Anda di halaman 1dari 13

14 Hukum dan Pembangunan

MEMBANGUN CONDOMINIUM (RUMAH SUSUN,:


MASALAH-MASALAH YURIDIS PRAKTIS DALAM
·PENJUALAN. PEMILIKAN. PEMBEBANAN
SERTA PENGElOLAANNYA·

Arie S. Hutagalung

PenjuaLan unit-unit kondominium dalam


bentuk "strata title" mulai diperkenalkan di
Indonesia. Walaupun Indonesia teLah memiliki
Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 tentang
RUlllah Susun, namun dalam kenyataannya
masih terdapat masalah-Illasalah berkenaan
dengan penjualan "strata title" yang beLum
jeLas benar pengaturannya. Karangan berikut
ini mencoba menguraikan sebagian dari
lllasaLah tersebut, yaitu berkenaan dengan
kelllungkinan pelllilikan oleh warga negara
asing, penggunaannya sebagai jaminan kredit
dan pengelolaan Rumah Susun.

Pengantar

Pembangunan Condominium atau apartemen yang dalam peraturan


perundang-undangan nya disebut "Rumah Susun" di Jakarta pada akhir-
akhir ini tumbuh bagaikan jamur di musim hujan. Dalam rangka
pemasarannya, ·developer telah menghujani surat kabar, majalah maupun
papan iklan di setiap sudut ibukota dengan iklan-iklannya yang menawan.
Boleh dikatakan akhir-akhir ini tiada hari lewat tanpa iklan yang menawarkan
apartemen dengan menggunakan istilah asing Strata Title yang kami yakin
tidak banyak pihak yang mengetahui pengertiannya. Bahkan ada apartemen

. Disampaikan pada seminar PERKEMBANGAN TERAKHIR STRATA TITLE DAN


IMPLIKASINY A PADA PENGELOLAAN KONDOMINIUM, Jakarta 1-2 Desember 1993.

Februari 1994
15

yang sudah "Sold Out" dimana lokasinya masih berupa tanah kosong yang
belum dibangun, dimana di atasnya masih berdiri SD Umum dan perumahan
rakyat setempat yang belum dibebaskan. Bak membeli kucing dalam karung,
demikian komentar beberapa pakar hukum yang ada di negara kita.
Sebenarnya istilah "Strata title" tidak ada dalam kamus kepustakaan hukum
di negara kita, tetapi di dalam iklan-iklan seringkali digunakan untuk
menarik konsumen dalam rangka pembangunan kondominium.
Sebenarnya sistem pemilikan itu berasal dari kata Condominium, Co
berarti bersama-sama, dominium berarti pemilikan. Istilah yang dipakai
berbeda menurut sistem hukum dari negara yang bersangkutan, misalnya di
Inggeris disebut Joint Property, di Italia menggunakan istilah condominium,
sedangkan di Singapura dan Australia menggunakan istilah Strata Title. Di
antara istilah-istilah tersebut di atas, istilah Strata Title yang lebih
memungkinkan adanya pemilikan bersama secara horisontal disamping
pemilikan bersama secara vertikal.
Menurut hukum di negara bagian New South Wales, Australia, yang
dimaksud dengan Strata Scheme adalah:
A Strata scheme is a legally recognised arrangement whereby a
building and the land upon which it is erected is subdivided into lots
or lots and common property, the lots (or units as they are commonly
cal/ed) having separate title, the transfer of which is not inherently
restricted, the common property being used by the occupiers of the
lots but owned by a body corporate as agent for the owners of the
lots in specified proportions.

Walaupun di negara kita dipergunakan berbagai istilah seperti rumah


susun, apartemen, flat, condominium, namun dalam bahasa hukum semuanya
disebut rumah susun, karena mengacu pada UU No. 16 tahun 1985
mengenai rumah susun.
Selama ini telah beberapa kali diadakan seminar maupun lokakarya atau
sarasehan mengenai rumah susun baik dari segi teknis, ekonomis, sosial
maupun hukum.
Jadi sebenarnya kami mengalami kesulitan untuk mengutarakan hal-hal
apa·lagi yang perlu kita perbincangkan dalam rangka pembangunan rumah
susun atau condominium ini. Bertopang pada pengalaman atas ketidaktahuan
pihak developer maupun konsumen mengenai yuridis praktis dalam rangka
membangun rumah sus un, kami akan mencoba memberikan sedikit arahan
yang kiranya dapat berguna bagi semua pihak.

