PENDAHULUAN
pertama kali di Inggris saat revolusi industri tepatnya pada 1845 yang
kurun waktu tertentu. Dalam industri fast fasion sendiri produk yang dibuat
biasanya mereplika busana – busana yang sedang tren pada saat itu , kemudian
dalam melakukan proses produksinya industri fast fasion lebih menekankan pada
tingkat produksi yang cepat dan masif serta menggunakan bahan berkulitas rendah
untuk menekan biaya produksi sehingga produk yang dihasilkan memiliki harga
jual yang murah. Industri fast fashion dalam prduksinya mengasilkan sekitar 52
“micro – season” dalam setahun. Hal ini berarti dalam kurun waktu satu tahun
industri fast fashion mampu memproduksi satu koleksi baru setiap minggunya.
Sedangkan pada industri fesyen pada umumnya hanya memproduksi kolesksi setiap
tiga sampai empat bulan sekali dalam satu tahun. Dengan proses produksi yang
cepat dan koleksi yang beragam setiap tahunnya ditambah dengan harga yang
pabrik yang menaungi merk – merk fast fashion tidak memiliki transparansi yang
jelas sehingga perlu dipertanyakan asal usul produk tersebut. Beberapa contoh merk
fesyen ternama yang menerapkan konsep fast fashion diantaranya Zara, Uniqlo,
mengabaikan aspek – aspek lingkungan. Menurut hasil laporan dari Trusted Clothes,
dalam proses produksi kain dan pakaian di industri fast fahion sering menggunakan
bahan kimia dan juga bahan pewarna yang berbahaya. Selain penggunaan bahan
berbahaya, pencemaran dan penggunaan air menjadi masalah lain yang ditimbulkan
oleh industri fast fashion. Salah satu contoh pencemaran dan penggunaan air yang
dilakukan industri ini yaitu dalam proses pembuatan satu kaus katun yang
membutuhkan 2.700 liter air dalam proses produksinya, bahkan dalam proses
pembuatan benang membutuhkan sekitar 50 liter air. Hal ini dikemukakan dalam
catatan Aprina Murwanti, kurator dalam proyek Slow Fashion Lab. Selain masalah
muncul dari pihak konsumen yaitu melalui pembelanjaan yang terus meningkat
maka semakin naik pula sampah yang dihasilkan. Berdasarkan NPR, penulis
buku Overdressed: The Shockingly High Cost of Cheap Fashion, Elizabeth Cline,
megatakan bahwa pakain yang memiliki harga terjangkau sering kali berakhir di
tempat sampah. Selain itu, dikutip dari Euro News Week, masyarakat Amerika
dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun menghasilkan sampah pakaian sebayak 14
juta ton dua kali lipat dalam satu tahun yang awalnya 7 juta ton. Sedangkan Cina,
dilansir dari Ecowatch, dalam satu tahun mampu meyumbang sekitar 3 miliar jelaga
tekstil. Serta data dari Forbes mengatakan bahwa industri pakaian menyumbang
10% emisi karbon dan menjadikan industri pakaian menjadi industri kedua yang
meyumbang polusi setelah industri industri minyak. Hal ini membuktikan bahwa
industri fesyen sangat mempengaruhi dalam kerusakan bumi, terlebih lagi industri
dari industri fast fashion. Gerakan fesyen berkelanjutan ini memiliki misi
mejadikan industri fesyen lebih beretika terhadap lingkungan, aksi ini muncul
karena banyaknya limbah industri fesyen yang jumlahnya tidak sedikit dan menjadi
salah satu industri penghasil limbah terbesar di bumi. Awal mula dari gerakan
fesyen berkelanjutan dimulai dari perang dunia II, dimana pada saat itu terjadi
kelangkaan sumberdaya yang ekstrim dan memaksa orang – orang pada masa itu
untuk menggunakan bahan daur ulang untuk membuat pakain mereka. Pada era 80
– an, istilah gerakan fesyen berkelanjutan muncul kembali yang digagas oleh merek
“sustainability” ke dalam bisnis mereka. Hal ini didasari atas perilaku masyarakat
Amerika yang rata – rata membuang pakaian bekas dengan total berat mencapai 30
serta munculnya tagar #zerowaste yang mencakup penggunaan pakaian yang ramah
lingkungan
Gerakan fesyen berkelanjutan merupakan gerakan yang memiliki tujuan
untuk mengurangi limbah yang dihasilkan oleh industri fast fashion dengan
menggati bahan yang dapat merusak lingkungan menjadi bahan yang ramah
lingkungan tetapi memiliki kualitas yang baik serta menjadikan industri fesyen
lebih beretika terhadap lingkung. salah satu bahan yang tergolong sebagai bahan
ramah lingkungan adalah rayon. Dalam industri garmen, rayon menempati posisi
ketiga bahan yang sering dipakai setelah polyester dan kapas. Dilansir dari Tirto.id,
pada tahun 2018 jumlah rayon yang diproduksi mencapai 5,8 juta ton. Angka
fesyen berkelanjutan yang semakin menjadi tren. Rayon sendiri berasal dari kayu
yang termasuk dalam suber terbarukan, rayon juga memiliki sifat yang mudah
terurai dalam jangka Panjang dan dalam kurun waktu yang relative cepat. Karena
sifat ini, rayon cocok dijadikan sebagai bahan untuk mewujudkan fesyen yang
berkelanjutan.
dan melakukan pembelian pakain bekas layak pakai dengan tujuan mengurangi
limbah pakaian yang dihasilkan. Maka dari itu, konsumen juga harus memiliki
pengetahuan tentang cara merawat pakaian agar tetap tahan lama dan tidak mudah
rusak. Selain itu cara yang mungkin dapat dilakukan untuk mendukung gerakan
fesyen berkelanjutan adalah dengan membeli pakain bekas layak pakai atau sering
disebut sebagai thrift shopping. Dengan melakukan pembelian pakain bekas layak
pakai, konsumen secara tidak langsung mengurangi limbah fesyen yang ada di bumi.
sampah tekstil setiap tahunnya di Amerika Utara. Dari sekian banyak sampah
tersebut ada sekita 95% yang masih bias digunakan kemabli atau didaur ulang.
Perusahaan tersebut juga mencatat ada sebayak 317 dari sampah tersebut yang
Banyak merk fesyen ternama yang mulai peduli dan menerapkan geraakan
McCartney, Vivienne Westwood, dan Edun yang telah lebih dulu menerapkan
geraka fesyen berkelanjutan. Merk retail ternama seperti H&M juga turut andil
pernyataan yang dilansir dari marketeers.com mengenai target H&M pada 2020
Seluruh material kapas yang digunakan dalam produk H&M akan menggunakan
bahan 100% dari sumber yang berkelanjutan. Pada 2030 juga H&M memiliki target
yaitu seluruh material yang digunakan berasal dari sumber – sumber yang
berkelanjutan pula.
mereka?
kelestarian lingkungan?
fashion?
1.1 Tujuan
koleksi mereka
4. Menjelaskan bahaya – bahaya yang ditimbulkan industri fast fashion
1.2 Manfaat
berkelanjutan
berkelanjutan.
berkelanjutan