Anda di halaman 1dari 14

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

RSUD UNDATA PALU – FAKULTAS LAPORAN KASUS

KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS TADULAKO

SKIZOFRENIA YANG TAK TERGOLONGKAN (F20.9)

OLEH :
HASTY WAHYUNI S.Ked
N 111 14 044

PEMBIMBING
dr. Patmawati, M.Kes., Sp.KJ

DIBUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
RSUD UNDATA –FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
MARET
2015
Masuk RS tanggal : 12 Maret 2015

No. Status / No. Reg :

Nama : Ny. Sutinem

Umur : 58 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Tolai

Pekerjaan : Tidak ada

Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah

Dokter Pembimbing : dr. Patmawati, M.Kes.,Sp.Kj

Diagnosa Sementara : Skizofrenia

Gejala-gejala utama : Gelisah, banyak bicara


LAPORAN PSIKIATRIK

1. RIWAYAT PENYAKIT

A. Keluhan utama dan alasan MRSJ / Terapi : Gelisah

B. Riwayat gangguan sekarang, perhatikan

 Keluhan dan gejala :

Pasien wanita umur 58 tahun datang ke poli Jiwa RSD Mamboro. Pasien
datang dengan keluhan gelisah dan banyak bicara sudah sejak ± 1 minggu. Pasien
sudah ke empat kalinya masuk RS dengan keluhan gelisah, banyak bicara,
mengamuk, memukul suaminya dengan kayu, susah tidur, dan berbicara sendiri.
Gejala hilang timbul dan pertama kali muncul pada tahun 2009 dan kembali
muncul seminggu terakhir ini. Pasien juga memiliki riwayat sering putus obat dan
tidak teratur minum obat.
Ketika ditanya pasien menjawab pertanyaan dengan tidak jelas dan marah
jika didekati dan ditanyai. Intonasi suara pasien terdengar seperti anak kecil yang
kadang melengking ketika ia mulai berbicara sendiri. Tampak dari pengamatan
selama di ruangan, pasien sering meludah sembarangan, berteriak, menyanyi dan
menangis sendiri tanpa sebab, serta membanting-banting kedua kakinya
bergantian seperti anak kecil. Pasien juga sempat membuka-buka bajunya dan
bertelanjang.
 Hendaya / Disfungsi :

- Hendaya sosial (+)

- Hendaya pekerjaaan (+)

- Hendaya waktu senggang (+)

 Faktor stressor psikososial : Belum bisa dipastikan

 Hubungan gangguan, sekarang dengan riwayat penyakit fisik dan psikis

sebelumnya : Sebelumnya pernah dirawat di RSD Madani dengan keluhan yang

sama
C. Riwayat penyakit sebelumnya :

 Trauma (-)

 Infeksi (-)

 Kejang (-)

 NAPZA (-)

 Alkohol (-)

 rokok (+)

D. Riwayat kehidupan pribadi :

 Riwayat Prenatal dan Perinatal

Pasien lahir di Tolai pada tahun 1957

 Riwayat Masa Kanak Awal (1-3 tahun)

Riwayat minum ASI sampai umur 2 tahun

 Riwayat Masa Pertengahan (4-11 tahun)

Merupakan anak yang pandai bergaul, dekat dengan teman-temannya.

 Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja. ( 12-18 tahun)

Riwayat putus sekolah hanya sampai SMP

 Riwayat Masa Dewasa (19-23)

Senang bergaul, dekat dengan keluarga dan tetangganya

E. Riwayat kehidupan keluarga :

Pasien merupakan anak pertama dari 3 bersaudara (P,L,P). Riwayat penyakit yang

sama dalam keluarga (-). Hubungan dengan keluarga cukup harmonis.

F. Situasi sekarang :

Saat ini pasien tinggal bersama suami dan keluarganya


G. Persepsi pasien tentang diri dan kehidupannya :

Pasien berbicara tidak jelas dan kadang ngelantur

2. STATUS MENTAL

A. Deskripsi Umum

 Penampilan :

Tampak seorang wanita paruh baya sesuai umur, perawatan diri kurang. Memakai

baju daster lusuh, badan kurus, rambut beruban tidak rapi, perawakan sedang.