Norrwr ,1 Tahun XXIV


16 Hukum dan Pembangunan

Penjualan dan Pemilikan Satuan Rumah Susun (SRS)

I. Persyaratan bagi Pembeli dan Pemilik SRS

Pembicara terdahulu telah menjelaskan bahwa Hak Milik atas Satuan


Rumah Susun terdiri dari:
I. Hak Milik (Perorangan) atas SRS
2. Hak Bersama atas:
a. tanah bersama
b. benda bersama
c. bagian bersama

Karena pemilikan SRS meliputi juga hak atas tanah bersama, maka SRS
hanya dapat dimiliki oleh perorangan dan badan hukum yang memenuhi
syarat sebagai pemegang hak atas tanah bersama yang bersangkutan.
Demikian ditegaskan dalam Pasal 8 (UURS).
Menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), tanah Hak Milik
(HM) hanya dapat dipunyai orang perorangan warganegara Indonesia tunggal
dan badan-badan hukum tertentu, yang disebut dalam PP 38 tahun 1963.
Tanah Hak Guna Bangunan (HGB) dapat dipunyai oleh perorangan
warganegara Indonesia dan badan-badan hukum yang didirikan menurut
hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Sedang Hak Pakai (HP)
dapat juga dipunyai oleh orang-orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia dan badan-badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di
Indonesia. Dengan adanya ketentuan tersebut, maka dengan sendirinya yang
boleh membeli SRS adalah perorangan dan badan-badan hukum yang
memenuhi persyaratan tersebut.
Dalam UURS tidak ada ketentuan mengenai akibat pewarisan tanpa
wasiat kepada orang yang tidak memenuhi syarat sebagai pemilik SRS yang
diterimanya sebagai warisan. Juga tidak ada ketentuan apa yang harns
dilakukan pemilik SRS yang memperoleh atau berganti kewarganegaraan
asing, hingga tidak lagi memenuhi syarat sebagai pemilik SRS-nya. Kiranya
dalam hal yang demikian, secara analogi, dapat diperlakukan ketentuan Pasal
21 ayat (3) dan Pasal36 ayat (2) UUPA, yang mewajibkan penerima warisan
dan pemilik SRS yang bersangkutan untuk mengalihkan haknya kepada pihak
yang memenuhi syarat dalam waktu satu tahun sejak saat tidak dipenuhi
syarat sebagai pemilik.
Masalah yuridis praktis yang ditemukan dalam pemasaran SRS ini
apabila konsumennya WNA yang tinggal di Indonesia dan Badan Hukum
Asing.

Febnmri 1994
Condominium 17

. Untuk meminta developer mengajukan permohonan Hak Pakai untuk


tanah di atas mana RS akan dibangun adalah hal yang hampir mustahil. Hal
mana disebabkan oleh karena:
a. Hak pakai dalam prakteknya hanya diberikan selama 10 tahun .
b. Hak Pakai sampai saat ini belum dapat dijadikan jaminan hutang dengan
hipotik (walaupun dalam RUU Hak Tanggungan termasuk hak yang
dapat dijadikan jaminan hutang dengan Hak Tanggungan).

Satu-satunya jalan keluar saat ini adalah menyewa SRS dari pihak
developer langsung atau pihak konsumen yang memenuhi persyaratan sebagai
pemegang hak atas tanah yang tersedia.
Dalam mencari jalan keluar dari masalah ini harus dipertanyakan 2 (dua)
hal:

I. apakah iklim investasi telah menuntut adanya suatu perubahan dari


persyaratan WNA atau Badan Hukum Asing dalam rangka mempunyai
hak atas tanah seperti HGB di negara kita;
2. apakah dengan memperbolehkan WNA atau Badan Hukum Asing
mempunyai tanah HGB tidak mempengaruhi stabilitas ekonomi dan
politik di negara kita atau menciptakan penjajahan ekonomi dalam bentuk
baru di negara kita.

