisolasi dari
kotoran kompos.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
rumusan masalah pada makalah antara lain sebagai berikut.
1.2.1 Bagaimanakah pengertian, ciri umum, klasifikasi, faktor pengaruh beserta
aplikasi enzim pada mikroba di bidang industri?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya,
maka tujuan pembuatan pada makalah antara lain sebagai berikut.
1.3.1 Menjelaskan mengenai pengertian, cirri umum, klasifikasi, faktor pengaruh
serta aplikasi enzim pada mikroba di bidang industri.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Enzim

Enzim merupakan protein yang berfungsi sebagai biokatalis reaksi kimia pada
sel makhluk hidup. Kata enzyme atau enzim berasal dari istilah Yunani yang artinya
“di dalam sel” (Winarsi, 2012). Enzim dapat ditemukan pada tanaman, hewan,
maupun mikroba. Sebagai biokatalis, enzim memiliki sifat-sifat yang unik, antara lain:
dapat aktif dalam jumlah yang sangat kecil, aksi katalitiknya spesifik dan merupakan
katalis sejati karena tidak terpengaruh reaksi dan mempercepat reaksi dengan
menurunkan energi aktivasi reaksi tanpa mempengaruhi kesetimbangan reaksi yang
bersangkutan. Enzim telah banyak digunakan dalam industri, terutama industri
pangan, misanya industri gula cair, bir, keju, sari buah, roti, dan kue.

Enzim merupakan katalisator (protein katalitik) untuk reaksi-reaksi kimia di


dalam sistem biologi. Sebagai katalis, enzim memiliki ciri khas yaitu (1) bersifat
tidak diubah oleh reaksi yang dikatalisnya, (2) enzim tidak mengubah kedudukan
normal dari kesetimbangan kimia, meskipun enzim mempercepat reaksi. Aktivitas
enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya konsentrasi substrat, pH, suhu,
dan inhibitor (penghambat). Pengaruh tersebut dapat mengganggu stabilitas enzim
dan stabilitas merupakan sifat penting enzim dalam aplikasinya sebagai biokatalis.
Stabilitas enzim dapat didefinisikan sebagai kestabilan aktivitas enzim selama
penyimpanan, penggunaan, dan kestabilan terhadap senyawa tertentu (asam, basa)
serta pengaruh temperatur dan pH ekstrim (Susanti, 2017).

Saat ini, enzim banyak digunakan di bidang industri, terutama industri


bioteknologi. Kemampuan enzim yang unik dan spesifik semakin banyak digunakan
dalam proses industri, yang secara kolektif dikenal dengan istilah teknologi enzim.
Teknologi enzim mencakup produksi, isolasi, purifikasi, penggunaan enzim terlarut,
enzim ter-immobilisasi dan penggunaan enzim dalam skala yang lebih luas melalui
sistem reaktor (Susanti, 2017).
2.2 Fungsi Enzim dalam Industri

Perkembangan industri enzim telah pesat dan menempati posisi penting dalam
bidang industri. Kesadaran masyarakat terhadap masalah lingkungan yang semakin
tinggi serta adanya tekanan dari para ahli dan pecinta lingkungan menjadikan
teknologi enzim sebagai salah satu alternatif untuk menggantikan berbagai proses
kimiawi dalam bidang industri (Soeka dkk, 2011).

Enzim yang bersumber dari mikroorganisme secara umum banyak diminati


oleh industri sebab memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dari sumber lain
seperti hewan dan tumbuhan. Dewasa ini enzim sudah banyak dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan komersial didalam industri, produk pertanian, kimia dan medis
karena efesien kerja yang tinggi dapat dihasilkan dari berbagai sumber dengan biaya
yang lebih rendah. Enzim merupakan salah satu produk alami yang memegang
peranan penting dalam berbagai aplikasi industri, mulai dari proses pengolahan
makanan sampai produk bahan kimia berharga. Sebenarnya enzim bukan hal yang
baru dikalangan masyarakat karena secara tradisional telah digunakan sejak dahulu
kala, seperti dalam pembuatan keju, penyamakan kulit dan pelunakan daging (Oost &
Graaf 2003).
2.3 Mikroba Penghasil Enzim

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terdiri dari berbagai jenis


tumbuhan, hewan dan mikroba memiliki potensi dalam produksi enzim. Enzim
dihasilkan oleh semua makhluk hidup untuk mengkatalisis reaksi biokimia dalam
tubuh makhluk hidup tersebut sehingga reaksi-reaksi itu dapat berlangsung lebih
cepat (Sianturi, 2008).