 Kesadaran :

Compos mentis

 Perilaku dan aktivitas psikomotor :

Pasien tampak gelisah dan kadang membanting-banting kedua kakinya bergantian

di tempat ia berbaring

 Pembicaraan :

Spontan, intonasi keras kadang melengking

 Sikap terhadap pemeriksaan :

Tidak kooperatif

B. Keadaan afektif (mood), perasaan, empati dan perhatian

 Mood : Marah

 Afek : Iritabilitas

 Empati : Tidak dapat dirabarasakan

C. Fungsi intelektual (kognitif) :

 Taraf pendidikan, pengetahuan umum dan kecerdasan : Sesuai taraf pendidikan

 Daya konsentrasi : Kurang


 Orientasi (waktu, tempat, dan orang) : Baik

 Daya ingat

- Jangka panjang : Terganggu

- Jangka Pendek : Baik

- Segera : Baik

 Pikiran abstrak : Tidak ada

 Bakat kreatif : Ada

 Kemampuan menolong diri sendiri : Kurang

D. Gangguan persepsi

 Halusinasi : Halusinasi auditorik (+), berupa suara-suara

 Ilusi : Tidak ada

 Depersonalisasi : Tidak ada

 Derealisasi : Tidak ada

E. Proses berfikir

 Arus pikiran

 Produktivitas : Miskin ide

 Kontinuitas : Inkoheren

 Hendaya berbahasa : Tidak ada

 Isi pikiran

 Preokupasi : Tidak ada

 Gangguan isi pikiran : Tidak ada

F. Pengendalian Impuls : Terganggu


G. Daya Nilai

 Normo sosial : Terganggu

 Uji daya nilai : Terganggu

 Penilaian realitas : Terganggu

H. Tilikan (Insight)

Derajat 1  pasien tidak sadar bahwa dirinya sedang sakit

I. Taraf dapat dipercaya

Pasien tidak dapat dipercaya

3. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT

Pemeriksaan Fisik

 Status Internus : T = 120/80 mmHg, N = 98 x/menit, P = 24 x/menit, S = 37ºC

 Pemeriksaan fisik, pem lab dan penunjang lainnya yang bermakna :

- GCS E4M6V5

- Kepala : pupil bulat dan isokor

- Pemeriksaan Thoraks :

Paru-paru : auskultasi paru vesikuler (+)

Jantung : BJ I/II reguler

- Pemeriksaan abdomen : dalam batas normal

- Ekstremitas : atrofi pada otot tangan dan kaki (+)

- gejala rangsang selaput otak : kaku kuduk (-), kernig sign (-)/(-),

- Refleks fisiologis (+)

- Refleks patologis (-)


4. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA :

Pasien wanita umur 58 tahun datang ke poli Jiwa RSD Mamboro. Pasien datang
dengan keluhan gelisah dan banyak bicara sudah sejak ± 1 minggu. Pasien sudah ke
empat kalinya masuk RS dengan keluhan gelisah, banyak bicara, mengamuk, memukul
suaminya dengan kayu, susah tidur, dan berbicara sendiri. Gejala hilang timbul dan
pertama kali muncul pada tahun 2009 dan kembali muncul seminggu terakhir ini. Pasien
juga memiliki riwayat sering putus obat dan tidak teratur minum obat.
Dari autoanamnesis, pemeriksa merasa kesulitan melakukan anamnesis dan
pemeriksaan. Pasien menjawab pertanyaan dengan tidak jelas dan marah jika didekati
dan ditanyai. Intonasi suara pasien terdengar seperti anak kecil yang kadang melengking
ketika ia mulai berbicara sendiri. Tampak dari pengamatan selama di ruangan, pasien
sering meludah sembarangan, berteriak, menyanyi dan menangis sendiri tanpa sebab,
serta membanting-banting kedua kakinya bergantian seperti anak kecil. Pasien juga
sempat membuka-buka bajunya dan bertelanjang.
Riwayat penyakit terdahulu, pasien tidak pernah mengalami kejang, Diabetes
Melitus, Hipertensi, tidak ada riwayat penggunaan NAPZA, alkohol dan rokok. Tidak
ada keluarga pasien yang menderita penyakit atau gejala yang sama dengan pasien.
Sebelum pasien sakit, dikatakan bahwa pasien adalah orang yang baik, senang bergaul
dan dekat dengan tetangga sekitar.
Berdasarkan pemeriksaan status mental pasien ditemukan perilaku dan aktivitas
psikomotor yang gelisah, membanting-banting kakinya layaknya anak kecil. Suara
Intonasi suara yang keras, kadang melengking serta spontan. Pasien tidak kooperatif saat
diperiksa sehingga banyak item yang tidak bisa dinilai. Selain itu, juga ditemukan
hendaya pekerjaan, waktu senggang dan sosial, ditemukan fungsi intelektual yang
terganggu, juga ditemukan gangguan persepsi halusinasi auditorik namun tidak
menonjol. Produktivitas buruk, kontuinitas irelevan-inkoheren, dan hendaya berbahasa
terganggu. Isi pikir tidak dapat dinilai. Pengendalian impuls tidak dapat dikendalikan.
Serta ditemukan pula daya nilai yang terganggu.