Peranan REI dalam mempertimbangkan 2 (dua) hal tersebut di atas sangat


menentukan.
Selain persyaratan materiil; persyaratan formil seperti cakap hukum (21
tahun ke atas atau kawin) dan tidak berada dalam pengampuan harus pula
diperhatikan.

II. Tata Cara Penjualan/Pembelian SRS

Menurut ketentuan hukum yang berlaku. lual-Beli SRS untuk pertama


kali antara penyelenggara pembangunan dan pembeli adalah perbuatan
hukum pemindahan HMSRS yang bersangkutan dari penyelenggara
pembangunan kepada pembeli.
Menurut Pasal 10 UURS pemindahan hak tersebut harus dilakukan
dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Menurut ketentuan PP 10
tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, yang berwenang membuat akta
tersebut adalah PPAT, yang daerah kerjanya meliputi tempat letak RS yang
bersangkutan.
Akta yang dibuat oleh PPAT itu merupakan surat tanda bukti telah

Nomor 1 Tahun XXiV


18 Hukum dan Pembangunan

dilakukannya jual-beli mengenai SRS yang bersangkutan. Dengan selesainya


ditandatangani akta tersebut HMSRS yang dijual itu berpindab kepada
pembeli; yang menjadi pemiliknya yang baru, berikut hak atas bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dengan SRS yang bersangkutan. Tidak mungkin dilakukan
jual-beli suatu SRS tanpa mengikutsertakan hak atas bagian bersama, benda
bersama dan tanah bersama yang merupakan bagian dari HMSRS itu.
Jual beli yang telab dilakukan di hadapan PPAT tersebut diikuti dengan
pendaftarannya pada Kantor Pertanaban Kabupaten/Kotamadya yang
bersangkutan. Pendaftaran dilaksanakan dengan membubuhkan catatan
mengenai jual-beli yang telah dilakukan itu pada buku tanab dan salinan buku
tanab yang merupakan bagian dari sertifikat HMSRS yang bersangkutan .
. Sertifikat yang sudah dibubuhi catatan pendaftaran tersebut diserahkan
kepada pembeli selaku pemilik barn SRS yang bersangkutan sebagai tanda
bukti pemilikannya.
Seperti halnya dalam rangka penjualan rumab di proyek-proyek
perumahan biasa, lamanya proses pensertifikatan tidak memungkinkan
developer menunggu masa penjualan sampai selesainya seluruh proses.
Menurut UURS, pemasaran dapat dilakukan pada saat izin layak huni
sudab disetujui Pemda, hal mana sangat sulit untuk dijalankan oleh para
developer. Untuk mengatasi masalab tersebut, developer dapat memulai
mengadakan pengikatan dengan konsumen dengan perjanjian akan jual beli.
Di negara maju untuk melindungi ,konsumen, maka pembayaran dari
konsumen dimasukkan dalam "escrow account" yang tidak dapat dikeluarkan
oleh developer. Untuk membantu developer, bank pemberi kredit konstruksi
dapat diminta sebagai managing bank dan pembayaran dari konsumen
dipergunakan untuk membayar cicilan developer kepada bank agar developer
dapat menyelesaikan proyeknya dan tidak lari meninggalkan konsumen.
Dalam perjanjian jual beli tersebut developer dapat pula diminta untuk
memberi kUasa pada konsumen untuk menandatangani akta jual beli.

