Anda di halaman 1dari 3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Era Orde Lama (1945-1967)
Indonesia merdeka pada tanggal 17 agustus 1945 melalui pembacaan
proklamasi kemerdekaan. Pada tanggal 18 Agustus 1945 pengangkatan Ir.
Soekarno dan Muhammad Hatta secara resmi oleh PPKI sebagai presiden dan
wakil presiden. Pada awalnya sistem pemerintahan negara Indonesia.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Era Orde Lama (1945-1967)
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia secara resmi menjadi negara yang merdeka dan
berdaulat yang sah dengan dibacakannya proklamasi kemerdekaan. Pada tanggal 18 Agustus 1945,
PPKI mengangkat Ir. Soekarno dan Muhammad Hatta sebagai presiden dan wakil presiden negara
Indonesia secara resmi. Sistem pemerintahan negara Indonesia yang awalnya menganut sistem
presidensial berubah menjadi sistem parlementer dengan dikeluarkannya maklumat wakil presiden
pada tanggal 16 Oktober 1945 dan maklumat pemerintah pada tanggal 14 November 1945
(Wilson,2013). Maklumat ini merupakan awal pemberlakuan sistem multi-partai dalam politik
formal Indonesia.
Sejak diberlakukannya sistem multi-partai, banyak partai-partai bermunculan. Perdana menteri
Indonesia terus berganti secara singkat sebelum menjalankan kebijakan yang mereka keluarkan.
Terjadinya pertentangan ideologi lama antar golongan nasionalis, islam, dan komunisme.
Pertentangan ini semakin kuat dalam partai politik di Indonesia. Partai-partai politik yang terlibat
dalam fragmentasi politik dan ideologi ini dapat dilihat dari 4 partai besar pemenang pemilu tahun
1955, yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, Nahdlatul Ulama (NU), dan Partai
Komunis Indonesia (PKI).
Pada awal dekade 1950-an, muncul adanya silang pendapat sejumlah tokoh yang berinisiatif
melakukan interpretasi ulang terhadap Pancasila. Terdapat 2 kelompok dengan perspektif yang
berbeda. Kelompok pertama memandang Pancasila tidak hanya sebagai kompromi politik, tapi
juga sebuah filsafat sosial bangsa atau weltanschauung bangsa. Sedangkan kelompok kedua
memandang Pancasila hanya sebagai kompromi politik. Yang menjadi dasar argumentasi
kelompok kedua adalah fakta dalam sidang BPUPKI dan PPKI (Nurdin,2012).
Dalam perumusan Undang-Undang baru yang diselenggarakan pada sidang Majelis
Konstituante, terdapat dua pandangan terhadap Dasar Negara. Banyak tokoh yang menginginkan
memenuhi “anjuran” Presiden untuk “kembali ke Undang-Undang Dasar 1945” yang
mencantumkan “tujuh kata” dengan Pancasila sebagaimana dirumuskan dalam Piagam Jakarta
sebagai dasar negara. Di sisi lain, banyak tokoh menyetujui “kembali ke Undang-Undang Dasar
1945” tanpa mencantumkan “tujuh kata” seperti naskah yang disahkan PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945 (Nurdin,2012).
Perdebatan ini mengalami jalan buntu pada Juni 1959. Presiden Ir. Soekarno akhirnya turun
tangan dengan mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dengan isi:
a. Pembubaran Konstituante;
b. Undang-Undang Dasar 1945 kembali berlaku; dan
c. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat sementara.
Keluarnya Dekrit Presiden didasari kekecewaan soekarno atas sistem multi-partai yang tidak
memperdulikan persatuan bangsa. Dekrit ini mendapatkan banyak dukungan dari masyarakat,
terutama militer. Dukungan dari militer ini karena mereka kehilangan kepercayaan terhadap
pemimpin sipil. Dekrit Presiden ini mengakhiri perdebatan yang terjadi dan memulai pembentukan
MPRS (Wilson,2013). Sejak berlakunya demokrasi terpimpin, Pancasila dijadikan sebagai
ideologi negara yang tampil secara hegemonik. Ir. Soekarno menginterpretasikan Pancasila
sebagai satu kesatuan paham dalam doktrin “Manipol/USDEK”. Pada tanggal 17 Agustus 1959
Manifestasi politik (manipol) menjadi materi pokok dari pidato Soekarno yang berjudul
“Penemuan Kembali Revolusi Kita”. setelah itu ditetapkan menjadi Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) oleh Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Materi pidato tersebut dibacakan
dalam Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 1 Tahun 1960 dan ketetapan MPRS No.1/MPRS1960
tentang GBHN (Ali,2009).
Manipol/USDEK ini merupakan langkah penyatuan fragmentasi ideologi yang terbelah dalam
masayarakat. Namun, kondisi keterbelahan tersebut sudah dipertahankan. Peristiwa G/30/S-PKI
memicu konflik dalam masyarakat. Soeharto yang menyimpan Surat Perintah 11 Maret
(Supersemar) mengkonsolidasikan kekuatan militer yang berpaham Pancasila dan menyingkirkan
paham komunisme. Pertentangan yang kuat dan permasalahan politik mengakibatkan Presiden
Soekarno dilengserkan dan Soeharto dilantik menjadi Presiden RI pada Maret 1968 melalui sidang
MPRS (Lay,2013).
Nilai-nilai Pancasila yang terkandung pada masa orde lama, yaitu:
1. Nilai Ketuhanan yang Maha Esa, pada masa orde lama, hampir seluruh masyarakat sudah
memiliki agama dan kepercayaan masing-masing, dimana setiap masyarakat menjalankan
agamanya berdasarkan nilai ketuhanan dalam dasar negara.
2. Nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, pada masa orde lama menggunakan demokrasi
terpimpin dimana terjadi penggabungan antara nasionalis, agama, dan komunis yang tidak
cocok bagi bangsa Indonesia. Akibatnya terjadi kemerosotan moral disebagian masyarakat
yang tidak lagi bersendikan nilai-nilai Pancasila.
3. Nilai Persatuan Indonesia, orde lama merupakan masa setelah Indonesia diresmikan menjadi
negara yang merdeka dan berdaulat. Nilai persatuan dilihat dari kerja sama antar pihak
pemerintah dengan masyarakat untuk memperbaiki dan meningkatkan tatanan negara setelah
masa penjajahan berakhir.
4. Nilai Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan
Perwakilan, pada masa orde lama, demokrasi bukan berada pada kekuasaan rakyat tetapi
berada pada kekuasaan pribadi Soekarno yang membuat Pancasila telah menjadi ideologi
otoriter, konfrontatif, dan tidak memberikan hak demokrasi pada rakyat.
5. Nilai Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, pada masa orde lama, hukum yang
berlaku masih dipandang rendah dimana masih banyak terjadi penyimpangan-penyimpangan
dan ketidakadilan bagi rakyat-rakyat kecil.

Anda mungkin juga menyukai