5. EVALUASI MULTIAKSIAL :

 Aksis I :

Berdasarkan autoanamnesa, dan pemeriksaan status mental didapatkan gejala

klinis yang bermakna , hendaya berat dalam menilai realita seperti halusinasi

walaupun tidak menonjol serta disabilitas yang berat, maka dari itu dapat
disimpulkan bahwa penyakit yang diderita pasien termasuk gangguan jiwa

psikotik.

Pada pemeriksaan status internus dan neurologis tidak ditemukan adanya

kelainan, sehingga kemungkinan adanya gangguan mental organik dapat

disingkirkan dan didiagnosis gangguan jiwa psikotik non organik.

Terdapat dua gejala utama yang ditemukan sehingga terdiagnostik dengan

Skizofrenia yaitu, halusinasi yang menetap dari panca indra dan arus pikiran yang

terputus. Namun dslsm penggolongan skizofrenia, untuk Skizofrenia paranoid

waham dan halusinasi pada pasien tidak menonjol; pada skizofrenia hebefrenik onset

terjadinya pertama kali sudah tidak sesuai kriteria yaitu > 25 tahun; pada skizofrenia

katatonik, skizofrenia tak terinci, pasca-skizofrenia, residual dan simpleks, juga

tidak terdapat gejala yang spesifik pada kasus. Sehingga diagnosis pada kasus ini

berdasarkan PPDGJ III digolongkan pada Skizofrenia Yang Tak Tergolongkan

(F20.9).

 Aksis II :

Ciri kepribadian tidak khas

 Aksis III :

Tidak ditemukan penyakit organobiologik pada pasien.

 Aksis IV :

Tidak ada

 Aksis V :

Berdasarkan Global Assessment of Functioning (GAF) Scale pada 40-31.


6. DAFTAR PROBLEM

Organobiologik

Tidak ditemukan kelainan fisik yang bermakna, tetapi diduga terdapat

ketidakseimbangan neurotransmitter sehingga pasien memerlukan psikofarmakoterapi.

Psikologik

Ditemukan adanya gejala psikotik sehingga pasien membutuhkan psikoterapi.

Sosiologik

Ditemukan adanya hendaya berat dalam bidang sosial, pekerjaan, dan penggunaan waktu

senggang sehingga perlu dilakukan sosioterapi

7. PROGNOSIS

Malam

a. Faktor Pendukung

- Merupakan penyakit kronis yang berlangsung sudah bertahun-tahun

- Ketidakpatuhan terhadap minum obat

- Pengobatan dan perawtan tidak terkontrol

b. Faktor penghambat

- Pasien memiliki gejala yang berat dan dissabilitas yang berat

8. PEMBAHASAN TINJAUAN PUSTAKA

Skizofrenia, yang menyerang kurang lebih 1 persen populasi, biasanya bermula di

bawah usia 25 tahun, berlangsung seumur hidup, dan mengenai orang dari semua kelas

sosial. Hal ini tidak sesuai dengan usia pasien pada kasus ini yang masih 58 tahun, selain

itu berdasarkan gender dan usia, skizofrenia pada pria memiliki onset yang lebih dini