III. Kewenangan Pemilik SRS

Pemilik SRS antara lain memiliki kewenangan:


1. untuk menyewakan SRS yang dimilikinya kepada pihak lain;
2. untuk memindabkan Hak Milik SRS-nya, yang dapat dilakukan dengan
jual beli, hibah, tukar-menukar ataupun dengan Ielang eksekusi. Dalam
Ielang eksekusi ini tidak diperlukan akta PPAT dan untuk pendaftarannya
pada Kantor Pertanahan sebagai bukti cukup diserahkan salinan berita
acara lelang yang dibuat Kepala Kantor Lelang. Selain itu pemilik SRS

Februan 1994
Condominium 19

dapat memindahkan haknya dengan pewarisan. Peralihan semacam ini


juga perlu didaftarkan pada Kantor Pertanahan dengan menyerahkan
Surat Keterangan kematian pemilik SRS, Surat Wasiat/Surat penetapan
Ahli Waris dan Sertifikat Hak Milik SRS;
3. atau untuk menjadikan Hak Milik SRS sebagai jarninan hutang.
Pembebanan ini harus dilakukan di hadapan PPAT yang bertugas
membuat aktanya. Tatacara pembebanannya akan dibahas lebih lanjut.

IV. Perubahan Hak Pemilikan Atas SRS

Dalam PP 4 tahun 1988 dijumpai ketentuan-ketentuan yang menampung


akibat dari terjadinya perubahan rencana dalam pelaksanaan pembangunan
beberapa bangunan RS yang direncanakan dibangun di atas satu bidang
tanah . Menurut Pasal 46, pembangunannya boleh dilaksanakan secara
bertahap . Artinya boleh diselesaikan bloklbangunan demi bloklbangunan,
termasuk penjualan SRS-SRS yang sudah selesai penerbitan sertifikatnya.
Nilai perbandingan proporsionalnya sudah ditetapkan berdasarkan
perhitungan seluruh blok akan dibangun serta jumlah 3 blok, yang masing-
masing SRS akan mempunyai nilai perbandingan proporsional sebesar 11300
bagian .
Sudah selesai dibangun satu blok yang terdiri atas 100 SRS dan
semuanya sudah terjual. Ternyata pada tahap pembangunan berikutnya oleh
penyelenggara pembangunan direncanakan diubahjumlah satuan rumah susun
yang akan dibangun . Bukan sisanya yang 200, melainkan lebih atau kurang.
Perubahan tersebut dengan ' sendirinya akan berpengaruh pada nilai
perbandingan proporsional yang telah ditetapkan semula dan yang juga sudah
mendapat persetujuan PEMDA .
Perubahan tersebut harus diberitahukan sebelumnya kepada Perhimpunan
Penghuni dan nilai perbandingan proporsionalnya diperhitungkan kembali .
Kalau perubahan tersebut mengakibatkan penurunan pada nilai perbandingan
proporsionalnya, bahkan memerlukan persetujuan Perhimpunan Penghuni.
Perubahan-perubahan nilai perbandingan proporsional tersebut wajib
dimintakan pengesahan kembali pada PEMDA dan didaftarkan pada Kantor
Pertanahan untuk diikuti dengan perubahanpertelaannya dalam buku tanah
dan sertifikat HMSRS yang sudah diterbitkan. Yang menjadi masalah;
bagaimana developer dapat mengorganisir pengembalian sertifikat HMSRS
dari tangan pemilik untuk merubah pertelaan tersebut yang berarti merubah
obyek yang diperjualbelikan.
Ketentuan serupa berlaku juga terhadap perubahan fisik RS, yang
mengakibatkan terjadi perubahan nilai perbandingan proporsional yang sudah

Nomor I Tahun XXIV


20 Hukum dan Pembangunan

ditetapkan. Diperlukan adanya akta perubahan pemisahan, sebagai dasar


untuk mengadakan perubahan pad a buku tanah dan sertifikat HMSRS yang
bersangkutan .
Pemilik SRS tidak diperbolehkan mengadakan perubahan-perubahan pada
SRS miliknya, yang bisa menimbulkan kerugian bagi pemilik lainnya.
Misalnya perubahan yang dapat mengganggu kekuatan bangunan, pandangan,
ketenangan dan keamanan lingkungan serta kepentingan bersama para
penghuni. Demikian penjelasan PP 4 tahun 1988. Lalu apa akibatnya apabila
pemilik SRS melanggar ketentuan tersebut. Kalaupun ada sanksinya; apakah
sanksi yang tepat untuk pemilik SRS tersebut.

