Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fast fasion merupakan sebuah konsep di industri tekstil yang muncul

pertama kali di Inggris saat revolusi industri tepatnya pada 1845 yang

menghadirkan pakaian ready-to-wear dengan pergantian mode yang cepat dalam

kurun waktu tertentu. Dalam industri fast fasion sendiri produk yang dibuat

biasanya mereplika busana – busana yang sedang tren pada saat itu , kemudian

dalam melakukan proses produksinya industri fast fasion lebih menekankan pada

tingkat produksi yang cepat dan masif serta menggunakan bahan berkulitas rendah

untuk menekan biaya produksi sehingga produk yang dihasilkan memiliki harga

jual yang murah. Industri fast fashion dalam prduksinya mengasilkan sekitar 52

“micro – season” dalam setahun. Hal ini berarti dalam kurun waktu satu tahun

industri fast fashion mampu memproduksi satu koleksi baru setiap minggunya.

Sedangkan pada industri fesyen pada umumnya hanya memproduksi kolesksi setiap

tiga sampai empat bulan sekali dalam satu tahun. Dengan proses produksi yang

cepat dan koleksi yang beragam setiap tahunnya ditambah dengan harga yang

terjangkau mampu membuat banyak konsumen tertarik. Namun di sebagian besar

pabrik yang menaungi merk – merk fast fashion tidak memiliki transparansi yang

jelas sehingga perlu dipertanyakan asal usul produk tersebut. Beberapa contoh merk

fesyen ternama yang menerapkan konsep fast fashion diantaranya Zara, Uniqlo,

Inditex, Forever 21, dan masih banyak lagi.


Industri fast fashion memiliki dampak buruk bagi lingkungan, hal ini

disebabkan tekanan untuk mengurangi biaya dan waktu produksi sehingga

mengabaikan aspek – aspek lingkungan. Menurut hasil laporan dari Trusted Clothes,

dalam proses produksi kain dan pakaian di industri fast fahion sering menggunakan

bahan kimia dan juga bahan pewarna yang berbahaya. Selain penggunaan bahan

berbahaya, pencemaran dan penggunaan air menjadi masalah lain yang ditimbulkan

oleh industri fast fashion. Salah satu contoh pencemaran dan penggunaan air yang

dilakukan industri ini yaitu dalam proses pembuatan satu kaus katun yang

membutuhkan 2.700 liter air dalam proses produksinya, bahkan dalam proses

pembuatan benang membutuhkan sekitar 50 liter air. Hal ini dikemukakan dalam

catatan Aprina Murwanti, kurator dalam proyek Slow Fashion Lab. Selain masalah

lingkungan yang di sebabkan oleh proses produksi, masalah lingkungan juga

muncul dari pihak konsumen yaitu melalui pembelanjaan yang terus meningkat

maka semakin naik pula sampah yang dihasilkan. Berdasarkan NPR, penulis

buku Overdressed: The Shockingly High Cost of Cheap Fashion, Elizabeth Cline,

megatakan bahwa pakain yang memiliki harga terjangkau sering kali berakhir di

tempat sampah. Selain itu, dikutip dari Euro News Week, masyarakat Amerika

dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun menghasilkan sampah pakaian sebayak 14

juta ton dua kali lipat dalam satu tahun yang awalnya 7 juta ton. Sedangkan Cina,

dilansir dari Ecowatch, dalam satu tahun mampu meyumbang sekitar 3 miliar jelaga

tekstil. Serta data dari Forbes mengatakan bahwa industri pakaian menyumbang

10% emisi karbon dan menjadikan industri pakaian menjadi industri kedua yang

meyumbang polusi setelah industri industri minyak. Hal ini membuktikan bahwa
industri fesyen sangat mempengaruhi dalam kerusakan bumi, terlebih lagi industri

fast fashion yang lebih tidak memperhatikan dampak lingkungan.