daripada wanita. Pasien pada kasus ini seorang perokok dan peminum alkohol, dan
berdasarkan survei ditemukan lebih dari ¾ pasien skizofrenia merokok dibanding kurang

dari setengah pasien psikiatri lain secara keseluruhan. Sejumlah studi melaporkan bahwa

merokok dan alkohol dikaitkan dengan penggunaan obat antipsikotik dalam dosis yang

lebih tinggi, hal ini mungkin karena zat tersebut meningkatkan laju metabolisme obat-

obatan tersebut.1

Pada kasus ini, merujuk pada kriteria diagnostik berdasarkan PPDGJ III

didapatkan halusinasi auditorik namun tidak menonjol, inkoherensi, afek

inappropriate, perilaku dan tertawa kekanak-kanakan, yang terpecah-pecah, dan

perilaku aneh seperti menyeringai sendiri, menunjukkan gerakan-gerakan aneh,

mengucap berulang-ulang dan kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrim dari

hubungan sosial, maka pasien ini adalah Skizofrenia.3

Pada pasien ini, terapi yang diberikan adalah terapi psikofarmaka berupa
Haloperidol 5 mg/hari dan diazepam 5 mg. Haloperidol merupakan anti psikosis tipikal
golongan Butyrophenone dimana mekanisme adalah memblokade dopamin pada
reseptor pasca sinaptik neuron di otak, khususnya di sistem limbik dan sistem
ekstrapiramidal (Dopamin D2 reseptor antagonis), sedangkan diazepam merupakan
anti-anxietas golongan benzodiazepine. Sindrom ansietas disebabkan hiperaktivitas dari
system limbik yang terdiri dari dopaminergik, nonadrenergik, seretonnergik yang
dikendalikan oleh GABAergic yang merupakan suatu inhibitory neurotransmitter. Obat
antiansietas benzodiazepine yang bereaksi dengan reseptornya yang akan meng-inforce
the inhibitory action of GABA neuron, sehingga hiperaktivitas tersebut mereda.
. Kombinasi antipsikosis dan anti-anxietas memiliki efek sedasi meningkat,
bermanfaat untuk kasus dengan gejala dan gaduh gelisah yang sangat hebat (acute
adjunctive therapy).4
Untuk terapi non psikofarmaka, dapat dilakukan :1,2,4
a. Terapi perilaku
Terapi perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial
untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri,
latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong
dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan,
seperti hak istimewa. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau
menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan
postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorientasi keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan
dalam keadaan remisi parsial, dimana pasien skizofrenia kembali seringkali
mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap
hari).
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi
secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif
d. Psikoterapi individual
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di
dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit
dilakukan, pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban
dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi
jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah
sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah
lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama
yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan
adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan,
manipulasi, atau eksploitasi.

9. RENCANA TERAPI

a. Psikofarmaka

- Haloperidol 5 mg/hari 2× 1⁄2

- Diazepam 5 mg/hari 0-0-1

b. Non-psikofarmaka

- Terapi Berorientasi Keluarga


- Terapi Kelompok

- Terapi Perilaku Kognitif

- Psikoterapi Individual

10. FOLLOW UP

Memantau keadaan umum pasien dan perkembangan penyakit serta menilai efektivitas

pengobatan yang diberikan dan kemungkinan munculnya efek samping obat yang

diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan, HI, Sadock BJ, Skizofrenia, In :Synopsis of Psychiatry : Behavioral


Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition,2010.
2. Maslim, Rusdi dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan dari PPDGJ
III Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya, Jakarta, 2001.
3. Sinaga Banhard Rudyanto. 2AA7. Skizofrenia dan Diagnosis Banding. Balai Penerbit
FKUI, Jakarta.
4. Maslim, Rusdi. 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. PT Nuh Jaya Jakarta.
5. Anonymous. Schizophrenia (DSM-IV-TR 295.1–295.3, 295.90)
6. Donald I. Templer. The Decline exclusive of Schizophrenia In: Orthomolecular
Psychiatry, Volume 11, Number 2,2002, Pp. 100-102.

Anda mungkin juga menyukai