Mikroorganisme adalah sumber enzim yang paling banyak digunakan


dibandingkan dengan tanaman dan hewan. Sebagai sumber enzim, mikroorganisme
lebih menguntungkan karena pertumbuhannya cepat, dapat tumbuh pada substrat
yang murah, lebih mudah ditingkatkan hasilnya melalui pengaturan kondisi
pertumbuhan dan rekayasa genetik, serta mampu menghasilkan enzim yang ekstrim.
Mikroorganisme berasal dari air, tanah dan udara yang memberikan kontribusi
besar bagi manusia terutama dalam hal produk pangan dan obat-obatan. Produk
tersebut dihasilkan oleh bioteknologi industri yang banyak memanfaatkan enzim
sebagai katalis dalam suatu reaksi kimia dalam pembentukan produk tanpa ikut
bereaksi didalamnya. Salah satu enzim yang digunakan adalah enzim selulase yang
dihasilkan dari bakteri Bacillus subtilis. Produk selulase secara komersial biasanya
menggunakan bakteri yang bisa menghasilkan enzim selulase adalah Pseudomonas,
Cellulomonas dan Bacillus (Gunam dkk, 2011).

Bakteri ini diketahui mampu menghasilkan enzim selulose apabila di


tempatkan dalam lingkungan yang terdapat selulosa. Selulase merupakan enzim yang
dihasilkan oleh mikroorganisme diluar sel. Produksi enzim dalam mikroorganisme
dapat dikontrol untuk meningkatkan produktivitas enzim oleh mikroorganisme
tersebut.

Enzim-enzim mikrobial banyak digunakan di hampir setiap bidang industri,


lebih sering digunakan dibandingkan dengan penggunaan enzim-enzim yang berasal
dari hewan atau tanaman. Hal itu disebabkan karena aktivitas yang lebih tinggi, tidak
menghasilkan produk samping, lebih stabil dan murah serta dapat diperoleh dalam
jumlah yang lebih banyak (Kıran et al. 2006). Kebanyakan enzim yang akhir-akhir ini
digunakan dalam industri makanan dan farmasi adalah enzim mikrobial dan
pemanfaatan mikroorganisme untuk memproduksi enzim semakin lebih intensif
(Kango & Jain 2011).

Sifat-sifat tersebut menyebabkan penggunaan enzim semakin meningkat dari


tahun
ketahun, peningkatan diperkirakan mencapai 10- 15% per tahun (Rahayu, et al.,
2004). Salah satu kelompok enzim yang memiliki manfaat yang sangat penting dalam
bidang industri adalah hidrolitik. Bakteri proteolitik adalah bakteri yang mampu
memproduksi enzim protease ekstraseluler, yaitu enzim pemecah protein yang
diproduksi di dalam sel kemudian dilepaskan keluar dari sel. Bakteri proteolitik
adalah bakteri dari genus Bacillus, Pseudomonas, Proteus, Steptobacillus dan
Staphylococcus.

2.4 Klasifikasi Enzim


Klasifikasi enzim dibedakan berdasarkan tipe reaksi, tempat bekerjanya dan cara
terbentuknya.
A. Berdasarkan tipe reaksinya, enzim dibagi menjadi enam kelompok, antara lain:
1) Oksidureduktase
Enzim oksidureduktase adalah enzim yang dapat mengkatalisis reaksi
oksidasi atau reduksi suatu bahan. Dalam golongan enzim ini terdapat 2
macam enzim yang paling utama yaitu oksidase dan dehidrogenase.
Oksidase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi antara substrat dengan
molekul oksigen. Dehidrogenase adalah enzim yang aktif dalam
pengambilan atom hidrogen dari substrat. Contohnya enzim alkohol
dehidrogenase