V. Perpanjangan Jangka Waktu/Pembaharuan Hak atas Tanah

Perlu diperhatikan bahwa HGB dan HP terbatas jangka waktu


berlakunya. Maka sebelum jangka waktu habis, harus diajukan permohonan
perl'anjangan jangka waktu atau pembaharuan hak kepada instansi BPN yang
berwenang.
Dalam Pasal 50 PP 4 tahun 1988 disebutkan bahwa hapusnya hak atas
tanah bersama mengakibatkan hapusnya HMSRS yang bersangkutan. Yang
menjadi pertanyaan disini :

I. Siapa yang harus mengajukan permohonan perpanjangannya.


2. Apakah proses pensertifikatan harus dihitung dari mula, yaitu dibuat
sertifikat induk lalu dipecah-pecah atau dipecah langsung ke atas nama
pemilik SRS.

VI. Rumah Susun dan Hak Milik Satuan Rumah Susun


Sebagai Jaminan Kredit

A. Arti Ketentuan UURS bagi Hukum Jaminan Indonesia

Dalam Penjelasan Umum UURS dinyatakan bahwa :

"untuk mengga/akkan usaha pembangunan rumah susun dan


memudahkan pihak-pihak yang ingin memiliki SRS, UURS
mengatur kemu[lgkinan untuk mempero/eh kredit konstruksi
dan kredit pemilikan rumah dengan menggunakim /embaga
hipotik atau fidusia. "

Ketentuan-ketentuan tersebut mengatur kemungkinan dijadikannya RS

Februari 1994
Condominium 21

dan HMSRS sebagai jaminan kredit dengan dibebani hipotik atau fidusia,
tatacara pembebanannya, pember ian surat tanda buktinya, royanya dan
kemungkinan eksekusinya tanpa melalui pelelangan umum.
Bagi Hukum Jaminan Indonesia, ketentuan tersebut sebagian memberikan
pengukuhan 'pada tafsiran dan praktek yang berlaku sebelumnya. Sebagian
merupakan ketentuan-ketentuan baru, yang akan dapat melayani kegiatan
perkreditan modern secara yang lebih memuaskan, selama menunggu
kelahiran Hukum Jaminan Nasional.
Biarpun dimuat dalam UURS, bukan berarti bahwa ketentuan-ketentuan
tersebut tidak dapat diberlakukan juga terhadap kasus-kasus perkreditan non-
rumah-susun. Memberlakukan ketentuan-ketentuan tersebut bagi kasus-kasus
non-rumah-susun secara analogi , dengan penyesuaian yang diperlukan, tidak
akan menimbulkan kerugian bagi siapapun. Bahkan sebaliknya akan
menciptakan kepastian hukum mengenai hal-hal yang semula diragukan.

B. Rumah Susun Sebagai Jaminan Kredit


,
Dalam Pasal 12 (I) UURS dinyatakan bahwa tanah dan rumah susun
yang sudah selesai dibangun serta bend a lainnya yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah tersebut dapat dijadikan jaminan kredit dengan
dibebani:
a. Hipotik, jika tanahnya Hak Milik atau HGB
b. Fiducia, j ika tanahnya Hak Pakai atas tanah negara

Sedangkan Pasal 12 (2) UURS menyatakan bahwa tanah dimana suatu


rumah susun akan dibangun beserta rumah susun yang akan dibangun dapat
dibebani dengan suatu jaminan untuk membiayai pelaksanaan pembangunan
rumah susun yang bersangkutan yang pember ian kreditnya dilakukan secara
bertahap sesuai dengan pelaksanaan pembangunan rumah susun tersebut.

