Abstrak
Pada penelitian ini dilakukan kaji numerik terhadap model modifikasi Laval/Jeffcott rotor. Pada kelompok
pertama model rotor ini, massa poros rotor diasumsikan menjadi massa disk tipis di mana perbandingan
inersia massa aksial disk dengan inersia massa polar disk lebih kecil dari satu. Selanjutnya pada kelompok
kedua adalah rotor dengan masa disk tebal, di mana perbandingan inersia massa aksial disk dengan inersia
massa polar disk lebih besar dari satu. Dengan massa disk konstan, sedangkan ketebalan disk divariasikan,
maka diameter disk juga disesuaikan dengan perubahan dimensinya, sehingga pengaruh momen gyroskopik
akan berbeda-beda pada masing-masing model rotor. Berdasarkan analisis getaran pada model rotor
berputar, diperoleh eigen value rotor dalam fungsi kecepatan putar yang ditampilkan pada diagram
Campbell. Pada diagram ini terlihat bahwa putaran motor pada disk tipis tidak pernah mencapai eigen value
ke empat rotor berputar. Dari hasil simulasi terlihat bahwa semua model rotor bersifat stabil, karena nilai riil
dari eigen value selalu nol. Rotor dengan perbandingan inersia massa aksial disk dengan inersia massa polar
disk mendekati nilai 0.76 dari batas disk tipis-tebal memiliki eigen value yang lebih tinggi dibandingkan
dengan rotor dengan disk sangat tipis/sangat tebal.
Kata kunci : Laval/Jeffcott rotor, eigen value, momen gyroskopik, disk tipis/tebal
Metodologi
Pada dasarnya model Laval/Jeffcott rotor
menggunakan asumsi rotor dengan disk tipis dan
poros tak bermassa. Pada penelitian ini, massa
poros total diasumsikan sebagai massa disk. h
Untuk model rotor dengan disk tipis, maka jari-
jari disk akan lebih besar dan jika disknya E = 210 GPa; L = 0.25 m; d = 15 mm
dimodelkan menjadi lebih tebal maka diameter
disknya akan lebih kecil. Gambar 3 Rotor modifikasi: massa porosnya
Model rotor yang akan dianalisis di sini dipindahkan ke massa disk
merupakan penyederhanaan dari rotor dengan
propeller (i.e. rotor turbin angin). Bentuk Dalam analisis, sebuah disk dapat ditentukan
penyederhanaan rotor ini dapat dilihat pada sebagai disk tipis atau tebal berdasarkan besaran
Gambar 2. momen inersia massa aksial (Ja) dan momen
inersia massa polar (Jp). Berdasarkan referensi [2],
d=15 mm disebutkan bahwa jika momen inersia massa polar
D=50 mm lebih besar dibandingkan momen inersia massa
aksial (Jp > Ja), maka disk dapat dikatakan tipis
h1=178.5 mm h2=142.9 mm
dengan batasan nilai terendahnya yaitu Jp= 2Ja.
Jika momen inersia massa polarnya lebih kecil
Gambar 2 Model rotor aktual dibandingkan dengan momen inersia massa
aksialnya (Jp < Ja), maka disk bisa dikatakan
Rotor turbin angin sederhana biasanya ditumpu tebal.
dengan dua buah bearing yang jaraknya tidak Momen inersia massa aksial dapat dihitung
terlalu jauh. Dengan asumsi seperti ini maka dengan menggunakan Pers. 1, sedangkan momen
kondisi poros di antara dua bearing tersebut cukup inersia massa polar dapat ditentukan dengan
kaku, sehingga bagian poros yang menjorok menggunakan Pers. 2.