2) Transferase
Enzim transferase adalah enzim yang ikut serta dalam reaksi pemindahan
(transfer) suatu gugus, misalnya enzim heksokinase.
3) Hidrolase
Enzim hidrolase merupakan kelompok enzim yang sangat penting dalam
pengolahan pangan, yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis suatu
substrat atau pemecahan substrat dengan pertolongan molekul air. Enzim-
enzim yang termasuk dalam golongan ini diantaranya adalah amilase,
invertase, selulase dan sebagainya.
4) Liase
Enzim liase adalah enzim yang aktif dalam pemecahan ikatan C-C dan C-O
dengan tidak menggunakan molekul air. Contohnya adalah enzim piruvat
dekarboksilase.
5) Isomerase
Enzim isomerase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi perubahan
konfigurasi molekul dengan cara pengaturan kembali atom-atom substrat,
sehingga dihasilkan molekul baru yang merupakan isomer dari substrat atau
dengan perubahan isomer posisi misalnya mengubah aldosa menjadi ketosa.
Contohnya adalah enzim maleat isomerase.
6) Ligase
Enzim ligase adalah enzim yang mengkatalisis pembentukan ikatan-ikatan
tertentu, misalnya pembentukan ikatan C-C, C-O dan C-S dalam biosintesis
koenzim A serta pembentukan ikatan C-N dalam sintesis glutamin (Winarno,
2002). Contohnya adalah enzim piruvat karoboksilase.
B. Berdasarkan tempat bekerjanya, enzim dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Endoenzim
Endoenzim disebut juga enzim intraseluler, yaitu enzim yang bekerja di
dalam sel.
2) Eksoenzim
Eksoenzim disebut juga enzim ekstraseluler, yaitu enzim yang bekerja di
luar sel.
C. Berdasarkan cara terbentuknya, enzim dibagi menjadi dua, yakni:
1) Enzim konstitutif
Enzim konstitutif merupakan enzim yang jumlahnya dipengaruhi kadar
substratnya, misalnya enzim amilase.
2) Enzim adaptif
Enzim adaptif adalah enzim yang pembentukannya dirangsang oleh adanya
substrat, contohnya enzim β-galaktosidase yang dihasilkan oleh bakteri E.
Coli yang ditumbuhkan di dalam medium yang mengandung laktosa
(Lehninger, 2005).
2.5 Sifat Katalitik Enzim
Sifat katalitik yang khas dari enzim, antara lain:
A. Enzim meningkatkan laju reaksi pada kondisi biasa (fisiologik) dari tekanan,
suhu dan pH. Hal ini merupakan keadaan yang jarang dengan katalis-katalis
lain.
B. Enzim berfungsi dengan selektivitas atau spesifisitas bertingkat luar biasa tinggi
terhadap reaktan yang dikerjakan dan jenis reaksi yang dikatalisasikan. Maka
reaksi-reaksi yang bersaing dan reaksi-reaksi sampingan tidak teramati dalam
katalisasi enzim.
C. Enzim memberikan peningkatan laju reaksi yang luar biasa dibanding dengan
katalis biasa (Winarmo, 2002).

2.6 Faktor yang mempengaruhi Aktivitas Enzim


Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas enzim, diantaranya
adalah suhu, pH, konsentrasi enzim, konsentrasi substrat serta activator dan
inhibitor.
A. Suhu
Enzim mempercepat terjadinya reaksi kimia pada suatu sel hidup. Dalam batas-
batas suhu tertentu, kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim akan naik bila
suhunya naik. Reaksi yang paling cepat terjadi pada suhu optimum (Rodwell,
2011). Suhu optimum merupakan suhu pada saat enzim memiliki aktivitas
maksimum. Suhu yang terlalu tinggi (jauh dari suhu optimum suatu enzim)
akan menyebabkan enzim terdenaturasi. Bila enzim terdenaturasi, maka bagian
aktifnya akan terganggu yang menyebabkan konsentrasi efektif enzim menjadi
berkurang. Hal ini menyebabkan laju reaksi enzimatik menurun (Poedjiadi,
2006). Pada suhu 0°C enzim menjadi tidak aktif dan dapat kembali aktif pada
suhu normal (Rodwell, 2011). Hubungan antara aktivitas enzim dengan suhu
ditunjukkan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Hubungan aktivitas enzim dengan suhu (Rodwell, 2011).
B. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) enzim pada umumnya bersifat amfolitik, yang berarti
enzim mempunyai konstanta disosiasi pada gugus asam maupun gugus basanya,
terutama pada gugus residu terminal karboksil dan gugus terminal amino.
Perubahan kereaktifan enzim diperkirakan merupakan akibat dari perubahan pH
lingkungan (Winarno, 2002). Perubahan pH dapat mempengaruhi asam amino
kunci pada sisi aktif, sehingga menghalangi sisi aktif enzim membentuk
kompleks dengan substratnya (Winarno, 2002)

Gambar 2. Hubungan kecepatan reaksi dengan pH (Winarno, 2002).