C. SRS Sebagai Jaminan Kredit

Di sini yang dijadikan obyek pokok jaminan adalah Hak Milik SRS dan
bukan tanahnya. Oleh karena itu hipotik atau fiducia yang dibebankan
meliputi SRS beserta bangunan bersama, bend a bersama dan tanah bersama
pemilik Hak Milik SRS. Yang menjadi masalah, developer tidak dapat
menunggu penjualan sebelum sertifikat HMSRS selesai. Lalu bagaimana
perlindungan bank yang bermaksud memberikan KPR kepada konsumen.

D. Tata Cara Pembebanan dan Pemilikan

Nomor 1 Tahun XXiV


22 Hukum dan Pembangunan

Untuk sahnya pembebanan hipotik dan creditverband, harus dipenuhi 3


(tiga) syarat, yaitu:
(1) Pemberian hak tanggungan harus dibuktikan dengan akta otentik (pasal
1171 KUHPerdata).
(2) Syarat spesialitas (pasal 1174 KUHPerdata). Harus disebutkan jumlah
pinjamannya (pinjaman pokok ditambah bunga) secara pasti dan
disebutkan penunjukan tanahnya yang dijadikan hutang secara rinei baik
keterangan yuridis maupun pisik atas tanah.
(3) Syarat publisitas (pasal 1179 KUHPerdata). Pemberian hipotik harus
didaftarkan di Kantor Pertanahan. Pendaftaran ini terbuka untuk umum,
hal ini dimaksudkan agar pihak-pihak yang berkepentingan dapat dengan
mudah mengetahui adanya hipotik/creditverband yang dibebankan pada
tanah yang bersangkutan.

Proses pembebanan hipotik terdiri atas 2 tahap yaitu:

I. Tahap pemberian hi potik


Harus dilakukan dihadapan PPAT yang berwenang yang bertugas
membuat akta pemberian hipotik. Kepada PPAT harus diserahkan surat-
surat mengenai tanahnya, orangnya dan biaya pendaftaran hipotik.

2. Tahap pendaftaran hipotik


Pendaftaran hipotik dilaksanakan untuk memenuhi syarat publisitas di
dalam pember ian hipotik yang merupakan syarat bagi lahirnya hak
hipotik dan untuk keperluan pembuktian. Pendaftaran hipotik ini
dilakukan di Kantor Pertanahan untuk dicatat pada buku tanah dan
sertifikat yang bersangkutan dengan menyerahkan akta hipotik dan
sertifikat tanahnya Gika yang dihipotikkan rumah susun atau tanah temp at
akan dibangunnya rumah susun atau sertifikat hak milik SRS - jika ini
yang dijadikan jaminan).

Kemudian Kantor Pertanahan akan membuat Buku Tanah Hipotik dan


menerbitkan sertifikat hipotik yang terdiri atas:
a. salinan buku tanah hipotik, dan
b. salinan akta hipotik.

Sertifikat hipotik inilah yang menjadi tanda bukti adanya hipotik. Hipotik
lahir pada saat dibuatnya buku tanah hipotik. Tanggal pembuatan buku tanah
ditetapkan 7 hari setelah · penerimaan secara lengkap surat-surat yang
diperlukan untuk pendaftaran hipotik yang bersangkutan oleh Kantor

Februari 1994
Condominium 23

Pertanahan. Ketentuan ini hanya berlaku jika tanda hak yang akan
dibebankan hipotik sudah bersertifikat.

E. Fiducia

Penggunaan lembaga fiducia sebagai jaminan hutang hanya dapat


dibebankan atas tanah dengan status hak pakai yang diberikan oleh negara.
Pemberian fiducia dilakukan dengan akta PPAT dan wajib didaftarkan pada
Kantor Pertanahan untuk dicatat poada buku tanah dan sertifikat rumah
susun/tanah atau hak milik SRS yang dijadikan jaminan, dengan pencatatan
tersebut, maka sudah memenuhi syarat publisitas bagi kelahiran dan sahnya
fiduoia.