Indusrti fast fashion banyak mengabaikan aspek aspek lingkungan yang

dapat membahayakan kelangsungan hidup di bumi. Atas keresahan – kersahan

tersebut kemudian muncul gerakan fesyen berkelanjutan yang merupaka antithesis

dari industri fast fashion. Gerakan fesyen berkelanjutan ini memiliki misi

mejadikan industri fesyen lebih beretika terhadap lingkungan, aksi ini muncul

karena banyaknya limbah industri fesyen yang jumlahnya tidak sedikit dan menjadi

salah satu industri penghasil limbah terbesar di bumi. Awal mula dari gerakan

fesyen berkelanjutan dimulai dari perang dunia II, dimana pada saat itu terjadi

kelangkaan sumberdaya yang ekstrim dan memaksa orang – orang pada masa itu

untuk menggunakan bahan daur ulang untuk membuat pakain mereka. Pada era 80

– an, istilah gerakan fesyen berkelanjutan muncul kembali yang digagas oleh merek

ternama seperti ESPIRIT dan Patagonia dimana mereka memasukkan istilah

“sustainability” ke dalam bisnis mereka. Hal ini didasari atas perilaku masyarakat

Amerika yang rata – rata membuang pakaian bekas dengan total berat mencapai 30

kilogram. Kejadian ini mendapat kritik dari pengamat lingkungan dan

menempatkan fashion sebagai penyumbang kedua terbesar polusi di

dunia.Sedangkan pada era 2000 – an dan 2010 – an penggiat lingkungan mulai

mlakukan kampanye mengenai gerakan fesyen berkelanjutan melalu media social,

serta munculnya tagar #zerowaste yang mencakup penggunaan pakaian yang ramah

lingkungan
Gerakan fesyen berkelanjutan merupakan gerakan yang memiliki tujuan

untuk mengurangi limbah yang dihasilkan oleh industri fast fashion dengan

menggati bahan yang dapat merusak lingkungan menjadi bahan yang ramah

lingkungan tetapi memiliki kualitas yang baik serta menjadikan industri fesyen

lebih beretika terhadap lingkung. salah satu bahan yang tergolong sebagai bahan

ramah lingkungan adalah rayon. Dalam industri garmen, rayon menempati posisi

ketiga bahan yang sering dipakai setelah polyester dan kapas. Dilansir dari Tirto.id,

pada tahun 2018 jumlah rayon yang diproduksi mencapai 5,8 juta ton. Angka

tersebut diprediksi akan terus meingkat seiring dengan perkembangan gerakan

fesyen berkelanjutan yang semakin menjadi tren. Rayon sendiri berasal dari kayu

yang termasuk dalam suber terbarukan, rayon juga memiliki sifat yang mudah

terurai dalam jangka Panjang dan dalam kurun waktu yang relative cepat. Karena

sifat ini, rayon cocok dijadikan sebagai bahan untuk mewujudkan fesyen yang

berkelanjutan.

Gerakan fesyen berkelanjutan juga turut mengajak konsumen untuk bijak

dalam pembelian pakaian dan mempertimbangkan untuk merawat, memperbaiki,

dan melakukan pembelian pakain bekas layak pakai dengan tujuan mengurangi

limbah pakaian yang dihasilkan. Maka dari itu, konsumen juga harus memiliki

pengetahuan tentang cara merawat pakaian agar tetap tahan lama dan tidak mudah

rusak. Selain itu cara yang mungkin dapat dilakukan untuk mendukung gerakan

fesyen berkelanjutan adalah dengan membeli pakain bekas layak pakai atau sering

disebut sebagai thrift shopping. Dengan melakukan pembelian pakain bekas layak

pakai, konsumen secara tidak langsung mengurangi limbah fesyen yang ada di bumi.

Berdasarkan catatan Value Village yang merupakan perusahaan retail global di


bidang baju, aksesoris, dan peralatan rumah bekas, terdapat sekitar 12 juta ton

sampah tekstil setiap tahunnya di Amerika Utara. Dari sekian banyak sampah

tersebut ada sekita 95% yang masih bias digunakan kemabli atau didaur ulang.