C. Konsentrasi Enzim
Konsentrasi enzim secara langsung mempengaruhi kecepatan laju reaksi
enzimatik dimana laju reaksi meningkat dengan bertambahnya konsentrasi
enzim (Poedjiadi, 2006). Laju reaksi tersebut meningkat secara linier selama
konsentrasi enzim jauh lebih sedikit daripada konsentrasi substrat. Hal ini
biasanya terjadi pada kondisi fisiologis (Winarno, 2002). Hubungan antara laju
reaksi enzim dengan konsentrasi enzim ditunjukkan dalam Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan antara laju reaksi dengan konsentrasi enzim (Winarno,


2002).
D. Konsentrasi Substrat
Kecepatan reaksi enzimatis pada umumnya tergantung pada konsentrasi
substrat. Kecepatan reaksi akan meningkat apabila konsentrasi substrat
meningkat. Peningkatan kecepatan reaksi ini akan semakin kecil hingga
tercapai suatu titik batas yang pada akhirnya penambahan konsentrasi substrat
hanya akan sedikit meningkatkan kecepatan reaksi (Lehninger, 2005).
Hubungan antara konsentrasi substrat dengan laju reaksi enzim ditunjukkan
pada Gambar 4.

Gambar 4. Hubungan konsentrasi substrat dengan laju reaksi enzim (Shahib,


2005).
E. Aktivator dan Inhibitor
Beberapa enzim memerlukan aktivator dalam reaksi katalisnya. Aktivator
adalah senyawa atau ion yang dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzimatis.
Komponen kimia yang membentuk enzim disebut juga kofaktor. Kofaktor
tersebut dapat berupa ion-ion anorganik seperti Zn, Fe, Ca, Mn, Cu, Mg atau
dapat pula sebagai molekul organik kompleks yang disebut koenzim
(Martoharsono, 2006).
Menurut Martoharsono (2006), inhibitor merupakan suatu zat kimia tertentu
yang dapat menghambat aktivitas enzim. Pada umumnya cara kerja inhibitor
adalah dengan menyerang sisi aktif enzim sehingga enzim tidak dapat berikatan
dengan substrat dan fungsi katalitik enzim tersebut akan terganggu (Winarno,
2002).
2.7 Teori Pembentukan Enzim-Substrat
Menurut Shahib (2005) ada dua teori pembentukan kompleks enzim substrat yaitu
teori lock and key dan teori induced-fit yang dapat diilustrasikan pada Gambar 5.
A. Di mana substrat yang spesifik akan terikat pada daerah spesifik di molekul
enzim yang disebut sisi aktif. Substrat mempunyai daerah polar dan non polar
pada sisi aktif yang baik bentuk maupun muatannya merupakan pasangan
substrat. Hal ini terjadi karena adanya rantai peptida yang mengandung rantai
residu yang menuntun substrat untuk berinteraksi dengan residu katalitik.
Ketika katalisis berlangsung, produk masih terikat pada molekul enzim.
Kemudian produk akan bebas dari sisi aktif dengan terbebasnya enzim.
B. Teori induced-fit (ketetapan induksi)
Teori ini menerangkan bahwa enzim bersifat fleksibel. Dimana sebelumnya
bentuk sisi aktif tidak sesuai dengan bentuk substrat, tetapi setelah substrat
menempel pada sisi aktif, maka enzim akan terinduksi dan menyesuaikan
dengan bentuk substrat.
Gambar 5. Teori kunci gembok dan teori induksi (Shahib, 2005).