keluar (overhang) dapat diasumsikan dengan
= 3 +ℎ (1)
poros jepit. Bagian poros ini digunakan sebagai
tempat propeller. Bagian poros dan propeller itu
sendiri dapat diasumsikan menjadi poros dengan = (2)
diameter yang lebih besar (massa propeller
dimodelkan menjadi massa poros yang Berdasarkan Pers. 1 dan 2, untuk kondisi
ditempatkan di ujung poros). Jp = Ja , maka diperoleh
Untuk membuat model matematik dari rotor
pada Gambar 2, masih diperlukan penggunaan
3 +ℎ = , (3)
asumsi untuk penyederhanaan model. Dengan
penggunaan pendekatan model Laval/Jeffcott
rotor, maka massa poros dapat diasumsikan sehingga untuk disk tebal berlaku hubungan
menjadi massa disk, dengan catatan massa total ℎ > √3. (4)
sistem rotor tetap konstan. Disk ditempatkan di
titik berat poros dengan diamater besar (i.e. posisi Selanjutnya, dalam analisis getaran rotor
propeller pada poros), sehingga panjang poros persamaan differensial gerak sistem rotor harus
L=0.25 m. Dalam analisis rotor, ketebalan disk diturunkan terlebih dahulu, dengan asumsi
divariasikan mulai dari 0.01 m sampai ketebalan redaman luar dan redaman dalam tidak
yang sama dengan panjang poros. Dengan massa diperhitungkan. Berdasarkan referensi [2], telah
konstan, maka setiap variasi ketebalan disk (h), dijelaskan dengan rinci penurunan persamaan
jari-jari poros (R) juga akan berubah, sehingga differensial gerak sistem rotor jepit seperti pada
inersia massa aksial Ja dan inersia massa polar Jp Gambar 3, sehingga di sini tidak perlu dibahas
disk juga akan berbeda untuk masing-masing lebih jauh. Persamaan differensial gerak sistem
variasi. rotor tersebut adalah
+ + = (5)
ISBN 978 602 98412 3 7 45
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIII (SNTTM XIII)
Depok, 15 – 16 Oktober 2014
di mana [M] adalah matriks massa sistem rotor Tabel 1 Formula dan besaran momen inersia
dengan koefisien matriks massa terdiri dari massa penampang dan kekakuan poros
disk dan inersia massa aksial disk, yaitu
0 0 0 Formula Nilai
0 0 0
= 0 . (6) 2.485 E-9 m4
0 0 =
64
0 0 0
12
Selanjutnya matriks gyroskopik [G] merupakan = 4.008 E+5 N/m
fungsi dari kecepatan putaran rotor yaitu
0 0 0 0 6
5.009 E+4 N
=
0 0 0 0
= 0 Ω . (7)
0 0 4
0 0 Ω 0 = 8.349 E+3 Nm
Jari-
dan vektor gaya {F} berisikan gaya sentripetal Tebal ωn1 , ωn3 ,
jari
yang berasal dari massa tak seimbang pada disk, disk Ja / Jp ωn2 ωn4
disk
yaitu [m] [rad/s] [rad/s]
[m]
0.01 1225.8
194.10
0.0997 0.5017 2
= . (10)
0 0.02 1677.4
198.28
0 0.0705 0.5134 3
0.03 1980.3
199.60
0.0576 0.5453 6
0.04 2162.0
200.13
0.0498 0.6073 2
0.05 2233.1
200.30
0.0446 0.7097 9
0.052 2236.4
200.31
0.0437 0.7358 5
0.054 2236.4
200.31
0.0429 0.7641 9
0.056 2233.5
200.30
0.0421 0.7945 5
ISBN 978 602 98412 3 7 46
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIII (SNTTM XIII)
Depok, 15 – 16 Oktober 2014
0.058 2227.8
200.29 202
0.0414 0.8272 5
200
0.06 2219.6
200.27 198
0.0407 0.8623 4
0.07 2148.8 196
0.09 1931.4
199.43 188
0.0332 1.7227 4 186
0.10 1815.1
198.97 184
0.0315 2.1772 9 0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25
Tebal disk [m]
0.11 1704.0
198.43 Gambar 4 Eigen value ke-1 dan ke-2 model rotor
0.0301 2.7324 1
0.12 1600.8 dengan variasi ketebalan disk
197.82
0.0288 3.3983 0
0.13 1506.5 2400