F. Roya Partial

Menyimpang dari asas yang dimuat dalam Pasal 1163 KUHPerdata, UU


16/ 1985 memungkinkan diadakannya "roya partial". Dalam pemberian
hipotik dapat diperjanjikan bahwa pelunasan hutang tersebut dapat dilakukan
dengan cara angsuran, sesuai dengan tahap-tahap penjualan SRS yang selesai
dibangun. Dengan pelunasan secara angsuran secesar harga satuan-satuan
rumah susun tersebut, maka SRS yang harganya telah dilunasi terbebas dari
hipotik yang dibebaninya. Kemudian rumah susun tersebut hanya dibebani
hipotik pada bangunan yang belum terjual, untuk menjamin sisa hutang yang
belum dilunasi. Proses roya partial harus didukung dengan kesiapan
administrasi pertanahan di negara kita.

VII. Eksekusi Hipotik/Fidusia

Pasal1178 (I) KUH Perdata melarang untuk memperjanjikan bahwajika


debitur wanprestasi, tanah yang dijadikan jaminan secara otomatis akan
menjadi milik kreditur.
Eksekusi hipotik/fiducia ini harus dilakukan dengan cara penjualan tanah
yang bersangkutan melalui lelang umum, tetapi karen a penjualan dengan cara
seperti ini tidak selalu menghasilkan harga yang lebih tinggi, maka dalam
UU 1611985 dimuka kemungkinan untuk melaksanakan penjualan di bawah
tangan. Hal ini dimaksudkan untuk lebih memudahkan dan mempercepat
penjualan serta memperoleh harga .yang lebih tinggi. Penjualan dengan cara
ini wajib dicantumkan dalam akta hipotik yang bersangkutan dan
pelaksanaannya harus memenuhi berbagai syarat untuk melindungi
kepentingan pihak ketiga, yaitu:

NOlTwr I Tahun XXIV


24 Hukum dan Pembangunan

(l) pemberitahuan tertulis dalam 2 surat kabar atau media mass a yang
beredar di daerah yang bersangkutan;
(2) pelaksanaan penjualan didahulukan setelah lewat I bulan sejak
pemberitahuan;
(3) tidak ada pihak yang berkeberatan.

Bila debitur lalai , maka kreditur pemegang hiptok dapat:

a. melakukan parate eksekusi; disini penjualan lelang dilaksanakan atas


perintah dan pimpinan Ketua Pengadilan Negeri, berdasarkan grosse akta
hipotik yang bersangkutan.

b. melaksanakan kuasa jual {Pasal 1178 (2) KUHPerdata}; umumnya


dilaksanakan dengan kerjasama debitur dan umumnya BPN tidak mau
melaksanakan proses balik nama, oleh karena itu dalam praktek
kemudahan ini tidak dapat dilaksanakan karena para Kepala Kantor
Lelang baru bersedia melaksanakan penjualan 1elang jika ada perintah
dari pengadilan.

c. melaksanakan eksekusi hipotik di bawah tangan (Pasa117 UURS); hal ini


tetap memerlukan kerjasama Debitur dan tetap harus melalui gugatan dan
penetapan peradilan terlebih dahulu. Oleh karena itu yang dapat
dilaksanakan secara efektif saat ini adalah lembaga parate eksekusi.

Dalam praktek belum terlihat masalah eksekusi tersebut di atas, akan


tetapi perlu dipikirkan di kemudian hari, bila terjadi wanprestasi, apakah
aparat pengadilan dan Departemen Keuangan sudah dipersiapkan.

VIII. Penghunian dan Pengelolaan Rumah Susun

SRS yang merupakan milik perseorangan dikelola sendiri oleh


pemiliknya, sedangkan yang merupakan hak bersama harus digunakan dan
dikelola secara bersama karena menyangkut kepentingan dan kehidupan
orang banyak. Penggunaan dan pengelolaan SRS ini harns diatur dan
dilakukan untuk suatu perhimpunan penghuni yang berkedudukan sebagai
Badan H ukum yang memiliki tugas dan wewenang mengelola dan
memelihara rumah susun beserta lingkungannya dan menetapkan peraturan-
peraturan mengenai tata tertib penghunian.
Dalam UU No. 16/1985 Pasal 9 (4) jo PP No. 411988 Pasal 62 (1)