2.8 Contoh Mikroorganisme pada Bidang Industri


Enzim Lipase
Salah satu enzim yang mempunyai peranan penting dalam
perkembangan bioteknologi adalah lipase. Enzim lipase memiliki cakupan
aplikasi yang luas dalam bidang bioteknologi seperti produksi pestisida,
pengolahan limbah, industri makanan (pembuatan roti dan keju), biosensor,
detergen, industri kulit, pembuatan kertas, dan industri oleokimia (Handayani
dkk., 2006).
Enzim Amilase
Amilase merupakan kelompok enzim yang mempunyai kemampuan
untuk memutuskan ikatan glikosida pada amilum. Enzim α-amilase (1,4- α-D-
glukan glukano hidrolase, E.C.3.2.1.1) adalah enzim kunci dalam
metabolisme organisme hidup yang menggunakan pati sebagai sumber karbon
dan sumber energi (Purnawan, 2015). Enzim α-amilase berupa endo-enzim
yang dapat menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosida pada unit polimer pati yang
berantai lurus atau bercabang menghasilkan glukosa (Regulapati , 2007).
Enzim ini memiliki aplikasi dengan skala yang luas, juga membuka area baru
dari banyaknya proses bioteknologi yang bersifat komersial mulai dari
industri tekstil, hidrolisis pati, bir, roti, sirup, pemanis buatan, etanol, detergen,
industri kertas, industri penyulingan, energi terbarukan, hingga bidang farmasi
(Bozic, 2011). Amilase merupakan enzim industri yang paling penting yang
menyumbang sekitar 30% dari produksi enzim dunia sebagai contoh produksi
amilase oleh Bacillus licheniformis danAspergillus sp. sekitar 300 ton enzim
murni pertahun (Sivaramkrishnan ,2006). Beberapa laporan menyebutkan α-
amilase yang dihasilkan oleh bakteri berbeda dengan yang dihasilkan oleh
jamur, contoh Bacillus dan Aspergillus sp. diteliti sebagai sumber yang
berguna untuk industri (Silva, 2011).
Enzim Hidrolitik
Produksi dan perdagangan enzim didominasi oleh kelompok enzim
hidrolitik seperti amilase, protease, selulase, katalase dan lipase. Penelitian
Ardakani (2010) menyatakan bahwa yang dilakukan baik di Indonesia
maupun di luar Indonesia untuk mencari dan mendapatkan informasi tentang
penghasil enzim hidrolitik ini. misalnya berhasil mengisolasi halophilik
Pseudoalteromonas yang memproduksi enzim hidrolitik dari Teluk Persia.
Selain itu David (2012) bahwa berhasil mengisolasi bakteri termofilik yang
menghasilkan enzim hidrolitik dari pupuk kompos, dimana ditemukan
sepuluh bakteri termofilik dengan suhu optimum (60-65°C) yang diisolasi dari
kotoran kompos.
Enzim Katalase
Katalase (hidrogen peroksida oksidoreduktase; EC1.11.1.6 merupakan
kelompok oksidoreduktase yang berfungsi mengkatalisis reaksi perubahan
hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air dan oksigen (Zhenxiou Yu, 2016).
Enzim ini dikelompokkan menjadi empat kelompok berdasarkan berat
molekulnya, yaitu monofunctional heme katalase, katalase peroksidase,
katalase manganase dan katalase fenol oksidase (CATPO).Beberapa
penelitian melaporkan bahwa monofunctional heme katalase telah banyak
diaplikasikan dalam berbagai bidang, seperti bidang industri, pangan, tekstil,
dan perangkat biosensor (Jessica, 2016). Sejumlah mikroorganisme seperti
jamur, kapang, bakteri, dan khamir diketahui dapat memproduksi katalase
secara efektif (Isobe, 2006). Salah satu mikrob penghasil katalase yang
potensial yaitu kapang Neurospora crassa. Menurut Diaz (2001) melaporkan
bahwa katalase yang dihasilkan dari kapang Neurospora crassa. memiliki
aktifitas spesifik sebesar 1.404.891 U/mg, dan stabil pada rentang pH 4-12.
Enzim Protease
Protease merupakan enzim proteolitik yang mengkatalisis pemutusan
ikatan peptida pada protein. Enzim ini merupakan salah satu enzim skala
industri dengan tingkat penjualan hingga 60% dari total penjualan enzim di
dunia. Aplikasi enzim protease di antaranya pada industri pembuatan detergen,
industri penyamakan kulit, bahan aditif pada industri pangan, dan zat
terapeutik pada bidang farmasi (Gupta dkk., 2002). Beberapa genus bakteri
yang diketahui mampu menghasilkan protease di antaranya Bacillus,
Lactococcus, Streptomyces, dan Pseudomonas (Said, 2012).
Enzim Selulase
Menurut Kulp (1984) menyimpulkan bahwa Enzim selulase adalah
enzim yang dapat menghidrolisis selulosa dengan memutus ikatan glikosidik
𝛽 − 1,4 dalam selilosa, selodektrin,seloniosa, dan turunan selulosa lainnya
menjadi gula sederhana atau glukosa.
Glukosa merupakan bahan untuk fermentasi dalam memproduksi bioetanol,
sehingga pemanfaatan limbah selulosa dan bakteri penghasil enzim
penghidrolisis selulosa dapat memberikan peluang pada pengembangan
bioenergi. Oleh karena itu penelitian Dini (2014) menyatakan bahwa limbah
pabrik pengolahan agar-agar memanfaatkan rumput lalu Glacilaria sp. yang
menghasilkan limbah yang diduga mengandung selulosa sulit larut dalam air
(Kim, 2008). Oleh karena itu Dini (2014) menyimpulkan bahwa perlu
dilakukan pengolahan limbah menggunakan bakteri yang dapat menguraikan
selulosa menjadi glukosa.
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasarkan isi yang telah dibahas sebelumnya mengenai enzim pada mikroba,
maka dapat disimpulkan bahwa antara lain.
Enzim dimiliki setiap organisme untuk membantu mempercepat reaksi
metabolism tubuh, terlebih lagi mikroorganisme penghasil enzim akan
dimanfaatkan dalam bidang industri dan pengolahan limbah pencemaran.
Enzim yang biasanya digunakan dalam bidang industry diantaranya enzim
hidrolitik seperti amylase, protease,katalase, dan selulase. Enzim dipengaruhi
oleh suhu dan pH, dimana ketika kecepatan reaksi enzim dan substrat akan
berpengaruh adanya kedua faktor itu diberikan.
Daftar Rujukan