197.15
0.0276 4.1849 4 2200
0.14 1421.1
196.42 2000
0.0266 5.1023 6
0.15 1344.1
Eigen value [rad/s]
1800
195.63
0.0257 6.1607 5 1600
0.16 1274.7
194.79 1400
0.0249 7.3700 5
0.17 1212.1 1200
193.87
0.0242 8.7403 8 1000
0.19 1104.6
191.94 800
0.0229 12.0042 0 0 0.05 0.1 0.15
Tebal disk [m]
0.2 0.25
0.21 1016.1
189.80 Gambar 5 Eigen value ke-3 dan ke-4 model rotor
0.0218 16.0329 4
dengan variasi ketebalan disk
0.23 0.0208 20.9069 187.50 942.71
0.25 0.0199 26.7068 185.04 881.14 Selanjutnya, pada diagram Campbell seperti
pada Gambar 6 dan 7 diperlihatkan besaran eigen
Pada Tabel 2 dicantumkan nilai eigen value value sistem rotor berputar terhadap putaran
ω1, ω2, ω3, dan ω4 sistem rotor. Besaran ω1 poros. Untuk rotor dengan poros bulat dalam
dengan ω2, dan ω3 dengan ω4 bernilai sama karena kondisi diam (kecepatan putar sama dengan nol),
penampang poros bulat, sehingga kekakuan poros eigen value bernilai sama untuk eigen value rotor
arah vertikal dan arah horizontal juga bernilai berputar pertama dan ke dua serta yang ke tiga
sama. dan ke empat, kemudian dengan naiknya
Dari tabel juga terlihat bahwa penentuan disk kecepatan putaran motor maka terjadi perubahan
tipis/tebal berada pada variasi model rotor dengan pada eigen value rotor berputar. Pada garis eigen
ketebalan disk antara 0.06 m dan 0.07 m (garis value yang bersilangan dengan garis kecepatan
merah pada Tabel 2), di mana perbandingan Ja/Jp putaran motor akan terjadi kondisi kecepatan
sama dengan satu. Meskipun demikian nilai eigen kritis rotor.
value pada variasi model dengan ketebalan disk Di samping itu, pada diagram Campbell juga
ini tidak berada pada nilai puncak. Nilai eigen dapat diketahui fenomena putaran yang terjadi
value tertinggi justru terjadi pada perbandingan pada rotor yaitu putaran maju (forward whirl
Ja/Jp di sekitar angka 0.76 (garis kuning pada selanjutnya ditulis FW) dan putaran mundur
Tabel 2) seperti yang terlihat pada Gambar 4 dan (backward whirl selanjutnya ditulis BW). Untuk
5. Pada gambar tersebut terlihat bahwa nilai BW ωn1 merupakan eigen value pertama rotor
tertinggi eigen value terjadi pada variasi model kondisi berputar. FW ωn2 merupakan eigen value
rotor dengan ketebalan 0.054 m. ke dua. Selanjutnya, untuk eigen value ke tiga
yaitu BW ωn3 dan eigen value yang ke empat yaitu
FW ωn4.
ISBN 978 602 98412 3 7 47
Proceeding Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin XIII (SNTTM XIII)
Depok, 15 – 16 Oktober 2014
BW n
3
Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas
3000
Andalas yang telah membiayai sebagian
(rad/s)
FW n
4
2000
penelitian ini yang merupakan penelitian
Fundamental Universitas Andalas tahun ke-2 yang
1000 dilaksanakan pada tahun 2014 dengan Kontrak
No. 18/UN.16/PL/D-FD/2014.
0
0 2 4 6 8 10
[rpm] 4
x 10 Referensi
Gambar 6 Diagram Campbell model rotor dengan [1] Genta, G. Dynamic of Rotating System.
disk tipis (tebal=0.02 m) Spinger. New York. 2005.
[2] Gasch. R. Rotordynamik. Spinger-Verlag.
5000
=
Berlin. 2006.
BW n
1
[3] Krämer. E. Dynamics of Rotors and
4000 FW n
2
Foundations. Springer-Verlag. Berlin. 1993.
3000
BW n
3
[4] Campos, J. Rotordynamic Modeling Using
Bond Graphs: Modeling the Jeffcott Rotor.
(rad/s)
FW n
4
ISBN 978 602 98412 3 7 48