Perusahaan tersebut juga mencatat ada sebayak 317 dari sampah tersebut yang

dapat merek selamatkan dengan metode penyortiran.

Banyak merk fesyen ternama yang mulai peduli dan menerapkan geraakan

fesyen berkelanjutan dan koleksi mereka. Dengan semakin gencarnya kampanye

gerakan fesyen berkelanjutan membuat merek – merek fesyen di dunia mulai

memasukan istilah “Sustainable” dalam produk yang dihasilkan. Merek – merek

fesyen ternama yang menerapkan fesyen bereklanjutan diantaranya Stella

McCartney, Vivienne Westwood, dan Edun yang telah lebih dulu menerapkan

geraka fesyen berkelanjutan. Merk retail ternama seperti H&M juga turut andil

dalam penerapan gerakan fesyen berkelanjutan hal ini dibuktikan dengan

pernyataan yang dilansir dari marketeers.com mengenai target H&M pada 2020

Seluruh material kapas yang digunakan dalam produk H&M akan menggunakan

bahan 100% dari sumber yang berkelanjutan. Pada 2030 juga H&M memiliki target

yaitu seluruh material yang digunakan berasal dari sumber – sumber yang

berkelanjutan pula.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas penyusun merumuskan

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana awal mulanya muncul gerakan fesyen berkelanjutan?


2. Bagaimana gerakan fesyen berkelanjutan mampu memberikan

dampak positif dalam industri fesyen?

3. Bagaimana cara kerja industri fast fashion dalam membuat koleksi

mereka?

4. Apa saja bahaya yang ditimbulkan industri fast fashion terhadap

kelestarian lingkungan?

5. Bagaimana cara gerakan fesyen berkelanjutan menekan industri fast

fashion?

1.1 Tujuan

Tujuan dari penulis dalam membuat makalah ini antara lain:

1. Menjelaskan awal mula muncul gerakan fesyen berkelanjutan

2. Mendeskripsikan gerakan fesyen berkelanjutan yang mampu

memberikan dampak positif dalam industri fesyen

3. Mendeskripsikan cara kerja industri fast fashion dalam membuat

koleksi mereka
4. Menjelaskan bahaya – bahaya yang ditimbulkan industri fast fashion

terhadap kelestarian lingkungan

5. Mendeskripsikan cara gerakan fesyen berkelanjutan menekan

industri fast fashion

1.2 Manfaat

Bagi pembaca manfaat penulisan makalah ini antara lain :

1. Sebagai bahan referensi pembaca mengenai gerakan fesyen

berkelanjutan

2. Memberikan pengetahuan tentang bahaya industri faast fashion

3. Sebagai bahan pertimbangan pembaca untuk menerapkan gerakan

fesyen berkelanjutan dalam kehidupan sehari – hari.

4. Memberikan wawasan kepada pembaca tentang hal yang terjadi jika

industri fast fashion terus berkembang

5. Memberikan refrensi kepada pembaca tentang apa saja kegiatan

yang bias dilakukan untuk menerapkan gerakan fesyen

berkelanjutan.

6. Sebagai sumber pengetahuan mengenai hubungan gerakan fesyen

berkelanjutan dengan industri fast fashion.


Sedangkan bagi penulis sendiri makalah ini bermanfaat untuk:

1. Memnatu penulis untuk lebih mendalami tentang gerkan fesyen

berkelanjutan

2. Sebagai bahan masukkan kepada penulis untuk menerapakan

gerakan fesyen berkelanjutan dalam kehidupan sehari – hari.

3. Sebagai bahan pertimbangan kepada penulis untuk tidak

menggunakan produk fesyen yang termasuk dalam fast fashion

4. Memberikan wawasanyang lebih dalam tentang dampak yang

ditimbulkan oleh industri fast fashion.

Anda mungkin juga menyukai