Ardakani. M.R. Poshtkouhian A., Amoozegar M. A., Zolgharnein H. 2010 Isolation


of moderately halophilic pseudoalteromonas producing
extracellular hydrolytic enzymes from Persian Gulf. Indian.
J.Microbial 52(1):94–98.
Bozic, N., Ruiz, J., Lopez-Santin, & Vujcic Z.2011. Optimization of the Growth and
α- amylase Production of Bacillus subtilis IP 5832 in Shake Flask
and Laboratory Fermenter Batch Cultures. Journal Serbian
Chemical Society. Vol 76(7): 965–972.
David, M., Charbonneaub., Fatma, M. M., Maurice, Boissinot., Marc, Sirois,.&
Marc, Beauregard. 2012. Identification of thermophilic bacterial
strains producing thermotolerant hydrolytic enzymes from manure
compost. Indian J. Microbial.52(1):41–47.
Diaz A., Rangel, P., Oca, Y.M., Lledias, F., Hansberg, W. 2001. Molecular and
kinetic study of catalase-1, a durable large catalase of Neurospora
crassa. Free Radic Biol Med. 31(11): 1323–1333. doi:
10.1016/S0891-5849(01)00637-2.
Dini, I.R.,& Munifah, I. 2014. Produksi dan Karakterisasi Enzim Selulase Ekstrak
Kasar Dari Bakteri Yang Diisolasi Dari Limbah Rumput
Laut.Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia. Vol
6(03): 69-75
Gupta, R., P. Gigras, H. Mohapatra, VK. Goswami, & B. Chauhan. 2003. Microbial
α- amylases: A Biotechnological Perspective. Process
Biochemical. 38:1599-1616.
Gunam, B. W., dkk, 2011. Produksi Selulase Kasar dari Kapang Trichoderma
Viride dengan Perlakuan Konsentrasi Substrat Ampas Tebu dan
Lama Fermentasi. Jurnal Biologi XV (2) : 29 – 33. Mataram:
Universitas undayana.
Handayani, S., Sugiharni, N., Hernawati, B.D., dan Hudiyono, P.W.S. 2006. Studi
Pendahuluan Poliester Sukrosa dari Asam Lemak Minyak Sawit
dan Minyak Kelapa dengan Sukrosa Menggunakan Enzim Lipase
yang Diproduksi oleh Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas
fluorescens, Skripsi tidak diterbitkan. Jakarta: Departemen Kimia
FMIPA Universitas Indonesia.
Isobe K, Inoue N, Takamatsu Y, Kamada K, Wakao N. 2006. Production of catalase
by fungi at low pH and high temperature. Journal of Biosci Bioeng.
Vol 101 (3): 73-76.
Jessica Röcker, Matthias Schmitt, Ludwig Pasch, Kristin Ebert, Manfred
Grossmann. 2016. The use of glucose oxidase and catalase for the
enzymatic reduction of the potential ethanol content in wine. Food
Chemistry. No 210: 660–670 . doi:
10.1016/j.foodchem.2016.04.093.
Kango, N. & Jain, S.C. (2011). Production andproperties of microbial inulinases:
Recent advances. Food Biotechology. 25: 165-212
Kim, G.S., Myung, K.S., Kim, Y.J., Oh, K.K., Kim, J.S., Ryu, H.J.,& Kim, K.H.
2008. Methode of Producing Biofuel Using Sea Algae. Seoul:
World Intelectual Property Organization.
Kıran, O.E., Comlekcioglu, U. & Dostbil, N., (2006). Mikrobiyal Enzimler ve