Februari 1994
Corrdominium 25

disebutkan obyek pengelolaan SRS adalah:

a. Pengwasan terhadap penggunaan bangunan bersama,


b. bend a bersama
c. tanah bersama
d. pemeliharaan serta perbaikan
e. pembangunan sarana lingkungan
f. fasi litas sosial

Tugas Badan Pengelola adalah (Pasal 68 PP No. 4/l988):

a. melaksanakan pemeriksaan, pemeliharaan kebersihan rumah susun dan


lingkungannya pada bangunan bersama, bend a bersama dan tanah
bersama;
b. mengawasi ketertiban dan keamanan penghuni serta penggunaan
bangunan bersama, bend a bersama dan tanah bersama sesuai dengan
peruntukannya;
c. secara berkala memberikan laporan kepada perhimpunan penghuni
disertai permasalahan dan usulan pemecahannya.

Antara Badan Pengelola dan Perhimpunan Penghuni terdapat suatu


hubungan fungsional dimana mereka sarna-sarna bertanggung jawab atas
ketertiban dan keamanan dalam penggunaan rumah susun secara keseluruhan.
Masalah pengelolan RS ini adalah masalah yang terpenting, karen a dalam
sistem condominium suatu saat developer dibebaskan dari kewajiban-
kewajibannya dan sarna sekali tidak ada penyerahan pada Pemda. Yang perlu
dipikirkan , apakah pemilik dan penghuni SRS siap melaksanakan pengelolaan
ini , mengingat:

I. masyarakat kita belum "insurance minded ";


2. "legal conscienceness" dan "legal dicipline" masih jauh dari
sempurna;
3. administrasi Pemda khususnya pertanaban masih perlu ditingkatkan.

IX. Masalah-Masalah Yang Perlu Peraturan Lebih Lanjut

Salah satu masalah yang penting adalah perlindungan terhadap para


konsumen pembeli rumah susun. Selama ini para developer cenderung tidak
memberikan informasi yang menyangkut hak konsumen, seperti kapan
konsumen menerima sertifikat strata yang sudah terpisah , berapa ganti rugi

Nomor J Tahun XXIV


26 Hukum dall Pembatlgunan

yang akan diberikan kepada konsumen jika developer tidak menepati janji
dan sebagainya.

Masalah yang lain adalah:

1. Pelanggaran yang dilakukan oleh para pemilik SRS yang melakukan


penambahan atau perubahan fisik bangunan yang dapat menimbulkan
kerugian bagi pemilik lainnya seperti mengganggu ketenangan dan
keamanan lingkungan, mengganggu kekuatan bangunan dan pandangan.
Untuk mengatasi masalah tersebut di atas perlu diadakan peraturan lebih
lanjut yang diharapkan dapat membantu terwujudnya tujuan
penyelenggaraan pembangunan rumah susun-rumah susun tersebut.
2. Perpanjangan HGB.
3. Pengelolaan dari RS setelah SRS terjual habis.

X. Penutup

Sebagai penutup, kami hanya ingin menghimbau semua pihak developer,


konsumen, bank-bank dan lembaga keuangan dan juga aparat pemerintah
yang berwenang untuk menyadari bahwa condominium atau apartemen atau
flat dengan sistem pemilikan HMSRS adalah lembaga yang baru yang harus
ditinjau secara berhati-hati. Janganlah kita terlalu gegabah untuk menanggapi
sesuatu yang baru yang pengaturannya belum lengkap, fasilitasnya belum
memadai dan aparatnya belum siap. Sebaiknya segal a sesuatunya ditangani
secara hati-hati dan seksama serta menguntungkan untuk semua pihak.

Sum••a4aa
..arah aad9.
meaolen, ,.wa.
NSa.- maaus••

c:::::::> "'LAN PELAYANAN "HUllUM _ PEMMNGUNAN" _ .. PMI

Februari 1994

Anda mungkin juga menyukai