Endüstride Kullanım Alanları. Kahramanmaras Sutcuimam
Universitesi Fen ve Muhendislik Dergisi. 9(1): 12-19.
Kulp K. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami sebagai Makanan Ternak. Bandung:
Yayasan Dian Grahita.
Lehninger, A.L. 2005. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Martoharsono, S. 2006. Biokimia. Yogyakarta: UGM Press
Oost Van Der. J & Graff De. L. 2003. Applied Moleculer Genetics. A teaching
module.
Wagening University.
Poedjiadi, A.1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta:UI-Press.
Purnawan, A., Capiyanti, Y., Kurniatin, P.A., Rahmani, N.,& Yopi. 2015. Optimasi
Produksi Enzim AMilase dari Bakteri Laut Jakarta. Jurnal Biologi
Indonesia. Vol 11(2):215-224
Rahayu, S., Tanuwidjaya, F., Rukayadi, Y.,Suwanto, A.,Suhartono, M. T., Hwang,
J.K, & Pyun, Y.R. 2004. Study ofThermostable Chitinase
Enzymes fromIndonesian Bacillus K29-14. J.
Microbiol.Biotechnol. 14(4): 647–652.
Rao, M.B., Tanksale, A.M., Ghatge, M.S., dan Deshpande, V.V. 1998. Molecular
and biotechnological aspects of microbial proteases. Microbiology
and Molecular Biology Reviews. 62:597-635.
Rodwell, V.W. 2011. Harper’s Review of Biochemistry. Jakarta: EGC Kedokteran
Said, M.I., dan Likadja, J.C. 2012. Isolasi dan Identifikasi Bakteri yang Berpotensi
sebagai Penghasil Enzim Protease pada Industri Penyamakan
Kulit. Adhi Satria Abadi (Asa), Yogyakarta. Makalah Ilmiah.
Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. Makassar.
Shahib, N. 2005. Biologi Molekular Medik I.Bandung: Unpad Press.
Sivaramkrishnan, S., D. Gangadharan, KD. Nampoothiri, CR. Sossol & A. Pandey.
2006. α-amylase From Microbial Sources- An Overview on
Recent Developments. Food. Technology Biotechnology. 44: 173-
184.
Soeka, Y.S., Rahayu, S.H., Setianingrum, N. and Naiola, E., 2011. Kemampuan
bacillus
licheniformis dalam memproduksi enzim protease yang bersifat
alkalin dan
termofilik. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 21.
Susanti R & Fibriana Fibia, 2017. Teknologi Enzim. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang.
Winarno, F.G. 2002. Enzim Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Winarsi H, Wijayanti SPM, Purwanto A. 2012. Aktivitas Enzim Superoksida
Dismutase, Katalase, dan Glutation Peroksidase Wanita
Penderita Sindrom Metabolik. MKB 44(1) : 7-12.
Zhenxiao Yu, Hongchen Zheng, Xingya Zhao, Shufang Li, Jianyong Xu, Hui Song.
2016. High level extracellular production of a recombinant
alkaline catalase in E. coli BL21 under ethanol stress and its
application in hydrogen peroxide removal after cotton fabrics
bleaching. Bioresource Technology. Vol 214:303—310n doi:
10.1016/j.biortech.2016.04.110.

Anda mungkin juga menyukai